BANK INDONESIA
Bank Indonesia (BI) secara resmi telah menjadi Bank Sentral
sejak tahun 1953, menggantikan fungsi De Javasche Bank
(DJB). DJB sendiri didirikan pada tahun 1827 dan dinasionalisasi
pada tahun 1951, dan dibubarkan pada tahun 1953. Pada era awal
kemerdekaan ini, Bank Negara Indonesia yang didirikan pemerintah
pada tahun 1946 sempat langsung beroperasi sebagai bank sentral.
Namun, fungsi itu kembali dijalankan oleh DJB pada kurun sekitar
1949-1953, yang sebagiannya terkait hasil perundingan dengan
Belanda (KMB). Baru kemudian melalui UU No.11 Tahun 1953, BI
secara resmi menggantikannya.
Pada tahun 1965 sempat ada reorganisasi bank pemerintah
berdasarkan penetapan Presiden. BI bersama bank-bank pemerintah
lainnya dilebur ke dalam bank tunggal dengan nama Bank Negara
Indonesia (BNI). BNI unit I yang berfungsi sebagai bank sentral,
namun sekaligus berfungsi sebagai bank sirkulasi dan bank umum.
Terlepas dari pergantian bank yang menjadi bank sentral
ataupun perubahan nama, ternyata hubungan utamanya dengan
pemerintah tidak berubah. Dilihat dari kedudukannya pada era
Soekarno, bank sentral adalah sebagai bagian dari pemerintah. Hal ini
berlaku pada saat masih diemban oleh BNI 1946, De Javasche Bank,
Bank Indonesia, maupun BNI Unit I.
Di era Soeharto, kedudukan pokok semacam itu kembali tidak
banyak berubah. Ditegaskan oleh Undang-undang Nomor 13 tahun
1968, status dan peranan Bank Indonesia adalah membantu
Pemerintah dalam melaksanakan kebijakan moneter yang disusun
53
dan ditetapkan oleh Dewan Moneter. Keanggotaan dewan moneter
terdiri dari Pimpinan Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan
seorang menteri di bidang ekonomi. Dan yang lebih mendasar,
dewan moneter bertanggung jawab kepada Presiden, sekaligus pula
pelaksana dari kebijakan yang ditentukan oleh Presiden.
Status dan peranan Bank Indonesia yang demikian dipandang
sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan oleh pemerintah dan DPR di
era pasca Soeharto. Hal tersebut bahkan dianggap sebagai salah satu
penyebab serta lambatnya pemulihan perekonomian Indonesia dari
krisis moneter. Pada giliran berikutnya, posisi itu dinilai menyulitkan
Indonesia menghadapi tuntutan perkembangan dan dinamika
perekonomian nasional dan internasional dewasa ini dan di masa
yang akan datang. Dianggap perlu adanya penggantian UU No.13
tahun 1968 dengan undang-undang baru, yang memberikan status,
tujuan, dan tugas yang lebih tepat kepada Bank Indonesia.
Inisiatif perlunya UU baru, yang terutama sekali menetapkan
soal independensi BI, dilakukan oleh Presiden Habibie. Namun,
sudah menjadi pengetahuan publik bahwa hal itu juga merupakan
hasil tekanan IMF yang tertuang dalam LOI tanggal 29 Juli 1998, serta
disetujui oleh DPR. Akhirnya pada tanggal 17 Mei 1999 ditetapkanlah
UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia. Dengan UU tersebut, BI
dapat menentukan kebijakan moneternya sendiri, tidak perlu
mendapat persetujuan dan tidak dapat dibatalkan oleh pemerintah.
Selain itu, seluruh ikatan langsung antara BI dan pemerintah benarbenar
dihapuskan, seperti pemberian kredit likuiditas untuk
program tertentu (KLBI) dalam KUT, dana operasi Bulog yang juga
kemudian harus dipindahkan menjadi beban anggaran pemerintah
murni. BI juga tidak diperbolehkan membeli obligasi pemerintah
dalam pasar primer yang bertujuan untuk mencegah kemungkinan
BI menjadi kasir dari defisit anggaran pemerintah.
54 BANK BERSUBSIDI BEBANI RAKYAT
Amandemen UU-BI melalui UU No. 3/2004, tidak mengubah halhal
pokok dalam UU No.23/1999. Status dan kedudukan BI, Tugas dan
Wewenang, dan hal penting lainnya secara substansial tidak mengalami
perubahan. Perubahan lebih banyak bersifat memperjelas,
khususnya berkenaan dengan organisasi BI seperti soal Dewan
Gubernur. Perubahan penting dilakukan pada soal akuntabilitas dan
transparansi, termasuk pengawasan terhadap BI dan pertanggungjawaban
pengelolaan BI. Tambahan lain adalah mengenai prinsip
Syariah yang dapat digunakan oleh BI dalam menjalankan tugasnya.
Ada juga tambahan hal “teknis”, namun sangat penting, mengenai
penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Uraian pada bagian A sampai dengan G berikut ini mendeskripsikan
aspek-aspek penting dari Bank Indonesia. Sumber utamanya
adalah UU No.23/1999 dan publikasi BI sendiri (termasuk yang di
upload pada website-nya). Sedangkan uraian pada bagian H adalah
analisis dari penulis dan dari sumber lainnya.
Category:
Bank dan L Keuangan
0
komentar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar