Categories

Lesson 6

Blog Archive

Follower

Statistik

Get Gifs at CodemySpace.com

Cara Mendekati Akhwat Secara Islami



Pertanyaan:

Assalamu`alaikum wr wb

Pak Ustadz saya ingin bertanya, bagaimana cara mendekati seorang akhwat dengan cara Islami dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam?

Frian


Jawaban:

Assalamu `alaikum Wr. Wb.
Al-Hamdulillahi Rabbil `Alamin, Washshalatu Wassalamu `Alaa Sayyidil Mursalin, Wa `Alaa `Aalihi Waashabihi Ajma`in, Wa Ba`d


Akhwat adalah wanita muslimah. Dan sebagaimana wanita muslimah lainnya, bila seseorang tertarik untuk menikahi mereka, maka jalannya harus secara syar'i dan sesuai etika yang berlaku di suatu lingkungan.

Standar baku dari sisi syariahnya adalah dengan mendatangi orang tua kandungnya yang dalam hal ini sebagai wali yang syah. Maksud dan niat untuk menikahinya harus disampaikan kepada sang ayah. Beliaulah pihak yang memeliki wewenang dan otoritas secara syar'i untuk menerima lamaran dan juga yang berhak untuk menikahkan puterinya.

Namun biasanya setiap negeri dan komunitas memeliki 'urf / kebiasaan yang terjalin erat dengan etika dan tatakrama. Sehingga bisa jadi langkah demi langkah yang berlaku di suatu tempat agak sedikit berbeda dengan di tempat lainnya.

Dan selama secara prinsip tidak bertentangan dengan syariat, maka tidak ada salahnya mengikuti norma dan etika serta 'urf / kebiasaan yang sudah berlaku di tempat tertentu.

Sebagai contoh, di suatu tempat ada yang menganggap bahwa bila seorang gadis memilih sendiri atau mendapatkan sendiri calon yang akan menjadi suaminya, maka hal itu dianggap tabu atau kurang etis. Tapi di negari lainnya, hal itu mungkin tidak mengapa. Asal mereka memang tidak melakukan hal yang melanggar koridor syariah.

Termasuk juga di dalam komunitas akhwat. Ada dari mereka yang agak men'tabu'kan bila seorang akhwat mendapatkan sendiri begitu saja calon yang akan menjadi suaminya. Dalam komunitas itu barangkali sudah menjadi kelaziman bahwa bila ada laki-laki yang ingin menikahinya, maka ada perantara yang secara birokratis perlu dihubungi untuk menyampaikan maksud dan keinginannya. Misalnya melalui murabbi atau ustaznya.

Namun ini bukanlah standar yang berlaku untuk semua komunitas. Karena ada pula yang membolehkan untuk melakukan kontak langsung dengan orang tua tanpa harus melalui formalitas birokrasi seperti itu. Yang penting calon suami itu muslim yang baik dan hanif (meminjam isitilah yang sering digunakan) dan tidak terjadi pacaran atau khalwat antara mereka. Karena bisa jadi mereka bertemu dalam suatu kesempatan dan tertarik untuk menikahinya. Dan bila orang tuanya setuju, maka sama sekali tidak ada bagian dari syariat yang dilanggar. Apalagi bila komunitasnya menganggap bahwa pendekatan seperti itu wajar dan boleh dilakukan. Sehingga tanpa harus melalui 'birokrasi murabbi' yang terlalu prosedural pun, pernikahan itu bisa dilaksanakan.

Disini diperlukan keluasan wawasan dan juga kearifan dari masing-masing pihak. Bahwa setiap komunitas punya 'urf, pendekatan dan juga etika yang berbeda-beda. Sehingga kita tidak bisa menggeneralisir suatu standar yang berlaku di suatu komunitas harus sama dengan komunitas lainnya.

Dan bahwa setiap komunitas itu perlu dihormati etika dan 'urf yang berlaku di tengah mereka. Karena bila kita main hantam kromo dengan hanya berbekal standar baku hitam putih syariatnya, bisa-bisa terjadi kesalah-pahaman. Dalam beberapa sisi, benarlah kaidah yang berbunyi : Al-'Adatu Muhakkamah, maknnya bahwa suatu kebiasaan yang sudah terbiasa dilakukan itu bisa bernilai hukum.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.
Category: 0 komentar

0 komentar:

Posting Komentar