1. Persoalan Filsafat
Ada enam persoalan yang selalu menjadi bahan
perhatian para filsuf dan memerlukan
jawaban secara radikal, dimana tiap-tiapnya menjadi salah satu cabang dari
filsafat yaitu : ada, pengetahuan, metode, penyimpulan, moralitas, dan
keindahan.
a.
Tentang ”Ada”
Persoalan
tentang ”äda” ( being ) menghasilkan cabang filsafat metafisika; dimana sebagai
salah satu cabang filsafat metafisika sendiri mencakup persoalan ontologis,
kosmologi ( perkembangan alam semesta ) dan antropologis ( perkembangan sosial
budaya manusia ). Ketiga hal
tersebut memiliki titik sentral kajian tersendiri.
b.
Tentang ”Pengetahuan” (
knowledge )
Persoalan
tentang pengetahuan ( knowledge ) menghasilkan cabang filsafat epistemologi (
filsafat pengetahuan ). Istilah
epistemologi sendiri berasal dari kata episteme dan logos. Episteme berarti
pengetahuan dan logos berarti teori. Jadi, epistemologi merupakan salah satu
cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula
pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan.
c.
Tentang ”Metode”( method )
Persoalan
tentang metode ( method ) menghasilkan cabang filsafat metologi atau kajian /
telaah dan penyusunan secara sistematik dari beberapa proses dan azas-azas
logis dan percobaan yang sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian
ilmiah; atau sebagai penyusun ilmu-ilmu vak.
d.
Tentang ”Penyimpulan”
Logika ( logis ) yaitu ilmu pengetahuan dan
kecakapan untuk berpikir tepat dan benar. Dimana berpikir adalah kegiatan
pikiran atau akal budi manusia. Logika sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu
logika ilmiah dan logika kodratiah. Logika bisa menjadi suatu upaya untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti : Adakah metode yang dapat digunakan
untuk meneliti kekeliruan pendapat? Apakah yang dimaksud pendapat yang benar?
Apa yang membedakan antara alasan yang benar dengan alasan yang salah? Filsafat
logika ini merupakan cabang yang timbul dari persoalan tentang penyimpulan.
e.
Tentang ”Moralitas” (
morality )
Moralitas menghasilkan cabang filsafat etika (
ethics ). Etika sebagai salah satu cabang filsafat menghendaki adanya ukuran
yang bersifat universal.
f.
Tentang ”Keindahan”
Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang
lahir dari persoalan tentang keindahan. Merupakan kajian kefilsafatan mengenai
keindahan dan ketidakindahan. Lebih jauhnya lagi, mengenai sesuatu yang indah
terutama dalam masalah seni dan rasa serta norma-norma nilai dalam seni.
2. Makna
Definisi ”makna” berdasarkan kesepakatan kelompok diskusi adalah :
Interpretasi/penafsiran subjektif terhadap sesuatu (bersifat
internal/eksternal) yang dihasilkan dari proses berfikir rasional/irrasional
sehingga dapat memberikan manfaat.
Makna merupakan salah satu unsur sarana ilmiah yang harus dikuasai oleh
seorang ilmuwan, supaya dalam uraian ilmiahnya mudah dipahami dan tidak
menimbulkan kesalahpahaman. Oleh karena itu istilah-istilah yang digunakan
harus dimaknai untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan istilah-istilah
tersebut, harus jelas dan singkat serta mudah dipahami.
3. Kebenaran Dalam Perspektif Filsafat Ilmu
Berbicara
tentang kebenaran ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu
sendiri sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Di samping
itu proses untuk mendapatkannya haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah.
Kriteria
ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat menjelaskan fakta dan realitas yang
ada. Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang berada dalam lingkup religi
ataupun yang metafisika dan mistik, ataupun yang non ilmiah lainnya. Di sinilah
perlunya pengembangan sikap dan kepribadian yang mampu meletakkan manusia dalam
dunianya.
Penegasan
di atas dapat kita pahami karena apa yang disebut ilmu pengetahuan diletakkan
dengan ukuran, pertama, pada dimensi fenomenalnya yaitu bahwa ilmu pengetahuan
menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk. Kedua,
pada dimensi strukturalnya, yaitu bahwa ilmu pengetahuan harus terstruktur atas
komponen-komponen, obyek sasaran yang hendak diteliti (begenstand), yang
diteliti atau dipertanyakan tanpa mengenal titik henti atas dasar motif dan
tata cara tertentu, sedang hasil-hasil temuannya diletakkan dalam satu kesatuan
sistem (Wibisono, 1982). Tampaknya anggapan yang kurang tepat mengenai apa yang
disebut ilmiah telah mengakibatkan pandangan yang salah terhadap kebenaran
ilmiah dan fungsinya bagi kehidupan manusia. Ilmiah atau tidak ilmiah kemudian
dipergunakan orang untuk menolak atau menerima suatu produk pemikiran manusia.
a.
Hakekat Kebenaran
Mencari
hakekat kebenaran mungkin sering kita ucapkan, tapi susah dilaksanakan. Yang
pasti bahwa benar” itu pasti “tidak salah”. Pertanyaan-pertanyaan kritis kita
di masa kecil, misalnya mengapa gajah berkaki empat, mengapa burung bisa
terbang, dsb kadang tidak terjawab secara baik oleh orang tua kita. Sehingga
akhirnya kita sering menganggap sesuatu sebagai yang memang sudah
demikian wajarnya. Banyak para ahli yang memaparkan ide tentang sudut pandang
kebenaran termasuk bagaimana membuktikannya. Masalah hakekat kebenaran ini bisa
diulas dari tiga sudut pandang yaitu: kebenaran ilmiah, kebenaran non-ilmiah
dan kebenaran filsafat.
Harus kita
pahami lebih dahulu bahwa meskipun kebenaran ilmiah sifatnya lebih sahih,
logis, terbukti, terukur dengan parameter yang jelas, bukan berarti bahwa
kebenaran non-ilmiah atau filsafat selalu salah. Malah bisa saja kebenaran
non-ilmiah dan kebenaran filsafat terbukti lebih “benar” daripada
kebenaran ilmiah yang disusun dengan logika, penelitian dan analisa ilmu
yang matang. Contoh menarik adalah kasus patung Kouros yang telah diteliti dan
dibuktikan keasliannya oleh puluhan pakar selama lebih dari 1,5 tahun di tahun
1983, bahkan juga dianalisa dengan berbagai alat canggih seperti mikroskop
elektron, mass spectrometry, x-ray
diffraction, dsb. Namun beberapa pakar lain (George Despinis, Angelos
Delivorrias) menggunakan pendekatan intuitif sebagai ahli geologi dan
mengatakan bahwa patung tersebut palsu karenaterlalu fresh, seolah tidak pernah
terkubur, kelihatan janggal. Akhirnya patung itu dibeli dengan harga tinggi
oleh museum J. Paul Getty di California dengan asumsi kebenaran ilmiah lebih
bisa dipertanggungjawabkan. Kenyataan kemudian membuktikan bahwa semua dokumen
tentang surat tersebut palsu, dan patung itu dipahat disebuah bengkel tempa di
Roma tahun 1980. Cerita ini menjadi pengantar buku bestseller berjudul Blink
karya Malcolm Gladwell.
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki tentang asal, sifat,
metode dan batasan pengetahuan manusia. Epistemologi berkaitan dengan
penguasaan pengetahuan dan lebih fundamental lagi bersangkutan dengan kriteria
bagi penilaian terhadap kebenaran dan kepalsuan, sehingga tepat apabila
dihubung-hubungkankan dengan metodologi.
Metode; adalah tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan yang
matang dan mapan, sistematis dan logis. Pada dasarnya metode ilmiah
dilandasi:
·
Kerangka pemikiran yang logis.
·
Penjabaran hipotesis yang merupakan deduksi dan kerangka pemikiran.
·
Verifikasi terhadap hipotesis untuk menguji kebenarannya secara faktual.
Jujun S Suriasumantri, mengemukakan akronim metode ilmiah yang dikenal
sebagai logicohypotetico verifikasi,
kerangka pemikiran yang logis mengandung argumentasi yang dalam menjabarkan
penjelasannya mengenai suatu gejala bersifat rasional. Lanigan, mengatakan bahwa dalam
prosesnya yang progresif dari kognisi menuju afeksi yang selanjutnya menuju
konasi, epistemology berpijak pada salah
satu atau lebih teori kebenaran.
b.
Teori Kebenaran
Tidak semua manusia mempunyai
persyaratan yang sama terhadap apa yang dianggapnya benar. Oleh sebab itu ada beberapa teori yang
dicetuskan dalam melihat kriteria kebenaran. Yang pertama adalah teori koherensi. Teori ini merupakan
menyatakan bahwa pernyataan dan kesimpulan yang ditarik harus konsinten dengan
pernyataan dan kesimpulan terdahulu yang dianggap benar. Secara sederhana dapat
disimpulkan bahwa berdsarkan teori koherensi suatu pernyatan dianggap benar
bila pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar. Matematika adalah bentuk pengetahuan yang
penyusunannya dilakukan pembuktian berdsarkan teori koheren
Paham lain
adalah kebenaran yang didasarkan pada teori
korespondensi. Bagi penganut teori korespondensi, suatu pernyataan adalah
benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi
(berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Maksudnya jika
seseorang menyatakan bahwa “ ibukota republik Indonesia adalah Jakarta” maka
pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat
factual yakni Jakarta memang ibukota republik Indonesia.
Teori Pragmatis dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1924) dalam sebuah makalah
yang terbit tahun 1878 yang berjudul “How to make Our Ideas Clear.” Teori
ini kemudian dikembangkan oleh para filsuf Amerika. Bagi seorang pragmatis,
kebenaran suatau pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut
bersifat fungisional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah
benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai
kegunaan praktis dalam kehidupan umat manusia. Kaum pragmatis berpaling kepada
metode ilmiah sebagai metode untuk mencari pengetahuan tentang alam ini yang
dianggapnya fungisional dan berguna dalam menafsirkan gejala-gejala alamiah. Kriteria pragmatisme ini juga dipergunakan
oleh ilmuwan dalam menentukan kebenaran dilihat dari perspektif waktu.
c.
Kebenaran Ilmiah
Kebenaran
yang diperoleh secara mendalam berdasarkan proses penelitian dan penalaran
logika ilmiah. Kebenaran ilmiah ini dapat ditemukan dan diuji dengan pendekatan
pragmatis, koresponden, koheren.
§ Kebenaran Pragmatis: Sesuatu (pernyataan) dianggap benar
apabila memiliki kegunaan/manfaat praktis dan bersifat fungsional dalam
kehidupan sehari-hari. Contohnya, Yadi mau bekerja di sebuah perusahaan minyak
karena diberi gaji tinggi. Yadi bersifat pragmatis, artinya mau bekerja di
perusahaan tersebut karena ada manfaatnya bagi dirinya, yaitu mendapatkan gaji
tinggi.
§ Kebenaran Koresponden: Sesuatu (pernyataan) dianggap benar
apabila materi pengetahuan yang terkandung didalamnya
berhubungan atau memiliki korespondensi dengan obyek yang dituju oleh
pernyataan tersebut. Teori koresponden menggunakan logika induktif, artinya
metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke
umum. Dengan kata lain kesimpulan akhir ditarik karena ada fakta-fakta
mendukung yang telah diteliti dan dianalisa sebelumnya. Contohnya, Jurusan
teknik elektro, teknik mesin, dan teknik sipil Undip ada di Tembalang. Jadi Fakultas Teknik Undip ada di Tembalang.
§ Kebenaran Koheren: Sesuatu (pernyataan) dianggap
benar apabila konsisten dan memiliki koherensi dengan pernyataan sebelumnya
yang dianggap benar. Teori
koheren menggunakan logika deduktif, artinya metode yang digunakan dalam
berpikir dengan bertolak dari hal-hal umum ke khusus. Contohnya, seluruh
mahasiswa Undip harus mengikuti kegiatan Ospek. Luri adalah mahasiswa Undip,
jadi harus mengikuti kegiatan Ospek.
d.
Kebenaran non-Ilmiah
Berbeda dengan kebenaran
ilmiah yang diperoleh berdasarkan penalaran logika ilmiah, ada juga kebenaran
karena faktor-faktor non-ilmiah. Beberapa diantaranya adalah:
·
Kebenaran
Karena Kebetulan: Kebenaran yang didapat dari kebetulan dan tidak ditemukan secara ilmiah.
Tidak dapat diandalkan karena kadang kita sering tertipu dengan kebetulan yang
tidak bisa dibuktikan. Namun satu atau dua kebetulan bisa juga menjadi
perantara kebenaran ilmiah, misalnya penemuan kristal Urease oleh Dr. J.S.
Summers.
·
Kebenaran karena Akal Sehat (Common Sense): Akal sehat adalah
serangkaian konsep yang dipercayai dapat memecahkan masalah secara praktis. Kepercayaan
bahwa hukuman fisik merupakan alat utama untuk pendidikan adalah termasuk
kebenaran akal sehat ini. Penelitian psikologi kemudian
membuktikan hal itu tidak benar.Â
·
Kebenaran Agama dan Wahyu: Kebenaran mutlak dan asasi dari Allah dan Rasulnya. Beberapa hal masih
bisa dinalar dengan panca indra manusia, tapi sebagian hal lain tidak.
·
Kebenaran
Intuitif: Kebenaran yang didapat dari proses luar sadar tanpa
menggunakan penalaran dan proses berpikir. Kebenaran intuitif sukar dipercaya
dan tidak bisa dibuktikan, hanya sering dimiliki oleh orang yang berpengalaman
lama dan mendarah daging di suatu bidang. Contohnya adalah kasus patung Kouros
dan museum Getty diatas.
·
Kebenaran
Karena Trial dan Error: Kebenaran yang diperoleh karena mengulang-ulang
pekerjaan, baik metode, teknik, materi dan paramater-parameter sampai akhirnya
menemukan sesuatu. Memerlukan waktu lama dan biaya tinggi.
·
Kebenaran
Spekulasi: Kebenaran karena adanya pertimbangan meskipun kurang
dipikirkan secara matang. Dikerjakan dengan penuh resiko, relatif lebih cepat
dan biaya lebih rendah daripada trial-error.
·
Kebenaran
Karena Kewibawaan: Kebenaran yang diterima karena pengaruh kewibawaan
seseorang. Seorang tersebut bisa ilmuwan, pakar atau ahli yang memiliki
kompetensi dan otoritas dalam suatu bidang ilmu. Kadang kebenaran yang keluar
darinya diterima begitu saja tanpa perlu diuji. Kebenaran ini bisa benar
tapi juga bisa salah karena tanpa prosedur ilmiah.
e.
Kebenaran Filsafat
Kebenaran yang diperoleh dengan cara
merenungkan atau memikirkan sesuatu sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, baik
sesuatu itu ada atau mungkin ada. Kebenaran filsafat ini memiliki proses
penemuan dan pengujian kebenaran yang unik dan dibagi dalam beberapa kelompok
(madzab). Bagi yang tidak terbiasa (termasuk saya) mungkin terminologi yang digunakan
cukup membingungkan. Juga banyak yang oportunis alias menganut madzab dualisme
kelompok, misal mengakui kebenaran realisme dan naturalisme sekaligus.
·
Realisme: Mempercayai sesuatu yang ada di dalam
dirinya sendiri dan sesuatu yang pada hakekatnya tidak terpengaruh oleh
seseorang.
·
Naturalisme: Sesuatu yang bersifat alami memiliki
makna, yaitu bukti berlakunya hukum alam dan terjadi menurut kodratnya sendiri.
·
Positivisme: Menolak segala sesuatu yang di luar
fakta, dan menerima sesuatu yang dapat ditangkap oleh pancaindra. Tolok ukurnya
adalah nyata, bermanfaat, pasti, tepat dan memiliki keseimbangan logika.
·
Materialisme
Dialektik: Orientasi berpikir adalah
materi, karena materi merupakan satu-satunya hal yang nyata, yang terdalam dan
berada diatas kekuatannya sendiri. Filosofi resmi dari ajaran komunisme.
·
Idealisme: Idealisme menjelaskan semua obyek dalam alam dan pengalaman sebagai pernyataan
pikiran.
·
Pragmatisme: Hidup manusia adalah perjuangan hidup terus menerus, yang sarat dengan konsekuensi
praktis. Orientasi berpikir adalah sifat praktis, karena praktis berhubungan
erat dengan makna dan kebenaran.
0 komentar:
Posting Komentar