Categories

Lesson 6

Blog Archive

Follower

Statistik

Get Gifs at CodemySpace.com

Pertarungan di Bali



Negara-negara pemilik hutan mengajukan opsi baru, yaitu pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (Reduction Emission from Deforestation and Degradation). Pemerintah Indonesia sendiri yakin akan memperoleh dana hingga US$ 3,75 miliar (Rp 33,75 triliun) per tahun dari negara-negara maju melalui skema REDD tersebut. Dana dari negara maju diperkirakan bisa mencapai US$ 20-30 miliar per tahun untuk program adaptasi di seluruh dunia, dengan asumsi setiap hektar hutan dalam setiap tahunnya dihargai 10 dollar Amerika.
REDD sendiri tidak membawa dampak secara langsung dan segera, karena pencemaran masih akan terus bergerak naik seiring dengan itu. WALHI menyatakan bahwa skema REDD telah mengecilkan fungsi ekosistem hutan, yakni hanya sebagai penyerap karbondioksida sahaja (carbon sinks). Selain itu, skema REDD juga akan akan membatasi akses dan partisipasi masyarakat lokal terhadap hutan, setelah hutan berubah menjadi global common goods, serta akan mengaburkan (menyulitkan) proses penegakan hukum terhadap kasus-kasus kejahatan kehutanan, mengingat kesanggupan mereka (penjahat kehutanan) memenuhi kewajibannya untuk membayar (willingness to pay) sesuai skema yang ditawarkan REDD.

Pertemuan Bali juga memperbincangkan adaptation fund, yaitu pendanaan yang diperuntukkan bagi negara-negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim untuk melakukan kegiatan adaptasi. Dana berasal dari 2% penjualan CER (Certified Emission Reduction) serta sumber-sumber lain yang belum teridentifikasi dengan jelas. Namun hingga kini masih belum ada kesepakatan mengenai lembaga mana yang akan mengelola dana tersebut. Pertemuan Bali adalah ruang pertarungan negara utara (industri) dengan negara selatan (berkembang). Negara industri tetap akan memproduksi emisi gas rumah kaca yang menjadi sumber pemanasan global, sementara negara pemilik hutan tropis berada pada posisi ditekan akibat deforestasi yang disebabkan juga oleh negara industri.
Obral Karbon
Sementara pertemuan Bali berlangsung, kelompok-kelompok perantara perdagangan (broker) karbon menantikan hasil dari pertemuan tersebut. Banyaknya dana yang akan bertaburan dalam skema perdagangan karbon, menjadikan para pedagang karbon akan meraup keuntungan yang sangat besar. Presiden Direktur EcoSecurities, Bruce Usher, memperkirakan hingga 2012 permintaan karbon kredit akan mencapai 3,36 miliar ton, sementara sisi penawaran berdasarkan proyek yang terdaftar 2 miliar ton dengan total nilai kredit karbon yang bisa diraup US$ 250 juta atau setara Rp 23,37 triliun.
Data lain menyebutkan, besaran nilai pasar untuk tahun 2006 bagi perdagangan kredit karbon adalah sekitar US$ 24 miliar. Nilai yang sangat tidak kecil tersebut diperkirakan akan tumbuh menjadi US$100 miliar pada tahun 2010. Jepang sendiri telah menyediakan dana lingkungan hidup 690 miliar yen atau sekitar Rp 5,175 triliun untuk menghadapi pemanasan global.
Kabupaten Malinau dan Global Eco Rescue Ltd telah menginisiasi kerjasama proyek perdagangan karbon di areal seluas 325.041,6 hektar, yaitu di 3 hutan lindung di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur, yaitu Pasilan Tabah Hilir Sungai Sembakung, Long Ketrok dan Gunung Laung – Gunung Belayan. Pemkab Malinau akan memasukkan kawasan hutan lindung ke pasar karbon sukarela (voluntary carbon market). Di media, Bupati Malinau, Marthin Billa, menyatakan bahwa melalui perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 8 November 2007 tersebut daerahnya mendapatkan dana penjagaan hutan sebanyak 325.000 Euro atau setara Rp 4,5 miliar per tahun (kurang lebih setara dengan US$ 1 per hektar setiap tahun). Senyatanya, perdagangan karbon dengan cara tersebut dalam kondisi ideal bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi.
Memang hingga saat ini Pemerintah Indonesia belum menetapkan harga karbon. Harga di pasar internasional sangat bervariasi dari US$ 5-40 setiap ton dan sangat tergantung pada kesepakatan internasional. Kemampuan hutan tanaman menyerap karbon berkisar 24 ton karbon per hektar setiap tahun, hutan alam berpotensi menyerap 200-300 ton karbon per hektar setiap tahun, sementara di India, sebuah kawasan kering dan hutan campuran dapat menyerap karbon 3,4 ton per hektar setiap tahun.
Menurut data Civil Society Organization on Forestry Governance and Climate Change, untuk mendapatkan proyek REDD terdapat biaya operasional yang dibebankan kepada negara pemilik hutan tropis mencapai 30%-40%, artinya hanya 60%-70% dari total dana yang akan diterima negara penerima program tersebut. Bahkan potongan biaya operasional itu bisa mencapai 90%. Contoh saja Kosta Rika yang melakukan mekanisme REDD dengan negara-negara Uni Eropa, hanya memperoleh 10 persen dari total dana karena biaya operasional.
Dari beberapa perhitungan di atas, maka sebenarnya harga yang ditawarkan oleh Global Eco Rescue kepada Pemkab Malinau merupakan harga yang sangat rendah dalam sebuah perhitungan perdagangan karbon. Bila sudah demikian, siapa yang sebenarnya akan diuntungkan dari sebuah perdagangan karbon?
Ancaman Terhadap Kehidupan
Mekanisme perdagangan karbon juga mengancam kehidupan komunitas lokal. Ancaman terhadap masyarakat asli dan petani amat buruk, penghancuran dan hilangnya akses terhadap hutan akan menghancurkan penghidupan mereka. Forum Internasional Masyarakat Asli yang Pertama (The First International Forum Of Indigenous Peoples on Climate Change) menyatakan sinks (penyerapan) dalam mekanisme CDM akan mengandung strategi skala dunia dalam rangka pengambilalihan tanah-tanah. Pengusiran masyarakat oleh tentara atas nama perdagangan karbon, sudah terjadi di Uganda.
Konflik horisontal juga kemungkinan akan terjadi beriringan dengan dilakukannya skema perdagangan karbon. Selain juga akan semakin banyak penguasaan lahan oleh kelompok tertentu, yang akan semakin mengurangi luasan kawasan produktif komunitas lokal. Sementara itu, skema perdagangan karbon tak akan menjadi jawaban terhadap pemanasan global. Negara industri tetap saja akan menghasilkan emisi gas rumah kaca dengan sangat tinggi ke atmosfer yang pada gilirannya akan menghadirkan bencana ekologi dan semakin meluasnya penyebaran penyakit. Pemanasan global harus dihadapi bukan semata dengan memuluskan mekanisme perdagangan karbon. Negara-negara industri harus ditekan untuk melakukan penurunan emisi dari industri di negara mereka. Bukan dengan melakukan perdagangan karbon dan hanya menyalahkan negara pemilik hutan tropis yang tersisa. Ancaman terhadap kehidupan akibat pemanasan global dapat diatasi bila negara-negara industri bersikap lebih adil terhadap proses berkehidupan.

0 komentar:

Posting Komentar