Categories

Lesson 6

Blog Archive

Follower

Statistik

Get Gifs at CodemySpace.com

PERGESERAN PENGERTIAN "SUNNAH" KE "HADITS" IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN SYARI'AH oleh Nurcholish Madjid


 
Dalam   masyarakat   Islam   di   beberapa   negara   terdapat
kelompok-kelompok   yang  meragukan  otoritas  hadits  sebagai
sumber kedua penetapan hukum Islam. Di negara kita, ada  suatu
golongan  yang  menanamkan  dirinya  kaum  "Inkar  al-Sunnah".
Karena sikap mereka menolak  perlunya  kaum  muslim  berpegang
pada  sunnah,  maka  golongan  ini menjadi sasaran kritik para
ulama dan tokoh Islam.
 
Pada banyak kasus mungkin  terjadi  semacam  kekacauan  akibat
kecenderungan  masyarakat  untuk menyamakan begitu saja antara
sunnah dan hadits. Sudah jelas, di  antara  keduanya  terdapat
jalinan  yang  erat, namun sesungguhnya tidaklah identik. Yang
pertama  (sunnah)  mengandung  pengertian  yang   lebih   luas
daripada  yang  kedua  (hadits).  Bahkan dapat dikatakan bahwa
sunnah mengandung makna yang lebih prinsipil daripada  hadits.
Sebab  yang disebutkan sebagai sumber kedua sesudah Kitab Suci
al-Qur'an  ialah  sunnah,  bukan  hadits,  sebagaimana  sering
dituturkan  tentang  adanya sabda Nabi saw. "Aku tinggalkan di
antara kalian dua perkara, yang kamu tidak akan  sesat  selama
berpegang kepada keduanya: Kitab Allah dan sunnah RasulNya."
 
Tapi  sekarang  ini  sunnah  memang tidak dapat dibedakan dari
hadits, demikian  pula  sebaliknya.  Jika  seseorang  menyebut
"sunnah"   maka   dengan  sendirinya  akan  terbayang  padanya
sejumlah kitab koleksi sabda Nabi.  Yang  paling  terkenal  di
antaranya  ialah  dua kitab koleksi oleh al-Bukhari dan Muslim
(disebut al-Shahihayn, "Dua Yang Sahih"), dan yang  lengkapnya
meliputi  pula  kitab-kitab koleksi oleh Ibn Majah, Abu Dawud,
al-Turmudzi dan  al-Nasa'i.  Tapi  sebelum  mereka  sudah  ada
seorang  kolektor  hadits  yang  amat kenamaan dan berpengaruh
besar yaitu sarjana dan pemikir dari Madinah, Malik  Ibn  Anas
(pendiri madzhab Maliki, wafat 179 H.) yang menghasilkan kitab
hadits al-Muwaththa'.
 
Berdasarkan sabda Nabi tentang Kitab dan sunnah di atas,  pada
prinsipnya  sikap  ingkar  pada sunnah tidak dapat dibenarkan.
Tapi  ingkar  kepada  hadits,  sekalipun  jelas  tidak   dapat
dilakukan secara umum tanpa penelitian tentang hadits tertentu
mana yang dimaksud,  telah  terjadi  dalam  kurun  waktu  yang
panjang  pada  golongan-golongan  tertentu  Islam seperti kaum
Mu'tazilah.  Oleh  karena  dampak  masalah  ini  dalam   usaha
penetapan  hukum  (tasyri')  sangat  besar  dan  penting, maka
kajian kesejarahan tentang evolusi  pengertian  sunnah  --yang
diungkapkan Nabi meski secara tersirat-- diharapkan akan dapat
membantu    memperjelas    persoalan.    Perjalanan    sejarah
perkembangan  dan  perubahan  itu  sendiri  cukup  panjang dan
rumit. Tapi jika kita berhasil melepaskan diri dari dogmatisme
yang  menerima begitu saja pengertian-pengertian mapan tentang
apa yang terjadi di masa lampau, maka dari celah-celah sejarah
itu  kita  akan  dapat  menarik "benang merah" yang memberikan
kejelasan tentang perkembangan dan perubahan itu.

0 komentar:

Posting Komentar