Ada dua
ukuran kinerja akuntansi perusahaan yaitu laba akuntansi dan total arus kas.
Ahmed Belkaoui (2000:332) menyatakan bahwa laba akuntansi secara operasional didefinisikan
sebagai perbedaan antara pendapatan yang direalisasikan yang berasal dari
transaksi suatu periode dan berhubungan dengan biaya historis. Dalam metode historical cost (biaya historis) laba
diukur berdasarkan selisih aktiva bersih awal dan akhir periode yang
masing-masing diukur dengan biaya historis, sehingga hasilnya akan sama dengan
laba yang dihitung sebagai selisih pendapatan dan biaya.
Menurut
pengertian akuntansi konvensional dinyatakan bahwa laba akuntansi adalah
perbedaan antara pendapatan yang dapat direalisir yang dihasilkan dari
transaksi dalam suatu periode dengan biaya yang layak dibebankan kepadanya
(Muqodim, 2005:111). Suwardjono (2005:455) mendefinisian
laba sebagai pendapatan dikurangi biaya merupakan pendefinisian secara struktural
atau sintaktik karena laba tidak didefinisi secara terpisah dari pengertian
pendapatan dan biaya. Pengertian laba yang
dianut oleh struktur akuntansi sekarang ini adalah laba yang merupakan selisih
pengukuran pendapatan dan biaya secara akrual.
SFAC
No. 1 dalam Ataina (1999) menyatakan bahwa laporan laba rugi yang disusun
berdasar basis akrual lebih akurat untuk menaksir prospek aliran kas dari pada
laporan laba rugi yang disusun berdasar basis kas. Pengertian semacam ini akan
memudahkan pengukuran dan pelaporan laba secara objektif. Perekayasa akuntansi
mengharapkan bahwa laba semacam itu bermanfaat bagi para pemakai statemen
keuangan khususnya investor dan kreditor. Pendefinisian laba seperti ini jelas
akan lebih bermakna sebagai pengukur kembalian atas investasi (return on investment) daripada sekadar perubahan kas.
Di dalam laba akuntansi
terdapat berbagai komponen yaitu kombinasi beberapa komponen pokok seperti laba
kotor , laba usaha, laba sebelum pajak dan laba sesudah pajak (Muqodim,
2005:131). Sehingga dalam menentukan besarnya laba akuntansi investor dapat
melihat dari perhitungan laba setelah pajak. SFAC No. 1 dalam Belkaoui (2000:332) mengasumsikan bahwa laba akuntansi merupakan
ukuran yang baik dari kinerja suatu perusahaan dan bahwa laba akuntansi dapat
digunakan untuk meramalkan arus kas masa depan. Penulis lain mengasumsikan
bahwa laba akuntansi adalah relevan dengan cara yang biasa untuk model-model
keputusan dari investor dan kreditor.
Laba akuntansi dengan
berbagai interpretasinya diharapkan dapat digunakan antara lain sebagai
(Suwardjono, 2005: 456) :
a) Indikator efisiensi penggunaan dana yang
tertanam dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian atas
investasi (rate of retun on inuested capital).
b) Pengukur prestasi atau kinerja badan
usaha dan manajemcn.
c) Dasar penentuan besarnya pengenaan
pajak.
d) Alat pengendalian alokasi sumber daya
ekonomik suatu negara.
e) Dasar penentuan dan penilaian kelayakan
tarif dalam perusahaan public.
f) Alat pengendalian terhadap debitor dalam
kontrak utang.
g) Dasar kompensasi dan pembagian bonus.
h) Alat motivasi manajemen dalam
pengendalian perusahaan.
i)
Dasar
pembagian dividen.
Bila dilihat secara
mendalam, laba akuntansi bukanlah
definisi yang sesungguhnya dari laba melainkan hanya merupakan penjelasan
mengenai cara untuk menghitung laba. Karakteristik dari pengertian laba
akuntansi semacam itu mengandung beberapa keunggulan. Beberapa keunggulan laba
akuntansi yang dikemukakan oleh Muqodim (2005 : 114) adalah:
1) Terbukti teruji sepanjang sejarah bahwa
laba akuntansi bermanfaat bagi para pemakainya dalam pengambilan keputusan
ekonomi.
2) Laba akuntansi telah diukur dan dilaporkan
secara obyektif dapat diuj kebenarannya sebab didasarkan pada transaksi nyata
yang didukung oleh bukti.
3) Berdasarkan prinsip realisasi dalam mengakui
pendapatan laba akuntansi memenuhi dasar konservatisme.
4) Laba akuntansi bermanfaat untuk tujuan
pengendalian terutama berkaitan dengan pertanggungjawaban manajemen.