Dalam sejarah
perkembangannya di Indonesia sudah dapat mengembangkan
berbagai macam LK-syariah yaitu bank syariah; “LKM”-syariah,
Gadai syariah,
Asuransi syariah, dan Koperasi syariah. Dalam rumpun LKM-syariah
yang non bank
telah berkembang tiga model : BMT (Baitulmal Wa Tamwil) yang
menyatukan Baitul
Mal dan Baitul Tamwil; BTM (Baitul Tamwil) yang menyempurnakan
“Sponsored
Financial Institution” dan “sirhkah”. Ketiga model ini ada telah
berkembang dan
kebanyakan sudah mengambil bentuk “Badan Hukum” koperasi dan
hanya sebagai
kecil yang tidak terdaftar dalam format perijinan dan
pendaftaran institusi keuangan di
Indonesia.
LK-syariah
sekarang sudah menjadi nama dari institusi keuangan, sehingga
secara legal sudah terbuka untuk dijalankan oleh setiap warga
negara Indonesia,
bahkan perusahaan asing. Jika syariah menjadi “Brand” dan orang
yang percaya
kepada Brand menjadikan konsumen fanatik, maka LK-syariah adalah
ladang
investasi sektor keuangan yang menjanjikan. Maka sebentar lagi
perdebatan format
LKS berubah menjadi kancah perdebatan pasar biasa. Sangat boleh
jadi akan muncul
pertanyaan mengapa lembaga yang bukan berbasis islam juga
menjual produk
syariah ? Sehingga sebenarnya LK-syariah saja belum
menyelesaikan persoalan
membangun sistem ekonomi yang islami.
13. Meskipun Fatwa MUI sudah dikeluarkan tugas pencerahan
tentang
kedudukan moral islam dalam berekonomi masih akan semakin
diperlukan.
Pertanyaan dasar apakah konsep bunga sebagai harga uang juga
berlaku bagi
“nisbah bagi hasil” dalam sistem syariah. Bagaimana jika nisbah
bagi hasil secara
mengejutkan berlipat dibanding bunga komensional ?. Apa masih
memenuhi kaidah
“Baia” yang dapat dicerna oleh akal sehat (tiada agama tanpa
akal). Harus dipikirkan
pula jika dalam perebutan pasar LK-konvensional dapat merubah
persyaratan akad
semakin dekat dengan moral islam. Sehingga unsur “ridho”
menonjol dan prinsip tidak boleh mengambil keuntungan atas kerugian orang lain
dikembangkan. Apakah dalam kedudukan seperti itu fatwa masih mempunyai
kedudukan yang sama ? Inilah pekerjaan berat para ekonom untuk ikut
menyumbangkan pikirannya agar tidak terjadi jalan buntu. Pada dasarnya ilmu
ekonomi juga berkembang diluar batas neo classic yang relevan dengan
prinsip-prinsip berekonomi secara islami. Mengenai kritik terhadap ekonomi neo
classic di Indonesia sudah sering kita dengar1, namun penjelasan cara pandang
dan pengembangan kerangka analisa baru yang dianggap sesuai juga masih
terbatas.
Format
pengembangan LKM syariah ke depan harus bertumpu pada basis
kewilayahan atau daerah otonom, karena tanpa itu tidak akan ada
sumbangan yang
besar dalam membangun keadilan melalui pencegahan pengurasan
sumberdaya
dari suatu tempat secara terpusat pada “the capitalist sector”.
Bentuk LKM menurut
hemat penulis harus berjenjang, pada basis paling bawah kita
butuh LKM-informal
yang hak hidupnya dapat diatur oleh PERDA. Pada skala ekonomi
kaum yang layak
berusaha, baru membangun format koperasi dan pemusatan pada
tingkat daerah
otonom dalam bentuk bank khusus, sehingga secara hirarki dapat
dilihat seperti
bangunan pyramid. Pada skala yang lebih tinggi BPRS dan kaum
pemilik modal
dapat bersatu dalam bank umum syariah yang berfungsi sebagai
APPEX Bank.
Dukungan
pengaturan kearah itu sudah sangat terbuka dan sebagian
sedang dipersiapkan. Secara umum pada saat ini tidak ada
halangan untuk
mengembangkan LKM-syariah. Dan pilihan kelembagaan yang sesuai
tergantung
pada keputusan para pemodal dan prinsip akan pengembangannya.
0 komentar:
Posting Komentar