Pengertian dan tujuan Manajemen Berbasis Sekolah MBS
merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat
sekolah dengan maksud agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber
dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan. MBS merupakan
paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah
dengan maksud agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan.
Pada sistem MBS sekolah dituntut secara mandiri menggali,
mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan, dan mempertanggungjawabkan
pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah. MBS juga
merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada
sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi siswa.
Hal ini juga berpotensi untuk meningkatkan kinerja staf, menawarkan partidipasi
langsung kepada kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman kepada
masyarakat terhadap pendidikan. Pengertian MBS “Suatu konsep yang menempatkan
kekuasaan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan
pada tempat yang paling dekat dengan proses belajar mengajar “ Tujuan MBS
Tujuan utama penerapan MBS pada intinya adalah untuk penyeimbangan struktur
kewenangan antara sekolah, pemerintah daerah pelaksanaan proses dan pusat
sehingga manajemen menjadi lebih efisien. Kewenangan terhadap pembelajaran di
serahkan kepada unit yang paling dekat dengan pelaksanaan proses pembelajaran
itu sendiri yaitu sekolah. Disamping itu untuk memberdayakan sekolah agar
sekolah dapat melayani masyarakat secara maksimal sesuai dengan keinginan
masyarakat tersebut. Tujuan penerapan MBS adalah untuk memandirikan atau
memberdayakan sekolah melalui kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong
sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif. Lebih
rincinya MBS bertujuan untuk:
1. meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan
inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia;
2. meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat
dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
3. meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orangtua,
masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan
4. meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang
mutu pendidikan yang akan dicapai.
Prinsip dan Implementasi MBS Prinsip utama pelaksanaan MBS
ada 5 (lima) hal yaitu:
1. Fokus pada mutu
2. Bottom-up planning and decision making
3. Manajemen yang transparan
4. Pemberdayaan masyarakat
5. Peningkatan mutu secara berkelanjutan
Prinsip MBS Dalam mengimplementasikan MBS terdapat 4
(empat) prinsip yang harus difahami yaitu: kekuasaan; pengetahuan; sistem
informasi; dan sistem penghargaan.
1. Kekuasaan Kepala sekolah memiliki kekuasaan yang lebih
besar untuk mengambil keputusan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sekolah
dibandingkan dengan sistem pendidikan sebelumnya. Kekuasaan ini dimaksudkan
untuk memungkinkan sekolah berjalan dengan efektif dan efisien. Kekuasaan yang
dimiliki kepala sekolah akan efektif apabila mendapat dukungan partisipasi dari
berbagai pihak, terutama guru dan orangtua siswa. Seberapa besar kekuasaan
sekolah tergantung seberapa jauh MBS dapat diimplementasikan. Pemberian
kekuasaan secara utuh sebagaimana dalam teori MBS tidak mungkin dilaksanakan
dalam seketika, melainkan ada proses transisi dari manajemen yang dikontrol
pusat ke MBS. Kekuasaan yang lebih besar yang dimiliki oleh kepala sekolah
dalam pengambilan keputusan perlu dilaksanakan dengan demokratis antara lain
dengan:
1. melibatkan semua fihak, khususnya guru dan orangtua
siswa.
2. membentuk tim-tim kecil di level sekolah yang diberi
kewenangan untuk mengambil keputusan yang relevan dengan tugasnya
3. menjalin kerjasama dengan organisasi di luar sekolah.
2. Pengetahuan Kepala sekolah dan seluruh warga sekolah
harus menjadi seseorang yang berusaha secara terus menerus menambah pengetahuan
dan ketrampilan dalam rangka meningkatkan mutu sekolah. Untuk itu, sekolah
harus memiliki sistem pengembangan sumber daya manusia (SDM) lewat berbagai
pelatihan atau workshop guna membekali guru dengan berbagai kemampuan yang
berkaitan dengan proses belajar mengajar. Pengetahuan yang penting harus
dimiliki oleh seluruh staf adalah:
1. pengetahuan untuk meningkatkan kinerja sekolah,
2. memahami dan dapat melaksanakan berbagai aspek yang
berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan quality assurance, quality control, self
assessment, school review, bencmarking, SWOT, dll).
3. Sistem Informasi Sekolah yang melakukan MBS perlu
memiliki informasi yang jelas berkaitan dengan program sekolah. Informasi ini
diperlukan agar semua warga sekolah serta masyarakat sekitar bisa dengan mudah
memperoleh gambaran kondisi sekolah. Dengan informasi tersebut warga sekolah
dapat mengambil peran dan partisipasi. Disamping itu ketersediaan informasi
sekolah akan memudahkan pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas sekolah.
Infornasi yang amat penting untuk dimiliki sekolah antara lain yang berkaitan
dengan: kemampuan guru dan Prestasi siswa
4. Sistem Penghargaan Sekolah yang melaksanakan MBS perlu
menyusun sistem penghargaan untuk memberikan penghargaan kepada warga sekolah
yang berprestasi. Sistem penghargaan ini diperlukan untuk mendorong karier
warga sekolah, yaitu guru, karyawan dan siswa. Dengan sistem ini diharapkan
akan muncul motivasi dan ethos kerja dari kalangan sekolah. Sistem penghargaan
yang dikembangkan harus bersifat adil dan merata.
Kewenangan yang Didesentralisasikan
1. Perencanaan dan Evaluasi Sekolah diberi kewenangan
untuk melakukan perencanaan sekolah sesuai dengan kebutuhannya (school-based
plan). Oleh karena itu, sekolah harus melakukan analisis kebutuhan mutu dan
berdasarkan hasil analisis kebutuhan mutu inilah kemudian sekolah membuat
rencana peningkatan mutu. Sekolah diberi wewenang untuk melakukan evaluasi,
khususnya evaluasi yang dilakukan secara internal. Evaluasi internal dilakukan
oleh warga sekolah untuk memantau proses pelaksanaan dan untuk mengevaluasi
hasil program-program yang telah dilaksanakan. Evaluasi semacam ini sering
disebut evaluasi diri. Evaluasi diri harus jujur dan transparan agar
benar-benar dapat mengungkap informasi yang sebenarnya.
2. Pengelolaan Kurikulum Kurikulum yang dibuat oleh
Pemerintah Pusat adalah kurikulum
standar yang berlaku secara nasional. Padahal kondisi
sekolah pada umumnya sangat beragam. Oleh karena itu, dalam impelentasinya
sekolah dapat mengembangkan (memperdalam, memperkaya, dan memodifikasi), namun
tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional. Selain itu,
sekolah diberi kebebasan untuk mengembanhgkan kurikulum muatan lokal.
3. Pengelolaan Proses Belajar Mengajar Proses belajar mengajar
merupakan kegiatan utama sekolah. Sekolah diberi kebebasan memilih strategi,
metode, dan teknik-teknik pembelajaran dan penagjaran yang paling efektif,
sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, karakteristik
guru, dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia di sekolah. Secara umum,
strategi/metode/teknik pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered)
lebih mampu memberdayakan pembelajaran siswa.
4. Pengelolaan Ketenagaan Pengelolaan ketenagaaan, mulai
dari analisis kebutuhan, perencanaan, rekrutmen, pengembangan, hadiah dan
sanksi (reward and punishment), hubungan kerja, sampai evaluasi kinerja tenaga
kerja sekolah (guru, tenaga administrasi, laboran, dan sebagainya) dapat
dilakukan oleh sekolah, kecuali yang menyangkut pengupahan/imbal jasa dan
rekrutmen guru pegawai negeri yang sampai saat ini masih ditangani oleh
Pemerintah Pusat/Daerah.
5. Pengelolaan Fasilitas (Peralatan dan Perlengkapan)
Pengelolaan fasilitas sudah seharusnya dilakukan oleh sekolah, mulai dari pengadaan,
pemeliharaan dan perbaikan, hingga sampai pengembangan. Hal ini didasarkan oleh
kenyataan bahwa sekolahlah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas, baik
kecukupan, kesesuaian, maupun kemutakhirannya.
6. Pengelolaan Keuangan Pengelolaan keuangan, terutama
pengalokasian/penggunaan uang sudah sepantasnya dilakukan oleh sekolah. Hal ini
juga didasari oleh kenyataan bahwa sekolahlah yang paling memahami kebutuhannya
sehingga desentraslisasi pengalokasian/penggunaan uang sudah seharusnya
dilimpahkan ke sekolah. Sekolah juga harus diberi kebebasan untuk melakukan
“kegiatan-kegiatan yang mendatangkan penghasilan” (income generating
activities) sehingga sumber keuangan tidak semata-mata tergantung pada
pemerintah.
7. Pelayanan Siswa Pelayanan siswa, mulai dari penerimaan
siswa baru, pengembangan/pembinaan/ pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan
sekolah atau untuk memasuki dunia kerja hingga sampai pada pengurusan alumni,
sebenarnya dari dahulu sudah didesentralisasikan. Karena itu, yang diperlukan adalah
peningkatan intensitas dan ekstensitasnya.
8. Hubungan Sekolah-Masyarakat Esensi hubungan
sekolah-masyarakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian,
kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat terutama dukungan moral dan
finansial. Dalam arti yang sebenarnya, hubungan sekolah-masyarakat dari dahulu
sudah didesentraslisasikan. Oleh karena itu, sekali lagi yang dibutuhkan adalah
peningkatan intensitas dan ekstensitas hubungan sekolah-masyarakat.
9. Pengelolaan Iklim Sekolah Iklim sekolah (fisik dan non
fisik) yang kondusif-akademik merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses
belajar mengajar yang efektif. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib,
optimisme dan harapan/espektasi yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan
sekolah, dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa (student-centered
activities) adalah contoh-contoh iklim sekolah yang dapat menumbuhkan semangat
belajar siswa. Iklmi sekolah sudah merupakan kewenangan sekolah sehingga yang
diperlukan adalah upaya-upaya yang lebih intensif dan ekstensif.