Segala puji hanyalah bagi Allah semata, sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah pada
nabi junjungan kita : Muhammad SAW, yang senantiasa kita harap syafaatnya pada hari kiamat
kelak. Begitu pula kepada para sahabat dan keluarga beliau yang mulia, serta seluruh pengikut
risalahnya hingga akhir nanti.
51
Setiap kita pasti pernah dan akan senantiasa melakukan aktifitas bepergian atau safar, meski
satu dengan yang lainnya mungkin berbeda kuantitasnya. Dari sisi bahasanya, safar adalah
menempuh perjalanan. Uniknya, kata ‘safar’ juga mempunyai asal kata yang berarti “tampak
atau menampakkan”. Dari akar kata inilah kita bisa menyelami lebih jauh tentang hikmah safar.
Ibnu Mundzir dalam kitab Lisanul Arab menjelaskan : “ bepergian dinamakan safar, karena
dengan bepergian seorang musafir akan dikenali akhlaknya sehingga akan jelas sifat-sifat yang
tersembunyi dalam diri mereka “. Adapun dalam istilah fiqh, kata ‘safar’ diartikan dengan :
keluar bepergian meninggalkan kampung halaman dengan maksud menuju suatu tempat
dengan jarak tertentu yang membolehkan seseorang yang bepergian untuk menqashar sholat.
Aktifitas bepergian sejatinya adalah momentum bagi seseorang untuk meningkatkan iman dan
ketakwaannya, selain itu juga menambah jaringan, pelajaran dan pengalaman dalam kehidupan
ini. Berikut beberapa hikmah dari aktifitas safar yang selayaknya kita renungkan sebelum
melakukan perjalanan :
Pertama : Meningkatkan Rasa Syukur kepada Allah SWT.
Karena Ia-lah yang menjadikan bumi terhampar dan menundukkan lautan sehingga bisa dilewati
oleh manusia. Apa jadinya jika seluruh permukaan bumi adalah bukit dan lembah yang terjal ?
Atau lautan seluruhnya adalah samudera dengan gelombang besarnya yang menjulang tinggi ?.
Allah SWT berfirman dalam kitab-Nya yang mulia :
“ Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya
dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya “ (QS Al-Mulk 15)
“ Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasang dan menjadikan untukmu kapal dan
binatang ternak yang kamu tunggangi. Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian
kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu
mengucapkan, "Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami
sebelumnya tidak mampu menguasainya “ ( QS Zuhruf 12-13)
Kedua : Menambah teman, saudara dan memperluas rejeki
Allah SWT menciptakan manusia dalam berbagai ragam jenis suku, bangsa dan bahasa untuk
saling mengenal satu sama lainnya (Lihat : QS al-Hujurot 11). Terlebih bagi seorang muslim yang
telah diikat dengan kesatuan akidah, semestinya lebih bersemangat untuk mengenal kaum
muslimin di belahan bumi lainnya. Karenanya sebuah perjalanan adalah aktifitas yang berkah
jika diniatkan untuk menambah saudara dan teman.
Selain menambah teman, aktifitas bepergian juga akan menambah rejeki tersendiri. Bahkan
sudah menjadi kebiasaan sejak jaman dulu, bagaimana manusia saling bepergian ke suatu
tempat ke tempat lainnya untuk tujuan khusus berdagang. Alangkah indahnya Al-Quran ketika
menggambarkan kebiasaan orang Qurays sejak dulu kala, yang membagi dua musim untuk
melakukan serangkaian perjalanan dagang yang berbeda. Musim dingin mereka berdagang ke
52
Yaman, dan musim panas mereka ke arah Syam. ( Lihat surat Qurays). Allah SWT juga
mengisyaratkan perintah kepada kita untuk memperluas wilayah rejeki kita dengan melakukan
perjalanan bertebaran di muka bumi. Allah SWT berfirman :
“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”(QS Jumat 10)
Ketiga : Mengambil pelajaran dan menambah pengalaman dalam kehidupan
Dalam aktifitas bepergian kita akan melewati banyak tempat yang terkadang mempunyai
banyak peristiwa dan rekaman sejarah yang penting untuk kita renungkan. Setiap tambahan
kisah dan peristiwa bagi seorang beriman harus menjadi bekal bagi dirinya dalam melangkah
meniti kehidupannya yang akan datang. Contoh sederhana saja ; terkadang di tepi jalan kita
melihat ada monumen mobil korban kecelakaan yang sudah tidak berbentuk lagi. Maka dengan
otomatis hal tersebut membuat kita beristighfar dan memperlambat laju kendaraan, lebih
berhati-hati dalam menempuh perjalanan selanjutnya.
Allah SWT telah mengingatkan tentang anjuran mengambil pelajaran dan setiap perjalanan kita :
“ Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan
itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat
mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati
yang di dalam dada “ (QS Al Hajj 44)
Keempat : Melatih kesabaran dan menempa akhlak kita
Rasulullah SAW bersabda : “ Safar adalah potongan (bagian) dari azab, yang menahan seorang
dari makanan, minuman dan tidurnya (yang nyaman)” (HR Bukhori dan Muslim). Hadits di atas
menjelaskan secara umum seorang yang bepergian akan mendapatkan banyak kesukaran dan
ketidaknyamanan. Meninggalkan keluarga dan tempat yang telah ia tinggali dengan betah
membutuhkan sebuah kesabaran. Di dalam safar pun terkadang ditemukan hambatan yang
beragam, dan semuanya menuntut hati yang lapang penuh kesabaran. Contoh saja fenomena di
negara kita saat mudik lebaran, gambaran safar yang berat begitu jelas terpampang di depan
mata, baik yang lewat udara, laut apalagi angkutan darat. Benarlah kata Ibnu Mundzir di atas,
bahwa safar akan menunjukkan watak asli seseorang. Karenanya, Umar bin Khotob tidak
mempercayai rekomendasi seorang sahabat yang hanya melihat seseorang khusyuk di masjid,
tapi belum pernah melakukan perjalanan bersama.
Kelima : Mendapatkan berbagai keberkahan dalam ibadah
Hikmah yang terakhir dalam safar adalah mendapatkan keringanan dalam ibadah dan
keutamaan dalam doa. Rasulullah SAW bersabda: “ ada tiga doa yang tidak diragukan lagi
mustajabnya : doa orang tua pada anaknya, doa musafir, dan doa orang yang terzalimi “ (HR
Ahmad). Selain keutamaan di atas, dalam kitab fikih juga telah banyak dibahas secara panjang
lebar beberapa keringanan dalam ibadah yang khusus untuk musafir, misalnya : membasuh khuf
dalam thoharoh, shalat qashar dan jamak, boleh berbuka saat ramadhan, dan gugurnya
53
kewajiban sholat Jumat. Hal-hal di atas mempunyai pembahasannya tersendiri yang panjang
dan tidak bisa kami tuliskan secara detil disini.
Akhirnya, setelah kita mampu menyelami dan memahami hikmah dalam sebuah perjalanan,
maka dengan niat yang lurus insya Allah aktifitas bepergian kita tidak lagi menjadi hal yang
kering tanpa barokah, tapi berubah menjadi sarana kita memperbaiki diri dan meningkatkan
iman dan takwa kepada Allah SWT. Wallahu a’lam bisshowab.
Category:
Islam
0
komentar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar