Categories

Lesson 6

Blog Archive

Follower

Statistik

Get Gifs at CodemySpace.com

Bank Indonesia yang Semakin Kuat


Krisis ekonomi menempatkan Bank Indonesia (BI) sebagai
institusi sentral. Sebagian sorotan adalah mengenai peran BI sebagai
aktor penyebab, atau setidaknya yang memperparah krisis. Sebagian
lainnya, melihat BI sebagai korban dari krisis. BI pula yang kemudian
diharapkan berperan sebagai pemain utama dalam upaya pemulihan
dan pembangunan kembali perekonomian Indonesia.
Peran yang dibebankan dalam upaya pemulihan itu kepada BI
adalah menjaga stabilitas moneter, sesuai kedudukannya sebagai
otoritas moneter, serta bertanggung jawab atas stabilitas sistem
keuangan, berkenaan dengan tugasnya menangani perbankan dan
sistem pembayaran. Peran demikian seharusnya sudah dimainkan

sejak awal atau sebelum krisis terjadi. Namun, pihak BI berkilah
mengenai ketidakleluasaan geraknya akibat rezim pemerintahan
yang otoriter, maupun oleh peraturan yang berlaku.
Akhirnya, sebagian peran itu memperoleh legitimasi baru
menurut perundang-undangan, yang bermuara kepada beberapa
perubahan penting. Salah satu yang mendasar adalah soal
Tinjauan Umum 7
independensi BI. Para pengambil keputusan di era pasca Soeharto
ternyata memilih menetapkan keindependenan BI sebagai bank
sentral. Tampak ada keyakinan bahwa tingkat dan varian fluktuasi
perekonomian akan menjadi lebih baik dengan independensi itu.
Sebagai argumen pendukung, dikemukakan studi empiris yang
melihat korelasi antara independensi dari Bank Sentral dengan
kinerja ekonomi suatu negara. Ditunjukkan bahwa terdapat
hubungan terbalik antara independensi dengan tingkat rata-rata
maupun varians dari inflasi. Meskipun studi tersebut sebenarnya
lebih menunjukkan hubungan korelasi dan bukan kausalitas antara
independensi dengan kinerja inflasi.
Pada prinsipnya, independensi Bank Sentral dapat dilihat pada
beberapa hal. Pertama, pada tujuan dan fungsi apa yang harus
diemban oleh Bank Sentral, apakah tujuan tunggal seperti stabilitas
rupiah atau ada yang lain seperti menciptakan kesempatan kerja dan
pemerataan pembangunan. Kedua, pada mekanisme dan kebebasan
menetapkan instrumen dan target moneter. Apakah ada kemungkinan
pihak lain yang bisa menetapkan target moneter. Ketiga, pada
proses penunjukkan dan syarat pergantian jajaran pimpinan Bank
Sentral terutama Gubernur sebagai sosok paling penting, termasuk
juga waktu penugasan masing-masing jajaran pimpinan yang tidak
sama, sehingga menjamin kesinambungan (rotasi). Keempat, pada
peraturan mengenai ada atau tidak kewajiban menyetor kembali
surplus Bank Sentral, dan ada tidak kewajiban melakukan jaminan
bagi surat berharga (utang) yang diterbitkan pemerintah.
UU No. 23/1999 ternyata telah memberikan Bank Indonesia (BI)
suatu jaminan yang sangat kuat kepada keseluruhan aspek di atas.
Independensi tersebut tercermin antara lain dari penentuan hanya
satu tujuan BI, yaitu mencapai dan memelihara stabilitas rupiah. BI
memiliki kebebasan menentukan sasaran dan instrumen moneter
yang akan digunakan dalam pencapaian tujuannya.
8 BANK BERSUBSIDI BEBANI RAKYAT
Independensi juga dapat dilihat dalam proses pemilihan pimpinan
BI melalui proses pencalonan dari pemerintah (Presiden)
untuk Gubernur dan Deputi Senior yang harus mendapat persetujuan
DPR, dan pencalonan oleh Gubernur diangkat oleh Presiden
dengan persetujuan DPR untuk Deputi Gubernur. Pergantian pimpinan
juga mengharuskan adanya kontinuitas melalui pembatasan
maksimum jumlah deputi gubernur yang bisa diganti yaitu 2 orang.
Terdapat pula perlindungan terhadap jabatan pimpinan BI (tidak
bisa diberhentikan) kecuali yang bersangkutan mengundurkan diri,
terbukti melakukan tindak pidana kejahatan, atau berhalangan tetap.
Posisi BI yang semakin independen bukannya tanpa kritik.
Sebagian pandangan mempertanyakan apakah dengan independensinya,
BI sama sekali berdiri di luar pemerintah. Bahkan, ada
pandangan yang menganggap BI telah menjadi negara dalam negara.
Anggapan ini muncul antara lain karena BI bisa membuat peraturan
yang mengikat semua warga negara Indonesia, serta memiliki
pengaturan (termasuk sumber) keuangan tersendiri.
Banyak pihak yang menyoroti sisi keadilan dari peran dan fungsi
BI dibandingkan dengan lembaga lainnya, terutama dengan pemerintah.
Beban BI hanya satu saja, yaitu memelihara stabilitas rupiah.
Sementara pemerintah harus mengemban fungsi lain yang sangat
banyak dan berat, seperti: mencapai pertumbuhan ekonomi, penciptaan
kesempatan kerja, menciptakan keadilan dan pemerataan, dan
pengurangan kemiskinan. Rasa ketidakadilan dalam pembagian
fungsi pengelolaan ekonomi diperkuat lagi oleh kondisi sehabis
krisis, dimana hampir seluruh beban biaya atas kerusakan perbankan
yang sangat mahal hingga mencapai Rp 1.000 triliun (termasuk beban
bunga obligasi) harus ditanggung pemerintah melalui APBN.
Padahal, kesalahan perbankan itu sendiri sebagian besarnya merupakan
tanggungjawab BI. Bisa dipastikan, pihak BI ikut melakukan
Tinjauan Umum 9
kesalahan dalam pengelolaan perbankan, meskipun dapat diperdebatkan
mengenai tingkat kesalahannya.
Hal lain yang kadang memicu rasa ketidaksukaan atas BI adalah
kesan lebih sejahteranya persoanalia BI dibanding abdi negara
lainnya. Antara lain yang biasa dijadikan contoh: kondisi kompleks
perkantoran BI yang sangat mewah, gaji pegawai yang relatif tinggi,
serta fasilitas kepada pegawai dan jajaran pimpinan BI yang
berlebihan dibanding jajaran pemerintah lainnya.
Ada persoalan lain yang lebih pelik mengenai hubungan BI
dengan pemerintah. Secara teoritis sangat mungkin terjadi perbedaan
”kepentingan” antara pemerintah dan BI. Dalam eskalasi tertentu,
masalah ini secara empiris mulai terjadi, dan berpotensi membesar di
tahun-tahun mendatang. Pemeliharaan stabilitas rupiah sebagai
tujuan yang hendak dicapai BI sering perlu dilakukan dengan
pengetatan moneter. Hal ini, setidaknya dalam jangka pendek, bisa
bertentangan dengan tujuan yang ingin dicapai pemerintah yaitu
penciptaan kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi.
Pembahasan lebih rinci mengenai Bank Indonesia diberikan
pada bab 2. Di sana akan dijelasikan mengenai hal-hal pokok yang
tercantum dalam UU-BI No. 23/1999 serta perubahannya dalam
UU-BI No. 3/2004. Dikemukakan pula secara singkat, beberapa
persoalan kontroversial seperti: soal independensi, soal BLBI dan
rekapitalisasi perbankan.

0 komentar:

Posting Komentar