Di zaman awal kemerdekaan, seiring dengan perubahan politik,
perbankan di Indonesia juga mengalami perubahan besar. Beberapa
bank Belanda di nasionalisir oleh pemerintah Indonesia. Sementara
itu di berbagai daerah, bermunculan banyak bank pribumi. Bankbank
yang ada di zaman awal kemerdekaan antara lain: Bank Negara
Indonesia (1946), Bank Rakyat Indonesia (1946) yang dari De
Algemene Volkscredietbank atau Syomin Ginko, Bank Surakarta
Maskapai Adil Makmur (1945) di Solo, Bank Dagang Nasional
Indonesia (1946) di Medan, Indonesian Banking Corporation (1947)
kemudian menjadi Bank Amerta di Yogyakarta, Bank Sulawesi (1946)
di Manado, Bank Dagang Indonesia (1950) di Samarinda, Bank Timur
di Semarang, dan sebagainya.
Tentu saja kejadian sesungguhnya di dunia perbankan pada awal
kemerdekaan berlangsung penuh liku-liku, sejalan dengan upaya
30 BANK BERSUBSIDI BEBANI RAKYAT
mempertahankan kemerdekaan itu sendiri. Sebagaimana diketahui,
Belanda kembali mencoba menduduki wilayah yang pernah dijajahnya.
Selama beberapa tahun sempat ada dua pemerintahan di
Indonesia, yaitu: pemerintahan Republik Indonesia dan pemerintahan
Belanda atau Nederlandsche Indische Civil Administrative
(NICA). Dalam konteks perbankan, NICA membuka akses kantorkantor
pusat Bank Jepang di Jakarta dan menugaskan DJB menjadi
bank sirkulasi kembali dengan mengambil alih peran Nanpo
Kaihatsu Ginko. DJB kemudian memang berhasil membuka sembilan
cabangnya di wilayah-wilayah yang dikuasai oleh NICA, dan
terus berlanjut dengan cabang lainnya seiring dengan dua agresi
militer Belanda.
Sementara itu, di wilayah yang dikuasai oleh Republik Indonesia,
dibentuk Jajasan Poesat Bank Indonesia (Yayasan Bank Indonesia)
yang kemudian melebur dalam Bank Negara Indonesia (BNI). BNI
akan berfungsi sebagai bank sirkulasi berdasarkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2/1946. Dalam kenyataannya,
peran itu terhambat oleh situasi perang kemerdekaan dan terbatasnya
pengakuan dunia. Meskipun demikian, dapat diterbitkan
Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) sebagai uang pertama Republik
Indonesia.
Pada akhirnya, sesuai dengan keputusan Konferensi Meja Bundar
(KMB), fungsi bank sentral dipercayakan kepada De Javasche Bank
(DJB). Pada tahun 1951, DJB dinasionalisasi oleh pemerintah
Indonesia, dan berganti nama menjadi Bank Indonesia pada tahun
1953. Proses ini dikukuhkan dengan berlakunya Undang-undang
Pokok Bank Indonesia pada tanggal 1 Juli 1953.
Perlu dicatat pula bahwa sebelum berdirinya Bank Indonesia,
kebijakan moneter, perbankan, dan sistem pembayaran berada di
tangan pemerintah. Dengan menanggung beban berat perekonomi-
Sejarah Perbankan Indonesia 31
an negara pasca perang, kebijakan moneter Indonesia ditekankan
pada peningkatan posisi cadangan devisa dan menahan laju inflasi.
Sementara itu, pada periode ini, pemerintah terus berusaha memperkuat
sistem perbankan Indonesia melalui pendirian bank-bank
baru. Sebagai bank sirkulasi, DJB turut berperan aktif dalam
mengembangkan sistem perbankan nasional terutama dalam penyediaan
dana kegiatan perbankan. Banyaknya jenis mata uang yang
beredar memaksa pemerintah melakukan penyeragaman mata uang.
Maka, meski hanya untuk waktu yang singkat, pemerintah mengeluarkan
uang kertas RIS yang menggantikan Oeang Republik
Indonesia dan berbagai jenis uang lainnya. Akhirnya, setelah sekian
lama berlaku sebagai acuan hukum pengedaran uang di Indonesia,
Indische Muntwet 1912 diganti dengan aturan baru yang dikenal
dengan Undang-undang Mata Uang
Category:
Bank dan L Keuangan
0
komentar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar