Categories

Lesson 6

Blog Archive

Follower

Statistik

Get Gifs at CodemySpace.com

Pancasila Sebagai Ideologi Nasional


Suatu sistem filsafat pada tingkat perkembangan tertentu, melahirkan ideologi. Biasanya, ideologi lebih mengutamakan asas-asas kehidupan politik dan kenegaraan, sebagai satu kehidupan nasional yang esensinya adalah kepemimpinan, kekuasaan, kelembagaan dengan tujuan kesejahteraan. Secara teoritis filosofis, ideologi bersumber pada suatu sistem filfasat dan merupakan pelaksanaan sistem filsafat. Hal ini berarti suatu sistem filsafat dikembangkan dan dilaksanakan oleh suatu ideologi. Berdasarkan asas teoritis demikian, maka dalam kehidupan bangsa Indonesia bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila adalah falsafah hidup yang berkembang dalam sosio-budaya Indonesia. Nilai Pancasila yang telah terkristalisasi dianggap nilai dasar dan puncak (sari-sari) budaya bangsa.
Sedemikian mendasarnya nilai-nilai Pancasila dalam menjiwai dan memberikan watak (kepribadian, identitas) sehingga pengakuan atas kedudukan Pancasila sebagai filsafat adalah wajar. Sebagai ajaran filsafat, Pancasila mencerminkan nilai dan pandangan mendasar dan hakikat rakyat Indonesia dalam hubungannya dengan ; 
Ketuhanan, Kemanusiaan, Kenegaraan, Kekeluargaan dan Musyawarah serta Keadilan sosial.
Nilai dan fungsi filsafat Pancasila telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Ini  berarti, dengan kemerdekaan yang diperoleh bangsa dan negara Indonesia secara melembaga dan formal telah meningkatkan kedudukan dan fungsi Pancasila. Yakni, dari kedudukannya sebagai filsafat hidup ditingkatkan sebagai filsafat negara — dari kondisi sosio-budaya yang terkristalisasi menjadi nilai filosofis-ideologis yang kontitusional – (dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945).  Untuk lebih jelasnya perhatikan bagan berikut ini.



  • ancasila Ideologi Terbuka
Menurut Abdulkadir Besar dalam tulisannya tentang “Pancasila Ideologi Terbuka”, antara lain disebutkan bahwa pada umumnya khalayak memahami arti “terbuka” dari pernyataan “ideologi terbuka” adalah ideologinya yang bersifat terbuka. Oleh sebab itu, pernyataan “Pancasila adalah ideologi terbuka”, banyak difahami secara harfiah, yaitu ; berbagai konsep dari ideologi lain, terutama dari ideologi liberalisme, seperti ;”hak asasi manusia”, “pasar bebas”, “mayoritas tunggal”, “dualisme pemerintahan” beserta konsekuensi logiknya : “sistem oposisi liberal”, dan sebagainya serta merta (tanpa nalaran sedikitpun), dianggap dapat berlaku dengan sendirinya sebagai konsep yang inheren dari ideologi Pancasila.
Adanya anggapan umum yang demikian, dapat difahami karena adanya sebab-sebab sebagai berikut :
1.     Orang yang bersangkutan tidak atau belum faham betul mengenai ideologi Pancasila, dan
2.     Nilai instrinsik ideologi Liberalisme, yaitu “kebebasan individu” merupakan konsep yang teralir darinya tidak mereka sadari sebagai konsep ideologik, melainkan mereka persepsikan sebagai konsep yang bebas nilai yang mereka identikkan dengan konsep yang bersifat obyektif universal.
Bahwa semua konsep dari suatu ideologi, niscaya teralir secara deduktif-logik dari nilai instrinsik suatu ideologi yang bersangkuatan. Sebagai contoh, nilai instrinsik ideologi Liberaralisme (kebebasan individu), ideologi Komunis (hubungan produksi), dan ideologi Pancasila adalahkebersamaan. Berkenaan dengan hal tersebut, konsep dari suatu ideologi tidak dapat diberlakukan kepada ideologi yang lain. Bila hal ini dipaksakan, maka yang akan terwujud adalah cita-cita dari ideologi lain.
1.     a. Dimensi Ideologi Terbuka
Dalam pandangan Dr. Alfian, bahwa kekuatan suatu ideologi tergantung pada 3 (tiga) dimensi yang  terkandung di dalam dirinya, yaitu sebagai berikut:
1) Dimensi Realita
Bahwa nilai-nilai dasar di dalam suatu ideologi bersumber dari nilai-nilai riil yang hidup dalam masyarakat sehingga tertanam dan berakar  di dalam masyarakat, terutama pada waktu ideologi itu lahir. Dengan demikian, mereka betul-betul merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu adalah milik mereka bersama.
2) Dimensi Idealisme
Bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme, bukan lambungan angan-angan (utopia), yang  memberi harapan tentang masa depan yang  lebih baik melalui perwujudan atau pengalamannya dalam praktek kehidupan bersama mereka sehari-hari dengan berbagai dimensinya. Ideologi yang tangguh biasanya terjalin berkaitan, yang saling mengisi dan saling memperkuat antara dimensi realitas dan dimensi idealisme yang terkandung di dalamnya.
3) Dimensi Fleksibelitas (Pengembangan)
Bahwa ideologi tersebut memiliki keluwesan yang  memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang  relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakekat (jati diri) yang  terkandung dalam nilai-nilai dasarnya. Dimensi fleksibilitas atau dimensi pengembangan, sangat diperlukan oleh suatu ideologi guna memelihara dan memperkuat relevansinya dari masa ke masa.

0 komentar:

Posting Komentar