Penalaran merupakan suatu proses
penemuan kebenaran di mana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria
kebenaran masing-masing.
a)
Definisi Penalaran
Kemampuan menalar menyebabkan manusia mampu mengembangkan
pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Secara simbolik
manusia memakan buah pengetahuan lewat Adam dan Hawa, dan setelah itu manusia
harus hidup berbekal pengetahuannya itu. Dia mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, mana yang baik dan mana
yang buruk, serta mana yang indah dan mana yang jelek. Secara terus menerus dia
selalu hidup dalam pilihan.
Manusia adalah satu-satunya mahluk yang
mengembangkan pengetahuan ini sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai
pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya. Manusia mengembangkan pengetahuannya
mengatasi kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidup ini. Dan memikirkan hal-hal
baru, menjelajah ufuk baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan
hidupnya, namun lebih dari pada itu. Manusia mengembangkan kebudayaan; memberi
makna bagi kehidupan; manusia ‘memanusiakan” diri dalam dalam hidupnya. Intinya
adalah manusia di dalam hidupnya mempunyai tujuan tertentu yang lebih tinggi
dari sekedar kelangsungan hidupnya. Inilah yang membuat manusia mengembangkan
pengetahuannya dan pengetahuan ini mendorong manusia menjadi makhluk yang
bersifat khas.
Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia disebabkan oleh dua
hal utama;
·
Bahasa;
manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan
pikiran yang melatar belakangi informasi tersebut.
·
Kemampuan
berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara
berpikir seperti ini disebut penalaran.
Dua kelebihan inilah yang memungkinkan manusia mengembangkan pengetahuannya
yakni bahasa yang bersifat komunikatif dan pikiran yang mampu menalar.
b) Hakekat Penalaran
Penalaran merupakan suatu proses berpikir
dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada
hakikatnya merupakan mahluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak.
Sikap dan tindakan yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat
kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang
dikaitkan dengan kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan
yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk
menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah
tidak sama oleh sebab itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan
pengetahuan yang benar itupun berbeda-beda dapat dikatakan bahwa tiap jalan
pikiran mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran, dan kriteria
kebenaran ini merupakan landasan bagi proses kebenaran tersebut. Penalaran
merupakan suatu proses penemuan kebenaran di mana tiap-tiap jenis penalaran
mempunyai kriteria kebenaran masing-masing.
Sebagai suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai
ciri-ciri tertentu
·
Ciri yang pertama ialah adanya
suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika, dan tiap
penalaran mempunyai logika tersendiri atau dapat juga disimpulkan bahwa
kegiatan penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir logis, dimana berpikir
logis di sini harus diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola
tertentu atau logika tertentu.
·
Ciri
yang kedua dari penalaran adalah sifat analitik dari proses berpikirnya.
Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu
analisis dan kerangka berpikir yang digunakan untuk analisis tersebut adalah
logika penalaran yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan kegiatan
analisis yang mempergunakan logika ilmiah, dan demikian juga penalaran lainnya
yang mempergunakan logikanya tersendiri. Sifat analitik ini merupakan
konsekuensi dari suatu pola berpikir tertentu.
c)
Logika
Penalaran merupakan suatu proses berpikir
yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu
mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir ituharus dilakukan cara
tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses
penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara. Cara penarikan
kesimpulan ini disebut logika, di mana logika secara luas dapat didefenisikan
sebagai “pengkajian untuk berpikir secara sahih.” Terdapat bermacam-macam
cara penarikan kesimpulan, namun untuk sesuai dengan dengan tujuan studi yang
memusatkan diri kepada penalaran maka hanya difokuskan kepada dua jenis
penarikan kesimpulan, yakni logika induktif dan logika deduktif. Logika
induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus
individual nyata menjadi kesimpulan bersifat umum. Sedangkan logika deduktif,
menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat
individual (khusus).
d) Induksi
Induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik dari suatau
kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individu.
Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan
yang bersifat khas dan dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri
dengan pernyataan yang bersifat umum. Kesimpulan yang bersifat umum ini penting artinya karena mempunyai dua
keuntungan.
a)
Bersifat ekonomis.
b)
Dimungkinkannya proses
penalaran selanjutnya.
e)
Deduksi
Penalaran deduktif adalah kegiatan
berpikir yang sebalikny dari penalaran induktif. Deduksi adalah cara berpikir
dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat
khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir
yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pertanyaan dan satu
kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus ini disebut premis yang
kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan
merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua
premis tersebut. Jadi ketepatan penarikan kesimpulan tergantung pada tiga hal
yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor, dan keabsahan penarikan
kesimpulan. Sekiranya salah satu dari ketiga unsur tersebut persyaratannya
tidak dipenuhi maka kesimpulan yang akan ditariknya akan salah. Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif.
f)
Mendapatkan Pengetahuan yang Benar
Kebenaran adalah pernyataan tanpa ragu, baik logika deduktif maupun logika
induktif, dalam proses penalarannya, mempergunakan premis-premis yang
berupa pengetahuan yang dianggapnya benar. Kenyataan ini membawa kita kepada
pertanyaan; bagaimana kita mendapatkan pengetahuan yang benar tersebut. Pada
dasarnya terdapat dua cara pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan
yang benar. Yang pertama
adalah mendasarkan diri kepada rasio dan yang kedua mendasarkan diri kepada
pengalaman. Kaum rasionalis mendasarkan
diri kepada rasio dan kaum empirisme mendasarkan diri kepada pengalaman.
Kaum rasionalis mempergunakan metode
deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis yang
dipakai dalam penalarannya didapatkan dari ide yang dianggapnya jelas dan dapat
diterima. Ide ini menurut mereka bukanlah ciptaan pikiran manusia. Prinsip itu
sendiri sudah ada jauh sebelum manusia memikirkannya. Paham ini dikenal dengan
nama idealisme. Fungsi pikiran manusia hanyalah mengenali prinsip tersebut yang
lalu menjadi pengetahuannya. Prinsip itu sendiri sudah ada dan bersifat apriori
dan dapat diketahui manusia lewat kemampuan berpikir rasionalnya. Pengalaman
tidaklah membuahkan prinsip justru sebaliknya, hanya dengan mengetahui prinsip
yang didapat lewat penalaran rasionil itulah maka kita dapat mengerti
kejadian-kejadian yang berlaku dalam alam sekitar kita. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ide bagi kaum
rasionalis adalah bersifat apriori dan pengalaman yang didapatkan manusia lewat
penalaran rasional.
Berlainan dengan kaum rasionalis maka kaum
empiris berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu bukan didapatkan lewat
penalaran yang abstrak namun lewat penalaran yang konkret dan dapat dinyatakan
lewat tangkapan panca indra.
Disamping rasionalisme dan empirisme masih
terdapat cara untuk mendapatkan pengetahuan yang lain. Yang
penting untuk kita ketahui adalah intuisi
dan wahyu. Sampai sejauh ini,
pengetahuan yang didapatkan secara rasional dan empiris, kedua-duanya merupakan
induk produk dari sebauh rangkaian penalaran.
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa
melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya
pada suatu masalah tiba-tiba mendapat jawaban atas permasalah tersebut. Tanpa
melaui proses berliku-liku dia sudah mendapatkan jawabannya.. intuisi juga bisa
bekerja dalam keadaan tidak sepenuhnya sadar, artinya jawaban atas suatu
permasalahan ditemukan jawabannya tidak pada saat sesorang itu secara sadar
sedang menggelutinya. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan.
Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur maka intuisi ini tidak
dapat diandalkan. Pengetahuan inuitif dapat digunakan sebagai hipotesa bagi
analisis selanjutnya dalam menentukan benar atau tidaknya suatu penalaran.
Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh
Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat nabi-nabi yang diutusnya
sepanjang zaman. Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan
sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah yang bersifat
transedental kepercayaan kepada Tuhan yang merupakan sumber pengetahuan,
kepercayaan kepada nabi sebagai suatu pengantara dan kepercayaan terhadap suatu
wahyu sebagai cara penyampaian merupakan titik dasar dari penyusunan
pengetahuan ini.. kepercayaan merupakan titik tolak dalam agama. Suatau
pernyataan harus dipercaya dulu baru bisa diterima. Dan pernyataan ini bisa
saja dikaji lewat metode lain. Secara rasional bisa dikaji umpamanya apakah
pernyataan-pernyataan yang terkandung didalamnya konsisten atau tidak.di pihak
lain secara empiris bisa dikumpulkan fakta-fakta yang mendukung pernyataan
tersebut.
Dalam memulai mencari kebenaran, pada tahap ini kita akan menghadapi
pertanyaan ”what” dan ”when” (apa dan kapan). Kemudian jalan pembuktiannya kita
lakukan. Dalam pembuktian ini kita memasuki tahap ”why” dan ”how” (mengapa dan
bagaimana). Karena pencarian kebenaran sampai pada tahap ini maka dalam mencari
kebenaran kita harus menggunakan alur rasio kita (thinking), dengan melibatkan
seluruh panca indera kita (feeling), disertai dengan mengerahkan kemampuan
untuk merasakan sesuatu (sensing) sampai batas menemukan suatu kebenaran dan
pembenaran yang hakiki (believing). Dan pada akhirnya akhir ataupun ujung dari
proses pencarian/menemukan suatu kebenaran ini sangat bersifat relatif
bergantung masing-masing individu sesuai dengan kapasitas ilmu pengetahuan yang
dimilikinya, karena setiap orang memiliki persepsi yang sangat berbeda tentang
kebenaran.
0 komentar:
Posting Komentar