Protokol Kyoto merupakan sebuah kesepakatan yang merupakan
kelanjutan dari berbagai kesepakatan penyelamatan bumi, telah menjadi sebuah
titik awal upaya mengatasi pemanasan global. Protokol Kyoto telah memperoleh
kekuatan hukum internasional sejak 16 Februari 2005, saat Rusia menjadi negara
ke-55 yang meratifikasi protokol ini sekaligus memenuhi syarat 55 persen total
emisi dari negara maju. Indonesia sendiri telah meratifikasi Protokol Kyoto
melalui UU No. 17/2004.
Hingga tahun 2006, 161 negara di dunia yang meratifikasi protokol
ini, kecuali Amerika Serikat dan Australia yang menjadi penyumbang terbesar
emisi gas rumah kaca (GRK). Bersamaan dengan pertemuan Bali, Australia
melakukan ratifikasi protokol tersebut, dan akan menjadi bagian dari protokol
pada bulan Maret 2008. Protokol Kyoto mewajibkan sejumlah negara maju yang
masuk dalam daftar Annex I untuk menurunkan emisi gas rumah kaca yang
dihasilkan dari perkembangan industri dan aktivitas pembangunan di negaranya.
Dalam tahap pertama, antara tahun 2008 hingga 2012, negara maju itu
wajib menurunkan emisi GRK-nya, dan ditargetkan pada akhir 2012 terjadi
penurunan emisi hingga 5,2 persen dari tingkat emisi pada tahun 1990. Emil
Salim menyatakan Protokol Kyoto telah terbukti gagal menurunkan emisi gas rumah
kaca dunia. Hal ini juga diungkapkan oleh IPCC bahwa pada tahun 2004 terjadi
kenaikan 20% emisi gas rumah kaca dari emisi pada tahun 1990.
Untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca, Protokol
Kyoto dilengkapi dengan mekanisme lentur yang menjadi bagian dari protokol
tersebut. Termasuk dalam mekanisme lentur Protokol Kyoto tersebut adalah
perdagangan emisi (emission trading), penerapan bersama (joint implementation)
dan mekanisme pembangunan bersih (clean development mechanism).
0 komentar:
Posting Komentar