MASA PERKEMBANGAN DAN MASA KEEMASAN
A. Awal Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan
Mataram Kuno merupakan kerajaan yang berdiri pada tahun 732 masehi. Kerajaan
ini berdiri di desa Canggal (sebelah barat Magelang). Pada saat itu didirikan
sebuah Lingga (lambang siwa) diatas sebuah bukit di daerah Kunjarakunja
yang didirikan oleh Raja Sanjaya. Daerah ini letaknya di sebuah pulau mulia, Jawadwipa
yang dimana daerah ini merupakan daerah yang kaya raya akan hasil bumi terutama
padi dan emas sehingga di masa selanjutnya kerajaan ini banyak melakukan
hubungan dagang dengan daerah lain.
B.
Tatanan
Birokasi Kerajaan Mataram Kuno
Selama 178 tahun berdiri, kerajaan mataram kuno dipimpin oleh
raja-raja yang sebagian terkenal dengan keberanian, kebijaksanaan dan sikap
toleransi terhadap agama lain. Adapun raja-raja yang sempat memerintah kerajaan
Mataram Kuno antara lain:
a)
Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya
(732-760 M)
b)
Sri Maharaja Rakai Panangkaran
(760-780 M)
c)
Sri Maharaja Rakai Panunggalan
(780-800 M)
d)
Sri Maharaja Rakai Warak
(800-820 M)
e)
Sri Maharaja Rakai Garung
(820-840 M)
f)
Sri Maharaja Rakai Pikatan
(840-863 M)
g)
Sri Maharaja Rakai Kayuwangi
(863-882 M)
h)
Sri Maharaja Rakai Watuhumalang
(882-898 M)
i)
Sri Maharaja Rakai Watukura
Dyah Balitung (898-910 M)
Kerajaan
mataram kuno dipimpin pertama kali oleh Raja Sanjaya yang terkenal sebagai
seorang raja yang besar, gagah berani dan bijaksana serta sangat toleran
terhadap agama lain. Ia adalah penganut Hindu Syiwa yang taat. Setelah Rakai
Mataram Sang Ratu Sanjaya meninggal dunia, beliau kemudian digantikan oleh
putranya yang bernama Sankhara yang bergelar Rakai Panangkaran Dyah Sonkhara Sri
Sanggramadhanjaya. Raja Panangkaran lebih progresif dan bijaksana daripada
Sanjaya sehingga Mataram Kuno lebih cepat berkembang. Daerah-daerah sekitar
Mataram Kuno segera ditaklukkan, seperti kerajaan Galuh di Jawa Barat dan
Kerajaan Melayu di Semenanjung Malaya .
Ketika Rakai Panunggalan berkuasa,
kerajaan Mataram Kuno mulai mengadakan pembangunan beberapa candi megah seperti
candi Kalasan, candi Sewu, candi Sari, candi Pawon, candi Mendut, dan Candi
Borobudur.
Kemudian
setelah Rakai Panunggalan meninggal, beliau digantikan oleh Rakai Warak. Pada
zaman pemerintahan Rakai Warak ,
ia lebih mengutamakan agama
Buddha dan Hindu sehingga pada saat itu banyak masyarakat yang mengenal agama
tersebut. Setelah Rakai Warak meninggal kemudian digantikan oleh Rakai Garung.
Pada masa pemerintahan Rakai garung pembangunan kompleks candi dilanjutkan di
Jawa Tengah bagian utara terutama di sekitar pegunungan Dieng. Hal itu dapat
dibuktikan dengan adanya kompleks bangunan candi Hindu di dataran tinggi Dieng,
seperti candi Semar, candi Srikandi, candi Punta dewa, candi Arjuna dan candi
Sembadra. Selain itu di bangun pula kompleks candi Gedong Sanga yang terletak
di sebelah kota Semarang sekarang.
Setelah
Rakai Garung meninggal ia digantikan oleh Rakai Pikatan. Berkat kecakapan dan
keuletan Rakai Pikatan, semangat kebudayaan Hindu dapat dihidupkan kembali.
Kekuasaannya pun bertambah luas meliputi seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur
serta ia pun memulai pembangunan candi Hindu yang lebih besar dan indah yaitu
candi Prambanan (Candi Lara Jonggrang) di desa Prambanan. Setelah Raja Pikatan
wafat ia digantikan oleh Rakai Kayuwangi. Pada masa pemerintahan Rakai
Kayuwangi Kerajaan banyak menghadapi masalah dan berbagai persoalan yang rumit
sehingga timbullah benih perpecahan di antara keluarga kerajaan. Selain itu
zaman keemasan Mataram Kuno mulai memudar serta banyak terjadi perang saudara.
Saat Rakai
Kayuwangi meninggal ia digantikan oleh Rakai Watuhumalang. Rakai Watuhumalang
berhasil melanjutkan pembangunan Candi Prambanan. Kemudian setelah Rakai
Watuhumalang meninggal ia digatikan oleh Rakai Watukura Dyah Balitung. Pada
masa pemerintahan Rakai Dyah Balitung dikenal 3 jabatan penting, yaitu rakryan
i hino (pejabat tinggi sesudah raja), rarkyan i halu dan rarkyan
i sirikan. Ketiganya merupakan tritunggal. Dyah Balitung memerintah sampai
tahun 910 M dan meninggalkan banyak prasasti ( 20 buah). Ada prasasti yang menyebutkan bahwa Raja Balitung pernah
menyerang Bantan (Bali ). Setelah Rakai
Watukura Dyah Balitung wafat ia digantikan oleh Daksa dengan gelar Sri
Maharaja Sri Daksottama Bahubajra Pratipaksaksaya. Sebelumnya ia menjabat
sebagai rakryan i hino. Ia
memerintah dari tahun 913-919 M. Pada masa pemerintahan Raja Daksa inilah
pembangunan Candi Prambanan berhasil diselesaikan. Pada tahun 919 M Daksa
digantikan oleh Tulodhong yang bergelar Sri Maharaja Rakai Layang Dyah
Tulodhong Sri Sajanasanmattanuragatunggadewa. Masa pemerintahan Tulodhong
sangat singkat dan tidak terjadi hal-hal yang menonjol.
Pengganti
Tulodhong adalah Wawa. Ia naik
tahta pada tahun 924 M dengan gelar Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa
Sri Wajayalokanamottungga. Sri Baginda dibantu oleh Empu Sindok Sri
Isanawikrama yang berkedudukan sebagai Mahamantri i hino.
C.
Aspek Kehidupan Politik
Untuk
mempertahankan wilayah kekuasaannya, Mataram Kuno menjalin kerjasama dengan
kerajaan tetangga, misalnya Sriwijaya , Siam dan India . Selain itu, Mataram Kuno
juga menggunakan sistem perkawinan politik. Misalnya pada masa pemerintahan
Samaratungga yang berusaha menyatukan kembali Wangsa Syailendra dan Wangsa
Sanjaya dengan cara anaknya yang bernama Pramodyawardhani(Wangsa Syailendra)
dinikahkan dengan Rakai Pikatan (Wangsa Sanjaya).
Wangsa
Sanjaya merupakan penguasa awal di Kerajaan Mataram Kuno, sedangkan Wangsa
Syailendra muncul setelahnya yaitu mulai akhir abad ke-8 M. Dengan adanya
perkawinan politik ini, maka jalinan kerukunan beragama antara Hindu (Wangsa
Sanjaya) dan Buddha (Wangsa Syailendra) semakin erat.
D.
Aspek Kehidupan Sosial
Kerajaan
Mataram Kuno meskipun dalam praktik keagamaannya terdiri atas agama Hindu dan
agama Buddha, masyarakatnya tetap hdup rukun dan saling bertoleransi. Sikap itu
dibuktikan ketika mereka bergotong royong dalam membangun Candi Borobudur.
Masyarakat Hindu yang sebenarnya tidak ada kepentingan dalam membangun Candi
Borobudur, tetapi karena sikap toleransi dan gotong royong yang telah mendarah
daging turut juga dalam pembangunan tersebut.
Keteraturan
kehidupan sosial di Kerajaan Mataram Kuno juga dibuktikan adanya kepatuhan
hukum pada semua pihak. Peraturan hukum yang dibuat oleh penduduk desa ternyata
juga di hormati dan dijalankan oleh para pegawai istana. Semua itu bisa
berlangsung karena adanya hubungan erat antara rakyat dan kalangan istana.
E.
Aspek Kehidupan Ekonomi
Pusat
kerajaan Mataram Kuno terletak di Lembah sungai Progo, meliputi daratan
Magelang, Muntilan, Sleman, dan Yogyakarta .
Daerah itu amat subur sehingga rakyat menggantungkan kehidupannya pada hasil
pertanian. Hal ini mengakibatkan banyak kerajaan-kerajaan serta daerah lain
yang saling mengekspor dan mengimpor hasil pertaniannya.Usaha untuk
meningkatkan dan mengembangkan hasil pertanian telah dilakukan sejak masa
pemerintahan Rakai Kayuwangi.
Usaha
perdagangan juga mulai mendapat perhatian ketika Raja Balitung berkuasa. Raja
telah memerintahkan untuk membuat pusat-pusat perdagangan serta penduduk
disekitar kanan-kiri aliran Sungai Bengawan Solo diperintahkan untuk menjamin
kelancaran arus lalu lintas perdagangan melalui aliran sungai tersebut. Sebagai
imbalannya, penduduk desa di kanan-kiri sungai tersebut dibebaskan dari
pungutan pajak. Lancarya pengangkutan perdagangan melalui sungai tersebut
dengan sendirinya akan menigkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat
Mataram Kuno.
F.
Aspek Kehidupan Kebudayaan
Hindu-Buddha
Semangat
kebudayaan masyarakat Mataram Kuno sangat tinggi. Hal itu dibuktikan
dengan banyaknya peninggalan berupa
prasasti dan candi. Prasasti peniggalan dari Kerajaan Mataram Kuno, seperti
prasasti Canggal (tahun 732 M), prasasti Kelurak (tahun 782 M), dan prasasti
Mantyasih (Kedu). Selain itu, juga dibangun candi Hindu, seperti candi Bima,
candi Arjuna, candi Nakula, candi Prambanan, candi Sambisari, cadi Ratu Baka,
dan candi Sukuh. Selain candi Hindu, dibangun pula candi Buddha, misalnya candi
Borobudur, candi Kalasan, candi Sewu, candi Sari, candi Pawon, dan candi
Mendut. Mereka juga telah mengenal bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. Selain tiu, masyarakat kerajaan
Mataram Kuno juga mampu membuat syair.
MASA KEMUNDURAN
A.
Kemunduran Kerajaan
Mataram Kuno
Kemunduran
kerajaan Mataram Kuno disebabkan karena kedudukan ibukota kerajaan yang semakin
lama semakin lemah dan tidak menguntungkan. Hal ini disebabkan oleh:
1)
Tidak memiliki pelabuhan laut
sehingga sulit berhubungan dengan dunia luar:
2)
Sering dilanda bencana alam
oleh letusan Gunung Merapi;
3)
Mendapat ancaman serangan dari
kerajaan Sriwijaya.
Oleh
karena itu pada tahun 929 M ibukota Mataram Kuno dipindahkan ke Jawa Timur (di
bagian hilir Sungai Brantas) oleh Empu Sindok. Pemindahan ibukota ke Jawa Timur
ini dianggap sebagai cara yang paling baik. Selain Jawa Timur masih wilayah
kekuasaan Mataram Kuno, wilayah ini dianggap lebih strategis. Hal ini mengacu
pada letak sungai Brantas yang terkenal subur dan mempunyai akses pelayaran
sungai menuju Laut Jawa. Kerajaan itu kemudian dikenal dengan Kerajaan
Mataram Kuno di Jawa Timur atau Kerajaan Medang Kawulan.
0 komentar:
Posting Komentar