Pengenaan PPh atas penghasilan dari pengalihan tanah dan/atau bangunan berdasarkan Undang-undang No. 10/1994 diatur pada Pasal 4 ayat (2). “Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
UU No. 10/1994 tersebut
merupakan UU yang mengubah UU No. 7/1983. Dalam UU
No.7/1983 pasal 4 ayat (2) hanya mencakup pengenaan PPh atas bunga deposito
berjangka dan tabungan lainnya. Kemudian di dalam perubahan UU yang dituangkan
dalam UU No.10/1994, cakupan Pasal 4 ayat (2) diperluas sehingga mencakup juga
penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek,
penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan serta
penghasilan tertentu lainnya. Walaupun tidak ditegaskan penghasilan-penghasilan
yang dicakup oleh Pasal 4 ayat (2) diperlakukan sebagai final, pada
kenyataannya hampir semua penghasilan dimaksud dikenakan PPh final. Pengenaan
pajak atas penghasilan-penghasilan yang dicakup di Pasal 4 ayat (2) tersebut
diatur dengan peraturan pemerintah.
Perlakuan pajak atas
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan telah mengalami
perubahan sejak diterbitkannya PP 48/1994 sampai yang terakhir yaitu PP
79/1999, khususnya yang menyangkut orang pribadi. Berdasarkan PP 48/1994 orang
pribadi yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/bangunan dikenai PPh final
sebesar 5% dari jumlah bruto. Perlakuan PPh tersebut diterapkan kepada semua
orang pribadi, tanpa membedakan apakah orang yang bersangkutan mempunyai
kegiatan usaha pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Perlakuan PPh ini kemudian
diubah dengan PP 27/1996 yang membedakan antara orang pribadi yang usaha
pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dengan orang
pribadi selain yang mempunyai usaha tersebut.
Berdasarkan PP 27/1996
pengenaan PPh final diterapkan terhadap:
1. orang pribadi yang usaha pokoknya melakukan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan
2. orang pribadi yang mempunyai penghasilan diatas
PTKP, yang melakukan pengalihan hak dengan nilai kurang dari Rp60 juta.
PP 27/1996 tidak secara
jelas mengatur perlakuan PPh atas pengalihan hak tersebut apabila dilakukan
oleh orang pribadi yang mempunyai penghasilan di atas PTKP dan nilai
pengalihannya melebihi Rp60 juta. Apabila disimak bunyi Pasal 8 dari PP
dimaksud maka perlakuan PPh final hanya terbatas kepada dua kelompok wajib
pajak sebagaimana disebutkan di atas.
Dengan
demikian, apabila seorang wajib pajak orang pribadi yang usaha pokoknya bukan
menjual hak atas tanah dan/atau bangunan, maka keuntungan dari pengalihan
tersebut akan dikenakan PPh dengan tarif umum. Perlakuan ini sama dengan
ketentuan dari PP 79/1999. Perlakuan PPh terhadap orang pribadi yang usaha
pokoknya bukan jual beli hak atas tanah dan/atau bangunan memperoleh perlakuan
yang kurang adil bila dibandingkan dengan orang pribadi yang mempunyai usaha
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Pengenaan PPh yang tidak final
berarti bahwa PPh yang disetor sebesar 5% dari nilai pengalihan merupakan
pembayaran pendahuluan dari seluruh PPh yang terutang dalam tahun yang
bersangkutan.
Kesulitan akan timbul
dalam menghitung keuntungan dari pengalihan tersebut, terutama untuk harta yang
telah dimiliki dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal ini akan menyebabkan
ketidakadilan dari segi beban pajak yang ditanggung terutama untuk harta yang
sudah dimiliki dalam kurun waktu yang lama. Harga perolehan yang relatif jauh
lebih rendah dari harga peralihannya akan menyebabkan beban pajak yang lebih
tinggi. Faktor penyebabnya adalah bahwa Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak
menerapkan indeksasi untuk harta tetap untuk menentukan harga perolehan dari
harta tetap untuk keperluan perpajakan.
Di samping
itu, wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha cenderung untuk
tidak melakukan pencatatan sehingga kemungkinan besar sulit untuk mentrasir
kembali harga perolehan dari harta dimaksud termasuk dokumen pendukungnya.
Sebaliknya wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha jual beli tanah dan
bangunan diterapkan pengenaan pajak yang bersifat final, padahal wajib pajak
kelompok ini seharusnya mempunyai catatan atau pembukuan, sehingga harga
perolehannya seharusnya dapat diketahui.
PP 27/1996 kemudian diubah dengan PP 79/1999 yang sepanjang menyangkut
orang pribadi, memberi penegasan bahwa wajib pajak orang pribadi yang usaha
pokoknya bukan dari jual beli hak atas tanah dan/atau bangunan, keuntungan dari
pengalihan dimaksud dikenai pajak tetapi tidak final.
0 komentar:
Posting Komentar