Penilaian kinerja yang baik
adalah yang mampu untuk menciptakan gambaran yang tepat mengenai kinerja
pegawai yang dinilai. Penilaian tidak hanya ditujukan untuk menilai dan
memperbaiki kinerja yang buruk, namun juga untuk mendorong para pegawai untuk
bekerja lebih baik lagi. Berkaitan dengan hal ini, penilaian kinerja
membutuhkan standar pengukuran, cara penilaian dan analisa data hasil
pengukuran, serta tindak lanjut atas hasil pengukuran. Elemen-elemen utama
dalam sistem penilaian kinerja Werther dan Davis (1996:344) adalah:
a.
Performance Standart
Penilaian kinerja sangat membutuhkan standar yang jelas yang
dijadikan tolok ukur atau patokan terhadap kinerja yang akan diukur. Standar
yang dibuat tentu saja harus berhubungan dengan jenis pekerjaan yang akan
diukur dan hasil yang diharapkan akan terlihat dengan adanya penilaian kinerja
ini.
Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam menyusun standar
penilaian kinerja yang baik dan benar yaitu validity, agreement,
realism, dan objectivity.
1. Validity adalah
keabsahan standar tersebut sesuai dengan jenis pekerjaan yang dinilai.
Keabsahan yang dimaksud di sini adalah standar tersebut memang benar-benar
sesuai atau relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai tersebut.
2. Agreement berarti
persetujuan, yaitu standar penilaian tersebut disetujui dan diterima oleh semua
pegawai yang akan mendapat penilaian. Ini berkaitan dengan prinsip validity
di atas.
3. Realism berarti
standar penilaian tersebut bersifat realistis, dapat dicapai oleh para pegawai
dan sesuai dengan kemampuan pegawai.
4. Objectivity berarti
standar tersebut bersifat obyektif, yaitu adil, mampu mencerminkan keadaan yang
sebenarnya tanpa menambah atau mengurangi kenyataan dan sulit untuk dipengaruhi
oleh bias -bias penilai.
b.
Kriteria Manajemen
Kinerja (Criteria for
Managerial Performance)
Kriteria penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa dimensi,
yaitu kegunaan fungsional (functional utility), keabsahan (validity),
empiris (empirical base), sensitivitas (sensitivity),
pengembangan sistematis (systematic development), dan kelayakan hukum (legal
appropriateness).
a. Kegunaan fungsional bersifat krusial, karena hasil penilaian
kinerja dapat digunakan untuk melakukan seleksi, kompensasi, dan pengembangan
pegawai, maka hasil penilaian kinerja harus valid, adil, dan berguna sehingga
dapat diterima oleh pengambil keputusan.
b. Valid atau mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur dari
penilaian kinerja tersebut.
c. Bersifat empiris, bukan berdasarkan perasaan semata.
d. Sensitivitas kriteria. Kriteria itu menunjukkan hasil yang relevan
saja, yaitu kinerja, bukan hal-hal lainnya yang tidak berhubungan dengan
kinerja.
e. Sistematika kriteria. Hal ini tergantung dari kebutuhan organisasi
dan lingkungan organisasi. Kriteria yang sistematis tidak selalu baik.
Organisasi yang berada pada lingkungan yang cepat berubah mungkin justru lebih
baik menggunakan kriteria yang kurang sistematis untuk cepat menyesuaikan diri
dan begitu juga sebaliknya.
f. Kelayakan hukum yaitu kriteria itu harus sesuai dengan hukum yang
berlaku.
Dimensi-dimensi ini
digunakan dalam penentuan jenis-jenis kriteria penilaian kinerja. Adapun
kriteria-kriteria tersebut adalah people-based criteria, product-based criteria,
behaviour-based criteria.
People-based criteria dibuat berdasarkan dimensi kegunaan fungsional sehingga banyak
digunakan untuk selection dan penentuan kompensasi. Kriteria ini dibuat
berdasarkan penilaian terhadap kemampuan pribadi, seperti pengalaman, kemampuan
intelektual, dan keterampilan.
Product-based criteria biasanya dianggap lebih baik daripada people -based criteria.
Kriteria ini didasarkan atas tujuan atau jenis output yang ingin dicapai.
Behaviour-based criteria mempunyai banyak aspek,
bisa dari segi hukum, etika, normatif, atau teknis. Kriteria ini dibuat
berdasarkan perilaku-perilaku yang diharapkan sesuai dengan aspek-aspek
tersebut.
c.
Pengukuran Kinerja (Performance Measures)
Pengukuran
kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian (rating) yang
relevan. Rating tersebut harus mudah digunakan sesuai dengan yang akan diukur,
dan mencerminkan hal-hal yang memang menentukan kinerja Werther dan Davis
(1996:346). Pengukuran kinerja juga berarti membandingkan antara standar yang
telah ditetapkan dengan kinerja sebenarnya yang terjadi.
Pengukuran
kinerja dapat bersifat subyektif atau obyektif. Obyektif berarti pengukuran
kinerja dapat juga diterima, diukur oleh pihak lain selain yang melakukan
penilaian dan bersifat kuantitatif. Sedangkan pengukuran yang bersifat
subyektif berarti pengukuran yang berdasarkan pendapat pribadi atau standar
pribadi orang yang melakukan penilaian dan sulit untuk diverifikasi oleh orang
lain.
0 komentar:
Posting Komentar