¨ Asean Free Trade Area (AFTA) merupakan bentuk kerjasama
perdagangan di wilayah negara-negara ASEAN
¨ yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan volume
perdagangan di antara negara anggota melalui penurunan tarif beberapa komoditas
tertentu, termasuk di
dalamnya beberapa komoditas pertanian, dengan tarif mendekati 0-5 persen.
¨ Menjadikan kawasan Asean sbg tmpt
produksi yg kompetitif sehingga produk Asean memiliki daya saing kuat dipasar
global.
¨ Menarik lebih banyak foregin Direck
Investment (FDI) dan meningkatkan perdagangan antara negara2 anggota Asean
(intra Asean Trade)
¨ kesepakatan, AFTA mulai efektif pada
tahun 2008 namun dalam perkembangannya dipercepat menjadi tahun 2003. Bagi
Indonesia, kerjasama AFTA merupakan peluang yang cukup terbuka bagi kegiatan
ekspor komoditas pertanian yang selama ini dihasilkan dan sekaligus menjadi
tantangan untuk menghasilkan komoditas yang kompetitif di pasar regional AFTA.
Upaya ke arah itu, nampaknya masih memerlukan perhatian serta kebijakan yang
¨ Ada banyak dampak suatu perjanjian
perdagangan bebas, antara lain spesialisasi dan peningkatan volume
perdagangan. Sebagai contoh, ada dua negara yang dapat memproduksi dua
barang, yaitu A dan B, tetapi kedua negara tersebut membutuhkan barang A dan B
untuk dikonsumsi. Secara teoritis, perdagangan bebas antara kedua negara
tersebut akan membuat negara yang memiliki keunggulan komparatif (lebih
efisien) dalam memproduksi barang A (misalnya Negara I) akan membuat hanya
barang A, mengekspor sebagian barang A ke Negara II, dan mengimpor barang B
dari Negara II. Sebaliknya, negara II akan memproduksi hanya barang B,
mengekspor sebagian barang B ke negara I, dan akan mengimpor sebagian barang A
dari negara I. Akibatnya, tingkat produksi secara keseluruhan akan meningkat
(karena masing-masing negara mengambil spesialisasi untuk memproduksi barang
yang mereka dapat produksi dengan lebih efisien) dan pada saat yang bersamaan
volume
INDONESIA
DAN AFTA
AFTA
disepakati pada tanggal 28 Januari 1992
di Singapura. Pada awalnya ada enam negara yang menyepakati AFTA, yaitu: Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Vietnam bergabung dalam AFTA
tahun 1995, sedangkan Laos dan Myanmar pada tahun 1997, kemudian Kamboja pada tahun 1999.
Mekanisme
utama untuk mencapai tujuan (AFTA) di atas adalah skema “Common Effective Preferential
Tariff” (CEPT) yang bertujuan agar barang-barang yang diproduksi di antara
negara ASEAN yang memenuhi ketentuan setidak-tidaknya 40 % kandungan lokal akan
dikenai tarif hanya 0-5 %. Anggota ASEAN mempunyai tiga pengecualian CEPT dalam
tiga kategori :
(1)
pengecualian sementara,
(2) produk
pertanian yang sensitif
(3)
pengecualian umum lainnya (Sekretariat ASEAN 2004)
Untuk
kategori pertama, pengecualian bersifat sementara karena pada akhirnya
diharapkan akan memenuhi standar yang ditargetkan, yakni 0-5 %. Sedangkan untuk
produk pertanian sensitif akan diundur sampai 2010. Dapat disimpulkan, paling
lambat 2015 semua tarif di antara negara ASEAN diharapkan mencapai titik 0 %.
AFTA
dicanangkan dengan instrumen CEPT, yang diperkenalkan pada Januari 1993. ASEAN
pada 2002, mengemukakan bahwa komitmen utama dibawah CEPT-AFTA hingga saat ini
meliputi 4 program, yaitu :
1. Program
pengurangan tingkat tarif yang secara efektif sama di antara negara- negara
ASEAN hingga mencapai 0-5 persen.
2. Penghapusan
hambatan-hambatan kuantitatif (quantitative restrictions) dan
hambatan-hambatan non-tarif (non tariff barriers).
3.
Mendorong kerjasama untuk mengembangkan fasilitasi perdagangan terutama di
bidang bea masuk serta standar dan kualitas.
4. Penetapan
kandungan lokal sebesar 40 persen Memang, secara umum, beberapa produk
kita siap berkompetisi. Misalnya, minyak kelapa sawit, tekstil,
alat-alat listrik, gas alam, sepatu, dan garmen. Tetapi, banyak pula yang
akan tertekan berat memasuki AFTA. Di antaranya, produk otomotif, teknologi
informasi, dan produk pertanian.
Dalam
menghadapi AFTA, Indonesia sebagai salah satu Negara anggota ASEANmasih
memiliki beberapa kendala yang menunjukan ketidaksiapan kita dalam menghadapi
AFTA, diantanya adalah; dari segi penegakan hukum, sudah diketahui bahwa
sektor itu termasuk buruk di Indonesia. Jika tak ada kepastian hukum, maka
iklim usaha tidak akan berkembang baik, yang mana hal tersebut akan
menyebabkana biaya ekonomi tinggi yang berpengaruh terhadap daya saing produk
dalam pasar internasional.
Persoalan yg dihadapi oleh Indonesia
Dalam
menghadapi AFTA, Indonesia sebagai salah satu Negara anggota ASEANmasih
memiliki beberapa kendala yang menunjukan ketidaksiapan kita dalam menghadapi
AFTA, diantanya adalah; dari segi penegakan hukum, sudah diketahui bahwa
sektor itu termasuk buruk di Indonesia. Jika tak ada kepastian hukum, maka
iklim usaha tidak akan berkembang baik, yang mana hal tersebut akan
menyebabkana biaya ekonomi tinggi yang berpengaruh terhadap daya saing produk
dalam pasar internasional.
Faktor lain
yang amat penting adalah lembaga-lembaga yang seharusnya ikut memperlancar
perdagangan dan dunia usaha ternyata malah sering diindikasikan KKN. Akibat
masih meluasnya KKN dan berbagai pungutan yang dilakukan unsure pemerintah di
semua lapisan, harga produk yang dilempar ke pasar akan terpengaruhi. Otonomi
daerah yang diharapkan akan meningkatkan akuntabilitas pejabat publik dan
mendorong ekonomi lokal ternyata dipakai untuk menarik keuntungan
sebanyak-banyaknya dari dunia usaha tanpa menghiraukan implikasinya. Otonomi
malah menampilkan sisi buruknya yang bisa mempengaruhi daya saing produk
Indonesia di pasar dunia.
Namun,
selain menghadapi berbagai persoalan, AFTA jelas juga membawa sejumlah keuntungan.
Pertama, barang-barang yang semula
diproduksi dengan biaya tinggi akan bisa diperoleh konsumen dengan harga lebih
murah.
Kedua, sebagai kawasan yang terintegrasi secara bersama-sama, kawasan
ASEAN akan lebih menarik sebagai lahan investasi. Indonesia dengan sumber daya
alam dan manusia yang berlimpah mempunyai keunggulan komparatif. Namun,
peningkatan SDM merupakan keharusan. Ternyata, kemampuan SDM kita sangat payah
dibandingkan Filipina atau Thailand.
Persoalan
lain yang harus dihadapi adalah kenyataan bahwa perbatasan Indonesia sangat
luas, baik berupa lautan maupun daratan, yang sangat sulit diawasi.
Akibatnya, terjadi banjir barang selundupan yang melemahkan daya saing industri
nasional. Miliaran dolar amblas setiap tahun akibat ketidakmampuan menjaga
perbatasan dengan baik. Menurut taksiran kemampuan TNI-AL, sekitar 40 persen
dari seharusnya digunakan untuk mengamankan lautan akibat kekuarangan dana dan
sarana yang lain. Kendala utama bagi masyarakat Indonesia adalah mengubah pola
pikir, baik di kalangan pejabat, politisi, pengusaha, maupun tenaga kerja.
Mengubah pola pikir ini sangat penting bagi keberhasilan kita memasuki AFTA.
Manfaat
AFTA bagi Indonesia
•
Peluang
pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan penduduk
sebesar ± 500 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam;
•
Biaya
produksi yang semakin rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang
sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota
ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran;
•
Pilihan
konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin banyak
dengan tingkat harga dan mutu tertentu;
Kerjasama
dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis
di negara anggota ASEAN lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar