Eramuslim - Semula, ilmuwan barat selalu meremehkan manfaat sunat. Tapi, sebuah
penelitian terbaru yang dipublikasikan di jurnal medis PLoS Medicine, November ini,
membenarkan manfaat besar dari sunnah Rasul tersebut.
Sudah lama diyakini bahwa pria bersunat atau berkhitan memiliki risiko lebih kecil untuk
terkena HIV dibanding pria yang tak bersunat. Namun, keyakinan itu selalu terganjal dengan
pendapat sebagian ahli yang mengatakan bahwa jika pria disunat maka akan mengurangi
kenikmatan hubungan seksual.
Seiring perkembangan zaman, akhirnya pendapat tersebut mulai ditinggalkan orang. Terlebih
ketika virus HIV/AIDS merambah hampir ke seluruh dunia, dan belum ada obatnya hingga
kini. Sebagian peneliti, melakukan penelitian pada akar masalah penularan.
Yang menarik, dari asil penelitian itu, ternyata kebiasaan kaum muslimin mengsirkumsisi alat
kelaminnya ternyata menjadi palang tercegahnya virus HIV masuk ke dalam tubuh melalui
hubungan badan. Lalu, apakah pria yang sudah telanjur dewasa juga perlu disunat supaya
memperoleh manfaat yang sama? Bagaimana kalau sudah alot? Seorang peneliti dan Perancis
menjawab, sebaiknya tetap sunat.
Dalam penelitian klinisnya, Dr. Bertran Auvert dari Hopital Ambroise-Pare di Boulogne,Prancis,
secara random mengatur 1.546 pria tak bersunat usia 18-24 ber-HIV negatif untuk menjalani
sunat di Afrika Selatan dan 1.582 pria lain sebagal kelompok kontrol.
Laporan Dr. Auvert yang dipublikasikan di jurnal medis PLoS Medicine, bulan ini, melaporkan
bahwa mereka yang menjalani sunat diminta libur berhubungan badan selama enam minggu
setelah prosedur sunat. Dari pemantauan terus-menerus selama 21 bulan, didapati ada 20
kasus inveksi HIV pada mereka yang bersunat, dan lebih parah lagi, ada 49 kasus di kalangan
yang tak bersunat.
Periset mencoba menerangkan sejumlah kemungkinan mengapa sunat memberi efek
perlindungan terhadap infeksi HIV. "Keratinisasi kelenjar yang tak tertutup oleh kulit di ujung
penis, cepatnya penis mengering setelah kontak seksual, mempersingkat harapan hidup HIV
di penis setelah kontak seksual dengan pasangan dengan HIV-positif," ujarnya.
Selain itu, "Berkurangnya keseluruhan permukaan kulit di penis berarti berkurangnya sel yang
menjadi sasaran empuk HIV. Padahal, sel yang empuk menjadi sasaran HIV ini banyak sekali
terdapat di kulit ujung penis yang dibuang bila seorang pria bersunat."
Dr. Auvert dan rekan memberi rekomendasi pada pria agar bersunat guna memperkecil risiko
terinfeksi HIV terutama di kawasan-kawasan yang rentan HIV. Namun, ia mengingatkan pria
agar tidak berpikir bahwa sunat merupakan perlindungan total terhadap HIV. "Kondom tetap
perlu digunakan dalam setiap perilaku seksual yang berisiko," katanya.
Pada penelitian sebelumnya, membuktikan bahwa khitan bisa mencegah timbulnya kutil
kelamin yang menjadi penyebab utama terjadinya kanker mulut rahim dan kanker anus.
Kutil kelamin merupakan salah satu jenis penyakit kelamin yang terjadi pada daerah penis
dimana penyebabnya adalah virus yaitu Human papillomavirus (HPV). Penelitian yang
dilakukan di Amerika Serikat, dalam jurnal kesehatan Sexually Transmitted Diseases,
melaporkan bahwa dengan khitan atau sunat dan pemakaian kondom secara teratur akan
mengurangi risiko terkena infeksi HPV pada penis.
Penelitian ini dilakukan terhadap 393 pria yang datang ke klinik Penyakit Menular Seksual
(PMS) Di Arizona, Amerika Serikat dari bulan Juli 2000 hingga Januari 2001. Pria-pria ini
diajukan beberapa pertanyaan dan dilakukan pemeriksaan apusan penis untuk mengetahui
DNA dari HPV, untuk melihat apakah mereka terinfeksi.
Pria yang melakukan hubungan seksual lebih dari 30 kali perbulan, tiga kali lipat lebih
mungkin untuk menemukan HPV dibanding dengan pria yang melakukan hubungan seksual
tidak lebih dari 5 kali perbulan.
Dan pria yang melakukan sunat dan penggunaan kondom secara teratur kelihatannya mampu
untuk mencegah mereka menderita kutil kelamin. Pria yang disunat hanya sepertiganya yang
terinfeksi, sedangkan bila pria tersebut menggunakan kondom, maka risikonya akan
berkurang hingga separuhnya.
Penelitian Dr. Auvert itu ternyata mendukung hasil penelitian rekan sejawatnya beberapa
tahun sebelumnya. Mereka (para ahli) akhirnya mengakui, bahwa khitan bukanlah sekadar
masalah perintah agama, tapi juga baik untuk kesehatan. Terlebih, penelitian kali ini,
mengungkapkan akan manfaat khitan dalam menurunkan risiko tertular virus HIV (AIDS).
Pria yang tidak melakukan khitan (sirkumsisi) berisiko hingga dua kali lebih untuk terinfeksi
virus HIV setelah melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya yang telah terinfeksi HIV.
Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang membahas penularan virus HIV pada
pasangan heteroseksual (pria dan wanita), pada sekelompok pria yang sering berganti
pasangan.
Dalam jurnal bulanan edisi 2003 yang membahasa tentang penyakit-penyakit menular
menyebutkan penelitian itu dilakukan dengan mengumpulkan informasi perilaku seksual dari
745 supir truk di Kenya. Pria-pria ini semuanya diperiksa apakah terinfeksi virus HIV dan juga
melihat apakah mereka telah melakukan sunat. Hasil ini dicatat sejak dimulainya penelitian di
tahun 1993 dan diikuti terus hingga tahun 1997.
Selama masa penelitian ini, para supir truk tersebut memberikan informasi akan perilaku
seksual mereka dengan istri, pasangan tidak tetap dan dengan PSK, dan dilakukan screening
terhadap HIV dan penyakit hubungan seksual lainnya.
Pada akhir penelitian menunjukkan, bahwa kemungkinan pria untuk terinfeksi virus HIV
setelah melakukan satu hubungan seksual sekitar 1 berbanding 160. Tapi bila pria itu belum
disunat berisiko untuk terinfeksi virus HIV lebih dari dua kali lipat dibanding dengan pria yang
telah disunat. Perbandingan untuk terinfeksi HIV yaitu 1 berbanding 80 (belum disunat)
dengan 1 berbanding 200 (telah disunat).
Ini mungkin juga dapat menjelaskan mengapa terjadi penyebaran HIV yang tinggi di Afrika,
yaitu kemungkinan disebabkan karena seringnya berganti pasangan dan sunat bukan sesuatu
yang umum dilakukan di sana.
Category:
Kesehatan
0
komentar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar