Pendahuluan
1. Bab ini memberi konteks historis pada kejadian-kejadian yang tercakup dalam bab-bab
pelanggaran dari Laporan ini. Bab ini didasarkan pada sumber-sumber primer dari Komisi ini
sendiri, dari pernyataan, wawancara dan kesaksian yang diberikan pada audiensi-audiensi
publik; dari bukti-bukti dokumenter yang tersedia bagi Komisi; dan dari analisis sumber-sumber
sekunder yang relevan. Pada umumnya bab ini terbatas pada ulasan singkat atas kejadiankejadian
penting, momen-momen dan titik-titik balik dalam periode mandat komisi yang relevan
terhadap konflik-konflik politik, upaya-upaya untuk menyelesaikan konflik ini, dan pelanggaran
hak asasi manusia yang terjadi dalam konflik-konflik ini. Dalam cakupan Laporan ini, tidak
mungkin untuk bisa memberikan penjelasan yang pasti mengenai berbagai persoalan kunci yang
terus menjadi dugaan sejarah mengenai masa ini dan kejadian-kejadian ini. Bukan tugas Komisi
ini untuk membuat penilaian-penilaian yang pasti seperti ini. Bab ini memang berupaya untuk
mengidentifikasi apa saja persoalan-persoalan ini, dan Komisi mendorong penelitian, penulisan
dan analisis lebih lanjut dari aspek-aspek penting dalam sejarah East Timor.
2. Analisis dan penulisan sejarah East Timor ini merupakan langkah penting dalam
pembangunan suatu bangsa, dan cara hal ini dilakukan akan mencerminkan masyarakat apa
yang akan ditumbuhkan oleh bangsa baru kita ini. Laporan Komisi didasarkan pada umumnya
atas pernyataan dan wawancara yang diberi oleh warga Timor biasa dari seluruh penjuru negeri,
dan berupaya untuk menarik suara mereka ke dalam sebuah dialog berkelanjutan untuk
membangun bangsa kita yang baru ini. Laporan ini tidak dimaksud untuk menjadi sejarah yang
eksklusif, yang hanya merekam pandangan dan pencapaian para pemimpin nasional, atau dari
salah satu pihak dalam pecaturan politik. Laporan ini didasarkan atas gagasan bahwa
perekaman dan analisis sejarah haruslah bersifat terbuka bagi informasi dan gagasan baru, dan
bagi informasi dan pandangan yang belum tentu populer secara politis. Walaupun sejarah adalah
sesuatu yang penting bagi pembangunan bangsa, suatu versi sejarah yang simplistis yang ingin
menyembunyikan segala kenyataan yang buruk atau menghilangkan kontribusi orang-orang dari
berbagai bidang kehidupan tidak akan dapat membangung bangsa yang kuat dan tangguh.
Penulisan sejarah yang mengakui kompleksitas, yang memberi ruang bagi suara-suara orang
yang sering terbungkam, dan yang membuka jalan bagi renungan terbuka dapat memberi
subangan dalam pembagunan suatu bangsa dimana gagasan mengenai kekuatan didasarkan
pada penghormatan orang lain, keberagaman dan demokrasi yang didasarkan pada kesetaraan
semua warga negaranya.
3. Penulisan sejarah East Timor adalah penting sebagai dasar bagi hubungan kita dengan
tetangga-tetangga internasional kita, khususnya Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh
sejarawan Indonesia Dr Asvi Warman Adam kepada Komisi pada audiensi nasional tentang
Penentuan Nasib Sendiri dan Komunitas Internasional:
Ingatan kolektif kedua bangsa akan menentukan sifat serta
kuat lemahnya hubungan antara kedua bangsa itu. Hal ini
akan tercermin dalam penulisan sejarah kedua bangsa
ini1.
4. Bab ini mulai dengan sebuah ulasan singkat tentang sejarah kolonial Timor-Leste di
bawah kekuasaan Portugal. Bab ini sengaja memberi penekanan pada periode menjelang konflik
internal Agustus-Spetember 1975 serta invasi Indonesia setelah itu. Ulasan ini membahas
kejadian-kejadian dan berbagai hubungan seputar proses dekolonisasi Timor Portugis, di dalam
wilayah ini, di Indonesia dan di dalam konteks regional dan geopolitis yang lebih luas. Hal-hal ini
- 6 -
penting bagi sebuah pemahaman akan penyebab konflik-konflik politik di Timor-Leste, berbagai
kesempatan yang hilang untuk menghindari perang dan mencari penyelesaian damai atas
persoalan politik berdasarkan prinsip hukum internasional, dan melibatkan aktor Timor, Indonesia
serta internasional.
5. Bagian-bagian berikutnya membahas kampanye militer besar-besaran oleh Indonesia
pada dasawarsa 1970-an dan 1980-an, serta upaya-upaya politiknya untuk mendapatkan
pengakuan internasional bagi pencaplokannya atas Timor-Leste. Bagian-bagian tersebut juga
membahas mengenai penderitaan warga Timor?Leste selama tahun-tahun perang yang gencar,
di gunung-gunung dan kamp-kamp pada tahun-tahun pemboman dan kelaparan yang
membinasakan penduduk. Bagian-bagian ini menelusuri pergeseran strategi oleh Fretilin/Falintil
setelah mereka hampir dihancurkan dalam kampanye tahun 1978, mengenai pertumbuhan
jaringan klandestin di kota-kota dan desa-desa di seluruh negeri dan ekpansi teritorial militer
Indonesia serta jaringan intelijen yang intensif. Tahun-tahun konsolidasi baik oleh pemerintahan
Indonesian maupun Resistensi, selama dasawarsa 1980-an, dijelaskan dengan fokus pada
upaya-upaya mengembangkan rasa persatuan nasional dan bangkitnya generasi baru pemuda
dalam perlawanan terhadap pendudukan.
6. Kejadian-kejadian seperti Pembantaian Santa Cruz, tertangkapnya Xanana Gusm?o dan
Penganugerahan Nobel Perdamaian pada dasawarsa 1990-an digambarkan sebagai titik-titik
balik dalam perjuangan bangsa Timor-Leste dalam mendapatkan pengakuan atas hak untuk
menentukan nasib sendiri. Bagian-bagian berikutnya membahas dampak krisis keuangan Asia di
Indonesia dan di Timor-Leste, serta intensifikasi upaya-upaya internasional di bawah Sekretaris
Jenderal PBB yang baru, Kofi Annan, untuk menemukan solusi bagi persoalan Timor-Leste.
Dengan kejatuhan Presdien Soeharto, bab ini menelusuri upaya di dalam Timor-Leste dan di
kancah internasional untuk mencari penyelesaian, serta munculnya milisi-milisi di Timor-Leste
ketika menjadi jelas bahwa hal ini dapat mencakup pilihan bagi warga Timor-Leste untuk memilih
merdeka. Bagian ini menggambarkan perkembangan pesat pada tahun 1999 menjelang
kesepakatan 5 Mei, dan kekerasan oleh milisi-TNI terhadap penduduk sipil menjelang
pengumuman hasil Konsultasi Rakyat. Masa UNAMET dan bagaimana Konsultasi Rakyat ini
dijalankan juga dijelaskan. Bab ini lebih lanjut membahas secara mendalam mengenai kegagalan
Indonesia untuk menjamin keamanan selama dan sesudah Konsultasi Rakyat, dan peran TNI
dan kelompok-kelompok milisi dalam peningkatan kekerasan di seluruh wilayah setelah
pengumuman Konsultasi Rakyat yang menolak paket otonomi khusus. Upaya-upaya orang-orang
Timor dan internasional untuk menjamin adanya intervensi untuk menghentikan kekerasan dan
untuk memastikan bahwa hasil Konsultasi Rakyat dihormati oleh Indonesia juga dijelaskan. Bab
ini berakhir dengan kedatangan Interfet serta kembalinya para pengungsi Timor-Leste secara
bertahap dari Timor Barat dan wilayah Indonesia lainnya, Portugal, Australia dan banyak negara
lain di dunia di mana mereka menyebar selama tahun-tahun konflik.
7. Harapan Komisi ialah bahwa sejarah singkat ini akan membantu pembaca memahami isi
dari bagian-bagian dan bab-bab yang lain dalam Laporan ini, dan bahwa hal ini akan mengilhami
generasi sejarawan Timor-Leste sekarang dan masa mendatang untuk terus bekerja dalam
memahami masa lalu kita sebagai bagian dari upaya yang berkesinambungan untuk membangun
masa depan yang didasarkan pada penghormatan pada sesama, pada hak asasi manusia, dan
pada rasa cinta damai.
3.2 Penjajahan Portugis atas Timor-Leste
Tinjauan
8. Keterlibatan Portugis di Timor dimulai pada abad-16 saat Portugis mencari kayu
cendana. Pada akhir abad-16 Gereja Katholik pertama dibangun di Lifau, Oecusse, yang menjadi
basis pemerintahan Portugis pertama di Timor. Portugis dan Belanda mempunyai hubungan
- 7 -
yang tegang sebagai dua kekuatan penjajah utama di kepulauan ini, dan pada abad-18 kekuatan
militer Belanda menjadi seimbang dengan kekuatan Portugis. Portugis memindahkan basisnya
ke Dili pada tahun 1771 dan semakin menitikberatkan upaya penjajahannya pada belahan timur
kepulauan ini. Pada paruhan kedua abad-19, Portugis secara paksa memperkenalkan tanaman
perdagangan seperti kopi di Timor dan berusaha mengkonsolidasikan pemerintahan kolonialnya
dengan menerapkan pajak dan kerja paksa, yang mendorong terjadinya sejumlah
pemberontakan rakyat Timor. Taktik penjajah untuk memecah-belah dan menguasai digunakan
untuk memecah-belah dan melemahkan kepemimpinan tradisional Timor.
9. Pada tahun 1913 batas wilayah kolonial antara Timor Portugis dan Timor Belanda
ditetapkan melalui sebuah keputusan oleh mahkamah internasional di Den Haag, yang dikenal
dengan nama Sentenca Arbital, di mana Portugis mengambil setengah bagian di Timur dan
wilayah kantong Oecusse. Pada abad-20, Portugal didonimasi oleh rejim otoriter Perdana
menteri Salazar. Timor merupakan wilayah jajahan Portugis paling terpencil, dan sebagian besar
pembangunan, baik fisik maupun politik, dilupakan.
10. Perang Dunia Kedua mendatangkan kekerasan yang luar biasa di Timor, saat Tentara
Sekutu mendarat di wilayah netral Timor Portugis yang diikuti oleh pasukan pendudukan Jepang.
Jumlah kematian di antara penduduk Timor mencapai antara 40.000 sampai 60.000 orang.
Setelah Perang Dunia Kedua, pemerintahan kolonial Portugis kembali. Timor tetap menjadi pulau
yang miskin meskipun relatif tenang sampai Revolusi Bunga pada tanggal 25 April 1974 akhirnya
membuka peluang untuk dekolonisasi di Timor-Leste.
11. Komisi mengidentifikasikan tiga dampak penting kolonisasi Portugis atas Timor-Leste.
Pertama, taktik penjajah mengadu domba berbagai kelompok sosial melemahkan aliansi politik
pribumi. Hal ini menghambat berkembangnya persatuan sebagai prasyarat untuk membangun
bangsa. Kedua, tradisi memerintah sendiri tidak berkembang. Sebagian besar masyarakat Timor-
Leste dibelenggu dalam sistem yang feodal. Ketiga, rezim penjajah Portugis tidak
mengembangkan atau melembagakan nilai-nilai demokrasi dan hak-hak asasi manusia, terlepas
dari telah adanya norma tradisional dan norma keagamaan dikembangkan oleh pihak gereja.
Oleh karena itu aktifitas politik yang muncul pada tahun 1974-75 menghadapi risiko distorsi dan
manipulasi yang luas. Semua faktor ini turut berperan dalam munculnya kekacauan dan konflik
internal yang terjadi selama proses dekolonisasi pada tahun 1975. Selama perang sipil pada
bulan Agustus 1975, Portugis menarik diri. Partai Fretilin keluar sebagai pemenang dalam perang
sipil tersebut, dan memulai suatu administrasi pemerintahan sementara yang hanya sebagian
berfungsi. Semua faktor-faktor ini turut berperan memuluskan invasi Indonesia ke Timor-Leste
pada tahun 1975 tanpa banyak protes internasional.
Kedatangan Portugis
12. Orang Portugis datang pertama kali ke Timor untuk mencari kayu cendana putih pada
awal abad ke-16. Setelah menaklukkan Malaka pada tahun 1511, misionaris Portugis
membangun gereja pertama di pulau ini tahun 1590. 2 Ini mengawali periode pemukiman di Lifau
(Oecusse) yang terletak di pantai utara bagian Barat Timor oleh para biarawan Fransiskan,
pedagang cendana dan Topasses, kelompok ras campuran berayahkan pelaut, pedagang dan
tentara Portugis, yang keturunannya masih ada di Timor sampai saat ini. Portugal telah
membentuk koloni di berbagai pulau lain di kawasan ini, tetapi semuanya tidak aman. Belanda
segera mengusir Portugis dari Malaka, Makasar di Sulawesi, dan pada tahun 1652, dari benteng
yang baru dibangun Portugis di Kupang, Timor bagian Barat, hanya lima tahun sesudah selesai
dibangun.*
* Perang Penfui antara kekuatan kolonial Portugis dan Belanda terjadi pada pertengahan abad ke-17, dan merupakan
suatu titik balik untuk Portugal. Penfui berada di sebelah utara kota Kupang, dekat dengan lokasi lapangan udaranya
sekarang. Kekalahan Portugal di tangan kekuatan tentara Belanda berarti bahwa para topasses dengan dukungan
- 8 -
13. Pada tahun 1702, Pemerintah Portugis secara resmi hadir di Lifau, dan memerintah
Timor dari koloninya di Goa. Pendekatan gubernur dengan memberikan pangkat militer kepada
raja-raja setempat (liurai) menciptakan suatu preseden bagi pemerintahan Timor yang akan
berlanjut hingga abad ke-20. Namun, Portugis menghadapi perlawanan dari para liurai yang
gemar menjelajah serta dari para Topasses, yang pada masa itu menguasai perdagangan
cendana dan, meskipun keturunan Portugis, mereka jarang mau bekerja sama. Karena tidak
mampu memantapkan kekuasaannya di Lifau, Portugis pindah ke Dili pada tahun 1769.
Kepindahan ini mempertemukan mereka dengan masyarakat Belu yang mendiami bagian timur
pulau ini.
Konsolidasi kekuasaan kolonial
14. Dari basis barunya di Dili, Portugis memiliki pengaruh dan kontrol geografis yang
terbatas atas Timor-Leste. Resistensi lokal dan kemampuan militer yang terbatas membatasi
kekuasaan Portugal di pantai utara untuk waktu yang cukup lama. Pada tahun 1851, Gubernur
Lopes da Lima memulai serangkaian perundingan rumit mengenai wilayah darat dengan pejabat
kolonial Belanda, yang melibatkan para liurai dan tanah-tanah warisan di sejumlah wilayah
perbatasan seperti Maucatar, lebih jauh di dalam Timor-Leste di Maubara, dan pulau Flores yang
dikuasai Portugis. Berbagai perundingan tersebut melahirkan prinsip pertukaran wilayah antara
Portugal dan Belanda dengan tujuan menetapkan garis batas berdasar pembagian timur-barat
pulau di antara kedua kekuatan kolonial. Hal ini meringankan beban Portugal karena tidak perlu
terlibat perang kolonial dengan Belanda, sehingga memungkinkannya memperkuat
kekuasaannya di bagian timur pulau tersebut. Pada tahun 1895 Portugal membentuk unit-unit
militer/pemerintahan di kesepuluh distrik di wilayah Timor-Leste. Oecussi ditambahkan sebagai
distrik kesebelas Timor-Leste.3 Portugal membangun barak militer, kantor, sejumlah sekolah,
rumah sakit dan penjara di distrik-distrik tersebut sebelum akhir abad ke-19. Gereja Katolik, yang
sempat dilarang selama 20 tahun sejak tahun 1834, dipulihkan kembali dan Uskup Medeiros
diterima dengan tangan terbuka.
15. Berbagai perundingan wilayah yang dimulai oleh Gubernur Lopes da Lima pada tahun
1851 berpuncak pada kesepakatan antara Portugal dan Belanda untuk membawa masalah
tersebut ke Mahkamah Internasional di Den Haag, dimana kesepakatan mengenai batas-batas
wilayah jajahan diputuskan dalam Sentenca Arbitral pada tahun 1913. Pertukaran wilayah
terakhir antara Belanda dan Portugal sesuai dengan keputusan tersebut terjadi pada tahun 19174
Hasilnya Timor-Leste menjadi satu-satunya wilayah kolonial Portugal di kepulauan ini, sehingga
Belanda menjadi kekuasaan kolonial yang mulai dominan.
16. Putusan akhir resmi mengenai batas-batas internasional antara Belanda dan Portugal
menjadi titik acuan yang sangat penting bagi masa depan politik Timor-Leste. Pada saat
Indonesia berjuang dan meraih kemerdekaan setelah Perang Dunia kedua, Indonesia mengklaim
wilayah nasionalnya di Perserikatan Bangsa-Bangsa berdasarkan bekas garis batas wilayah
jajahan Belanda. Atas dasar inilah Indonesia terus memperjuangkan dan akhirnya berperang
untuk merebut Irian atau Papua Barat pada dasawarsa 1960-an. Sementara pernah berkembang
sejumlah wacana mengenai suatu konsep ?Indonesia Raya? selama perjuangan kaum nasionalis,
yang meliputi wilayah Malaya dan Borneo Inggris, hal ini tidak pernah secara sungguh-sungguh
diajukan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam submisinya kepada Perserikatan Bangsa-
Bangsa mengenai klaim atas Irian pada akhir dasawarsa 1950-an, Indonesia secara eksplisit
tidak membuat klaim apapun terhadap Timor Potugis.5 Belakangan, pada tahun 1974-75, dan
dalam tahun-tahun sesudahnya, Pemerintah Indonesia tidak pernah secara sungguh-sungguh
mencoba untuk mengajukan klaim bahwa Indonesia memiliki klaim territorial atas wilayah Timor
Portugis terdahulu.
Portugis secara efektif diusir dari pelabuhan besar pulau tersebut di Kupang, sebagai bukti nyata kejayaan tentara
Belanda. Tempat peperangan tersebut juga terletak berdekatan dengan penjara di mana 69 tahanan politik dari Timor-
Leste diambil di tahun 1983, di dalam operasi setelah pembantaian Kraras. [Lihat Bab 7.4 Penahanan, Penyiksaan dan
Penganiayaan.]
- 9 -
17. Sama pentingnya dan bersumber dari hubungan kolonial ini, Pemerintah Portugal tidak
pernah melepaskan posisinya sebagai penguasa administrasi yang sah atas Timor-Leste selama
periode mandat Komisi. Ini memungkinkan persoalan Timor-Leste tetap hidup dalam agenda
Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai suatu wilayah yang tidak berpemerintahan sendiri, dan
suatu faktor yang secara fundamental membedakannya dengan perjuangan nasionalis atau
separatis lainnya dalam wilayah negara kepulauan Indonesia dalam abad ke-20.
Pemerintahan Portugis dan resistensi rakyat Timor
18. Portugis menjalankan pemerintahan tidak langsung melalui para liurai, yang kerja
samanya didapat Portugis dengan memberi mereka otonomi di wilayah mereka masing-masing.
Portugis memanfaatkan perseteruan antara para liurai. Dengan melakukan hal itu mereka dapat
mengakses kekuatan pasukan kecil mereka, atau kelompok-kelompok milisi* yang mereka
gunakan untuk memperbesar sumber daya militer mereka sendiri yang terbatas.6 Portugis
pertama kalinya menggunakan milisi para liurai yang loyal pada tahun 1642 dalam kampanye
memerangi Kerajaan Wehale,7 dan terus melakukan hal itu sampai penumpasan pemberontakan
Viqueque tahun 1959. Bagi Portugis, harga kebijakan memecah belah dan menguasai ini adalah
perlawanan kecil-kecilan yang terus menerus terhadap kekuasaan Portugis. Bagi rakyat East
Timor harganya adalah kelemahan dan perpecahan yang tak kunjung berakhir.
19. Kekuasaan dan kemakmuran Portugis menurun selama abad ke-17 dan 18. Dari semua
wilayah jajahannya, Timor Portugis adalah yang paling terpencil dan tidak penting. Portugis
membuat investasi ekonomi dan politik yang terbatas di wilayah ini. Menurunnya harga Cendana
mendorong Portugal untuk memperkenalkan tanaman pertanian baru pada abad ke-19 untuk
membangun sektor ekspor. Namun, ekonomi pertanian subsisten Timor Portugis hanya
menyisakan sedikit sekali tenaga kerja, yang dibutuhkan untuk tanaman pertanian jenis ini.
Sekitar tahun 1859 Gubernur Castro menerapkan penanaman paksa untuk tanaman
perdagangan baru ini, terutama kopi, tapi juga gandum dan spesies tanaman asing lainnya.
Portugal tetap menjajah Timor secara tidak langsung, yang membuat pemerintahan sulit diatur,
khususnya dengan adanya resistensi terhadap berbagai kebijakan ekonominya yang memaksa.
Gubernur Celestino da Silva melanjutkan sistem kerja paksa ini pada dasawarsa 1890-an dan
1900-an, dengan ciri khususnya yaitu pembangunan jalan. Kebijakan pajak yang mencekik dan
kerja paksa, yang keduanya merupakan akibat dari investasi Portugal yang terlalu sedikit di
wilayah jajahan ini, sangat tidak populer.
20. Resistensi para liurai muncul segera setelah pengangkatan seorang Gubernur di Lifau.
Pemberlakuan upeti, yang disebut finta, sekitar tahun 1710, memicu pemberontakan dan
kebencian yang terus berlanjut yang mempunyai andil dalam memaksa Portugis untuk pindah ke
Dili pada tahun 1769.8 Portugal tidak mengalami perlawanan yang berarti sampai ketika
Gubernur Castro menggunakan kekuatan militer untuk memaksakan penanaman kopi. Kebijakan
yang tidak populer ini memicu pemberontakan pada tahun 1861 yang diikuti oleh serangkaian
pemberontakan lokal yang dipimpin oleh para liurai terhadap berbagai ekses penjajahan.
Sebagai tanggapannya, pemerintahan Portugis memberlakukan kontrol langsung atas Timor-
Leste pada tahun 1895 ketika Gubernur Silva membentuk pemerintahan dan militer di seluruh
Timor-Leste, membagi wilayah tersebut menjadi sebelas distrik, termasuk daerah kantong
Oecusse.9
21. Akibatnya, Portugal memisahkan Timor dari Goa, menjadikannya sebuah distrik
pemerintahan terpisah pada tahun 1896. Namun demikian pemberontakan terus berlanjut. Yang
terakhir dan terbesar adalah pemberontakan yang dipimpin oleh liurai Manufahi, Dom
Boaventura, yang memberontak melawan pajak kepala pada tahun 1908. Resistensi Dom
Boaventura ini berawal dari pemberontakan yang dipimpin oleh ayahnya; liurai Dom Duarte
memimpin berbagai pemberontakan pada akhir abad ke-19 sampai Gubernur da Silva
* Dalam bahasa Portugis disebut moradores atau arraias.
- 10 -
menyerang kerajaan Same pada tahun 1895 dan Dom Duarte dipaksa untuk menyerah pada
tahun 1900. Setelah Gubernur da Silva mengganti finta dengan pajak kepala pada tahun 1908,
Dom Boaventura, anak Dom Duarte, memberontak pada tahun 1911. Pihak Portugis
mengerahkan pasukan tentara liurai yang amat besar yang berjumlah 12.000, serta
mendatangkan pasukan dari Mozambique, dan dengan kejam menumpas pemberontakan ini
pada tahun 1912. Aksi ini menciptakan suatu stabilitas, tetapi dengan harga kematian dan
penderitaan yang amat besar. Diperkirakan 25.000 orang meninggal dalam kampanye
menumpas pemberontakan ini.10 Dom Boaventura ditangkap dan diasingkan ke Pulau Atauro dan
meninggal di sana. Setelah itu Portugis memberikan kewenangan langsung pada desa (suco)
sebagai pemerintahan lokal, dengan demikian memotong kewenangan liurai, mengurangi
pengaruh mereka dan menetapkan kontrol Portugis yang lebih langsung terhadap semua daerah
di pedalaman Timor Portugis.
Timor Portugis pada Abad ke-20
22. Sepanjang abad ke-20, Portugal sendiri menghadapi ketidakstabilan di dalam negeri.
Pada tahun 1912, Kerajaan Portugis berubah menjadi sebuah republik, yang kemudian berganti
menjadi sebuah negara satu partai pada tahun 1928. Pada masa ini banyak orang Tionghoa
yang masuk wilayah koloni Timor Portugis, dan memulai peran mereka sebagai perantara usaha,
pengekspor dan pedagang. Melengkapi aktivitas ekonomi orang Tionghoa ini, meskipun
menghadapi banyak masalah di dalam negeri, Portugal membentuk SAPT (Sociedade Agricola
P?tria e Trabalho), sebuah konglomerat perdagangan yang membawa infrastruktur baru untuk
produksi dan ekspor.* Biarpun demikian, Timor Portugis tetap merupakan wilayah jajahan
terpencil yang berjalan dengan personil atau investasi yang minim dari Portugis. Pada tahun
1929, hanya terdapat 200 warga negara Portugis, ditambah 300 serdadu.11 Lisbon terus
memerintah melalui perantara lokal. Pada tahun 1930, Undang-Undang Kolonial Perdana Menteri
Salazar membentuk dewan perwakilan lokal yang pada dasarnya lemah, dan memungkinkan
penduduk lokal secara terbatas untuk memperoleh status kewarganegaraan Portugis.
Perang Dunia II
23. Setelah Jepang menyerang Pearl Harbour pada bulan Desember 1941, Australia
mengantisipasi bahwa Jepang akan menduduki Timor dan menggunakan Timor sebagai
pangkalan untuk melancarkan serangan terhadap Australia. Pasukan Australia, Inggris dan
Belanda mendarat di Dili pada tanggal 17 Desember 1941 dalam aksi yang disebut tindakan
pencegahan. Gubernur de Carvalho memprotes pelanggaran terhadap kenetralan Portugis.
Jepang menyerang Timor pada tanggal 19 Februari 1942. Masih menjadi bahan perdebatan
historis apakah pelanggaran yang dilakukan Tentara Sekutu terhadap kenetralan Portugis benarbenar
diperlukan untuk menangkal serangan Jepang, atau apakah kehadiran Australia di Timor
Portugis justru telah memancing militer Jepang ke wilayah yang sebetulnya tidak akan
diserangnya.12
24. Dampak perang tersebut terhadap rakyat Timor sungguh membinasakan. Antara 40.000-
60.000 penduduk Timor dilaporkan meninggal.13 Banyak yang dibunuh dan disiksa oleh tentara
Jepang karena dicurigai membantu gerilyawan Australia. Perbudakan seksual terhadap
perempuan Timor yang dilakukan oleh para tentara Jepang banyak terjadi. Selain itu wilayah ini
menjadi miskin akibat perang tersebut, dan benih perpecahan tersebar antara mereka yang
mendukung Jepang dan mereka yang mendukung pasukan kecil gerilya Australia. Komisi
mendengar kesaksian mengenai dampak berkepanjangan dari konflik ini terhadap masyarakat
Timor dalam audiensi publik mengenai konflik internal tahun 1974-76.14 Tidak pernah ada
penyelidikan internasional mengenai berbagai kejahatan perang yang dilakukan oleh kedua
negara yang menduduki, dan tidak pernah ada reparasi perang kepada orang-orang Timor.15
* SAPT dijalankan oleh perusahaan kontraktor Brazil yang bernama Moniz da Maia Serra e Fortunato.
- 11 -
Gerakan internasional untuk dekolonisasi dan posisi Portugal
25. Pasal 73 dalam Piagam PBB tahun 1945 menyerukan kepada negara-negara penjajah
untuk memberikan perhatian serius kepada berbagai aspirasi negara-negara jajahannya dan
secara bertahap memberikan otonomi. Kesepakatan internasional ini terus berkembang sejalan
dengan sebagian besar penjajah memberikan kemerdekaan kepada wilayah-wilayah jajahannya
setelah Perang Dunia Kedua, dan diungkapkan melalui berbagai mekanisme seperti Sidang
Umum PBB yang pada tahun 1960 mengakui penjajahan sebagai pengingkaran terhadap hakhak
asasi manusia.* Pada tahun 1960 Timor Portugis dicantumkan sebagai Wilayah Tidak
Berpemerintahan Sendiri dalam Komite Dekolonisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang
mengakui hak penentuan nasib sendiri rakyat Timor, yang tetap relevan sampai Konsultasi
Rakyat yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1999.
26. Menanggapi kesepakatan internasional yang semakin berkembang mengenai pentingnya
dekolonisasi ini, Portugal merubah penyebutan wilayah-wilayah jajahannya sebagai ?provinsi
seberang lautan? pada tahun 1951. Hal itu merupakan sebuah langkah paternalistik yang
dirancang untuk ?memberadabkan? rakyat jajahannya dan meredam kritik, namun tidak merubah
banyak. Hal ini khususnya terjadi di Timor Portugis, yang tetap sangat terisolasi. Tidak pernah
ada gerakan kemerdekaan seperti yang terjadi di wilayah jajahan Portugal di Afrika. Sebaliknya,
kehidupan orang-orang Timor-Leste pada tahun 1950-an masih jauh dari beradab. Pastor
Martinho da Costa Lopes mengatakan bahwa selama 400 tahun penjajahan Portugis tidak satu
pun pengacara, insinyur atau dokter yang lahir di Timor.16 Sangat sedikit orang pribumi Timor
yang menikmati hak yang sama dengan penjajahnya, dan terus diperlakukan dengan buruk dan
hak atas kepemilikan mereka terus dilanggar oleh Portugis.17 Dalam suatu kesempatan, Uskup
Carlos Belo membicarakan tentang hal ini:
Saya sering melihat orang Portugis mengambil tuak dari
penduduk asli yang sebenarnya untuk dijual tanpa
membayar, padahal orang pribumi itu sudah berjalan jauh
ke pasar untuk menjual tuaknya dan berharap
mendapatkan sedikit uang untuk dibawa kembali ke
desanya. Mereka ditindas, tapi tidak membela dirinya.
Setiap kali saya melihat hal ini hati saya sakit dan saya
menangis di dalam hati. Tetapi saya tidak bisa berbuat
apa-apa.18
27. Meskipun penggunaan pecut dan pentungan dilarang oleh Portugis pada tahun 1956,
kebiasaan mencambuk terus terjadi.19 Xanana Gusm?o pernah mengatakan:
Saya melihat tahanan dicambuk di pos-pos [pemerintah].
Mereka mengerang kesakitan karena dipaksa berdiri di
batu karang, yang panas karena terik matahari, dengan
kaki yang dirantai. Kadang-kadang ketika saya jalan-jalan
dengan teman-teman sekolah?anak-anak liurai?saya
juga melihat pejabat atau orang lokal dikirim dalam
kelompok-kelompok atau kembali dengan orang-orang
yang bersimbah darah, karena mereka tidak datang untuk
kerja paksa membangun jalan, atau bekerja sebagai asulear
[sic] [buruh] di lahan para penjajah, orang Cina atau
orang Timor yang sudah bercampur.20
* Resolusi Sidang Umum PBB 1514 (XV), 1960: ?Deklarasi Pemberian Kemerdekaan kepada Negara-negara dan Rakyat
Jajahan.?
- 12 -
28. Pada tahun 1959, sekelompok orang Indonesia yang diasingkan terlibat dalam suatu
pemberontakan di Viqueque melawan pemerintahan kolonial Portugis. Portugis mengetahui
rencana tersebut dan menghancurkannya dengan bengis, mengakibatkan pertumpahan darah
hebat. Latar belakang dari berbagai peristiwa tersebut sampai sekarang sebagian besar tetap
tidak diketahui. Sebuah laporan resmi Portugis dari masa itu menyalahkan Indonesia atas
terjadinya pemberontakan tetapi masih belum pasti apakah memang demikian kejadiannya.
Setelah berbagai peristiwa tersebut, pada tahun 1959, pemerintah Portugis membuka cabang
polisi rahasia (Pol?cia Internacional e de Defesa do Estado, PIDE) di Dili untuk memonitor
kegiatan Indonesia dan sentimen anti Portugis21
Rencana pembangunan Portugis dan berkembangnya sentimen anti penjajah
29. Pada tahun 1953 pemerintah pusat Portugal mulai menjalankan serangkaian rencana
pembangunan* dengan maksud untuk menghidupkan kembali ekonomi dalam negerinya yang
stagnan. Di Timor Portugis rencana ini mencakup meningkatkan produksi dan ekspor kopi,
eksplorasi pertambangan, dan pembangunan pariwisata di Timor Portugis. Perbaikan
infrastruktur mencakup pembangunan jalan, perbaikan pelabuhan Dili dan pelabuhan udara
Baucau, serta listrik dan sistem air bersih di Dili.22 Pada tahun 1975, terdapat 17-18 dokter yang
bekerja di rumah sakit Dili dan berbagai klinik di daerah.23
30. Namun demikian, kesempatan penduduk Timor-Leste untuk memperoleh pendidikan
tetap terbatas selama masa penjajahan Portugis. Anak-anak liurai mulai dapat merasakan
pendidikan dasar pada tahun 1860, kemudian pada tahun 1904 para Jesuit membuka sebuah
sekolah misionaris di Soibada dan menjadi sebuah tempat pembelajaran yang penting untuk
rakyat Timor dari seluruh wilayah negeri.? Meski demikian, pendidikan ala Barat masih
merupakan hak eksklusif warga negara Portugis dengan sedikit pengecualian. Pada tahun 1964,
hanya sepuluh orang Timor yang memiliki gelar.24 Menurut data statistik Portugis, antara tahun
1950 dan 1970, pendaftaran di pendidikan dasar meningkat sepuluh kali lipat, dari 3.249 menjadi
32.937.25 Sensus tahun 1970 menunjukkan sekitar 10 persen penduduk yang bisa baca tulis di
wilayah koloni ini,? dimana waktu itu pemerintah Portugal telah membangun sebuah sekolah
menengah di Dili, Liceu Dr Francisco Machado, dengan 767 murid.26 Renungan mengenai
terbatasnya kesempatan atas pendidikan di negeri ini terlihat dari kenyataan bahwa para pelopor
utama gerakan kemerdekaan Timor-Leste sebagian besar adalah didikan seminari.
31. Semakin menyadari ketimpangan yang terjadi, generasi orang-orang Timor yang
terpolitisasi dan yang baru muncul juga merasa frustasi dengan ketiadaan sarana politik untuk
menyalurkan aspirasi rakyat Timor. Orang-orang Timor mempunyai peran yang kecil dalam
mengatur urusan wilayah jajahan ini. Gubernur provinsi ini mewakili pemerintah Portugis, bukan
mewakili rakyat Timor, dan memegang kekuasaan eksekutif yang luas. Meskipun terdapat
Dewan Legislatif yang beranggotakan 11 orang, hanya tiga orang wakil yang dipilih. Dewan tidak
mungkin dapat mewakili aspirasi rakyat, dan hanya memiliki kewenangan yang terbatas.27
Meskipun ada resolusi PBB yang mendesak Portugal untuk memberikan kebebasan politik
kepada wilayah-wilayah jajahannya,28 rezim Salazar dan kemudian Caetano mengingkari
demokrasi bagi warga negaranya sendiri, apalagi bagi rakyat jajahannya. Keadaan ini baru
berubah seiring naiknya Jenderal Sp?nola ke tampuk kekuasaan setelah Revolusi Bunga pada
tanggal 25 April 1974.
* Plano de Fomento.
? Sekolah-sekolah, Col?gio Nuno Alveres Pereira (untuk laki-laki) dan Imaculada da Concei??o (untuk perempuan)
tersebut mengadakan perayaan 100 tahunnya pada tahun 2004.
? Prosentase buta huruf di Dili adalah 14% dan di kota-kota distrik lain 45%.
- 13 -
3.3 Perubahan di Portugal dan proses dekolonisasi
Tinjauan
32. Gerakan pembebasan nasional dasawarsa 1960-an di berbagai koloni Portugal di Afrika
berubah menjadi perjuangan bersenjata untuk mencapai kemerdekaan. Terpaksa terlibat secara
serempak dalam beberapa perang terpisah di sejumlah wilayah yang berjauhan, Portugal, negara
kecil yang relatif miskin mengalami tekanan politik dan ekonomi yang luar biasa pada saat
negara ini semakin mengandalkan Eropa untuk masa depan ekonominya. Pada tahun 1968,
setelah 40 tahun berkuasa, Perdana Menteri Salazar yang otoriter digantikan oleh Marcelo
Caetano, yang gagal menemukan jalan keluar bagi berbagai konflik bersenjata yang semakin
menguras dana tersebut. Putus asa dengan berbagai kegagalan ini, Gerakan Angkatan
Bersenjata (Movimento das For?as Armadas, MFA) muncul dalam tubuh militer dan pada tanggal
25 April 1974 memimpin sebuah kudeta yang berhasil menggulingkan rezim Caetano tanpa
pertumpahan darah, yang dikenal dengan nama Revolusi Bunga. Meskipun MFA telah membuka
jalan untuk dekolonisasi, MFA juga menyebabkan terjadinya pergolakan politik di Portugal
selama beberapa tahun. Kekacauan ini dan tersitanya perhatian Portugal pada wilayah
jajahannya yang lebih besar di Afrika, merupakan faktor penting penyebab kegagalan Portugal
untuk memberikan perhatian yang layak kepada dekolonisasi di wilayah jajahannya yang paling
jauh, Timor.
MFA dan Revolusi Bunga
33. Pada awal dasawarsa 1960-an gerakan kemerdekaan di wilayah-wilayah jajahan
Portugal di Afrika mulai melakukan perjuangan bersenjata. MPLA (Movimento Popular de
Liberta??o de Angola) di Angola mengangkat senjata pada tahun 1961, diikuti oleh PAIGC
(Partido Africano da Independ?ncia da Guin? e Cabo Verde) di Guinea Bissau pada tahun 1963
dan Frelimo (Frente de Liberta??o de Mo?ambique) di Mozambique pada tahun 1964. Goa,
koloni Portugis, ?dibebaskan? oleh pasukan India pada tahun 1961.29 Memerangi tiga perang
sekaligus sangat membebani Portugal secara keuangan dan militer. Pada saat yang sama,
setelah bergabung dengan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (European Free Trade
Association, EFTA) pada tahun 1961, Portugal menjadi semakin terikat dengan Eropa secara
ekonomi dengan akibat terlantarnya wilayah-wilayah jajahannya di Afrika. Pada awal dasawarsa
1970-an berbagai kebijakan ekonomi proteksionis yang dirancang untuk membantu
mengembangkan perdagangan dan investisasi dengan wilayah-wilayah jajahannya tidak lagi
sesuai dengan kepentingan para konglomerat Portugis yang perhatiannya semakin mengarah ke
Eropa.
34. Karena telah hilang kepercayaannya pada kemampuan Salazar, kemudian Caetano
untuk menemukan pemecahan atas perang di Afrika, angkatan bersenjata berpaling pada
Jenderal Antonio Sp?nola, yang adalah rekan dekat Caetano. Ant?nio Sp?nola pernah
mengusulkan sebuah program reformasi, yang ditolak oleh Caetano. Untuk menyebarluaskan
gagasan-gagasannya, Sp?nola menerbitkan sebuah buku berjudul Portugal and its Future
(Portugal dan Masa Depannya), yang mengusulkan sebuah penyelesaian atas perang kolonial
melalui Konsultasi Rakyat tentang hubungan federasi dengan Portugal. Ketika MFA berdiri pada
tanggal 5 Maret 1974, gerakan tersebut memilih Jenderal Sp?nola sebagai pemimpinnya, dan
pada waktu MFA melancarkan Revolusi Bunga pada tanggal 25 April 1974, Sp?nola dipilih oleh
Gerakan tersebut sebagai presiden.
Dekolonisasi yang cepat, kekacauan di Portugal
35. Meskipun Revolusi Bunga pada awalnya berjalan dengan mulus di Portugal, bulan-bulan
dan tahun-tahun setelahnya merupakan masa ketidakstabilan politik, dimana beberapa
- 14 -
pemerintahan minoritas berturut-turut terbentuk, dan runtuh, sampai Partai Sosialis berkuasa
pada tahun 1982. Ketidakstabilan ini membatasi kemampuan Portugal untuk secara efektif
menangani berbagai peristiwa yang terjadi di Timor. Dengan destabilisasi aktif yang dilancarkan
oleh Indonesia, pemerintah Portugal tidak mampu menjalankan proses dekolonisasi.
36. Pada bulan April 1974, MFA segera membentuk Dewan Penyelamat Nasional (Junta de
Salva??o Nacional, JSN) dan mengangkat Sp?nola sebagai pemimpinnya. Manifesto JSN
mengusulkan demokratisasi di dalam negeri Portugal, termasuk pembubaran polisi rahasia,
PIDE, dan pembebasan para tahanan politik. Mengenai masalah kolonial Manifesto JSN secara
samar menyerukan sebuah pemecahan secara politik melalui suatu debat nasional yang
mengarah pada suatu pemecahan secara damai,30 namun menghindari penyebutan penentuan
nasib sendiri dan otonomi.31 Presiden Sp?nola membentuk sebuah pemerintahan sementara yang
baru pada tanggal 15 Mei 1974, dengan Adelino de Palma Carlos sebagai Perdana Menteri.
Pada hari yang sama pemerintahan tersebut mengeluarkan Dekrit No.203/1974, yang
mengemukakan sebuah kebijakan dekolonisasi. Dekrit tersebut mengikat pemerintah untuk
melakukan suatu penyelesaian politik berdasarkan prinsip penentuan nasib sendiri.32
37. Solusi federal Sp?nola tidak memperoleh dukungan yang berarti. Di Portugal opini publik
semakin condong memilih mundur dari wilayah-wilayah jajahan mereka. Sadar akan keunggulan
militer mereka atas militer Portugis yang terkepung, wilayah jajahan Guinea-Bissau dan
Mozambique tidak berniat untuk melakukan kompromi mengenai tuntutan mereka untuk
merdeka. Beberapa anggota kabinet yang berpengaruh, termasuk Menteri Luar Negeri dan ketua
Partai Sosialis, M?rio Soares, juga memilih kemerdekaan sebagai jalan keluar.
38. Pada pertengahan tahun 1974 bahkan dalam tubuh MFA sendiri dukungan untuk
federasi semakin melemah, dan penarikan secepatnya menjadi opsi militer yang lebih disukai.
Berbagai tekanan ini berbuntut pengunduran diri Palma Carlos sebagai Perdana Menteri, dan
penggantiannya oleh Vasco Gon?alves. Pada tanggal 27 Juli pemerintahan yang baru
mengeluarkan Undang-Undang No. 7/1974 mengakui kemerdekaan sebagai suatu hasil yang
bisa diterima dalam proses penentuan nasib sendiri di dalam wilayah-wilayah jajahan Portugal.33
Pergeseran kebijakan ini berbuntut dengan pengunduran diri Sp?nola pada bulan September
1974. Dalam waktu satu tahun lima wilayah jajahan Portugal di Afrika telah meraih kemerdekaan.
39. Setelah mengambil alih kekuasaan pada bulan April 1974, MFA telah melakukan
pembersihan terhadap unsur-unsur yang mereka anggap reaksioner dalam pemerintahan sipil
Portugis. MFA dengan cepat mengganti semua gubernur di wilayah-wilayah jajahannya di Afrika,
tapi lebih lambat dalam melakukan tindakan yang sama di Timor Portugis. Meskipun dia telah
membuat pidato yang mengkritik MFA atas radikalismenya, hanya dua hari sebelum tanggal 25
April, Gubernur Timor Portugis, Alves Aldeia, tetap menduduki jabatannya hingga tiga bulan
kemudian. Perhatian Portugal pada waktu itu dan yang mengakibatkan terlantarnya Timor
dirangkum oleh Gubernur Portugis terakhir untuk Timor, Mayor Jenderal M?rio Lemos Pires,
dalam kesaksian yang ia berikan kepada Komisi:
Bangsa Portugis yang muncul dari revolusi tersebut adalah
bangsa yang lemah, tidak terpadu, dengan segala
kesulitan dan tanpa kredibiltas di antara para mantan
sekutu [Barat] nya. Bangsa ini sangat khawatir tentang
revolusinya dan berupaya untuk mencapai stabilitas politik,
mengurusi warga negaranya yang datang dari Afrika dan
dengan tegas memutuskan untuk mengakhiri perang di
negara-negara Afrika?Apa yang orang Portugis pikir
tentang Timor-Leste pada tahun 1974, setelah revolusi?
Nihil, tidak banyak, sedikit. Nihil. Pikiran mereka adalah
tentang revolusi dan keluarga mereka di wilayah-wilayah
Afrika.34
- 15 -
Dampak Revolusi Bunga di Timor Portugis
40. Di Timor berita tentang Revolusi Bunga disambut dengan perasaan yang campur aduk
antara kegembiraan dan kekhawatiran. Komisi mendengarkan kesaksian dari berbagai tokoh
orang Timor utama dalam audiensinya mengenai Konflik Politik Internal tahun 1974-76. Mereka
mengisahkan tentang kegembiraan yan ditimbulkan oleh berbagai peristiwa di Lisbon dan
berbagai wilayah jajahan lainnya di kalangan orang-orang muda yang tertarik politik. Tapi pada
umumnya mereka juga setuju bahwa masyarakat Timor tidak siap karena sejarahnya untuk
terlibat dalam kegiatan politik35
41. Pada awal bulan Mei 1974, ketika Gubernur Alves Aldeia bertanya kepada JSN di Lisbon
untuk menjelaskan kebijakan kolonialnya yang baru, ia diistruksikan untuk bertindak sesuai
dengan prinsip-prinsip program MFA dan, dengan mempertimbangkan berbagai kondisi
setempat, berupaya untuk tidak memperburuk hubungan dengan Indonesia.
42. Pada tanggal 13 Mei Alves Aldeia membentuk Komisi Timor untuk Penentuan Nasib
Sendiri yang, antara lain, mendorong terbentuknya serikat-serikat sipil.36 Pada akhir bulan Mei,
Mayor Arn?o Metello, Kepala Staf militer setempat, ditunjuk sebagai perwakilan MFA di koloni
tersebut.37
43. Bertolak belakang dengan sikapnya terhadap wilayah-wilayah jajahannya di Afrika,
Pemerintah Portugis cenderung menganggap kemerdekaan Timor Portugis tidak realistis. Pada
tanggal 3 Agustus 1974 Menteri Koordinator Antar Wilayah, Ant?nio de Almeida Santos,
keberatan dengan kemerdekaan penuh Timor Portugis, dan menyatakan federasi sebagai pilihan
yang paling realistis.38 Pendapat ini memicu reaksi keras dari serikat-serikat politik orang-orang
Timor yang baru terbentuk, UDT dan Fretilin.* Akan tetapi pada hari yang sama, pemerintah
Portugis mengajukan sebuah memorandum kepada Sekretaris Jenderal PBB yang mengakui hak
penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan semua wilayah di bawah kekuasaannya, posisi yang
dikuatkan kembali dua bulan kemudian oleh Menteri Luar Negeri Portugal, Mario Soares, di
hadapan Majelis Umum PBB.39 Hak penentuan nasib sendiri untuk semua wilayah jajahan juga
dicantumkan sebagai suatu kewajiban bagi negara Portugal dalam konstitusi tahun 1975.
Ketentuan ini terbukti menjadi penting dalam melanjutkan komitmen resmi Portugal atas
penentuan nasib sendiri rakyat Timor-Leste dalam tahun-tahun selanjutnya yang berat.
Pembentukan partai-partai politik di Timor Portugis
44. Komisi mendengarkan kesaksian yang menggambarkan bagaimana Revolusi Bunga
segera menggelorakan perhatian rakyat Timor mengenai masa depan politik wilayah tersebut.
Domingos Oliveira, yang menjadi Sekretaris Jenderal UDT pada masa itu, menggambarkan
fenomena tersebut:
Sebelum tanggal 25 April di Timor, kita biasa bicara
tentang pacar-pacar kita, sepak bola dan hal-hal semacam
itu di kafe dan restoran, sambil minum bir dan bertemu
teman-teman. Setelah 25 April, kita hanya bicara tentang
konsekuensi 25 April. Apa yang harus kita sebagai orang
Timor lakukan? Apa yang semestinya dilakukan dalam
situasi baru seperti ini?40
45. Di Dili orang-orang Timor yang tertarik politik mulai memikirkan pembentukan serikatserikat
politik, dan mengadakan berbagai pertemuan untuk membahas prinsip-prinsip dan
* Domingos Oliveira, mantan Sekjen UDT, memberi kesaksian tentang perasaan marah rakyat Timor dengan pernyataan
ini, di Audiensi Publik Nasional CAVR tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003.
- 16 -
asasnya. Begitu terbentuk, serikat-serikat tersebut secara efektif berfungsi sebagai partai-partai
politik, meskipun secara teknis partai-partai politik masih dilarang beroperasi.41
46. Serikat yang pertama terbentuk adalah Uni Demokratik Timor (Uni?o Democratica
Timorense, UDT), yang didirikan pada tanggal 11 Mei 1974. Para pendirinya cenderung
konservatif secara politik dan banyak di antaranya memiliki hubungan dengan penguasa kolonial
Portugis, yang mencerminkan keistimewaan status dan fungsi sosial mereka sebagai perantara
antara orang-orang Timor dan penjajah Portugis. Presiden pertama UDT adalah Francisco Lopes
da Cruz. Para pendiri yang lain yaitu C?sar Augusto da Costa Mouzinho sebagai Wakil Presiden,
Carrascal?o bersaudara Manuel, M?rio and Jo?o Carrascal?o, serta Domingos de Oliveira,
Sekretaris Jenderal serikat tersebut. Manifesto awal UDT mengusulkan ?otonomi progresif? di
bawah Portugal, meskipun UDT juga mendukung hak untuk penentuan nasib sendiri. UDT
mengumumkan perubahan posisinya pada tanggal 1 Agustus 1974 ketika menyatakan bahwa
tujuan akhirnya adalah kemerdekaan setelah satu periode federasi dengan Portugal. UDT juga
secara spesifik menolak integrasi dengan negara lain.42 Pergeseran UDT menunjukkan partai ini
bisa berubah-ubah, dalam hal ini menanggapi perubahan dalam tatanan politik di Portugal dan
kenyataan bahwa nasionalisme merupakan kekuatan yang semakin berkembang di dalam Timor.
47. Sembilan hari setelah berdirinya UDT, pada tanggal 20 Mei, Asosiasi Sosial Demokratik
Timor (Asocia??o Social Democrata de Timor, ASDT) didirikan. Para pendiri ASDT sebagian
besar adalah pemuda Timor yang terpelajar, dari beragam latar belakang; beberapa dari dalam
pemerintahan Portugis, yang lain dari kelompok bawah tanah anti penjajah pada awal tahun
1970-an. Karena lebih tua dan lebih dikenal ketimbang para pendiri asosiasi yang berusia muda,
Francisco Xavier do Amaral diangkat sebagai Presiden. Para tokoh kunci yang lain termasuk
M?ri Alkatiri, Jos? Ramos Horta, Nicolau Lobato dan Justino Mota. ASDT menerbitkan
manifestonya pada tanggal 22 Mei, yang menegaskan hak untuk merdeka, dan sikap anti
penjajahan dan nasionalisnya. Asosiasi itu juga menyatakan komitmennya untuk suatu kebijakan
?bertetangga baik? dengan negara-negara kawasan ini tanpa merugikan kepentingan rakyat
Timor.
48. Serikat ketiga yang terbentuk adalah Asosiasi Rakyat Demokratik Timor (Associa??o
Popular Democr?tica Timorense, Apodeti), yang didirikan pada tanggal 27 Mei. Rencana awalnya
adalah menamakan serikat tersebut Asosiasi untuk Integrasi Timor dengan Indonesia, namun
meskipun nama ini secara lugas dapat menjabarkan tujuan utama Apodeti, nama itu tampaknya
dianggap terlalu transparan. Presiden pendiri asosiasi ini adalah Arnaldo dos Reis Ara?jo, tapi
ahli strateginya adalah Jos? Fernando Os?rio Soares, yang keluar dari ASDT untuk menjadi
Sekretaris Jenderal Apodeti. Tokoh penting lain adalah pemilik perkebunan kopi, Hermenegildo
Martins. Liurai Atsabe, Guilherme Maria Gon?alves, bergabung dengan Apodeti tidak lama
setelah pembentukannya, dengan membawa pendukung yang berasal dari basis kekuasaan
regionalnya. Konsul Indonesia di Dili, Elias Tomodok, menjadi penghubung penting untuk saran
dan dukungan keuangan bagi Apodeti selama periode tahun 1974-75.43 Manifesto Apodeti
menyatakan tujuan integrasi yang bersifat otonom dengan Indonesia, sesuai hukum
internasional, meskipun hal ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar Indonesia. Senada
dengan dua partai besar yang lain, Apodeti mengutuk sejumlah keburukan dalam pemerintahan
Portugis seperti korupsi dan diskriminasi, dan juga berjanji akan menghormati hak-hak asasi
manusia dan kebebasan individu.
49. Tiga partai politik yang lebih kecil didirikan beberapa waktu setelah tiga partai politik yang
pertama. Jos? Martins, salah satu pendiri Apodeti, keluar dari Apodeti dan mendirikan sebuah
partai para monarki (liurai), Asosiasi Putera Pejuang Timor (Klibur Oan Timor Aswain, KOTA)
pada tanggal 20 November 1974.44 Martins sempat dikenal berkarir sebagai propagandis untuk
pendudukan Indonesia, dan seorang kolaborator utama bagi intelijen Indonesia (Bakin) pada
tahun 1975. Partai Buruh (Trabalhista), didirikan pada bulan September 1974 dan mempunyai
tujuan kemerdekaan melalui federasi transisi dengan Portugal.45 Partai yang ketiga, Asosiasi
Demokratik untuk Integrasi Timor-Leste dengan Australia (Aditla), mengajukan bergabung
dengan Australia, tetapi menghilang begitu Australia menolaknya pada bulan Maret 1975.46
- 17 -
50. Segera menjadi jelas bahwa UDT dan ASDT adalah dua partai yang memiliki dukungan
rakyat di wilayah Timor-Leste.
- 18 -
3.4 Suasana internasional dan kebijakan Indonesia terhadap Timor
Portugis
Tinjauan
51. Kesempatan dekolonisasi Timor Portugis muncul pada saat yang penting dalam Perang
Dingin. Kemenangan Vietnam Utara di Vietnam pada bulan April 1975 dan runtuhnya
pemerintahan pro-Amerika Serikat yang hampir bersamaan di negara-negara Indocina lainnya,
yakni Kamboja dan Laos mengobarkan ketakutan di antara pembuat kebijakan Barat dan sekutu
Asia mereka bahwa negara-negara di kawasan Asia Tenggara lainnya juga rentan dan bahwa
penyebaran komunisme perlu dibendung dengan segala harga. Dalam suasana seperti ini
Amerika Serikat dan sekutunya memandang Indonesia sebagai komponen yang penting dari
strategi pasca-Vietnamnya untuk mencegah penyebaran komunisme lebih lanjut. Pada saat yang
hampir bersamaan, Revolusi Bunga menciptakan sebuah situasi politik yang sangat tak
terkendali di Portugal, dimana hasilnya kemungkinan akan memberi kemenangan kepada pihak
kiri dan kekalahan berikutnya bagi pihak Barat.
52. Selain dukungan yang dinikmati sebagai akibat dari citranya yang anti-komunisme
Indonesia juga berada dalam posisi untuk mengambil keuntungan dari statusnya sebagai pendiri
Gerakan Non-Blok, hubungannya dengan negara-negara Islam lainnya melalui Organisasi
Konferensi Islam dan sebagai negara terbesar di Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara
(ASEAN). Dukungan luas Indonesia, keengganan Portugal untuk menginternasionalkan
persoalan dan ketidakpedulian yang luas tentang nasib wilayah yang dipandang sebagai sisa
kekuatan kolonial minor, semuanya menjadi faktor pemberat melawan peran aktif PBB atas
persoalan Timor-Leste. Semua faktor ini memberi keuntungan bagi Indonesia dalam
kampanyenya untuk menggalang dukungan bagi kebijakannya mengenai Timor-Leste.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Timor Portugis
53. Selama tahun 1975 Perang Dingin antara Timur dan Barat mencapai titik yang kritis,
terutama karena perkembangan di Asia Tenggara. Pada bulan April 1975, dua tahun setelah
penarikan mundur pasukan AS dari Vietnam, Saigon jatuh ke tangan Vietnam Utara yang
komunis. Pergeseran perimbangan kekuatan ini mempengaruhi bangsa-bangsa besar dan kecil,
serta memiliki dampak yang mendalam kepada apa yang terjadi di Timor Portugis.47 Perang
Dingin memberikan efek yang cukup mencekik di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada masa ini.
Blok-blok kekuatan utama di dunia sering kali melumpuhkan lembaga-lembaga utamanya, seperti
Dewan Keamanan. Sebagaian karena hal ini, salah satu ciri dalam krisis yang tengah
berkembang di Timor Portugis selama tahun 1974-75 adalah kegagalan untuk
menginternasionalisasikan persoalan ini dalam kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa. Portugal
melakukan serangkaian negosiasi bilateral dengan Indonesia, dan walaupun dalam negosiasinegosiasi
Portugal pernah menggunakan ancaman ?internasionalisasi? sebagai senjata dalam
tawar-menawarnya, pada prakteknya Portugal hanya menggunakan opsi ini ketika sudah amat
terlambat dan secara efektif tidak mampu untuk mempengaruhi situasi.48
54. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bertugas untuk mengawasi dekolonisasi,
Komite Khusus Dekolonisasi PBB, disibukkan dengan keadaan di berbagai koloni Portugal di
Afrika, dan tidak banyak memberi perhatian kepada Timor Portugis. Pada bulan Juni 1975,
Komite Khusus PBB untuk Dekolonisasi, membahas Timor Portugis, dan menganjurkan
pencapaian tujuan-tujuan Piagam PBB mengenai Deklarasi Kemerdekaan bagi Negara-Negara
dan Bangsa-Bangsa Kolonial. Walau telah diminta untuk menilai situasi di lapangan, Komite ini
tidak melakukannya.49 Kurangnya perhatian atas Timor Portugis ini pada tahun 1974-75 berarti
bahwa ketika perang sipil pecah pada bulan Agustus 1975, dan ketika kegiatan terselubung
Indonesia berubah menjadi operasi militer besar-besaran pada bulan Oktober-November 1975,
- 19 -
Perserikatan Bangsa-Bangsa relatif tidak menyadari akan situasi di wilayah ini. Kurangnya
keterlibatan Perserikatan Bangsa-Bangsa merupakan kesempatan yang hilang untuk
menghindari kekerasan dan akhirnya pengambilalihan kekuasaan militer wilayah Timor Portugis
oleh Indonesia (lihat Bab 7.1.: Hak untuk Menentukan Nasib Sendiri).
Indonesia dan komunitas internasional
55. Dengan penduduk yang mendekati 165 juta pada pertengahan dasawarsa 1970-an
Indonesia merupakan negara yang paling banyak penduduknya di Asia Tenggara. Di bawah
Presiden Soeharto Indonesia mengutamakan pembangunan ekonominya yang kaya sumber
daya. Setelah kekacauan pada tahun-tahun terakhir kekuasaan Soekarno baik negara-negara
Barat maupun negara-negara tetangganya memandang perubahan di Indonesia secara positif.
Selain itu, status Indonesia sebagai negara pendiri Gerakan Non-Blok* Indonesia dapat
menggalang dukungan yang besar dari kelompok negara-negara ini. Selain itu Indonesia adalah
juga negara terbesar dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), dan dapat mengandalkan
dukungan sebagian besar negara-negara Islam. Dukungan luas bagi Indonesia adalah salah satu
faktor bagi tidak adanya upaya serius untuk mencegah tindakan-tindakan agresifnya di Timor
Portugis, termasuk dalam fora PBB.
56. Walaupun secara resmi non-blok, rejim Soeharto yang anti-komunis berarti bahwa
Indonesia lebih condong ke kubu Barat yang menawarkan kesempatan perdagangan dan
investasi yang besar.50 Rejim Orde Baru Presiden Soeharto telah membuktikan citra antikomunisnya
kepada Amerika Serikat dengan memberantas Partai Komunis Indonesia (PKI)
setelah kekacauan pada tahun 1965-66. Pada tahun-tahun itu, ABRI memimpin dalam
penumpasan PKI, dan membunuh sampai satu juta anggota dan pendukungnya, dan
memenjarakan lebih dari satu juta orang lainnya.51 Orde Baru melarang Komunisme,
membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina dan mengukuhkan dirinya
dengan mantap di kubu Barat. Indonesia mengupayakan investasi dan bantuan ekonomi dari
teman-teman Baratnya.
57. Selain menempatkan dirinya dengan Blok Barat, Indonesia juga memperbaiki
hubungannya dengan negara-negara anti-komunis di kawasan Asia Tenggara seperti Thailand,
Malaysia, Singapura dan Filipina. Pada tahun 1967, Indonesia bergabung dengan negara-negara
ini untuk membentuk Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) dengan tujuan untuk
memerangi penyebaran Komunisme di kawasan tersebut, khususnya dari Vietnam Utara dan
Republik Rakyat Cina. Indonesia takut bahwa komunisme akan menyusup ke negaranya dan
membangkitkan kembali unsur-unsur komunisme yang laten. Oleh karena itu, bahkan dengan
semakin meningkatnya tekanan internasional, Soeharto belum siap untuk membebaskan ratusan
ribu tahanan yang ditangkap menyusul kudeta tahun 1965.
58. Dalam dasawarsa sejak 1965 Orde Baru tidak pernah surut dalam semangat antikomunisnya
di dalam negeri. Selama tahun 1965-66 antara 250 ribu dan satu juta anggota dan
pengikut PKI terbunuh, dan satu juta orang lainya atau lebih dipenjara. Namun demikian, antikomunisme
memang merupakan unsur penting tetapi bukan satu-satunya tolok ukur loyalitas
dalam rejim tersebut. Di bawah Orde Baru Soeharto batasan perdebatan politik menjadi sangat
sempit, dan didefinisikan tidak hanya oleh perasaan anti-komunisme rejim tersebut, tetapi juga
oleh ketidaksukaannya kepada politik pluralis pada umumnya. Berbagai aturan baru ditetapkan
oleh struktur otoriter yang didominasi oleh militer.52 Pada masa ketika persepsi Barat mengenai
Asia Tenggara dicirikan oleh ketakutan bahwa negara-negara lainnya di wilayah tersebut adalah
bagaikan sederatan domino yang beresiko mengikuti contoh Indocina dan jatuh ke kubu
* Gerakan Non-Blok terdiri dari lebih dari 100 negara yang menganggap diri mereka tidak beraliansi dengan blok kekuatan
utama, yang dalam konteks perang dingin pada saat pendiriannya berarti blok kapitalis dan komunis. Indonesia menjadi
tuan rumah pendiriannya pada tahun 1955.
- 20 -
Komunis, pihak Barat bersedia mengabaikan represi yang menjadi andalan Orde Baru, asalkan
Indonesia terus menjadi benteng dalam mencegah penyebaran komunisme.
59. Banyak negara Barat dan sekutunya di Asia berpandangan sama seperti Soeharto
bahwa Timor Portugis sebaiknya disatukan dengan Indonesia, baik karena mereka memiliki
asumsi strategis yang sama dan pola pikir anti-komunisme yang mendasarinya, atau hanya
karena mereka tidak ingin mengasingkan Jakarta. Pola pikir ini terangkum dalam saran dari Duta
Besar Inggris, Sir Archibald Ford, ke London:
Bahkan tanpa intervensi Soviet atau Cina wilayah tersebut
dapat menjadi ?anak bermasalah? [di kawasan ini]?Bagi
Inggris, lebih baik jika Indonesia mengintegrasikan wilayah
tersebut?Dan jika ada krisis dan perdebatan di PBB kita
semua harus diam dan tidak mengambil posisi yang
menentang Indonesia.53
60. Indonesia juga dapat mengandalkan dukungan negara-negara Asia yang non-komunis.
Walaupun terdapat perbedaan dalam tingkat dukungan yang siap diberikan oleh mereka, sebagai
negara terbesar di Asia Tenggara, Indonesia mendapatkan dukungan luas dari anggota-anggota
ASEAN. Di dalam ASEAN sendiri terdapat bermacam pandangan mengenai kebijakan Indonesia
terhadap Timor Portugis, mulai dari pandangan Singapura, yang sebagai negara pulau kecil dan
memiliki budaya tersendiri, serta memandang dirinya seperti Israel di Asia Tenggara dan memiliki
keraguan mengenai niat Indonesia, sampai Malaysia, yang menjadi pendukung Jakarta terbesar.
61. Persekutuan dalam Perang Dingin bukan satu-satunya alasan mengapa berbagai negara
di kawasan tersebut mendukung Indonesia. Jepang memiliki kepentingan ekonomi yang besar di
Indonesia, dan menjadi semakin tergantung pada minyak dan gas alamnya untuk mendorong
ekonominya yang tengah berkembang pesat. Kebijakan Australia mengenai Timor Portugis
didasarkan pada keinginannya untuk membentuk kembali kebijakan luar negerinya secara
keseluruhan dengan memberi warna regional dan khususnya memperbaiki hubungannya dengan
Indonesia. Perdana Menteri Australia, Gough Whitlam, berpandangan sama dengan Indonesia
bahwa Timor-Leste yang merdeka bukanlah opsi yang baik dan diberi tahu bahwa aneksasi
Timor Portugis sudah menjadi kebijakan Indonesia yang ?tetap?. Apapun niat dia sebenarnya,
dalam kedua pertemuannya dengan Presiden Soeharto tahun 1974-75, Whitlam memberi
Presiden Soeharto kesan yang kuat bahwa ia melihat perlunya pengambilalihan oleh Indonesia,
bahkan meski mengakui pentingnya menegaskan prinsip penentuan nasib sendiri.
Kebijakan Indonesia terhadap Timor Portugis
62. Selama tahun-tahun awal pembentukan negara Indonesia sejumlah orang-orang
nasionalis Indonesia memimpikan terciptanya Indonesia Raya seperti yang pernah dicapai pada
masa keemasan ketika Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit menguasai kawasan kepulauan ini.
Walau tidak ada dasar historisnya, Indonesia Raya akan mencakup wilayah Malaysia dan
Filipina, serta Timor Portugis. Republik Indonesia tidak pernah bermaksud untuk mewujudkan
Indonesia Raya. Justru sebaliknya, ketika hendak menggalang pengakuan internasional di akhir
dasawarsa 1940-an dan kemudian pada dasawarsa 1950-an dan 1960-an, ketika mencoba
mengklaim Irian Barat (kemudian Irian Jaya, kini Papua), Indonesia menyatakan bahwa batasbatas
negaranya adalah batas-batas Hindia Belanda. Alasannya pragmatis: mengklaim
kedaulatan atas Indonesia Raya akan berkesan ekspansionis di dunia yang mengakui bahwa
negara-negara merdeka harus mewarisi batas-batas yang telah ditetapkan oleh penguasa
kolonialnya.
63. Khusus untuk Timor Portugis, sebelum tahun 1975, Indonesia tidak pernah mengklaim
bahwa ia memiliki hak untuk menggabungkan Timor Portugis. Pada tahun 1961, ketika Indonesia
mengupayakan klaim atas Irian Jaya Menteri Luar Negeri ketika itu, Dr. Soebandrio, secara
- 21 -
eksplisit menyatakan bahwa Indonesia tidak memiliki klaim atas Timor Portugis karena itu
merupakan wilayah Portugal sehingga bukan milik Indonesia54. Pada tahun 1974, setelah
bertemu dengan utusan luar negeri ASDT, Jos? Ramos-Horta, Menteri Luar Negeri Indonesia
ketika itu, Adam Malik, menulis kepada Ramos-Horta:
Pemerintah dan juga rakyat Indonesia tidak memiliki niat
untuk menambah atau memperluas wilayah mereka, atau
untuk menduduki wilayah-wilayah selain yang tercantum
dalam Konstitusi mereka. Penegasan kembali ini untuk
memberi anda gambaran yang jelas, sehingga tidak ada
keraguan dalam pikiran rakyat Timor dalam
mengungkapkan keinginan mereka sendiri?Oleh karena
itu, siapapun yang akan memerintah di Timor dimasa
depan setelah kemerdekaan, dapat dipastikan bahwa
Pemerintah Indonesia selalu akan berusaha untuk
memelihara hubungan baik, persahabatan dan kerjasama
demi manfaat kedua negara.55
64. Walaupun tidak pernah menjadi gagasan arus utama, anggapan bahwa Timor Portugis
adalah milik Indonesia karena alasan historis, geografis dan etnis tetap hidup sebagai arus
bawah dalam pembicaraan politik di Indonesia, yang dapat sewaktu-waktu dimunculkan bila
diperlukan. Ancaman penyatuan dan integrasi Timor Portugis dengan Indonesia selalu
membayangi hubungan Indonesia dengan Timor Portugis. Gubernur-gubernur Timor Portugis
pasca perang selalu mencurigai niat Indonesia, dan senantiasa berusaha membatasi kontak
antara kedua belahan pulau tersebut. Walaupun tingkat keterlibatan Indonesia dalam
pemberontakan tahun 1959 masih dipertentangkan (lihat 3.1, di atas), represi yang terjadi
setelahnya dan analisis pemerintahan Timor Portugis mengenai asal-usul pemberontakan
tersebut menunjukkan bagaimana seriusnya pihak Portugis yakin bahwa Indonesia memiliki
rencana bagi wilayah tersebut. Indonesia bukannya tidak mengacuhkan ketakutan-ketakutan
tersebut. Pada bulan Juli 1961, contohnya, dalam sebuah pidato yang mengingatkan Portugal
ntuk tidak mengabaikan dukungan internasional atas kemerdekaan Anggola, Menteri Luar Negeri
Indonesia ketika itu, Dr Soebandrio, mengingatkan pendengarnya dengan nada ancaman
mengenai kedekatan Indonesia dengan Timor Portugis.56 Pada tahun 1962 sebuah laporan
(Komite Dekolonisasi PBB) mencatat bahwa sebuah ?Biro Pembebasan Republik Timor? telah
dibentuk di Jakarta. Sekitar bulan Mei-Juni 1963 Biro tersebut mengumumkan bahwa Biro ini
telah membentuk pemerintahan dengan 12 menteri di Batugade.57 Pada bulan September 1963,
Menteri Penerangan Indonesia, Roeslan Abdulgani menyatakan:
walaupun kami bukanlah negara ekspansionis, kami tidak
dapat membiarkan bangsa yang nenek moyangnya sama
dengan kami ditindas dan dipenjara hanya karena mereka
ingin bergabung dengan tanah air nenek moyang mereka.*
65. Walau demikian, integrasi Timor Portugis tidak pernah menjadi tujuan dari kebijakan
resmi di bawah Presiden Soekarno. Berbagai pernyataan dan infiltrasi yang sesekali muncul tidak
pernah sampai menjadi komitmen serius untuk menggabungkan Timor Portugis karena Indonesia
tidak pernah memandang koloni tersebut sebagai ancaman. Indonesia menjaga hubungan yang
stabil dengan pemerintahan Salazar: Ia membuka konsulatnya di Dili dan Soekarno sendiri
mengunjungi Portugal pada tahun 1959.
* James Dunn, East Timor: A rough passage to independence, Longueville, 2003, p. 87. Juga perlu dicatat peneliti CSIS,
Harry Tjan Silalahi menyebut bahwa Indonesia menyelenggarakan operasi klandestine di Timor Portugis selama
?konfrontasI?, dalam suatu pembicaraan dengan staff Kedutaan Australia di Jakarta, 2 Juli 1974. Department of Foreign
Affairs and Trade (DFAT), Australia and the Indonesian Incorporation of Portuguese Timor 1974-1976, 2000, h. 62,
document 12.
- 22 -
66. Sampai tahun 1974 penerus Soekarno, Soeharto, tidak pernah melenceng dari posisi
pendahulunya, namun, setelah Revolusi Bunga, berbagai argumen ?kembali ke pangkuan ibu
pertiwi? untuk mengambil alih Timor Portugis mulai muncul. Tokoh-tokoh politik Timor-Leste
mengingat di hadapan Komisi kekhawatiran mereka saat pidato John Naro, wakil ketua DPR-RI,
yang menyatakan bahwa Indonesia memiliki klaim historis atas Timor Portugis.58 Orang-orang
yang mendekati masalah ini dari sisi strategis melihat pentingnya pandangan-pandangan ini.
Dalam wawancara mereka dengan Komisi, Jusuf Wanandi dan Harry Tjan Silalahi, dari Centre
for Strategic and International Studies (CSIS), yang keduanya sangat terlibat dalam
mengembangkan kebijakan tentang Timor Portugis pada tahun 1974-75 atas nama mentor
mereka Jenderal Ali Moertopo, keduanya menyebutkan kuatnya pandangan-pandangan seperti
ini.* Kolonel Aloysius Sugianto, seorang anggota seksi operasi khusus Jenderal Ali Moertopo
dalam badan intelijen, Bakin, yang memainkan peran penting dalam berbagai kegiatan rahasia
awal di Timor Portugis tahun 1974-75, mengatakan kepada Komisi bahwa ia melihat dirinya
bekerja untuk menyatukan kembali bangsa yang terpecah akibat kolonialisme.
Kalau kita begitu. Apodeti itu landasannya selalu, kita ini
satu saudara, satu pulau. Kita jadi pecah, jadi dua antara
Timor Dili sama Timor Kupang. Itu karena penjajah.
Mereka itu, kalau kita lihat, benar kan? Karena penjajah
jadi pecah. Di sana menjadi daerah Portugal di sini daerah
Belanda. Sebetulnya solusi kita satu. Logika itu benar,
cara berpikir rakyat itu benar.59
67. Setelah invasi Timor-Leste, pejabat-pejabat Indonesia menghidupkan kembali argumen
historis (dan etnis) bagi integrasi. Dalam pidatonya di hadapan Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada tanggal 13 Desember 1975, enam hari sesudah invasi Dili dan sepuluh hari
setelah ia menyangkal mengenai ambisi teritorial Indonesia di Timor Portugis, Duta Besar
Indonesia untuk PBB, Anwar Sani menyatakan:
Perkenankan saya terlebih dahulu menjelaskan mengapa
Indonesia sangat peduli akan apa yang terjadi di Timor
Portugis. Timor Portugis adalah bagian dari pulau Timor,
bagian lain dari pulau tersebut adalah wilayah Indonesia.
Timor terletak di tengah-tengah kepulauan Indonesia, satu
dari ribuan pulau yang membentuk kepulauan. Penduduk
Portugis Timor?berasal dari etnis yang sama dengan
penduduk yang berada di wilayah Indonesia. Pemisahan
selama 450 tahun karena dominasi kolonial tidak
menghapuskan ikatan erat darah dan kultur antara
penduduk wilayah ini dan kerabat mereka di Timor
Indonesia. Kedekatan geografis dan kekerabatan etnis
adalah alasan-alasan penting mengapa Indonesia sangat
peduli dengan keamanan dan stabilitas di Timor Portugis,
tidak hanya karena kepentingan Indonesia sendiri tetapi
juga untuk kepentingan seluruh wilayah Asia Tenggara.60
68. Yang lebih kuat dalam pemikiran Indonesia, selain alasan historis, adalah alasan-alasan
strategis bagi penggabungan. Menurut James Dunn, mengutip sumber-sumber Indonesia,
?kelompok Bakin/Opsus melihat kembali posisi mereka pada akhir tahun 1972 atau 1973 dan
berkesimpulan bahwa mereka sangat menentang ide Timor-Leste merdeka?, yang dapat
* Yusuf Wanandi menyatakan bahwa ?dalam lingkaran tertentu? Timor-Leste dilihat sebagai ? wilayah irredentist?.(
Irredentism adalah gerakan yang berusaha menyatukan kembali wilayah-wilayah yang terpisahkan. [Wawancara CAVR
dengan Yusuf Wanandi, Jakarta, CSIS, Jakarta, 24 Juli 2003.] Harry Tjan Silalahi mengamati: Saya pikir teori yang
menyatakan bahwa Timor-Leste adalah bagian integral dari Indonesia memang ada, tanpa secara eksplisit dinyatakan,
sejak masa Soekarno, setelah pembebasan Irian. [Wawancara CAVR dengan Harry Tjan Silalahi, Jakarta.]
- 23 -
?menambah dimensi baru bagi persoalan keamanan Indonesia?.61 Buku setengah resmi,
Integrasi, mengklaim bahwa kepentingan Indonesia di Timor Portugis sudah ada jauh sebelum
komitmen Portugal kepada dekolonisasi. Buku tersebut juga menegaskan bahwa Indonesia
mengambil pendekatan evolusioner, yang pada tahap awalnya akan membangkitkan keinginan
rakyat Timor untuk merdeka. Yang melatari kebijakan Indonesia tersebut adalah perlunya
menjamin ?bahwa Timor-Leste tidak akan menjadi ?tempat bermasalah? dan dengan demikian
tidak akan digunakan sebagai alat tawar-menawar melawan Indonesia.?62
69. Setelah Revolusi Bunga di Portugal pada bulan April 1974, pendekatan strategis, yang
dibentuk oleh rasa anti-komunisme yang mendalam dari rejim Orde Baru, dengan cepat
mendominasi pemikiran mengenai persoalan Timor Portugis di antara kalangan elit Indonesia.
Pendekatan ini bersumber dari ketakutan bahwa Timor-Leste yang merdeka akan menjadi basis
bagi infiltrasi oleh negara-negara komunis ke Indonesia. Pandangan ini sudah muncul setidaknya
sejak tanggal 22 Mei 1974, ketika anggota Bakin mengatakan kepada Kedutaan Australia di
Jakarta mengenai pandangan berikut ini: ?Indonesia sudah mengatasi Cina di pintu depannya
dan mungkin sekarang harus menangani ancaman dari pintu belakangnya.?63
70. Soeharto sendiri juga mengambil pandangan strategis ini. Pada pertemuannya dengan
Perdana Menteri Australia, Gough Whitlam, di Wonosobo dekat Yogyakarta bulan September
1974, ia menyebut Cina dan Uni Sovyet sebagai negara-negara yang mungkin akan mencampuri
Timor Portugis.64 Dalam pertemuan keduanya di Townsville, Queensland, pada bulan April 1975,
Soeharto mengatakan kepada Whitlam bahwa intelijen Indonesia telah mendapat informasi
bahwa orang-orang komunis dari Cina sedang berupaya masuk ke Timor Portugis melalui
Australia dengan bantuan Kedutaan Cina di Canberra.* Pejabat Indonesia tidak semuanya
sepaham mengenai sifat ancaman komunisme ini. Kepala intelijen di Departemen Pertahanan
dan Keamanan dan wakil ketua Bakin, Letnan Jenderal Benny Moerdani meyakini bahwa armada
Soviet adalah ancaman utamanya: ia memprediksikan bahwa Timor merdeka akan memberi Uni
Sovyet pangkalan Angkatan Laut yang akan memungkinkan Sovyet untuk membagi wilayah laut
Indonesia menjadi dua zona.65 Direktur eksekutif CSIS, Jusuf Wanandi, mengatakan kepada
Komisi bahwa orang lainnya lebih khawatir tentang maksud Vietnam: mereka berargumen bahwa
kalau Kuba dapat mengirimkan pasukannya ke Angola yang jaraknya 2.000 km jauhnya dari
pangkalan mereka, kenapa Vietnam tidak bisa mengirimkan pasukannya ke Timor-Leste yang
hanya berjarak 1500 km (sic. 4.000 km) jauhnya?66 Perbedaan penilaian mengenai ancaman
komunis ini seharusnya dapat memicu negara-negara luar untuk mempertanyakan kebenaran
argumen tersebut.
* Lihat Dokumen 123 di DFAT, Australia and the Indonesian Incorporation of East Timor, h. 248,. Whitlam mengatakan
bahwa Indonesia tidak punya bukti mengenai ini.
- 24 -
3.5 Proses dekolonisasi dan partai-partai politik
Tinjauan
71. Revolusi Bunga seketika dengan cepat mengubah situasi percaturan politik di Timor
Portugis, yang sampai saat itu belum memiliki partai politik aktif dan hanya sedikit kegiatan antikolonial.
Dengan hukum-hukum baru untuk perserikatan politik, partai-partai cepat terbentuk. Dua
partai muncul sebagai kelompok-kelompok yang dominan, UDT dan ASDT. Landasan kedua
partai tersebut menyerukan kemerdekaan sebagai hasil akhir dari proses dekolonisasi. Mereka
berbeda dalam laju dekolonisasi tersebut, dengan ASDT menghendaki kemerdekaan segera,
sementara UDT yang lebih konservatif ingin sebuah proses yang lebih bertahap. Namun yang
benar-benar memisahkan kedua partai sentris ini, adalah ideologi militan di kedua ekstrim yang
saling menuduh, sebagai ?fasis? atau ?komunis?. Partai ketiga, Apodeti, mendapatkan dukungan
di sana sini, namun jumlah pendukungnya berada jauh di bawah kedua partai utama, dan ciri
utamanya adalah posisinya yang pro-integrasi dan dukungan Indonesia yang mereka raih.
72. Kampanye politik dengan cepat berubah menjadi serangan-serangan verbal dan
terkadang fisik, dan kedua partai utama tidak melakukan banyak untuk mengendalikan ini. Kedua
partai menggunakan siaran radio untuk menyebarkan propaganda dan serangan pribadi kepada
yang lain, sehingga meningkatkan ketegangan sosial. Tidak adanya pengalaman politik ini
dimanfaatkan oleh agen-agen Indonesia, termasuk anggota dinas intelijen yang melakukan
operasi terselubung di dalam Timor Portugis. Mereka berupaya memecah-belah orang Timor
dengan tujuan untuk mencapai integrasi dengan Indonesia. Hal ini memicu pihak-pihak militan di
kedua partai, dan memuncak pada kegagalan kedua partai untuk menemukan cara untuk bekerja
bersama bagi kepentingan nasional. Hasilnya adalah pecahnya koalisi yang berusia empat bulan
antara UDT dan Fretilin pada akhir bulan Mei 1975. Dari situ, ketegangan antara kedua partai
meningkat sampai UDT melancarkan aksi bersenjata yang terkoordinasi di seluruh wilayah, yang
kemudian berubah menjadi konflik bersenjata berdarah. Fretilin pun menanggapinya dengan
kekerasan juga.
Permulaan kesadaran politik
73. Sistem kolonial Portugis merenggut suara orang Timor-Leste untuk menangani
urusannya sendiri. Namun, penyebaran pendidikan yang bertahap setelah Perang Dunia Kedua
mulai menumbuhkan pemikiran kritis mengenai sistem kolonial yang ciri utamanya adalah
keterbelakangan ekonomi, korupsi, tingkat pengangguran yang tinggi, diskriminasi rasial dan
kekejaman. Penderitaan orang Timor-Leste mulai mendapatkan penyaluran lewat kalangan
terdidik.
74. Direnggut hak suaranya dan belajar dari pemberontakan Viqueque tahun 1959 tentang
harga yang harus dibayar dalam konfrontasi langsung dengan sistem kolonial, pada awal
dasawarsa 1970-an, kalangan yang sadar politik mengadopsi pendekatan politik yang baru yang
lebih hati-hati dan rahasia. Pada tahun 1970 kalangan generasi muda terdidik memulai sebuah
kelompok diskusi anti-kolonial, yang di antara anggotanya terdapat Mari Alkatiri, Jos? Ramos-
Horta, Nicolau Lobato, Justino Mota dan Francisco Borja da Costa. Sebuah kelompok antikolonial
kecil dibentuk pada tahun 1967 yang berfungsi pada masa Revolusi Bunga, diorganisir
dalam berbagai kelompok kecil yang berjalan tanpa saling mengetahui. Kelompok ini tampaknya
tidak memiliki dampak politik yang besar.67
75. Pada awal dasawarsa 1970-an orang Timor mulai diperbolehkan untuk menulis tentang
topik-topik yang terbatas dan dengan kebebasan ekspresi yang dibatasi. Seara, sebuah majalah
yang diterbitkan oleh Diosis Dili, menjadi sarana pengungkapan pendapat yang penting setelah
Pastor Martinho da Costa Lopes mengambil alih redaksi pada bulan September 1972. Mari
Alkatiri, Jos? Ramos-Horta, Nicolau Lobato, Abilio Ara?jo dan Francisco Xavier do Amaral
- 25 -
semuanya menulis artikel untuk Seara mengenai permasalahan sosial di bawah redaksi Pastor
Martinho da Costa Lopes.
76. Pemerintah tidak ragu-ragu untuk menekan segala tanda pembangkangan. Pada tahun
1970 Jos? Ramos-Horta diasingkan ke Mozambique selama dua tahun setelah DGS* melaporkan
Horta yang mengatakan kepada seorang turis Amerika bahwa kalau Portugal tidak sanggup
membangun Timor, lebih baik Amerika mengambil alih koloni ini.68 Sejumlah artikel oleh Amaral
dan Ramos-Horta?dalam kasus Horta adalah sebuah essay berjudul ?Maubere Meu Irm?o?
(?Maubere My Brother?) atau ?Maubere Saudara Saya? dianggap sangat menghina?menarik
perhatian pemerintah. Di bawah tekanan pemerintah, Seara mengumumkan, tanpa penjelasan,
dalam edisi tanggal 24 Maret 1973 bahwa majalah tersebut akan tutup.?
77. Pada tahun 1973, di Dili, terjadi kerusuhan antara pemuda dan militer Portugis.69 Terjadi
ketegangan, dan tidak lama kemudian kegalauan generasi muda dapat menemukan bentuk yang
lebih jelas.
Susunan partai-partai politik
78. Begitu Revolusi Bunga menghilangkan larangan ekspresi politik, kalangan terdidik Timor
dengan cepat mengambil kesempatan untuk terjun ke kancah politik. Sementara komposisi klas,
etnis dan kedaerahan sulit dijelaskan secara sederhana, terdapat pola-pola latar belakang orangorang
yang ikut masuk ke dalam partai-partai. Para pemimpin Timor dari berbagai partai
umumnya saling mengenal dengan baik dan terkadang berhubungan keluarga. Domingos
Oliveira, Sekretaris Jenderal partai UDT ketika itu, mengatakan kepada Komisi mengenai
kedekatannya dengan Wakil Presiden Fretilin, Nicolau Lobato, dan bagaimana ia sering
berbincang mengenai politik dengan sepupunya Jos? Osorio Soares, Sekretaris Jenderal
Apodeti. Timor-Leste tahun 1975 merupakan dunia kecil yang terdiri dari jaringan dan aliansi
politik.70
79. Latar belakang yang terpandang adalah sesuatu yang umum di kalangan pemimpin
partai. Menjadi terpandang pada penghujung masa kolonial di Timor Portugis dapat berarti
beberapa hal: latar belakang liurai, keturunan ras campuran (mestizo), keluarga tuan tanah,
pendidikan menengah di gereja atau sekolah negeri. Seringkali orang-orang yang memiliki ciri
keberadaan seperti ini bekerja sebagai pegawai negeri. Karakteristik seperti ini mempersatukan
banyak pemimpin partai. Mereka sering kali hanya bisa dibedakan dengan gradasi sosial yang
lebih halus lagi. Tidak mengherankan, bila melihat landasan politik federalisnya, beberapa
pemimpin UDT mempunyai kedudukan kuat dalam sistem kolonial, baik karena memegang
jabatan yang cukup senior di pemerintahan sipil, melalui keanggotaan Ac??o Nacional Popular
(ANP) yang Salazaris, atau melalui kedekatan mereka dengan Gereja Portugis.71 Walaupun
seringkali memiliki latar belakang yang serupa, para pemimpin Fretilin tidak memiliki keterikatan
emosional kepada rejim kolonial Portugal. Apodeti mendapatkan kepemimpinan mereka dari
wilayah-wilayah tertentu yang memiliki hubungan dengan Indonesia yang bisa saja bersifat
geografis (berdasakan kedekatannya dengan perbatasan Indonesia) atau politis (berhubungan
dengan keterlibatan mereka dalam pemberontakan Viqueque tahun 1959).
80. Penguasa tradisional Timor-Leste menyediakan jalur penting untuk menggalang
kekuatan secara lokal bagi semua partai. Partai KOTA yang kecil bermaksud untuk menjadikan
sistem tradisional ini sebagai basis programnya. Apodeti juga menggalang dukungan dari
pemimpin tradisional dan regional ini, dan cukup berhasil. Guilherme Gon?alves, liurai Atsabe,
* PIDE berubah nama menjadi DGS (Direc??o Geral de Seguran?a) pada tahun 1968.
? Ramos-Horta menuliskan bahwa ia dipanggil lagi oleh gubernur karena kata-kata ?Maubere Saudaraku?, tetapi tidak
terlalu jelas bagaimana pikiran pemerintahan Portugis terhadap tulisan Xavier do Amaral? pada saat itu. Tapi ini diterima
banyak kalangan nasionalis bahwa Seara ditutup karena tulisan Xavier do Amaral. Lihat Ab?lio Ara?jo, Timor-Leste: Os
Loricos Vontaram a Cantar, 1977, Lisbon, hal. 187.
- 26 -
memberi basis dukungan regional yang cukup besar bagi partai ini di daerah perbatasan dengan
Indonesia. Namun demikian, para liurai tidak memberikan basis tunggal yang kuat bagi satu
partai manapun. Fransisco Xavier do Amaral menjelaskan kepada Komisi tentang perbedaanperbedaan
antara cara Fretilin dengan UDT di dalam mencari dukungan masyarakat:
Partai ASDT memiliki metoda ini. Kita bisa melihat bahwa
partai pertama yang dibentuk ialah UDT, dan saya lihat
taktik mereka. UDT berkampanye dengan fokus kepada
administrator, dan mendekati administrator sub-distrik dan
penguasa lokal [liurai]. Mereka tidak secara langsung
mendekati rakyat. Jadi saya pikir, kita butuh rakyat, saya
tidak butuh liurai, mereka mendukung Portugis. Saya
butuh rakyat. Jadi mereka berangkat dari atas ke bawah,
sedangkan saya memulai dari bawah. Saya memulai dari
akar rumput kemudian ke atas. Terkadang, kami bertemu
di tengah-tengah. 72
81. Partisipasi politik dalam suatu tradisi demokrasi Barat yang individualistik tetap menjadi
hak khusus segelintir kalangan elit yang membentuk partai-partai tersebut. Proses politik yang
terjadi setelah Revolusi Bunga berjalan cepat, dan tanpa pendidikan kewarganegaraan atau
politik, banyak orang Timor biasa yang membuat pilihan keanggotaan atau afiliasi partai
berdasarkan kesetiaan lokal atau karena ikut-ikutan ketimbang karena prinsip atau kebijakan
partai.73 Desa-desa atau wilayah-wilayah tertentu seringkali setia terhadap satu partai saja. Mario
Carrascal?o dari UDT menjelaskan bagaimana kesetiaan politik suatu komunitas terbentuk:
Orang-orang di Maubisse, karena mereka dekat dengan
tentara-tentara Portugis, maka seluruh Maubisse adalah
UDT. Hampir semua orang Maubisse adalah UDT. Tetapi
jika anda melihat Uatulari, semua orang adalah Fretilin,
dan di Uatu-carabau semua orang adalah Apodeti. Ini
adalah kenyataan yang terjadi ketika kami mempersiapkan
pemilihan-pemilihan [di desa] [pada tahun 1975].74
Perkembangan dan ketegangan internal
Kompetisi antara UDT dan Fretilin
82. Tidak diragukan lagi bahwa dua partai terbesar adalah UDT dan ASDT. Apodeti menjadi
penting karena hubungan dengan dan dukungannya dari pemerintah Indonesia. Sementara UDT
dan ASDT memiliki perbedaan, dalam tujuan akhir kemerdekaannya mereka sama. Dan memang
selama tahun 1974-75 mengenai persoalan kemerdekaan, UDT dan Fretilin bergerak semakin
dekat dengan keduanya pada akhirnya menerima jadwal waktu yang diajukan Portugal yang
ditetapkan dalam Undang-Undang no. 7/75 pada tanggal 17 Juli 1975.75 ASDT mulai
membicarakan untuk membentuk sebuah front yang berbasis luas sejak bulan Juli 1974, namun
menolak gagasan membentuk koalisi dengan UDT.76 Pada bulan Agustus, pendukung UDT dan
ASDT menyelenggarakan serangkaian pertemuan untuk membentuk koalisi, namun sekali lagi
gagal menyetujui landasan bersama.77 Kedua partai dengan cepat tenggelam ke dalam serangan
verbal terhadap yang lainnya dan retorika agresif yang memecah belah secara sosial dan
menciptakan landasan bagi kekerasan yang segera menyusul.78
Pelatihan militer Apodeti di Timor Barat
83. Sementara itu Apodeti menjalin kontak dengan militer Indonesia dengan maksud untuk
mendapatkan senjata dan pelatihan militer. Utusan Apodeti, Tom?s Gon?alves, anak liurai
Atsabe, Guilherme Gon?alves, pergi ke Timor Barat pada bulan Agustus 1974 untuk pelatihan
- 27 -
militer. Pada bulan September ia pergi ke Jakarta, dimana ia bertemu dengan panglima ABRI,
Jenderal Maraden Panggabean yang ketika itu melihat Apodeti sebagai alat yang tepat untuk
mencapai hasil integrasi. Kunjungan-kunjungan ini terjadi dengan keterlibatan dan bantuan
konsulat Indonesia di Dili.79
Partai-partai politik bersiap menghadapi konfrontasi bersenjata
84. Apodeti merupakan partai pertama, namun bukan satu-satunya partai yang
mengembangkan kemampuan paramiliter. Ini merupakan kecenderungan yang kuat di antara
ketiga partai. UDT dan Fretilin keduanya secara aktif mengincar dukungan di kalangan orang
Timor yang menjadi anggota tentara kolonial Portugal.80 Di samping persoalan kesetiaan kepada
Portugal, Gubernur M?rio Lemos Pires juga khawatir tentang prospek terjadinya perpecahan di
antara pasukan Timor-Leste yang didasarkan pada kesetiaan terhadap partai politik. Mantan
perwira tingkat pertengahan (aspirante), Rog?rio Lobato, belakangan mengenang:
Dapat saya katakan bahwa UDT membuat kampanye
untuk memperoleh dukungan terutama dari lulusan
sekolah militer, para sersan. Namun Fretilin juga membuat
kampanye terbuka ? di antara pasukan-pasukan tersebut
untuk memobilisasi para serdadu.81
85. Ini menjadi kekhawatiran pemerintah kolonial. Ketika Fretilin mendeklarasikan pasukan
Timor sebagai bagian dari koalisi UDT-Fretilin Mayor Francisco Mota, Kepala Kantor Urusan
Politik Gubernur, melarang militer terlibat dalam politik, sesuai tradisi militer Portugis untuk
berada di luar politik (apartidarismo).82 Namun, pada bulan April 1974, tentara Portugis sendiri
baru memberi contoh mengenai keterlibatan militer dalam politik. Banyak serdadu Timor dalam
tentara dan polisi kolonial Portugis terhibur oleh apa yang mereka pandang sebagai ketiadaan
disiplin dan kesetiaan pada tugas yang diperlihatkan oleh orang Portugis dalam tentara kolonial
setelah Revolusi Bunga.83 Walaupun sudah terjadi kegaduhan sebelum tanggal 11 Agustus,
tentara Timor umumnya tetap loyal kepada prinsip apartidarismo sampai pecah perang sipil.
Beberapa orang bahkan terus menolak untuk berpihak setelah itu.
Mahasiswa dari Portugal
86. Sumber lain bagi ketegangan di masa itu, dan dari dugaan sejarah semenjak itu, adalah
peran tujuh orang mahasiswa Timor yang baru kembali dari Portugal pada bulan September
1974, beberapa hari sebelum ASDT mengganti namanya menjadi Fretilin. * Mereka membawa
pengalaman politik radikal mereka dari kelompok-kelompok mahasiswa di Lisbon? dan sikap antikolonial
yang keras.84 Sementara beberapa politisi Timor dari masa itu yakin bahwa para
mahasiswa tersebut bertanggung jawab mendorong ASDT menjadi partai yang lebih
revolusioner,85 Komisi mendengar kesaksian dari anggota Komite Sentral Fretilin M?ri Alkatiri
bahwa ketika mereka kembali ke Timor, para mahasiswa, tidak seperti anggota Komite Sentral,
memandang kolonialisme Portugis sebagai ancaman yang lebih besar daripada neo-kolonialisme
Indonesia.86 Para mahasiswa tersebut bergabung dengan Fretilin, yang mampu meredam
beberapa gagasan mereka yang lebih radikal,87 dan partai tersebut kemudian terpengaruh oleh
semangat dan gagasan-gagasan baru mereka. Para mahasiswa ini menjadi anggota Fretilin yang
menonjol. Sementara peran mereka dalam pembentukan Fretilin dan radikalisasi kebijakan partai
tersebut masih dipertentangkan, para anggota UDT mengingat pengaruh mereka yang
memanas-manasi melalui grafiti (?Matilah Fasis!?)88 dan hinaan tentang UDT yang dituduh
konservatif.89 Perilaku seperti ini membuat para mahasiswa ini dipersalahkan atas kebijakankebijakan
Fretilin yang lebih radikal.
* Lima mahasiswa tersebut adalah Abilio Ara?jo, Guilhermina Ara?jo, Ant?nio Carvarinho, Vicente Manuel Reis dan
Ven?ncio Gomes da Silva. See Relatorio da CAEPDT, h. 54.
? Mereka termasuk MLTD or Movimento Liberta??o Timor D?li dan FULINTIDI or Frente Unica de Liberta??o de Timor D?li.
- 28 -
ASDT menjadi Fretilin
87. Pada tanggal 11 September 1974, ASDT merubah namanya menjadi Frente
Revolucion?rio de Timor Leste Independente, Fretilin (Front Revolusioner bagi Timor-Leste
Merdeka). Sejak saat itu partai ini mengambil sikap yang lebih radikal. Manifestonya (Manual e
Programa Politicos da Fretilin) menyebut Fretilin sebagai ?front yang mempersatukan kelompokkelompok
nasionalis dan anti-kolonialis di bawah satu visi?pembebasan bangsa Timor dari
kolonialisme?.90 Manifesto tersebut juga menegaskan bahwa Fretilin merupakan ?satu-satunya
wakil sah? rakyat Timor. Tidak ada dasar elektoral bagi klaim ini, yang oleh Fretilin didasarkan
atas kesetiaannya kepada mayoritas rakyat pribumi Timor yang agraris. Walau demikian
berdasarkan nilai-nilai yang diklaimnya dimiliki oleh ?seluruh orang Timor-Leste Fretilin menuntut
kemerdekaan Timor-Leste secara de jure dari Portugal. Di satu sisi, Fretilin berupaya untuk
mencapai kemerdekaan dari penjajahnya Portugal. Di sisi lain, beberapa pimpinannya ketika itu
melihat sebagai ancaman yang lebih besar kekuatan neo-kolonial Indonesia dan bermaksud
untuk membangun front nasional yang luas untuk menghadapi ancaman ini.91
88. Peran yang diproklamirkan secara sepihak oleh Fretilin sebagai satu-satunya perwakilan
rakyat Timor-Leste membuat khawatir pemimpin-pemimpin partai lain, yang menganggap hal ini
memicu rasa tidak toleransi dalam politik.
Mereka tidak menerima partai-partai lain. Mengapa??Ini
lah yang mereka inginkan, yaitu menjadi satu-satunya
perwakilan rakyat Timor yang sah. Mereka tidak mengenali
orang-orang di partai lain?92
Istilah ?Maubere?
89. Walau mereka bermaksud untuk menjadi wakil tunggal bangsa Timor-Leste, Fretilin tidak
mencapai hal ini. Yang dicapai oleh Fretilin adalah pengembangan nasionalisme Timor-Leste
dengan menggunakan gagasan-gagasan seperti menjadikan istilah Maubere sebagai simbol
rakyat Timor biasa, dan slogan dalam bahasa Tetum Ukun Rasik An, yang berarti kebebasan dan
pemerintahan sendiri. Ketika pertama kali digunakan pada tahun 1974-75, istilah Maubere
dipandang oleh orang Timor yang tergabung dengan UDT sebagai memecah-belah ras, karena
membeda-bedakan orang Timor ?berdarah murni? dengan ras campuran ?mestizo.? Komisi
mendengarkan kesaksian dari mantan anggota senior partai UDT, yang menggambarkan istilah
Maubere sebagai sumber perpecahan penting di masyarakat.93 Jos? Ramos-Horta menjelaskan
lahirnya istilah tersebut sebagai slogan politik pada audiensi publik nasional Komisi mengenai
Konflik Internal tahun 1974-76:
Saya menulis sebuah artikel di jurnal di Timor [Seara],
bukan pada tahun 1975 atau 1974, tetapi tahun
1973?Saat kita membentuk ASDT, dalam sebuah
pertemuan ASDT/Fretilin saya jelaskan bahwa semua
partai politik perlu mempunyai citra. Jika kita ingin
meyakinkan pemilih kita tidak bisa melakukannya dengan
filsafat yang rumit?Jadi saya bilang sebaiknya kita
mengidentifikasi Fretilin dengan Maubere sebagai slogan,
atau simbol identitas Fretilin. Jelas bahwa 90 persen
penduduk Timor tidak memakai alas kaki, tidak punya
kartu penduduk, tetapi mereka menganggap diri mereka
sebagai Maubere?Kita perlu [memahami] bahwa tidak
ada filsafat lain dalam istilah ini, Ini adalah identitas partai.
94
- 29 -
90. Di tahun-tahun belakangan, selama pendudukan Indonesia, simbol-simbol ini tumbuh
menjadi penegasan yang kuat akan aspirasi Timor-Leste untuk merdeka, dan pada saat yang
sama terus memecah Fretilin dan UDT.
Fretilin dan ancaman komunisme
91. Terdapat banyak perdebatan mengenai seberapa jauh Fretilin dipengaruhi oleh
komunisme pada tahun 1974-75, dan apakah hal ini menjadi alasan sebenarnya bagi aksi
bersenjata UDT dan intervensi Indonesia. Komisi mendengar banyak kesaksian mengenai isu ini
pada audiensi publik nasional mengenai Konflik Internal tahun 1974-76. Jelas bahwa beberapa
anggota Fretilin adalah komunis, akan tetapi akan tidak benar apabila menyimpulkan
berdasarkan hal ini bahwa partai tersebut adalah partai komunis pada tahun 1974-75.
Rangkuman yang lebih tepat adalah bahwa arus utama kepemimpinan Fretilin adalah tengah-kiri,
walaupun partai ini mencakup serangkaian opini yang bervariasi dari ekstrim-kiri sampai unsurunsur
yang lebih konservatif.
92. Berikut ini adalah pandangan Jo?o Carrascal?o, pemimpin UDT yang merupakan salah
satu pendiri Gerakan Anti-Komunis setelah 11 Agustus:
Dalam tubuh Fretilin beberapa pemimpin adalah komunis,
tetapi Fretilin bukan partai komunis. Dalam tubuh UDT
beberapa pemimpin adalah sosialis, tetapi UDT bukan
partai sosialis, UDT adalah partai demokrat sosial?95
93. Jos? Ramos-Horta, satu-satunya tokoh politik yang hadir pada pembentukan UDT dan
ASDT, juga mengomentari tuduhan bahwa Fretilin adalah partai komunis:
Kalau orang bilang bahwa Fretilin itu komunis pada tahun
1974-1975 ini tidak benar. Fretilin adalah front politik.
Alarico Fernandes itu orang komunis. [Sebasti?o]
Montalvao orang komunis dan beberapa orang lain yang
saya lupa namanya. Nicolau Lobato bukan seorang
komunis. Anda bisa menyebut Nicolau Lobato sebagai
seorang Marxis Kristen sekuler, seperti teologi pastor
Amerika Latin. Para pastor di Brazil, Uskup Brazil,
Nicaragua, El Salvador, semua Marxis dan beragama
Katolik tanpa timbul pertentangan ? Saya katakan bahwa
Nicolau Lobato adalah seorang yang percaya pada
Marxisme tetapi juga 100% Katolik. Xavier Amaral, Anda
mungkin menyebut dia sebagai seorang komunis atau
sosial demokrat, tetapi saya tidak setuju?dia sedikit
konservatif.96
94. Selama periode sebelum konflik bersenjata internal, program dan retorika Fretilin
mengandung unsur-unsur yang mencerminkan komunisme. Bahasanya, dimulai dari namanya,
adalah revolusioner sosial. Ideologi Maubere-nya Fretilin ditujukan pada sebuah revolusi sosial
rakyat, dengan tujuan membangun identitas nasional dari akar rumput. Kebijakan-kebijakannya
tidak diragukan lagi adalah kiri, yang fokusnya adalah perombakan radikal terhadap pendidikan,
kesehatan dan produksi pertanian. Manifestonya mengklaim bahwa ia adalah ?satu-satunya
wakil? rakyat Timor-Leste. Retorika seperti ini didengungkan oleh banyak gerakan revolusioinersosial
Marxist yang lain, khususnya dalam gerakan-gerakan pembebasan di koloni-koloni
Afrika.97
95. Anggota MFA Portugal juga tidak luput dari debat politik masa itu, dan partai UDT
menganggap anggota-anggota Portugis dari MFA menyebarluaskan ide-ide komunis di Timor.
- 30 -
M?rio Carrascal?o bersaksi kepada Komisi bahwa berbagai unsur sayap kiri dan kanan di
pemerintahan Portugis sudah lama bermaksud untuk menyebarkan pandangannya di Timor-
Leste:
Ketika MFA [Movimento das Forcas Armadas: Gerakan
Angkatan Bersenjata] datang ke Timor mereka memiliki
orang-orang yang beraliran kiri yang ingin menciptakan
kondisi-kondisi di Timor sehingga Timor dapat menjadi;
saya tidak yakin bagaimana mengatakannya, komunis
atau Marxis-Leninis atau Maois?[Sementara itu] polisi
rahasia Portugis [DGS] mengatakan kepada UDT bahwa
Fretilin telah mengatur pelatihan militer di dua tempat.
Siapakah para pelatihnya? Pelatih-pelatih ini berasal dari
Vietnam [Komunis] [kata mereka].98
96. Beberapa pemimpin UDT sangat peka terhadap saran bahwa Fretilin itu komunis. Komisi
mendengar kesaksian bahwa Presiden UDT, Francisco Lopes da Cruz, dan Wakil Presidennya,
C?sar da Costa Mouzinho, menjadi semakin ekstrim dalam anti-komunismenya selama tahun
1975 setelah berkunjung ke Australia dan Jakarta.99
97. Seringkali sulit untuk mengatakan apakah propaganda anti-komunis Indonesia
merupakan ungkapan yang tulus, meskipun salah, dari semangat membara anti-komunisme rejim
tersebut atau sebuah upaya untuk memanipulasikan persoalan tersebut untuk membenarkan
intervensi. Setelah koalisi dibubarkan pada akhir Mei, siaran radio Indonesia dari Kupang mulai
mencap baik UDT maupun Fretilin sebagai komunis, dengan mengatakan bahwa pemimpin UDT
Jo?o Carrascal?o adalah komunis yang pro-Soviet dan Fretilin pro-Cina. Namun selama masa
ini, pejabat Indonesia juga bertemu dengan pemimpin UDT dan mengatakan kepada mereka
bahwa Fretilin merupakan ancaman komunis.100 Hal ini menunjukkan kepada sebagian pemimpin
politik Timor bahwa isu komunisme ini digunakan oleh Indonesia sebagai alasan untuk menekan
UDT dan belakangan untuk melakukan intervensi langsung ke Timor Portugis.101 Dalam konteks
Perang Dingin, seperti yang dikatakan oleh Jos? Ramos-Horta kepada Komisi, komunisme ialah
tuduhan yang mudah dibuat tanpa harus ada dasarnya.102
Tidak adanya toleransi politik
98. Walaupun di tingkat nasional terdapat banyak partai politik, dalam banyak kasus polapola
politik yang muncul di tingkat lokal tidak pluralistik. Militan masing-masing partai secara
agresif mempertahankan wilayah politiknya. Tom?s Gon?alves dari Apodeti menceritakan
tentang pengalamannya ketika mencoba berkampanye di komunitas-komunitas distrik:
?UDT sudah masuk Ermera, orang-orang mau memukul
saya?jadi saya pergi ke Letefoho dan di sana juga sudah
penuh dengan orang-orang UDT. Sepupu saya menjadi
camat di sana, dan dia bilang kepada saya, ?Kamu
sebaiknya kembali, tidak perlu kampanye di sini.??103
99. Komisi mendengar banyak kesaksian dan pernyataan tentang tidak adanya toleransi
politik di tingkat komunitas pada tahun 1974-75. Hal ini terwujud dalam banyak cara, dan tidak
jarang berubah menjadi kekerasan. Suatu kebiasaan umum yang sering disebut adalah
pemberian kartu identitas oleh partai politik kepada anggotanya, atau memaksa orang membawa
kartu tersebut walaupun mereka tidak memutuskan untuk menjadi anggota partai. Para militan
partai akan meminta orang-orang untuk menunjukkan kartu mereka, dan bila mereka
menunjukkan kartu partai yang ?salah?, mereka bisa ditahan dan dipukuli.104 Komisi juga
mendengarkan cerita mengenai para guru yang memaksa murid-muridnya untuk menyatakan
kesetiaan kepada suatu partai tertentu, dengan ancaman akan dikeluarkan dari sekolah.105
- 31 -
100. Xanana Gusm?o menceritakan kepada Komisi bagaimana intoleransi ini mendorong
terjadinya kekerasan:
Tiap partai menyatakan pandangan mereka sebagai
kepentingan nasional, tetapi tidak mempertimbangkan
bahwa kita semua adalah orang Timor, juga tidak
mempertimbangkan apa yang sedang diperjuangkan oleh
seluruh bangsa. Dan karena hal ini, kami melihat
kurangnya kemauan para pemimpin partai untuk
mengurangi tingkat kekerasan, untuk menyelesaikan apa
yang sedang terjadi. Kerap kali kami melihat bahwa partaipartai
tersebut cukup senang ketika para pendukungnya
datang dan berkata ?Kami pukuli orang ini? atau ?Kami
bunuh orang itu.? Hal seperti ini dianggap sebagai
kemenangan kecil?Apabila suatu partai memiliki jumlah
anggota terbanyak di suatu subdistrik, partai tersebut tidak
memperbolehkan partai-partai lain berkampanye di daerah
itu. Dan kemudian ketika partai-partai lain akan pergi ke
daerah itu, penduduk akan menyerang, menutup jalan
mereka, memboikot, saling melempar batu dan saling
memukul.106
?Misi mustahil? Lemos Pires
101. Tahap baru dalam proses dekolonisasi Timor Portugis dimulai dengan penunjukan
Kolonel M?rio Lemos Pires sebagai Gubernur pada bulan November 1974. Ia menjadi Gubernur
terakhir Timor Portugis. Lemos Pires menulis bahwa sebelum mengambil jabatan ini, ia bertanya
kepada Presiden Portugis, Jenderal Francisco da Costa Gomes, apabila pemerintah bermaksud
untuk menyerahkan Timor Portugis kepada Indonesia. Ia mengatakan kepada presiden bahwa
apabila rakyat Timor-Leste tidak diperbolehkan untuk menetukan nasibnya sendiri, dan bila
memang itu kebijakannya, ia tidak akan menerima posisi Gubernur tersebut.107 Presiden Portugal
dilaporkan menjwab bahwa tidak ada kebijakan seperti itu, walaupun Indonesia merupakan
bagian dari realita dimana mereka beroperasi.108 Dalam sebuah wawancara dengan Komisi,
Lemos Pires mengingat kekhawatirannya ketika ia meninggalkan Portugal untuk mengambil
posnya sebagai Gubernur:
Saya pergi ke Timor-Leste dengan dugaan bahwa
dukungan yang akan saya terima dari Pemerintah Portugal
akan sangat terbatas, dan lebih buruk dari itu, bahwa fokus
politik Portugis atas proses Timor-Leste akan minimal.
Ternyata saya benar.109
102. Tanpa suatu tugas yang jelas dari atasannya di Lisbon, pada saat kedatangannya di
Timor Portugis Gubernur Lemos Pires berharap untuk menjalankan suatu program untuk
mengatasi apa yang ia pandang sebagai masalah mendesak yang tengah dihadapi oleh koloni
ini. Masalah-masalah tersebut ia definisikan sebagai: kondisi militer yang kehilangan moral;
perlunya suatu kebijakan dekolonisasi; perlunya menghidupkan kembali pemerintahan sipil yang
lumpuh; dan perlunya mempersiapkan orang Timor-Leste untuk menjalankan pemerintahan
negaranya sendiri. Ia mampu menangani beberapa masalah ini, seperti reformasi pendidikan,
dengan cepat. Namun mengatasi masalah yang paling mendesak, seperti hilangnya moral militer
dan menemukan suatu rumusan dekolonisasi, ternyata jauh lebih sulit. Salah satu persoalannya
adalah bahwa ia mendapat sedikit dukungan dari Lisbon. Permintaannya untuk mendapatkan
arahan yang jelas diabaikan. Pandangannya sendiri akan dekolonisasi tidak sejalan dengan
pendangan tokoh-tokoh kunci seperti Menteri Koordinator Antar-wilayah Antonio de Almeida
Santos. Sebelum kedatangannya di Timor, komunikasi dengan Lisbon dipersulit dengan adanya
persaingan antara perwakilan MFA di koloni ini, Mayor Arn?o Metello, dan Gubernur untuk
- 32 -
mendapatkan perhatian pemerintah. M?rio Lemos Pires berupaya mencari jalur komunikasi yang
lebih jelas, akan tetapi tim yang ia susun di Kantor Gubernur hanya mencerminkan perpecahan
yang juga terjadi di Lisbon. Ia tidak dapat berbuat banyak untuk meningkatkan semangat
pasukan Portugis yang sudah pupus, yang sebagian besar hanya ingin kembali ke Portugal
sesegera mungkin.110
103. Kondisi setempat juga tidak mendukung. Upaya awal gubernur dalam menciptakan
mekanisme untuk berkonsultasi dengan partai-partai dalam dekolonisasi selalu menemui
hambatan. Ketika mekanisme ini terwujud, yakni dalam bentuk Komisi Dekolonisasi Timor
(Comiss?o de Descoloniza??o de Timor, CDT), pada akhir April 1975, perbedaan politik antara
partai-partai sudah begitu mendalam, sehingga hal ini mungkin sudah sangat terlambat. Hal ini,
dan juga inisiatif lain seperti rencana implementasi reformasi pendidikan yang dibuat untuk
melayani secara lebih baik komunitas penduduk Timor terinterupsi oleh perang sipil Agustus
1975. 111 sejak awal UDT dan Fretilin menolak untuk duduk bersama dengan Apodeti; Apodeti
menolak untuk menerima kemerdekaan sebagai opsi dan bersikukuh untuk periode transisi
dekolonisasi yang pendek. Kegagalan koalisi Fretilin/UDT pada akhir bulan Mei benar-benar
merusak segala kesamaan yang dimiliki kedua partai. Tampak jelas mengapa Lemos Pires
berada di Lospalos untuk pengumuman hasil pemilihan lokal, salah satu prakarsa reformasinya,
pada tanggal 10 Agustus 1975, sehari sebelum UDT melancarkan Aksi Bersenjata-nya.
104. Di kalangan serdadu Timor yang merupakan bagian terbesar tentara tumbuh anggapan
bahwa Portugal sedang dalam proses berpaling dari Timor.112 Banyak anggota tentara Timor
mulai terlibat dalam politik pada waktu yang mereka anggap sebagai momen yang penting dalam
sejarah negeri mereka. M?rio Lemos Pires merenung di hadapan Komisi:
Mereka semua ingin berpihak pada suatu garis politik,
namun yang lebih buruk ialah bahwa partai-partai politik,
terutama UDT dan Fretilin, masing-masing berusaha
meyakinkan mereka untuk membantu dan mendukung
partai mereka sendiri. Dengan begitu, yang saya lihat
adalah bahwa Tentara tidak bisa memenuhi misinya.113
105. Lisbon menolak permintaan Lemos Pires untuk menambah pasukan Portugis, dan hanya
memberikan dua kompi pasukan terjun payung elit. Sebagai akibatnya kekuasaan Portugis
berkurang pada saat ketegangan semakin memuncak di koloni dan ketika tekanan luar dari
Indonesia mulai. Lemos Pires menyadari bahwa kebijakan Timorisasi-nya dapat dengan mudah
menimbulkan konflik yang dia takkan dapat mengendalikan. M?rio Carrascal?o mengenang
peringatan dari Lemos Pires di hadapan Komisi:
Kalian harus berhati-hati dengan politik kalian. Para
penerjun payung yang ada di Timor sekarang bukan untuk
melindungi kalian?Mereka di sini untuk mengurusi orang
asing di Timor, orang Portugis.114
Koalisi antara UDT dan Fretilin
106. Pada tanggal 21 Januari 1975, didorong dan didukung oleh Gubernur, dan setelah
berulang kali mencoba, Fretilin dan UDT membentuk suatu koalisi. Dua partai tersebut bersatu
berlandaskan komitmen bersama untuk kemerdekaan sepenuhnya, penolakan Apodeti dan
integrasi dengan Indonesia, dan pendirian pemerintahan transisional di mana kedua partai
tersebut berperan di dalamnya. Sementara Fretilin dan UDT memiliki banyak kesamaan,
hubungan mereka tidak harmonis, dan khususnya UDT semakin merasa terancam oleh massa
yang mengikuti Fretilin dan klaim berkelanjutan Fretilin yang menyatakan diri sebagai wakil
tunggal rakyat Timor-Leste.115 Kedua partai terus saling menyerang secara verbal, dan
- 33 -
perseteruan ini meluas ke distrik-distrik. Koalisi ini tidak memiliki mekanisme politik untuk
mengatasi berbagai perbedaan dan menyatukan partai-partai tersebut.116
107. Sementara sejumlah elemen Fretilin terus menganggap UDT sebagai kelompok
reaksioner ultra konservatif, sejumlah anggota UDT menjadi semakin khawatir dengan apa yang
mereka lihat sebagai pengaruh radikal dalam Fretilin. Mulai akhir tahun 1974 Indonesia
meningkatkan propaganda anti komunisnya. Siaran propaganda mereka dari Kupang meliputi
uraian tentang kejadian sehari-hari, yang menunjukkan bahwa mereka memiliki jaringan intelijen
yang sangat efektif di wilayah Timor Portugis.117 Komisi mendengar dari mantan Gubernur,
Lemos Pires, bahwa pemerintah Indonesia khawatir dengan persatuan rakyat Timor yang
diperlihatkan oleh koalisi tersebut, dan mengambil tindakan untuk melemahkannya. 118
108. Wakil militer Indonesia yang terlibat dalam Operasi Komodo mengunjungi Timor Portugis
sepanjang bulan-bulan tersebut. Pada awal bulan April 1975 sebuah delegasi yang terdiri dari
Kolonel Sugianto, Kolonel Soeharto dan beberapa yang lain bertemu dengan Gubernur Lemos
Pires dan para pemimpin tiga partai politik utama tersebut. Pada bulan April 1975 Ali Moertopo
mengundang perwakilan Fretilin dan UDT secara bersamaan tetapi terpisah untuk berkunjung ke
Jakarta.119 Menurut Jos? Ramos-Horta, yang, yang bersama dengan Alarico Fernandes,
mewakili Fretilin dalam pertemuan Jakarta pada bulan April tersebut:
Kunjungan ini?dipandang berbeda oleh kami dan oleh
Indonesia. Kami melihat kunjungan ini dapat menjernihkan
keadaan, mereka melihatnya sebagai kesempatan untuk
semakin memecah belah kita.120
109. Sekembalinya para wakilnya dari kunjungan ke Jakarta, UDT mengadakan pertemuan
Komite Sentral dan memilih mundur dari koalisi. Komisi mendengarkan kesaksian bahwa UDT
membuat keputusan ini setelah pertemuan yang panjang dan sulit, yang memperlihatkan
perpecahan besar dalam tubuh partai mengenai masalah tersebut. Domingos Oliveira
mengatakan kepada Komisi:121
Mayoritas mutlak memutuskan untuk mundur dari koalisi,
mengakhiri koalisi. Mereka berkata ?koalisi ini dimaksudkan
untuk menolong kita, untuk menolong menciptakan
perdamaian, mempersatukan kita saat kita berjuang
menuju kemerdekaan, tetapi kita justru saling menyerang.
Maka lebih baik koalisi diakhiri. Namun ini adalah suatu
kesalahan?Karena ketika kami mengakhiri koalisi, situasi
semakin buruk.122
110. Komisi mendengar bahwa setelah koalisi pecah, ketegangan dan ancaman kekerasan
meningkat.123
111. Satu akibat langsung perpecahan koalisi ini adalah bahwa jalan menjadi semakin terbuka
bagi Indonesia untuk memanfaatkan ketakutan para pemimpin UDT tentang apa yang dianggap
sebagai ancaman komunis. Satu akibat politik jangka-panjang adalah bahwa kedua partai politik
Timor utama ini menjadi berseteru selama bertahun-tahun
- 34 -
3.6 Keterlibatan Indonesia yang semakin besar di Timor Portugis:
destabilisasi dan diplomasi
Tinjauan
112. Sementara pemerintah Portugis di Timor-Leste mulai menerapkan program dekolonisasi,
dan partai-partai politik Timor-Leste berebut menggalang dukungan, Indonesia aktif pada dua
front untuk mendapatkan hasil yang akan memuaskan kepentingannya di wilayah itu.
113. Tak lama setelah Revolusi Bunga di Portugal, Indonesia semakin meningkatkan operasi
pengumpulan intelijen di dalam Timor Portugis. Indonesia juga berupaya untuk mempengaruhi
kalangan politisi Timor-Leste untuk mendukung opsi integrasi. Dari awal 1975 Indonesia mulai
menyusun rencana solusi militer. Kebijakan yang diambil Indonesia terhadap Timor Portugis yang
tampak semakin militeristik dapat ditelusuri pada keyakinannya bahwa tujuan integrasinya tidak
akan mungkin tercapai tanpa kekerasan. Setelah awalnya meminta jaminan kepada Portugal
bahwa Timor-Leste tidak akan menjadi ancaman bagi keamanannya, Indonesia segera
berkesimpulan bahwa kepentingan keamanannya hanya akan tercapai apabila Timor-Leste tidak
menjadi negara merdeka. Perubahan ini didasari oleh persepsi mengenai kepentingan kemanan
Indonesia yang sangat terkondisi oleh pandangan anti-komunisme Perang Dingin pada masa itu.
Indonesia mampu mendapatkan pendukung untuk pandangannya mengenai Timor-Leste di
antara para sekutu Barat dan Asianya, dan sedikit banyak di Portugal juga.
Operasi Komodo dan Peningkatan operasi rahasia militer
114. Pada awal 1975 campur tangan Indonesia di Timor Portugis telah mencapai taraf yang
tidak lagi dapat disebut rahasia. Agen Bakin, Luis Taolin, adalah pengunjung reguler ke Dili dari
basisnya di Timor Barat. Pasukan khusus Indonesia diketahui melatih simpatisan Apodeti di
Timor Barat. Kampanye disinformasi Operasi Komodo semakin ditingkatkan, melalui berbagai
siaran radio yang gencar ke Timor Portugis dari Kupang, dan dengan menyebarluaskan berbagai
cerita di media Indonesia dan luar negeri. Siaran radio mengklaim bahwa Portugal akan segera
menarik diri dari koloni tersebut, menyebarkan cerita-cerita tanpa dasar mengenai inflitrasi
Vietnam dan Cina ke wilayah tersebut dan berdalih bahwa integrasi adalah satu-satunya pilihan.
Mereka semakin memanas-manasi rasa saling curiga antar berbagai pihak, dan menimbulkan
keraguan di antara orang Timor yang tidak terikat dengan partai politik tertentu.124
115. Setelah UDT dan Fretilin membentuk koalisi mereka pada akhir Januari 1975 pihak
Indonesia semakin meningkatkan aktifitas militer. Pada bulan Februari diadakan latihan lintas
angkatan secara besar-besaran di Sumatera selatan, yang secara efektif merupakan gladiresik
bagi invasi skala penuh,125 serta peningkatan kehadiran pasukan di sepanjang perbatasan
dengan Timor Portugis.126
116. Antara bulan Desember 1974 dan Februari 1975 sebuah tim Kopassandha
beranggotakan delapan orang, yang dipimpin oleh Kolonel Dading Kalbuadi, tiba di Atambua. Tim
ini mempersiapkan medan untuk apa yang nantinya menjadi Operasi Flamboyan.* Sebagai
operasi taktis intelijen, Operasi Flamboyan merupakan buah pikiran MayorJenderal Benny
Moerdani atas perintah Departemen Pertahanan dan Keamanan. Mereka membentuk jaringan
agen lintas batas Komodo,127 dan mengambil alih pelatihan 216 orang Timor yang direkrut, yang
dikenal dengan nama Partisan, di Atambua, yang dipimpin Tom?s Gon?alves dari Apodeti.
Komisi mendengar kesaksian bahwa pelatihan Partisan Apodeti semakin ditingkatkan setelah
kedatangan tim Kopassandha pimpinan Kolonel Kalbuadi. Menurut Tom?s Gon?alves, orang
* Menurut Korps Marinir TNI AL, 1970-2000, hal. 285, Operasi Flamboyan dilancarkan pada tanggal 5 Oktober sampai 5
Desember 1975.
- 35 -
Indonesia juga tertarik untuk mengumpulkan intelijen militer dan intelijen lain mengenai Timor
Portugis.128
Di sana, mereka [orang-orang Indonesia] tidak berbicara
dengan kami. Mereka menyebut kita anggota?partisan?,
dan anggota partisan tidak berbicara dengan
mereka?Ketika mereka memangil saya mereka bertanya,
?Kira-kira berapa banyak senjata dimiliki Timor? Berapa
kompi? Apakah banyak orang yang bisa menggunakan
senjata api? Apakah mereka tahu bagaimana menjadi
pejuang gerilya?129
117. Pada bulan Januari 1975, pemerintah Portugis mengirim delegasi ke Atambua untuk
mencoba meyakinkan para Partisan Apodeti untuk kembali ke Timor Portugis, namun mereka
tidak berhasil.130 Sementara itu Kapten Yunus Yosfiah mulai merekrut dan melatih lebih banyak
lagi pasukan Kopassandha di Jawa Barat. Pada akhir bulan April sebuah tim Kopassandha
beranggotakan 80 orang tiba di Atambua.131
Diplomasi Indonesia
118. Keputusan Indonesia untuk meningkatkan aktifitas militernya dengan pelatihan, latihan
perang dan pengumpulan intelijen dilakukan bersamaan dengan kontak dengan negara-negara
yang mempunyai kepentingan atas masa depan Timor Portugis, terutama Portugal dan Australia
serta Amerika Serikat.
Pertemuan di Lisbon antara Portugal dan Indonesia, 14-15 Oktober 1974
119. Sebelum pengunduran diri Presiden Sp?nola pada bulan September 1974, Indonesia
telah meminta diadakan pertemuan dengan pemerintah Portugal untuk membahas masalah
Timor. Pada pertengahan bulan Oktober 1974 Presiden Soeharto mengirim sebuah delegasi
Indonesia yang dipimpin oleh orang kepercayaannya, Jenderal Ali Moertopo, ke Lisbon untuk
membahas Timor Portugis. Mereka bertemu Presiden Costa Gomes, Perdana Menteri Vasco
Gon?alves, Menteri Luar Negeri M?rio Soares, dan pejabat senior di kementrian luar negeri,
sekretaris negara Jorg? Campinos.
120. Kelahiran Fretilin dan jatuhnya Presiden Sp?nola yang konservatif pada bulan September
1974 telah memicu kekhawatiran Indonesia dan membuat mereka yakin akan perlunya
mendapatkan pernyataan pemerintah baru Portugal mengenai masa depan wilayah ini. Menurut
laporan delegasi Indonesia, terdapat kesepakatan di antara para pemimpin Portugis bahwa
integrasi dengan Indonesia akan menjadi hasil terbaik. Menurut versi laporan ini yang diterbitkan,
Presiden Costa Gomes mengatakan kepada delegasi bahwa satu-satunya opsi yang realistis
adalah hubungan dengan Portugal yang terus berlanjut atau integrasi dengan Indonesia. Ia
konon pernah mengatakan secara pribadi bahwa Portugal tidak mempertahankan hubungan
dengan koloninya tersebut. Sekali lagi menurut pihak Indonesia, Sekretaris Negara dan Perdana
Menteri lebih tidak ragu-ragu menyatakan dukungan mereka bagi integrasi, walaupun mereka
juga menyebut perlunya menyerahkan hal ini kepada kehendak rakyat Timor-Leste.132
121. Delegasi Indonesia memberi tahu Presiden Soeharto bahwa para pemimpin Portugis
berpandangan bahwa integrasi adalah opsi terbaik yang ada. M?rio Lemos Pires menulis dalam
bukunya:
- 36 -
Bisa saja, delegasi Indonesia menyadari bahwa posisinya
lebih baik daripada yang mereka bayangkan sebelumnya -
bahwa Portugal tidak menentang integrasi dengan
Indonesia dan Portugal juga tidak memandang
kemerdekaan sebagai suatu opsi. Tetapi Jenderal Ali
Moertopo lupa bahwa, meskipun belum ada kebijakan
yang ditetapkan, pemerintah Portugis tetap mendukung
prinsip penentuan nasib sendiri rakyat Timor. Dia
(Moertopo) terlalu cepat menyimpulkan, entah karena dia
sangat senang atau karena nada percakapan pada waktu
itu memungkinkannya menarik kesimpulan bahwa Portugal
menyukai gagasan integrasi dengan Indonesia dan akan
memfasilitasi tindakan Indonesia ke arah itu.133
122. Analisis mengenai pertemuan ini bisa memberi pemerintah Portugal terlalu banyak
pujian. Laporan komisi penyelidik militer Portugis mengenai dekolonisasi Timor mengemukakan
pendapat yang lebih keras, yang menyimpulkan bahwa ?pertemuan di Lisbon gagal melewati
ujian yang diberikan Indonesia mengenai ketetapan hati Portugal untuk menentang integrasi
Timor dengan Indonesia, sehingga dapat disimpulkan bahwa sikap Portugal ini telah sedikit
banyak mendorong Indonesia dalam niatnya?.134
123. Kesimpulan ini sebagian dikonfirmasikan oleh sikap pemerintah Portugal setelah
pertemuan tersebut. Sekretaris negara untuk administrasi mengirimkan sebuah telegram kepada
Menteri Koordinator Antar-Wilayah, Antonio de Almeida Santos, yang ketika itu sedang
berkunjung ke Timor. Telegram tersebut meminta bahwa mengingat pertemuan dengan Jenderal
Moertopo, selama kunjungannya, menteri ini agar tidak memberi angin pada opsi kemerdekaan
dalam pernyataan-pernyataan publiknya. Menteri tersebut menuruti permintaan ini. Dalam
pidatonya pada sebuah acara penerimaan di Pal?cio das Reparti??es (kini Pal?cio do Governo),
Almeida Santos, walau menekankan bahwa rakyat Timor harus bebas menentukan nasibnya
sendiri, ia berbicara dengan lebih bersemangat mengenai kemungkinan mempertahankan
hubungan dengan Portugal atau integrasi dengan Indonesia ketimbang kemerdekaan, yang ia
katakan tidak akan realistis mengingat Timor masih jauh dari ?kemerdekaan ekonomi?.135
Pertemuan di London antara Portugal dan Indonesia, 9 Maret 1975
124. Terusik oleh semakin meningkatnya aktifitas rahasia Indonesia, Portugal meminta
pertemuan kedua dengan Indonesia.136 Pertemuan tersebut diadakan di London pada tanggal 9
Maret 1975 dengan Jenderal Ali Moertopo kembali memimpin delegasi Indonesia.* Pihak
Indonesia mengambil garis tegas, dan menolak rencana Portugis bagi suatu pemerintahan
transisi dan segala langkah untuk membawa permasalahan ini ke kancah internasional, dan
mengklaim bahwa integrasi adalah satu-satunya solusi dan mengajukan agar Indonesia memiliki
peran penasihat dalam pemerintahan koloni ini. Portugal menegaskan kembali prinsip bahwa
rakyat Timor-Leste perlu didengar mengenai status masa depan koloni tersebut. Akan tetapi,
sekali lagi, tampaknya lagi-lagi Portugal memberi angin kepada Indonesia, ketika, contohnya,
Portugal mengatakan bahwa Indonesia berhak untuk memberi dukungan aktif kepada Apodeti.
Dengan demikian, Portugal memberi Indonesia status yang melampaui status ?pengamat
berkepentingan?.
125. Seperti dalam pertemuan di Lisbon lima bulan sebelumnya, Indonesia menganggap
bahwa mengalahnya Portugal berarti bahwa Portugal memiliki pandangan yang sama bahwa
integrasi dengan Indonesia adalah hasil terbaik. Presiden Soeharto mengungkapkan
* Delegasi Portugal terdiri dari Menteri Koordinator Antar-Wilayah, Antonio de Almeida Santos, Menteri tanpa jabatan Vitor
Alves, Sekertaris Negara urusan Luar Negeri, Jorge Campinos dan Kepala Kantor Urusan Politik di pemerintahan Timor,
Mayor Francisco Mota. Delegasi Indonesia terdiri dari Ali Moertopo, Duta Besar Indonesia di Inggris dan Perancis, dan
Kapten Suharto dari Badan Intelijen BAKIN.
- 37 -
pandangannya mengenai apa yang terjadi dalam pertemuan London kepada Gough Whitlam,
sebulan kemudian dalam sebuah pertemuan di Townsville. Dia memberikan penafsiran yang
sangat berbeda mengenai posisi pihak Portugis dibanding catatan resmi pihak Portugis sendiri,
dan rangkuman versi Soeharto mengenai pertemuan tersebut, seperti yang diungkapkan kepada
Whitlam berbunyi sebagai berikut:
Dalam pertemuan di London Pemerintah Portugis berkata
bahwa integrasi dengan Indonesia adalah hasil terbaik,
asalkan, tentu saja, hal ini adalah yang diinginkan oleh
penduduk wilayah tersebut. Portugis juga setuju bahwa
tidak perlu ada ?campur tangan internasional? dalam
kebijakan Portugis tentang dekolonisasi di Timor. Terserah
Indonesia untuk mencapai integrasi dengan wilayah ini.
Untuk tujuan di atas Indonesia memperoleh persetujuan
pemerintah Portugis untuk membantu dan
membangun?Apodeti, dan untuk melakukan pendekatan
kepada, dan untuk mempengaruhi garis kebijakan partai
UDT dan Fretilin.137
Pertemuan antara Soeharto dan Whitlam, di Wonosobo, 6 September 1974, dan di
Townsville, 4 April 1975
126. Soeharto bertemu dengan Perdana Menteri Australia Gough Whitlam dua kali selama
periode 1974-75. Pertama di Wonosobo, dekat Yogyakarta pada tanggal 6 September 1974 dan
di Townsville, Queensland pada tanggal 4 April 1975. Timor Portugis dibahas dalam kedua
pertemuan tersebut, dan dalam kedua pertemuan Whitlam diyakini telah memberi Soeharto
lampu hijau untuk mengambil alih wilayah tersebut, seperti yang ditunjukkan oleh catatan
notulensi Australia yang kini merupakan arsip umum (lihat Bab 7.1.: Hak Menentukan Nasib
Sendiri),. Dalam kedua kesempatan tersebut Whitlam mengatakan kepada Soeharto bahwa
pemerintahnya menganggap Timor seharusnya menjadi bagian dari Indonesia untuk alasanalasan
yang hampir identik dengan apa yang dinyatakan Soeharto: bahwa Timor tidak bisa
bertahan sebagai negara merdeka dan oleh karenanya akan selalu menjadi ?pusat perhatian?
negara-negara yang lebih kuat.138 Pada pertemuan di Wonosobo Soeharto secara eksplisit
menyatakan bahwa Indonesia dan Australia memiliki kepentingan strategis yang sama di Timor
Portugis - Timor-Leste yang merdeka akan menjadi mangsa bagi Cina atau Uni Sovyet sehingga
akan menjadi ?duri dalam mata Australia dan duri di punggung Indonesia?.139
127. Pada saat yang sama mereka sepakat bahwa integrasi harus terjadi melalui proses yang
mengakui hak rakyat Timor-Leste atas penentuan nasib sendiri, dengan tambahan dari Whitlam
bahwa hal ini harus dilakukan ?dengan cara yang tidak akan mengusik rakyat Australia? seperti
yang dikatakannya di Townsville.140 Keduanya tidak menjelaskan tujuan mana yang akan lebih
dipentingkan apabila tidak mungkin mencocokkan kehendak orang Timor atas penentuan nasib
sendiri dengan keinginan Indonesia untuk integrasi. Di Townsville pada bulan April 1975,
walaupun masih menghindar menggunakan senjata, Soeharto tampaknya sudah hampir
memutuskan persoalan ini dengan mengatakan bahwa tindakan penentuan nasib sendiri tidak
dapat dijadikan tolok ukur untuk menentukan kehendak sebenarnya rakyat Timor. Whitlam
bersimpati, dan mengungkapkan pendapatnya bahwa orang biasa di Timor ?tidak memahami
politik? dan akan memerlukan waktu ?untuk menyadari hubungan kekerabatan etnisnya dengan
tetangga Indonesia mereka?.141
128. Di samping segala keraguannya, terdapat bukti bahwa pandangan Whitlam yang
diungkapkan di pertemuan Yogyakarta tampaknya telah sangat mempengaruhi keputusan
Indonesia bahwa tidak ada alternatif selain penggabungan. Pada tanggal 14 Oktober 1974 Duta
Besar Australia untuk Portugal melaporkan ke Canberra mengenai perbincangan antara Ali
Moertopo selama kunjungannya ke Lisbon: ?Ali [Moertopo] mengatakan bahwa sebelum
- 38 -
kunjungan Whitlam ke Jakarta mereka belum membuat keputusan mengenai Timor. Namun
dukungan Perdana Menteri mengenai gagasan penggabungan dengan Indonesia membantu
mereka menjernihkan pemikiran mereka dan kini mereka sangat yakin tentang bijaknya langkah
ini?.142
129. Juga terdapat bukti bahwa dalam mengatasi dilema antara penggabungan dan
penentuan nasib sendiri, Whitlam cenderung lebih memilih yang pertama. Ia mengungkapkan
pandangannya mengenai hal ini secara jujur dalam sebuah pesan rahasia yang ia kirim kepada
Menteri Luar Negerinya pada tanggal 24 September 1974, dua minggu setelah pertemuannya di
Wonosobo: ?Saya mendukung penggabungan akan tetapi penentuan nasib sendiri perlu
dituruti.?143 Duta besar Whitlam di Jakarta, Richard Woolcott, juga yakin bahwa dalam pandangan
Perdana Menteri, penggabungan adalah tujuan yang lebih utama. Dan tampaknya juga menjadi
pandangan Woolcot bahwa hal ini harus menjadi tujuan utama Australia hanya karena ini
merupakan tujuan utama Indonesia. Dalam pesan telegramnya kepada Menteri Luar Negerinya,
Don Willessee, pada tanggal 17 April 1975, tak lama sesudah pertemuan Townsville, Woolcott
mempertentangkan pendapat menteri mengenai hal ini dengan pendapat Perdana Menteri:
[Anda] cenderung menekankan proses tindakan
penentuan nasib sendiri yang selayaknya bagi Timor
Portugis?[J]elas dalam pertemuan Townsville bahwa
Perdana Menteri terus menganggap bahwa logika
situasinya adalah bahwa Timor harus menjadi bagian dari
Indonesia dan kita akan ?menyambut? hasil seperti itu
dibandingkan tindakan pilihan sendiri. Walaupun kita
mendukung prinsip penentuan nasib sendiri, dan meskipun
kita tidak bisa membenarkan penggunaan kekuatan,
Perdana Menteri tetap tidak menginginkan munculnya
Timor-Leste yang merdeka dan ia percaya bahwa
penekanan secara terbuka mengenai penentuan nasib
sendiri, pada tahap ini, akan semakin memperkuat tekanan
bagi kemerdekaan.? 144
130. Dalam otobiografinya Woolcott mengutip dari telegram lain untuk menjelaskan pemikiran
di belakang posisi ini:
Indonesia akan bertindak untuk menyatukan Timor.
Sementara Presiden Soeharto ingin agar penyatuan ini
dicapai dengan cara yang sedapat mungkin terlihat baik,
Indonesia tidak akan mundur dari tujuan kebijakan yang
mendasar ini. Indonesia menganggap hasil ini sangat
esensial bagi kepentingan nasional jangka panjangnya
dan, memang, merupakan juga kepentingan kawasan
tersebut seutuhnya. Indonesia secara konsisten meyakini
keputusan ini sejak beberapa bulan sebelum saya
menduduki pos ini Maret lalu.145
Pertemuan Macau, 26-28 Juni 1975
131. Pada bulan April 1975 Gubernur M?rio Lemos Pires membentuk Komisi untuk
Dekolonisasi Timor (Comiss?o de Descoloniza??o de Timor, CDT). Pertemuan bulan Mei dengan
koalisi UDT-Fretilin, yang diboikot oleh Apodeti, membahas program dekolonisasi yang
didasarkan atas hak untuk merdeka, sebuah pemerintah transisi dan majelis permusyawaratan
lokal. Namun pada tanggal 27 Mei UDT memutus koalisinya dengan Fretilin, yang menyebabkan
pembicaraan terhenti.146 Sebagai tanggapannya, Portugal membuat rencana untuk mengadakan
pembicaraan tingakt tinggi mengenai dekolonisasi di Macau.
- 39 -
132. Pada tanggal 26-28 Juni Antonio de Almeida Santos, Menteri Koordinator Antar-Wilayah
Portugal, bertemu dengan UDT, Apodeti dan pengamat diplomatik Indonesia di Macau. Fretilin
berkeberatan atas partisipasi Apodeti dan Indonesia, dan memboikot pertemuan tersebut. Fretilin
curiga bahwa pertemuan tersebut merupakan bagian dari strategi Portugis untuk menyerahkan
Timor-Leste kepada Indonesia:
Mereka menjajah kami selama 450 tahun dan mereka
sudah bosan, maka mereka berikan kami kepada orang
lain sambil berkata, ?Pergilah dan dirikan pemerintahan di
sana sekarang.? Jadi berapa lama kami akan menjadi
budak? Karena itulah saya tidak bersedia pergi ke sana.
Konferensi di Macau adalah taktik Portugal dan Indonesia
untuk mengintegrasikan Timor ke Indonesia.147
133. Anggota senior Fretilin lebih memilih untuk menghadiri upacara kemerdekaan
Mozambique.148 Pertemuan puncak Macau hanya menguntungkan kepentingan Indonesia karena
pertemuan ini mengakui bahwa baik Apodeti maupun Jakarta memiliki kepentingan dalam proses
ini. Hasil pertemuan tersebut adalah Dekrit 7/75, yang memaparkan: struktur pemerintahan
sementara dengan partisipasi semua partai; jadwal untuk pemilihan umum tahun 1976; dan
berakhirnya kedaulatan Portugis pada tahun 1978. Pertemuan ini juga menyusun dasar legislatif
yang menutup upaya-upaya Indonesia untuk mendapat jaminan agar integrasi menjadi hasil akhir
dari proses dekolonisasi sebagai hasil kesepakatan langsung. Akan tetapi, sebagai langkah
mundur dari pengakuan CDT pada bulan Mei, Dekrit 7/75 hanya mengakui hak atas penentuan
nasib sendiri. Pertemuan tersebut merancang proses dekolonisasi yang akan membentuk
pemerintahan transisi, yang terdiri dari orang Timor-Leste yang dipilih dan orang-orang Portugis
yang diangkat, dan sebuah dewan penasihat pemerintahan. Lembaga-lembaga nasional ini akan
didukung di tingkat distrik oleh dewan-dewan lokal.
134. Partai-partai politik memiliki reaksi yang berbeda-beda terhadap program dekolonisasi
yang diputuskan di Macau. Fretilin mengambil posisi yang tidak jelas, tidak menyatakan
kesiapannya untuk ikut serta dalam pemerintahan transisi yang diusulkan, juga tidak sepenuhnya
menolak, tapi hanya mengatakan bahwa mereka akan ambil bagian dalam pemilihan umum 1976
yang diusulkan.149 UDT menerima hasilnya. Apodeti, seperti Indonesia, menolaknya dengan
dasar bahwa kemerdekaan memang merupakan satu-satunya pilihan, dan jangka waktunya
terlalu lama. Setelah pertemuan ini, ketegangan antar partai meningkat, UDT tersinggung atas
boikot Fretilin, dan Fretilin marah karena Apodeti terlibat. Kedua partai besar Timor-Leste
tersebut juga merasa bahwa Portugal tidak terus terang, dan mengetahui tentang pertemuan
bilateral antara Portugal dan Indonesia. M?rio Carrascal?o mengenang dampak dari pertemuanpertemuan
bilateral ini:
Indonesia?mendampingi Apodeti ke Macau dan
mengadakan pertemuan di Hong Kong dengan delegasi
Pemerintah Portugis di sana. Apa yang mereka
rencanakan? Sampai hari ini mereka tidak mengatakan
apa yang mereka lakukan dalam rapat tersebut. Kami tidak
tahu.?Apa yang mereka lakukan? Ini bukan masalah
Indonesia. Ini adalah masalah Timor, tetapi [Indonesia]
mereka lah yang mengadakan pertemuan. Pertemuan
rahasia dengan mereka [Portugis]. Kenapa? Orang-orang
memanfaatkan hal ini, akibatnya rakyat menjadi terbagibagi.?
150
- 40 -
Pertemuan antara Presiden Soeharto dan Presiden Gerald Ford, 5 Juli 1975
135. Pada tanggal 5 Juli, dalam sebuah pertemuan di Camp David dengan Presiden Gerald
Ford selama kunjungan kenegaraannya ke Amerika Serikat, Presiden Soeharto menggariskan
kebijakan Indonesia mengenai Timor-Leste. Ia menutup kata-katanya dengan kalimat:
Jadi satu-satunya jalan adalah integrasi dengan Indonesia.
136. Soeharto berpendapat bahwa sebuah Timor Portugis merdeka tidak akan dapat berjalan,
dan bahwa akan sulit bagi Portugal untuk bisa terus menjalankan negara ini karena
keterpencilannya dari wilayah itu.151
137. Sebelumnya ia meyakinkan Presiden Ford bahwa Indonesia tidak akan menggunakan
kekuatan terhadap wilayah negara lain. Seperti halnya dalam pertemuannya dengan Whitlam di
Townsville, Soeharto membesar-besarkan argumen bahwa karena ?tekanan kuat? oleh partai prokemerdekaan
akan sangat sulit untuk memastikan kehendak sebenarnya rakyat Timor-Leste.
Indonesia menghadapi masalah ?bagaimana mengatur sebuah proses penentuan nasib sendiri
agar mayoritas ingin bersatu dengan Indonesia?. Selama percakapan mereka, Presiden Ford
tidak mengungkapkan pandangannya mengenai posisi Amerika Serikat dalam persoalan ini.
138. Bungkamnya Ford mungkin merupakan cerminan kebijakan Amerika Serikat terhadap
Timor Portugis. Menurut Mantan Duta Besar Australia untuk Indonesia, Richard Woolcott:
Amerika Serikat, terlibat di Timur Tengah, terbebani oleh
dampak Watergate dan kelelahan akibat kegagalannya di
Vietnam, benar-benar tidak peduli akan masa depan
Timor-Leste. Duta Besar Amerika Serikat di Jakarta
bahkan diminta pada tahun 1975 untuk mengurangi
laporan kedutaan tersebut mengenai masalah itu.152
3.7 Gerakan Bersenjata 11 Agustus dan konflik bersenjata internal
Tinjauan
139. Kurang dari dua minggu setelah kembali dari Jakarta, para pemimpin UDT melancarkan
Gerakan Bersenjata 11 Agustus. Kadang disebut kudeta, ?percobaan kudeta?, gerakan atau
pemberontakan, aksi bersenjata ini dimulai di ibukota Dili dan dengan cepat menyebar ke seluruh
negeri. UDT merebut beberapa instalasi penting, dan memberikan daftar permintaan-permintaan
kepada pemerintahan Portugis. Mereka mengklaim bahwa gerakan tersebut ditujukan untuk
menghilangkan elemen-elemen ekstrimis dari negeri tersebut untuk mencegah intervensi
Indonesia.153 Fretilin mundur ke basis pertahanan mereka di perbukitan A?leu. Karena dia tidak
dapat menjaminan keamanan, berbagai usaha Gubernur Portugal untuk mengajak kedua pihak
ke meja perundingan tidak berhasil. Pada tanggal 20 Agustus Fretilin membalas, dengan
dukungan sebagian besar anggota militer Portugis yang orang asli Timor. Konflik ini meluas ke
sebagian besar wilayah negeri tersebut. Para pemimpin kedua partai besar tersebut mengatakan
kepada Komisi bahwa mereka kehilangan kendali atas situasi tersebut. Konflik bersenjata ini
relatif cepat selesai, dan pada awal September, sekitar 20.000 orang yang sebagian besar dari
UDT, tetapi juga termasuk anggota dari partai-partai lain, telah terdesak menuju perbatasan
dengan Timor Barat. Mereka menyeberang ke Timor Barat sebelum akhir bulan.
140. Pemerintahan Portugis berusaha membawa partai-partai tersebut ke meja perundingan.
Gubernur menyimpulkan bahwa dia tidak dalam posisi untuk mengendalikan situasi tersebut
dengan cara-cara militer.154 Tidak berdaya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian dan terkurung
- 41 -
di zona netral di Farol, Pemerintahan Portugis menarik diri ke pulau Ata?ro pada malam hari
tanggal 26 Agustus.
141. Pada bulan September 1975 Indonesia mengharuskan UDT dan sekutu-sekutunya yang
telah lari melintasi perbatasan untuk menandatangani sebuah petisi pro-integrasi kepada
Presiden Soeharto. Sebagai imbalannya Indonesia menawarkan dukungan materi dan logistik.
Indonesia meningkatkan operasi-operasi militernya sendiri, dengan pertama melancarkan
beberapa serangan lintas-perbatasan, dan kemudian, sejak awal Oktober, operasi-operasi militer
berskala lebih besar yang berhasil menguasai sejumlah kota-kota strategis di dekat
perbatasan.155
UDT Melancarkan Gerakan Bersenjata 11 Agustus
142. Sejak pecahnya koalisi mereka pada bulan Mei, ketegangan antara UDT dan Fretilin
terus meningkat, baik di Dili maupun di distrik-distrik.* Pada awal Agustus UDT memutuskan
untuk mengirim Sekjen mereka, Domingos Oliveira, dan anggota Komite Sentral yang
bertanggungjawab atas hubungan luar negeri, Jo?o Carrascal?o, ke Jakarta. Mereka berharap
dapat bertemu dengan Presiden Soeharto. Namun mereka justru ditemui oleh Ali Moertopo.
Domingos Oliveira mengatakan pada Komisi bahwa keputusan untuk mengirim delegasi ke
Jakarta didorong oleh adanya kebutuhan ?untuk menghancurkan semua dalih Indonesia untuk
menginvasi Timor?. Misi kedua wakil UDT tersebut adalah untuk meyakinkan Moertopo bahwa
Fretilin sesungguhnya adalah gerakan nasionalis dan bahwa UDT mampu ?membersihkan
pekarangan kami sendiri? dengan mengusir pejabat-pejabat Portugis dan para pemimpin Fretilin
yang bersimpati kepada komunis. Menurut cerita Jo?o Carrascal?o tentang pertemuan tersebut,
Moertopo mengatakan jika mereka memang mampu membersihkan pekarangannya sendiri,
Indonesia akan menghormati hak penentuan nasib sendiri rakyat Timor. Dengan merenungkan
kembali, Jo?o Carrascal?o sekarang menganggap kedua wakil UDT tersebut sungguh naif
karena mempercayai kata-kata Moertopo dan bahwa sesungguhnya ?semuanya telah
direncanakan untuk pengambilalihan Timor-Leste?, seperti yang dikatakan padanya dalam suatu
percakapan pribadi di Kupang dengan Gubernur Nusa Tenggara Timur, El Tari, dalam
perjalanannya kembali ke Dili.156
143. Tentu saja ini juga merupakan pandangan dari diplomat yang mungkin paling banyak
tahu di Jakarta, Dubes Australia, Richard Woolcott, bahwa jauh sebelumnya HAL INI sudah
?menjadi kebijakan Indonesia yang tetap untuk menggabungkan Timor?.157 Pada pertemuan
tersebut Ali Moertopo mengatakan bahwa Indonesia telah menerima informasi dari intelijen
bahwa Fretilin merencanakan kudeta pada tanggal 15 Agustus.158
144. Para anggota UDT telah mempertimbangkan aksi anti-komunis selama beberapa minggu
sebelum 11 Agustus.159 Tujuan utama dari gerakan bersenjata adalah, seperti yang ditekankan
para pemimpinnya sekarang, bukan untuk mengambil alih kekuasaan tetapi untuk meluruskan
kembali proses dekolonisasi yang dipercaya UDT telah dibajak oleh elemen-elemen ?ambisius,
tidak bertanggung jawab, dan bermaksud buruk?, dan untuk mencegah kudeta Fretilin, yang
konon direncanakan pada tanggal 15 Agustus.160 Tetapi, ada banyak pertanyaan yang tidak
terjawab, khususnya tentang peran Indonesia dalam berbagai kejadian ini dan apa tujuan
sebenarnya dari para pemimpin kudeta tersebut. Sejumlah kesaksian yang diterima Komisi
sedikit menjelaskan pertanyaan-pertanyaan ini, tapi tidak cukup untuk memberi jawaban yang
pasti atas sejumlah pertanyaan tersebut.
* Dalam submisinya kepada CAVR mantan Sekjen UDT, Domingos Oliveira, memberikan sebuah daftar tentang insiden
yang terjadi antara bulan Juni dan awal Agustus yang menunjukkan bahwa rusaknya hubungan kedua partai. [Submisi
diberikan tertulis setelah kesaksian dalam Audiensi Publik Nasional CAVR tentang Konflik Politik Internal 1974-76, 15-18
Desember 2003. Arsip CAVR.]
- 42 -
145. Meskipun daftar sasaran mereka jauh lebih panjang dan termasuk semua fasilitas militer
utama, gerakan bersenjata tersebut merebut markas polisi, dan ?menangkap? komandannya
Letnan Kolonel Rui Magiolo Gouveia serta pasokan senjatanya, dan menguasai sejumlah
instalasi penting, termasuk pelabuhan, bandar udara dan fasilitas radio dan telpon di Dili.161
Pemimpin gerakan bersenjata Jo?o Carrascal?o bertemu dengan Gubernur Lemos Pires sekitar
pukul 1 pagi pada tanggal 11 Agustus, dan menyatakan maksud UDT untuk menghilangkan
berbagai elemen komunis dari pemerintah dan dari Fretilin. Mantan gubernur menulis beberapa
tahun kemudian bahwa gerakan tersebut tidak bermaksud untuk menyingkirkan pemerintah
Portugis, dan bahwa gerakan itu tidak mengharapkan intervensi militer. Keesokan harinya
gerakan ini mengajukan tuntutannya kepada Gubernur Lemos Pires. Tuntutan tersebut termasuk:
penggantian anggota militer tertentu, proses dekolonisasi yang dipercepat; mengalihkan
kekuasaan kepada UDT, dan mengakui wewenang ekstra yudisial UDT sebagai gerakan
pembebasan.162
146. Unjuk kekuatan UDT tersebut konon tidak diarahkan kepada Fretilin, tetapi lebih pada
?unsur-unsur komunis? di dalam Fretilin. Namun segala harapan UDT bahwa Fretilin akan serta
merta membuang para ?ekstrimis?-nya dan bergabung dengan UDT untuk bersama-sama
memperjuangkan kemerdekaan segera pupus. Fretilin tetap bersatu dan menuntut pemerintah
kolonial Portugis untuk melucuti UDT.163 UDT menahan ratusan anggota Fretilin, termasuk
beberapa pemimpin partai di markasnya di Palapa?o, Dili, dimana penganiayaan adalah sesuatu
yang biasa dan ada beberapa orang yang meninggal dalam keadaan yang tidak jelas.164
147. Momentum awal berada pada UDT. Selama beberapa hari setelah ?percobaan kudeta?
tanggal 11 Agustus, para pendukung UDT menahan ratusan pemimpin Fretilin dan
pendukungnya di seluruh wilayah tersebut. Gubernur Lemos Pires memutuskan untuk tidak
menentang UDT dengan kekerasan. Beberapa pertimbangan membuatnya tidak melakukan
tindakan tersebut. Dia tidak yakin apakah kesetiaan para tropas (tentara) Timor pada
pemerintahan kolonial lebih kuat dibanding simpati mereka pada salah satu partai yang bersaing.
Jika tidak, ada risiko para prajurit Portugis akhirnya akan berperang melawan orang Timor.
Konfrontasi antara orang Portugal dan orang Timor tidak saja akan menjadi bencana politik;
tetapi bisa juga berakhir dengan kekalahan militer bagi Portugis. Lemahnya kekuatan pasukan
Portugis dalam beberapa bulan sebelumnya tidak bisa tergantikan dengan kedatangan 75
pasukan terjun payung untuk memperkuat tentara kolonial.165
148. Sementara itu, para pemimpin Fretilin mundur ke A?leu, sebuah basis pertahanan Fretilin
dan markas pusat pelatihan tentara (Centro de Instru??o). Pada tanggal 13 Agustus di Dili, UDT
dan para simpatisannya dalam angkatan bersenjata membentuk sebuah front, Gerakan untuk
Persatuan dan Kemerdekaan Rakyat Timor (Movimento para Unidade e Independ?ncia de
Timor-Dili, MUITD), berdasarkan prinsip-prinsip ?persatuan, kemerdekaan dan anti-komunisme?.
Mereka meramalkan adanya peleburan semua partai pro-kemerdekaan dan kesetiaan para
anggotanya pada MUITD.166 Dalam dua hari berikut, UDT berhasil meyakinkan kepala polisi,
Magiolo Gouveia, yang berada dalam tahanan UDT, dan banyak warga Timor di bawah
komandonya, juga sebagian militer, termasuk kompi-kompi yang berbasis di Baucau dan
Lospalos.167 Pada tanggal 16 Agustus UDT mengeluarkan pernyataan tertulis mengimbau
pengusiran semua orang komunis dari wilayah tersebut, termasuk mereka yang berada dalam
?Kantor Gubernur Portugis?, pelarangan Fretilin, pembatalan Undang-Undang 7/75 dan
dilanjutkannya negosiasi-negosiasi tentang kemerdekaan Timor-Leste. Pada tanggal 17 Agustus,
yang tampaknya merupakan sebuah konsesi terhadap UDT, kedua orang delegasi MFA, Mayor
Mota, kepala Kantor Urusan Politik dan Mayor J?natas, yang keduanya dituduh oleh UDT (dan
pihak Indonesia) sebagai wakil ?sayap komunis? di pemerintahan, dikirim ke Lisbon, tampaknya
untuk memberi laporan kepada pemerintah pusat tentang perkembangan di Timor-Leste.168
- 43 -
Kegagalan melakukan negosiasi: konflik bersenjata internal
149. Pada tanggal 11 Agustus, dari basis mereka di A?leu, Fretilin memberikan suatu daftar
berisi 13 syarat untuk berpartisipasi dalam negosiasi kepada pemerintahan Portugis. Di
antaranya adalah pelucutan senjata UDT dan memberikan tanggung jawab keamanan pada para
serdadu Timor-Leste, dengan alasan bahwa polisi telah terbukti tidak dapat diandalkan.169 Pihak
Portugis kemudian mengirim Rog?rio Lobato, serdadu Timor dengan pangkat paling tinggi dalam
tentara Portugis, sebagai utusan kepada pimpinan Fretilin. Tetapi ini jutsru berbalik, dan dia
berperan penting ketika kembali ke Dili dan meyakinkan mayoritas serdadu Timor-Leste untuk
bergabung dengan pihak Fretilin. Meskipun sebelumnya bersumpah untuk bersikap netral secara
politik (apartidarismo),170 tentara Timor-Leste ikut terbawa dalam arus kebebasan politik baru
seperti rekan-rekan sipilnya.171 Pada tanggal 15 Agustus Komite Sentral Fretilin di A?leu
mengumumkan apa yang mereka sebut ?dilanjutkannya perjuangan bersenjata umum melawan
semua pengkhianat dan musuh-musuh rakyat?.172 Pada tanggal 20 Agustus, Fretilin melancarkan
serangan melawan UDT.
150. Pada tanggal 18 Agustus, pegawai pemerintah Portugis yang tersisa telah mundur ke
lingkungan Farol dimana sebagian besar dari mereka tinggal dan yang membentuk pusat zona di
Dili yang dinyatakan netral. Pasukan terjun payung Portugis dikerahkan ke zona netral untuk
melindungi mereka.
151. Pada pukul 1.00 dini hari tanggal 20 Agustus, Rog?rio Lobato dan Hermenegildo Alves
melancarkan pemberontakan bersenjata Fretilin dengan mengambil alih Quartel Geral (markas
tentara) di Taibessi dan menahan tentara Portugis yang berada di situ, termasuk wakil kepala
staff.173 Pada tanggal 22 Agustus pemimpin Fretilin kembali ke Dili. Garis depan konflik di Dili
pada awalnya berada di Colmera, tetapi pertempuran menyebar ke seluruh kota selama dua
minggu berlangsungnya pertempuran tersebut. Komisi menerima kesaksian bahwa senjata
tersedia dalam jumlah besar di Dili, dan bahwa kedua belah pihak membagikannya dengan
sembarangan.174 Dalam konflik bersenjata singkat tersebut para partai politik bersekutu dengan
partai lain melalui segala kemungkinan. Mario Carrascal?o menggambarkan fenomena ini dalam
Audiensi Publik tentang Konflik Internal:
Kami melihat pendekatan yang berbeda di sana [di distrikdistrik]?
Di Atsabe kami melihat Fretilin bersama dengan
UDT melawan Apodeti. Apodeti di Same berbeda, mereka
bersama UDT melawan Fretilin. Di Dili, Fretilin dan Apodeti
melawan UDT.175
152. Angka kematian tertinggi terjadi di daerah pedesaan, dimana ketegangan yang
bersumber dari pertikaian antar suku yang sudah lama dan dendam-dendam pribadi, lebih dipicu
lagi oleh berbagai perbedaan militan kepartaian, dan meledak menjadi kekerasan.176 Kekerasan
paling hebat terjadi di Liqui?a, Ermera, Ainaro, Manufahi dan Manatuto, meskipun tidak terbatas
di berbagai distrik ini saja.
153. Komisi menerima kesaksian dan pernyataan dari seluruh negeri tentang dampak konflik
terhadap rakyat biasa. Kebrutalan rakyat Timor-Leste melawan sesamanya dalam konflik singkat
ini telah meninggalkan luka yang dalam pada masyarakat Timor-Leste yang terus dirasakan
hingga hari ini. Para anggota UDT bertanggung jawab atas pembunuhan berbagai tahanan
Fretilin di sejumlah tempat pada bulan Agustus, setelah semakin jelas bahwa Fretilin semakin
memperkuat kekuasaan mereka. Sebanyak 348 pembunuhan selama periode konflik internal
telah dilaporkan kepada Komisi. Jumlah ini menunjukkan bahwa jumlah total sebanyak 1500
pembunuhan yang diperkirakan oleh perhitungan terkini seperti dari ICRC bisa dikatakan cukup
akurat.177 Data Komisi menunjukkan bahwa sebagian besar pembunuhan dilaksanakan oleh
Fretilin, meskipun pembunuhan masal juga dilakukan oleh UDT (lihat Bab 7.2: Pembunuhan
- 44 -
Tidak Sah dan Penghilangan Paksa).* Suatu pembantaian terjadi pada tanggal 27 Agustus 1975
di pantai selatan di Wedauberek, Manufahi, dimana para anggota UDT mengeksekusi 11
anggota organisasi pemuda Fretilin, Unetim.178. Pada tanggal 28 Agustus, dengan semakin
mendekatnya pasukan Fretilin ke basis pertahanan UDT di Ermera, 20 orang yang ditahan oleh
UDT sesudah gerakan bersenjata dibunuh.179
154. Dalam kesaksiannya kepada Komisi Xanana Gusm?o menjelaskan tanggapan Fretilin
sebagai balas dendam atas aksi-aksi yang dilakukan UDT.180 Rog?rio Lobato, yang memimpin
pasukan bersenjata Fretilin saat itu, mengatakan kepada Komisi bahwa ada beberapa motivasi
berbeda untuk kekerasan tersebut :
Kadangkala ini bukan karena mereka memiliki masalah
dengan mereka tentang situasi [politik] ini, tetapi dari
masalah lama. Saya tahu kadang itu karena mereka
menculik pacarnya sehingga sekarang mereka
menggunakan kesempatan itu untuk menghajarnya. Saya
tahu ini. Orang memanfaatkan perang ini untuk menghajar
orang lain dan main hakim sendiri. Tapi sebagian dari
mereka memang menghajar mereka karena mereka marah
pada mereka selama perang?Saya ingin mengatakan
bahwa dalam proses perang ini banyak sekali yang
meninggal?memang benar Fretilin membunuh banyak
tahanan UDT?UDT juga membunuh para tahanan Fretilin.
181
155. Dalam Audiensi Publik Komisi tentang Konflik Internal, para pemimpin politik UDT dan
Fretilin memberi kesaksian bahwa partai mereka tidak memiliki kebijakan untuk membunuh
tahanan, atau kekerasan terhadap rakyat sipil, tetapi mereka tidak dapat mengendalikan kader
mereka di seluruh negeri.182 Namun demikian, Komisi menerima sejumlah kesaksian yang
menyatakan adanya keterlibatan para anggota senior kedua partai tersebut dalam pembunuhan,
meskipun tidak disertai dengan bukti bahwa partai-partai tersebut mengambil keputusan
institusional dalam melakukan kejahatan-kejahatan ini (lihat Bagian 8: Tanggung Jawab dan
Pertanggungjawaban).183
156. Orang Timor yang menjadi anggota militer dan polisi Timor Portugis, dan sebagian orang
Portugis, tidak berdiri di luar konflik ini. Sementara UDT mendapat dukungan anggota polisi
orang Timor (dan beberapa orang Portugis) dan beberapa unit militer, mayoritas pasukan Timor
mendukung Fretilin.184 Dukungan militer ini memungkinkan Fretilin untuk unggul dengan cepat
setelah melancarkan ?pemberontakan bersenjata umum?. Pelanggaran prinsip apartidarismo ini
juga mengakibatkan tersebarnya senjata-senjata api ke tangan partai-partai politik dan
pendukung mereka, yang sangat meningkatkan dampak kekerasaan tersebut. Di Dili, UDT
mundur ke bandar udara, dan pada awal September telah mundur ke arah barat melalui Liquica
ke arah Indonesia.
UDT mundur ke perbatasan
157. Sebagai akibat dari serangan balasan Fretilin, pada bulan September para anggota dan
simpatisan partai UDT, Apodeti, Klibur Oan Timor Aswain (KOTA) dan Trabalhista lari pertama ke
daerah perbatasan Batugade, dan kemudian melintasi perbatasan ke Timor Barat.185 Kekalahan
UDT dan para sekutunya mendorong para pemimpinannya, bagaimanapun enggannya, untuk
menerima permintaan Indonesia untuk menandatangani petisi yang mengimbau integrasi Timor
* CAVR telah melaksanakan Survey Retrospektif Kematian yang didasarkan oleh pengalaman dari 1396 rumah tangga
yang dipilih secara acak di Timor-Leste. Dari survey ini, CAVR mengekstrapolasi perkitraan pelanggaran total untuk 1974-
1999.
- 45 -
Portugis ke dalam Indonesia sebagai harga bagi keselamatan perjalanan mereka ke Timor Barat.
Jumlah warga Timor-Leste yang dipindahkan ke Timor Barat telah dipertentangkan. Pejabatpejabat
Indonesia saat itu menyebut angka sekitar 40.000 ? 50.000 orang.186 Warga Timor-Leste
yang ikut dalam pelarian tersebut menyebut angka yang jauh lebih rendah, sekitar 10.000 sampai
30.000, dan menyatakan bahwa perbedaan antara perkiraan mereka dan perkiraan Indonesia ini
karena Indonesia ingin membesarkan angka jumlah pengungsi, baik untuk membesar-besarkan
skala dan parahnya konflik internal ataupun untuk menarik jumlah bantuan internasional yang
lebih besar.187
Tanggapan Portugal terhadap konflik internal
158. Portugal menanggapi konflik internal dengan mengirim utusan ke koloni dari Lisbon.
Indonesia menghalangi usaha utusan pertama Kolonel Jos? Gomes untuk sampai ke Dili pada
tanggal 14 Agustus. Pada tanggal 22 Agustus sebuah pesan dari Kantor Kepresidenan di Lisbon
sampai ke Gubernur Lemos Pires, yang memberikan informasi bahwa Menteri Koordinator Antar-
Wilayah, Antonio de Almeida Santos, akan tiba di Darwin pada tanggal 27 Agustus. M?rio Lemos
Pires berusaha mengatur gencatan senjata untuk memungkinkan negosiasi. UDT setuju untuk
melakukan gencatan senjata terbatas, tapi Fretilin menolak usulan tersebut mentah-mentah.188
Pada malam hari tanggal 26 Agustus, orang-orang yang tersisa dari pemerintahan Portugis
meninggalkan Dili menuju Pulau Ata?ro, dan tidak pernah kembali.189
159. Setelah berusaha mencari dukungan ke PBB dan Australia, Almeida Santos tiba di
Ata?ro pada tanggal 28 Augustus. Karena tidak berhasil menghubungi UDT, yang para
pemimpinnya saat itu berada di Indonesia, Almeida Santos menghubungi Fretilin dan meminta
agar para tahanan Portugis dibebaskan. Fretilin mengabulkan permintaan ini. Tetapi, pada
tanggal 9 September Portugal memberi petunjuk kepada Almeida Santos untuk menghindar
mengakui Fretilin sebagai satu-satunya wakil rakyat Timor-Leste, salah satu syarat yang
ditetapkan Fretilin untuk ikut negosiasi.190 Pada tanggal 22 September Almeida Santos
meninggalkan Ata?ro menuju Lisbon. Di sana, dia merekomendasikan negosiasi dengan tiga
partai politik utama. Ini menjadi problematis. Karena sudah menguasai sebagian besar Timor-
Leste, Fretilin mau bernegosiasi dengan Portugal - namun tidak dengan UDT dan Apodeti ?.
Meskipun terjadi banyak deklarasi dari pertemuan bilateral terakhir antara para Menteri Luar
Negeri Indonesia dan Portugal, yang diadakan di Roma pada tanggal 1-2 November, bahwa
kedua pihak pemerintah akan bekerja untuk meyakinkan sejumlah partai tersebut tentang
perlunya melanjutkan pembicaraan dengan pemerintah Portugal, Indonesia tidak menunjukkan
itikad untuk membiarkan UDT dan Apodeti terlibat dalam pembicaraan seperti itu. Usaha yang
terlambat dari Portugal untuk menyertakan negara-negara lain dalam menyelesaikan masalah
Timor Portugis juga tidak berbuah. Hari-hari akhir sebelum invasi ditandai dengan satu lagi krisis
politik di Lisbon, yang mengakibatkan Portugal tidak lagi memiliki pemerintah yang fungsional.
Pada akhirnya, usaha-usaha Portugal yang setengah-setengah ini dilumatkan oleh keputusan
Indonesia untuk melancarkan invasi militer skala penuh.191
Tanggapan Indonesia
Partai-partai politik Timor-Leste berada di bawah pengaruh Indonesia
160. Dengan larinya para anggota UDT dan sekutunya?partai Apodeti, Trabalhista dan
KOTA?ke daerah perbatasan, atau melintas ke Timor Barat, mereka semakin berada dalam
pengaruh kekuasaan militer Indonesia.
161. Selama dan sesaat setelah konflik internal, pada awal bulan September, berbagai
kelompok Timor-Leste di Maliana dan Suai melakukan dua proklamasi integrasi dengan
Indonesia.192 Pada tanggal 7 September 1975, di Batugade, para pemimpin UDT, KOTA, dan
Trabalhista mengeluarkan petisi bersama yang ditujukan pada Presiden Soeharto, kembali
- 46 -
meminta Timor Portugis untuk diintegrasikan dengan Indonesia.193 Mario Carrascal?o memberi
kesaksian pada Komisi tentang latar belakang penandatanganan petisi Batugade:
Kami tetap di sana dan setiap hari orang dari Indonesia
datang. Louis Taolin [dari Bakin], [Kolonel Aloysius]
Sugianto [dari Opsus] selalu datang dan menanyakan kami
memerlukan bantuan apa?Apa yang ingin mereka
lakukan adalah memanipulasi kami, untuk
menandatangani?sebuah petisi yang meminta Indonesia
untuk masuk ke Timor? Sebagian orang menandatangani
sementara yang lain menodongkan senjata di depan
mereka. Sebagian pergi ke Atambua, dan mereka
menandatangani di sana. Kondisinya bagus di sana. Petisi
ini kemudian dikirim ke Presiden Soeharto, dan tak lama
kemudian Gubernur El Tari memberikan tanggapan pada
Senhor [bapak] Francisco Lopes da Cruz. Dia mengatakan
bahwa dia setuju untuk memberi kami materi, bahwa tidak
perlu khawatir. Ini bukan integrasi, saya melihat ini hanya
sebagai fasilitas.194
Operasi Flamboyan: Operasi Indonesia memasuki tahapan baru
162. Pada tanggal 31 Agustus operasi Indonesia dialihkan dari badan intelijen, Bakin, ke
sebuah komando militer yang khusus dibuat bernama Komando Tugas Gabungan (Kogasgab).
Pengalihan ini menandai perubahan penting dalam operasi-operasi Indonesia di wilayah tersebut,
perubahan dari destabilisasi skala kecil ke operasi militer berskala lebih besar.195
163. Pada akhir bulan Agustus dan September, berbagai unit Pasukan Khusus yang direkrut
untuk operasi baru tersebut, yang disebut Operasi Flamboyan, sering melakukan sejumlah
penyusupan ke dalam Timor Portugis. Jumlah korban yang tinggi memaksa aktivitas mereka
berhenti sejenak.196 Yang pertama, Tim Susi , dipimpin oleh Kapten Yunus Yosfiah, memasuki
Atsabe.197 Para partisan Timor-Leste bergabung dengan sejumlah tim Pasukan Khusus. Ini
merupakan pasukan yang dilatih oleh Indonesia termasuk, contohnya, unit Halilintar Jo?o
Tavares (lihat Bagian 4: Rejim Pendudukan). Mereka diperintahkan untuk menciptakan ?teror,
[dan] intimidasi.?198 Pada tanggal 14 September, pasukan Fretilin bertempur dengan militer
Indonesia dekat perbatasan Atsabe.199 Pada hari yang sama, militer Indonesia melancarkan
serangan-serangan serempak dengan sasaran Bobonaro, Atsabe dan Suai.200 Kota perbatasan
Batugade jatuh pada tanggal 8 Oktober, dan pasukan-pasukan Fretilin mundur ke Balibo.201
- 47 -
3.8 Timor Portugis di bawah Administrasi Fretilin
Tinjauan
164. Dengan berakhirnya pertikaian antara Fretilin dan UDT, pada awal Spetember 1975,
Fretilin kini berada dalam posisi sebagai penguasa de facto Timor Portugis yang tengah
menghadapi keadaan darurat. Fretilin tetap menghormati kedaulatan Portugis atas wilayah ini
sementara pemerintahan kolonial Portugis tetap tinggal di Pulau Ata?ro. Kekurangan dana dan
pengalaman pemerintahan, dan dihadapkan dengan kemungkinan krisis kemanusiaan, Fretilin
melakukan upaya sungguh-sungguh untuk mendistribusikan makanan dan memelihara ketertiban
masyarakat. Akan tetapi, Fretilin terus menahan tahanan politik dari masa konflik bersenjata yang
singkat dan menghadapi kesulitan mencegah berbagai pelanggaran oleh para kadernya sendiri.
Sebagai tambahan, tanggapan Indonesia atas kemenangan Fretilin dalam konflik bersenjata
internal adalah dengan meningkatkan kegiatan militernya. Mulai bulan September 1975,
Indonesia mulai melancarkan penyusupan bersenjata ke wilayah Timor Portugis. Pada bulan
Oktober, berbagai penyerangan ini menjadi semakin besar dan sebagai hasilnya Indonesia
mampu merebut beberapa kota dekat perbatasan. Selain perlawanan langsung terhadap
kekuatan Indonesia, Fretilin juga berusaha menarik dukungan internasional.
Fretilin mengisi kekosongan
165. Untuk mengisi kekosongan kekuasaan yang ditinggalkan Portugis, Fretilin membentuk
administrasi pemerintahan sementara. Selama masa ini Fretilin terus mengakui kedaulatan
Portugis atas Timor-Leste, dan berulang kali menyerukan kepada Portugal untuk kembali dan
meneruskan proses dekolonisasi yang terputus. Fretilin membiarkan bendera Portugis berkibar di
depan kantor Gubernur dan membiarkan kantor tersebut kosong.202 Fretilin juga melakukan halhal
lain untuk memperlihatkan sikap bahwa mereka masih menganggap Portugal sebagai
penguasa yang berdaulat, seperti menempatkan penjaga bersenjata di luar Banco Nacional
Ultramarino (BNU), bank milik Portugis, yang berfungsi sebagai bank sentral de facto selama
masa pemerintahan Portugis, dan melarang penggunaan kediaman gubernur untuk bermacam
keperluan resmi.203
166. Selama bulan September Fretilin terus berupaya mendorong Portugal untuk kembali.
Pada tanggal 13 September Komite Sentral Fretilin mengeluarkan sebuah komunike, yang
menegaskan kembali pengakuannya atas kekuasaan Portugal, dan menyerukan dilakukannya
negosiasi untuk kembali melanjutkan proses dekolonisasi.204 Fretilin menyatakan bahwa
negosiasi harus dilakukan ?di dalam wilayah nasional tanpa tekanan dari luar?, dan harus
dilakukan hanya dengan Fretilin sebagai pemenang satu-satunya dalam konflik internal. Portugal
tidak menerima Fretilin sebagai satu-satunya wakil yang sah dari rakyat Timor Portugis.205 Pada
tanggal 16 September, menanggapi serangan Indonesian di Atsabe, Fretilin mengeluarkan
pernyataan lainnya, yang sekali lagi mengakui kedaulatan Portugis dan menyerukan
dilanjutkannya perundingan mengenai dekolonisasi.206
167. Pernyataan-pernyataan ini juga mengusulkan diangkatnya permasalahan Timor-Leste ke
kancah internasional dengan melibatkan negara-negara lain di kawasan itu. Fretilin
merekomendasikan bahwa sebuah misi pencari fakta, yang terdiri dari negara-negara anggota
ASEAN, Australia, Selandia Baru bersama pengamat dari negara-negara lain, mengunjungi
negeri tersebut. Pernyataan tanggal 16 September itu juga menyerukan diadakannya sebuah
konferensi yang dihadiri oleh perwakilan dari Portugal, Australia, Indonesia, dan Timo-Leste,
untuk ?menjernihkan kabar burung dan kesalahpahaman?. Fretilin juga merekomendasikan
pasukan perdamaian gabungan Indonesia-Timor-Leste untuk melakukan patroli perbatasan
gabungan.
- 48 -
168. Pada bulan Oktober, Organisasi Non Pemerintah dari Australia ACFOA (Australian
Council for Overseas Aid) mengirim delegasi, yang dipimpin oleh James Dunn, untuk berusaha
menyatukan Fretilin, UDT, dan Administrasi Portugis untuk berdialog. Tetapi hal ini tidak terjadi,
sebagian karena keenganan Portugal untuk bertemu dengan Fretilin maupun UDT.207 Upaya
terakhir Fretilin untuk mengajak Portugis dilakukan tanggal 25 Oktober, sembilan hari setelah
Balibo jatuh ke tangan pasukan Indonesia. Fretilin mengirim undangan kepada pemerintah
Portugis di Ata?ro untuk mengirim delegasinya ke Dili untuk mengamati situasi di lapangan.208
Seperti sebelumnya, Portugis hanya diam.209
Tahanan dan kekerasan politik
Ekses Fretilin di akhir Agustus memasuki September
169. Selama masa awal penguasaan Fretilin setelah konflik internal, terjadi berbagai ekses
seperti kerja paksa, penyiksaan dan eksekusi.210 Sebagian besar pembunuhan yang terjadi di
luar pertempuran dilakukan di wilayah pedesaan, setelah Fretilin melancarkan aksi balasannya.
Kemarahan publik sering kali berubah menjadi kekerasan yang mematikan. Selama masa ini
pembunuhan oleh orang-orang yang terkait dengan Fretilin kadang terjadi akibat perseteruan
lokal yang mendalam ketimbang politik.211 Presiden Fretilin kala itu, Francisco Xavier do Amaral,
menjelaskan kepada Komisi bahwa ketika itu:
Ada banyak kebingungan. Semuanya naik pitam, darah
mereka mendidih, dan karenanya orang-orang saling
menyerang. Kekerasan terjadi. Kemenangan satu pihak
akan menimbulkan pembalasan dari pihak lain. Inilah yang
terjadi pada tahun 1975?Contohnya, beberapa orang
dipecat dari pekerjaannya. Mereka melakukan pembalasan
kepada atasan mereka, ketika muncul kesempatan?
Pihak yang satu memukul dan membunuh pihak yang lain.
Dan karena itu siklus kebencian berlanjut.212
170. Banyak pembunuhan balas dendam terjadi di Distrik Ermera, sebuah basis UDT. Sebuah
kesaksian dari Ermera mengatakan bahwa:
Pada tanggal 15 September 1975 [tiga] komandan milisi
Fretilin?menangkap tujuh orang UDT?di desa Katrai
Kraik, Letefoho, Ermera. Ketujuh orang tersebut dibawa ke
Germano, Desa Katrai Leten dan dibunuh. Kepala desa
Lauana menyaksikan pembunuhan tersebut.213
171. Seperti yang dikatakan para pemimpin Fretilin dalam kesaksiannya kepada Komisi,
kenyataan bahwa senjata yang dirampas selama konflik tersedia dengan mudah semakin
memperburuk situasi kekerasan.214
Penjara Fretilin dan Komisi Penyilidikan
172. Selama masa konflik internal, Fretilin menangkap dan menahan sebanyak 2.000
tahanan.215 Sebagian besar adalah anggota UDT, namun ada juga anggota Fretilin, yang ditahan
karena apa yang mereka sebut sebagai ekses selama konflik.216 Posisi resmi Fretilin adalah
bahwa mereka menahan orang-orang sampai pemerintahan Portugis kembali untuk mengadili
mereka. Namun ketika harapan kembalinya Portugal semakin pupus, Fretilin memutuskan untuk
menangani situasi tersebut sendiri. Pada tanggal 30 September Fretilin mengumumkan
didirikannya sebuah Komisi Penyilidikan (Comiss?o de Inqu?rito) untuk memisahkan para
pemimpin dari para anggota partai yang tidak terlibat.217 Komisi Penyilidikan mengundang rakyat
- 49 -
untuk memberi kesaksian dalam menentukan kesalahan tertuduh di sejumlah ?pengadilan?
umum. Metode peradilan seperti ini cenderung menghasilkan hukuman yang sewenang-wenang.
Seorang mantan tahanan yang ditahan Fretilin, Monis da Maia, menggambarkan
pengalamannya:
Semua penduduk kampung diperintahkan untuk pergi ke
pos militer dan para tahanan dibawa keluar satu demi satu
dan ?diadili?. Tahanan-tahanan yang dituduh melakukan
kejahatan berat dibawa ke Aileu. Ketika tiba giliran saya
semua orang berdiam diri sampai H1 mulai memancingmancing
mereka. Ia menyuruh mereka mengatakan bahwa
saya telah memukul mereka. Orang-orang itu menolak
kecuali satu orang yang berkata, ?Ia memaki kakek saya.?
Karena ini saya dibawa ke Aileu, dituduh memaki kakek
seseorang.218
173. Fretilin memindahkan para pemimpin regional UDT ke Dili atau A?leu untuk diperiksa oleh
komisi.219 Di A?leu para pemimpin UDT ditahan di gedung Companhia di Aisirimou, dan para
anggota partai biasa ditahan di sebuah gudang besar.220 Penduduk diperkenankan untuk
melampiaskan kemarahan mereka kepada para tahanan yang baru datang:
Mayor Loren?o yang paling parah dipukuli saat ia tiba di
A?leu karena ia adalah komandan. Mereka meletakkannya
di atap mobil [yang ditumpangi saat dia datang] dan
membawanya keliling A?leu dan mereka berteriak ?Viva
Fretilin?. Seseorang menusuknya dan ia berdarah.
Wajahnya bengkak dan ia tidak dapat berbicara.221
174. Para pemimpin UDT yang tertangkap, termasuk Wakil Presiden Partai, C?sar Mouzinho,
mendapat perlakuan yang paling buruk.222 Tetapi para mantan tahanan bersaksi bahwa
pemukulan dan penganiayaan adalah hal yang biasa, contohnya ketika seorang penjaga Fretilin
memaksa para tahanan untuk baku pukul di depan umum, seperti mengadu ayam.223
175. Selama masa pemerintahannya, Fretilin mengizinkan anggota Komite Palang Merah
Internasional untuk mengakses berbagai penjaranya. Para pengamat Australia yang
mengunjungi berbagai penjara Fretilin pada tahun 1975 mengkonfirmasikan bahwa beberapa
tahanan dipukuli, termasuk mantan kepala polisi, Letnan Kolonel Magiolo Gouveia, walaupun
mereka menyimpulkan bahwa secara umum, para tahanan dalam keadaan sehat dan
diperlakukan dengan baik.224
176. Para anggota senior Fretilin yang bersaksi di hadapan Komisi mengakui bahwa selama
masa itu anggota-anggota Fretilin melakukan penganiayaan terhadap para tahanan. Rog?rio
Lobato, yang ketika itu menjabat kepala Angkatan Bersenjata Fretilin, mengatakan kepada
Komisi:
Sering kali mereka [Fretilin] memasuki penjara, mengejek
para tahanan dan memukuli para tahanan
tersebut?Orang-orang mengambil keuntungan dari konflik
ini untuk memukuli orang lain dan untuk main hakim
sendiri. Namun beberapa memang memukuli mereka
karena marah pada mereka sehubungan dengan konflik
ini.225
177. Pada bulan Oktober 1975, ketika serangan penyusupan Indonesia dimulai kembali,
Fretilin menahan beberapa anggota Apodeti. M?ri Alkatiri mengatakan kepada Komisi bahwa ia
memerintahkan penahanan mereka setelah ia menerima informasi intelijen bahwa Apodeti
- 50 -
tengah merencanakan kudeta melawan Fretilin, yang akan dimulai dengan melempar granat di
tengah-tengah pertemuan Komite Sentral Fretilin.226 Ini mungkin juga dipicu oleh penyusupan
militer Indonesia di perbatasan.227 Banyak tahanan Apodeti dibunuh setelah invasi Indonesia.
178. Tidak ada bukti bahwa perlakuan buruk atas tahanan selama September sampai awal
Desember merupakan kebijakan resmi Fretilin. Walaupun dalam beberapa kasus anggota senior
Fretilin turun tangan untuk menghentikan penganiayaan,228 jelas bahwa Komite Sentral Fretilin
mengetahui situasi ini dan tidak mengambil langkah yang cukup untuk mencegah malpraktek ini
atau berupaya untuk mengendalikannya.229
Memulihkan ketertiban
179. Pada awal September, setelah menguasai sebagian besar wilayah, Fretilin mulai
bergerak untuk memulihkan ketertiban.230 Mereka mengambil berbagai langkah yang keras untuk
mencapai maksud ini. Beberapa orang asing yang mengunjungi sejumlah penjara Fretilin
menyaksikan para serdadu Fretilin yang dipenjara karena melakukan kekerasan terhadap
penduduk sipil.231 Sampai awal September, Fretilin menguasai seluruh wilayah Timor-Leste
kecuali wilayah Batugade, wilayah perbatasan dengan Indonesia. Dua anggota Parlemen
Australia membuat penilaian berikut ini setelah mengunjungi beberapa kota:
Kunjungan kami keliling negeri membenarkan klaim Fretilin
bahwa situasi telah terkendali. Di wilayah-wilayah yang
kami kunjungi sendiri, kami menerima informasi dari
pekerja kemanusiaan dan Komite Palang Merah
Internasional (ICRC) bahwa mereka juga berpendapat
sama.232
Pemerintahan
180. Selama masa konflik internal 80% dari 3.000 tenaga ahli Timor dan staf asing
pemerintahan Portugis telah meninggalkan negeri ini. Tidak ada kemungkinan untuk meyakinkan
mereka kembali dan bekerja di bawah pemerintahan Fretilin. Fretilin memperluas keanggotaan
Komite Sentral dengan mengangkat sejumlah besar perwakilan regional dan anggota militer aktif,
yang mencerminkan pengaruh militer pasca konflik internal dan perlunya perwakilan geografis
yang lebih luas.233 Untuk mengatasi kekosongan pemerintahan di luar Dili ini, Fretilin mengangkat
Komite-Komite Regional untuk memerintah di setiap distrik. Pada pertengahan September,
Fretilin membentuk Komite Eksekutif untuk menjalankan pemerintahan sementara.234 Komite ini
terdiri dari 13 departemen, antara lain Departemen Urusan Ekonomi, Kesehatan dan Militer.235
Pada bulan Oktober Fretilin membentuk serangkaian komisi untuk memfasilitasi pemerintahan di
wilayah ini. Satu komisi yang utama adalah Komisi Pengelolaan dan Pengawasan Ekonomi, yang
diketuai oleh Dr Jos? Gon?alves, mungkin satu-satunya ahli ekonomi yang masih berada di
wilayah ini. Diresmikan pada tanggal 11 Oktober 1975, komisi ini bertindak sebagai wakil Fretilin
dalam managemen pusat pemulihan ekonomi negeri ini. Komisi ini juga bekerja dengan Komite-
Komite Regional Fretilin dan LSM-LSM asing dalam pendistribusian bantuan makanan darurat,
menggunakan aset-aset perusahaan niaga dan logistik semi-pemerintah SAPT (Sociedade
Agr?cola P?tria e Trabalho).236
181. Gangguan terhadap sistim produksi dan distribusi akibat konflik internal dan
ketidakmampuan Timor-Leste untuk memenuhi kebutuhannya sendiri237 mengakibatkan krisis
ekonomi perkotaan dimana Fretilin, dengan sejumlah dukungan lembaga-lembaga internasional,
kesulitan untuk mengatasinya. Walaupun kekerasan mempengaruhi beberapa kota yang lebih
besar di wilayah tengah dan barat, dan pertikaian-pertikaian kecil menyebar luas, sebagian besar
wilayah pedesaan luput dari konflik bersenjata yang menelan Dili. Warga pedesaan Timor
umumnya bergantung pada pertanian subsisten untuk penghidupannya, sehingga tidak menjadi
- 51 -
bagian dalam ekonomi tunai yang menjadi sandaran warga Timor-Leste perkotaan.238 ICRC
melaporkan akibat dari politik internal:
Kerusakan dari perang hanya mempengaruhi beberapa
wilayah: Maubisse, Aijnaro, Ermera, Same?[kekurangan
makanan] pada dasarnya akan mempengaruhi populasi
perkotaan tapi tidak akan mempengaruhi populasi
pedesaan di mana orang-orang?hidup di dalam sistem
ekonomi subsisten.239
182. Satu cara yang digunakan Fretilin untuk mengatasi kelangkaan makanan ini adalah
dengan memaksa para tahanan UDT untuk melakukan kerja paksa.240 Satu tempat dimana ini
terjadi adalah di perkebunan di Aisirimou, A?leu.241
183. Sesudah menguasai keadaan, Fretilin sadar bahwa Fretilin tidak memiliki sumber daya
untuk mengimpor makanan. Pada tanggal 13 September Fretilin mengeluarkan permintaan untuk
memohon bantuan makanan darurat. ICRC dan Dewan Bantuan Luar Negeri Australia
(Australian Council for Overseas Aid, ACFOA) menanggapi hal ini dengan sedikit pasokan
makanan, tapi tidak ada pemerintah manapun yang memberi bantuan selama masa ini. Fretilin
kemudian menyerukan kepada orang-orang yang lari dari daerah pedesaan ke kota selama
konflik internal untuk kembali ke desa mereka masing-masing. Selain meningkatkan produksi
pertanian, hal ini juga mengurangi jumlah orang yang akan tergatung pada pasokan pangan kota
yang terbatas. Mengantisipasi ancaman kekurangan makanan, Fretilin berencana untuk
menerapkan penjatahan makanan pada bulan Desember, dan mulai melakukan sensus untuk
dapat menjalankan suatu sistem penjatahan (lihat Bab 7.3.: Pemindahan Paksa dan Kelaparan).
184. Penutupan BNU dan kemustahilan untuk segera mendirikan sistem pebankan alternatif,
yang Fretilin memang tidak memiliki keahlian untuk menjalankan,242 tetap menjadi masalah
selama pemerintahan Fretilin. Ketiadaan valuta asing berakibat benar-benar melumpuhkan
kemampuan wilayah ini untuk menghidupkan kembali ekonomi tunai atau untuk menjalankan
perdagangan internasional.* Apapun yang tersisa dari komunitas pedagang Cina mampu untuk
sedikit memompa ekonomi. Namun banyak yang telah meninggalkan pedesaan untuk datang ke
Dili dan kota-kota lainnya atau telah pergi ke luar negeri, dengan membawa serta modalnya.
Kemerosotan nilai mata uang memaksa Fretilin untuk membayar pegawai negeri yang ada
dengan barang ketimbang uang tunai. Walau ada semua faktor-faktor negatif ini, kegiatan
ekonomi mulai sedikit kembali ke pasar-pasar di Dili dan toko-toko Cina selama bulan Oktober
dan November.243
185. Pendidikan merupakan bidang penting dalam kebijakan Fretilin. Fretilin telah melakukan
banyak sebelum terjadi konflik internal dengan mengembangkan program melek huruf yang
diilhami oleh pendidik Brazil, Paulo Freire.? Setelah konflik internal sistem pendidikan yang ada
benar-benar lumpuh. Seperti halnya di bidang-bidang pemerintahan lainnya, sebagian besar
personil yang cakap telah pergi. Baik sekolah-sekolah negeri maupun yang dijalankan Gereja
tutup, yang terakhir ini tutup karena banyak suster dan pastor yang mengajar di sekolah-sekolah
tersebut juga pergi, sehingga membuat Francisco Xavier do Amaral berkomentar:
Sungguh disesalkan bahwa para ?gembala? pergi ketika
?domba-domba? memerlukan bimbingan mereka.244
186. Para guru yang tinggal dialihtugaskan sebagai serdadu Falintil atau sebagai pegawai
pemerintah, dimana kemampuan membaca mereka amat dibutuhkan.245 Walaupun ada rencana
* Kapal bantuan ACFOA berangkat dengn membawa kopi ke Australia. Namun demikian, uang yang didapat harus
disimpan di Bank di Darwin.
? Sistem pendidikan masyarakat terutama ditujukan untuk memecahkan persoalan tingkat melek huruf yang rendah, yang
dikembangkan oleh Paulo Freire, seorang pendidik Brazil.
- 52 -
untuk membuka kembali sejumlah Sekolah Dasar pada bulan November, dengan menggunakan
siswa Sekolah Menengah Atas sebagai guru, hal ini tidak terjadi dan sekolah-sekolah tetap tutup.
187. Konflik internal telah mengakibatkan ratusan orang terluka, baik anggota militer maupun
warga sipil. Dokter-dokter Portugis telah ditarik mundur pada tanggal 26 Agustus, walaupun
sebagian besar pekerja kesehatan Timor terus bekerja tanpa gangguan.246 Masih cukup banyak
pasokan obat-obatan di Dili, dan fasilitas medis walaupun sederhana tetapi mencukupi. Dengan
perlengkapan dasar ini, dan dibantu oleh kedatangan sejumlah dokter dari ICRC dan sebuah
NGO Australia, ASIAT (Australian Society for Inter-Country Aid), pada tanggal 1 September,
Rumah Sakit Dili terus buka. Walaupun ASIAT berencana untuk membuka berbagai sekolah
pelatihan medis?dan selama masa ini Fretilin juga membuka sekolah perawat kesehatan di
Aileu pada bulan Agustus 1974?di luar Dili pelayanan kesehatan terbatas.247
188. Jelas bahwa antara bulan September dan Desember 1975, Fretilin melakukan upaya
sungguh-sungguh untuk membangun pemerintahan interim yang terpercaya di seluruh wilayah
Timor-Leste tanpa kehadiran Portugal, sementara tetap menanti kembalinya Portugal untuk
menuntaskan proses dekolonisasi. Terbentur oleh kurangnya kemampuan keuangan dan
administrasi, dan dalam konteks ketidakstabilan politis akibat konflik politik bulan Agustus serta
peningkatan operasi militer lintas batas oleh pasukan bersenjata Indonesia, pemerintahan yang
baru lahir ini menghadapi tekanan yang luar biasa.
Balibo: Indonesia meningkatkan intensitas operasi militer
189. Pada tanggal 15 Oktober Tim Susi dan batalyon-batalyon dari Brigade Infantri Kedua
ABRI melancarkan serangan ke Balib?, dimana lima wartawan internasional terbunuh. Para
wartawan tersebut tengah meliput berita mengenai berbagai operasi militer Indonesia di dalam
Timor Portugis. Tiga wartawan Australia dan dua wartawan Inggris yang bekerja untuk Televisi
Australia ditembak atau ditikam dalam keadaan yang ditutup-tutupi oleh pejabat militer Indonesia
ketika itu.* Satu kemungkinan alasan atas eksekusi para wartawan itu adalah bahwa mereka
menyaksikan besarnya skala operasi Indonesia di sekitar Balibo, yang jauh lebih besar dari
penyusupan-penyusupan sebelumnya (lihat Bab 7.2.: Pembunuhan Tidak Sah dan Penghilangan
Paksa).248
190. Pada tanggal 16 Oktober, ketika militer Indonesia menguasai Balibo dan Maliana, garis
depan Fretilin pindah ke Atabae dan Bobonaro.249 Komisi memiliki rekaman film dari operasioperasi
militer Indonesia ini, yang memperlihatkan penggunaan kapal perang untuk
membombardir posisi Fretilin dan pendaratan pesawat di Maliana, sesuatu yang jelas merupakan
penyerangan besar-besaran.250 Tidak seperti serangan di bulan Agustus atas Atsab? yang
menggunakan pasukan Partisan untuk mendukung unit-unit Pasukan Khusus, serangan atas
Balib? tidak banyak menggunakan orang Timor.251 Walaupun demikian, Indonesia berusaha
menyalahkan sekutu UDT/Apodeti mereka atas kematian para wartawan tersebut. Secara umum,
pihak berwenang Indonesia berulang kali menyangkal bahwa pasukan-pasukan mereka terlibat
secara militer di Timor Portugis pada bulan September-November. Sebaliknya mereka
menyatakan bahwa bentrokan apapun terjadi akibat para ?Partisan? Timor-Leste yang berupaya
menangkis serangan-serangan ke dalam wilayah Indonesia.
191. Selama bulan Oktober pasukan-pasukan lain yang dipimpin Kopassandha melancarkan
serangan, dan berharap untuk menjangkau lebih jauh ke dalam. Mereka menemui perlawanan
yang sengit dan berhasil diusir kembali. Laporan harian CIA, the National Intelligence Daily,
melaporkan bahwa pada tanggal 20 Oktober serangan Indonesia ?terhenti karena Jakarta gagal
* Meskipun hal ini diketahui pemerintah Australia dengan segera, tidak ada protes internasional atau seruan untuk
diadakan penyelidikan. Memang, Pemerintah Australia tampaknya tidak memprotes baik secara diam-diam kepada
pemerintah Indonesia tentang pembunuhan tersebut. Ini tetap menjadi masalah antara Indonesia dan Australia selama
masa-masa pendudukan.
- 53 -
menguasai kota perbatasan Lebos?.252 Tanpa perlindungan artileri laut di wilayah yang dekat
dengan pantai, pasukan penginvasi Indonesia menemui kesulitan di wilayah pedalaman di mana
kedua pihak lebih berimbang kekuatannya. Menurut Albino do Carmo, komandan Falintil/Fretilin,
penyerangan tersebut terjadi:
?Di [desa] Lela, berbatasan dengan Lamaknen, di daerah
yang disebut Bulubulu. Saat itu kira-kira bulan Oktober,
sekitar pertengahan bulan. Ada banyak orang di sana,
mereka menembakkan mortir ke sini. Mereka memiliki
senapan mesin, dua di antaranya. Ada banyak orang.
Kami lihat dari kejauhan. Ada informasi bahwa [mereka]
dari Menpur. Lebih dari 100 [orang]. Kami tidak bisa
melihat di belakang [mereka]. Mereka tidak bisa maju
karena?tidak bisa ke depan karena kami menembaki
mereka. Kami pun punya senapan mesin dan mortir. Saya
punya 20 anak buah saat itu. 253
192. Pasukan Fretilin secara tak terduga memberi perlawanan sengit terhadap pasukan
Indonesia, yang juga bermasalah dengan persenjataannya, dan dihambat oleh permulaan musim
hujan. Setelah jeda sejenak, operasi tersebut dimulai kembali pada tanggal 20 November dengan
sebuah operasi yang diarahkan ke Atabae. Untuk pertama kalinya Pasukan Indonesia
mendapatkan dukungan laut dan udara. Pada tanggal 27 November Atabae, yang dipertahankan
oleh kompi kavaleri Portugis orang Timor-Leste yang loyal terhadap Fretilin, jatuh ke tangan
penyerbu.254 Militer Indonesia kini sudah bersiap untuk melancarkan invasi besar-besaran ke Dili.
3.9 Deklarasi kemerdekaan sepihak Fretilin, dan tanggapannya
Tinjauan
193. Dengan semakin gencarnya operasi militer Indonesia dan invasi besar-besaran tampak
semakin pasti, Fretilin semakin perlu mencari cara untuk melibatkan komunitas internasional.
194. Pada awal November 1975 Portugal mengadakan pembicaraan bilateral dengan
Indonesia di Roma. Dalam pernyataan pers bersama setelah pertemuan tersebut, kedua pihak
menegaskan kembali komitmen mereka kepada dekolonisasi Timor Portugis yang teratur dan
setuju untuk bekerja dan menyelenggarakan perundingan antara Portugal dan semua partai
politik Timor. Dengan pasukan Indonesia yang sudah menduduki bagian yang cukup besar dari
wilayah tersebut dan pemerintahnya selalu menghalang-halangi terjadinya pembicaraan antar
semua pihak, pertemuan Roma tersebut gagal untuk mempertimbangkan realitas situasi di
lapangan.
195. Fretilin memutuskan untuk mendeklarasikan kemerdekaan secara sepihak tak lama
setelah pasukan Indonesia mendudukui kota Atabae di bagian barat. Fretilin melakukan ini pada
tanggal 28 November 1975. Fretilin membentuk sebuah pemerintahan, dan menyerukan kepada
komunitas internasional untuk mencegah invasi besar-besaran yang akan terjadi.
196. Anggota empat partai politik Timor-Leste lainnya berkumpul di Bali. Pada tanggal 29
November, di bawah tekanan intelijen Indonesia, untuk membalas deklarasi sepihak Fretilin,
mereka menandatangani apa yang disebut ?Deklarasi Balibo?, yang mendeklarasikan
?kemerdekaan dan integrasi? Timor Portugis ke dalam Indonesia. Portugal tidak mengakui kedua
deklarasi tersebut. Indonesia bersiap untuk invasi besar-besaran.
- 54 -
Latar belakang deklarasi kemerdekaan sepihak Fretilin
197. Mantan Presiden Fretilin Francisco Xavier Amaral mengatakan kepada Komisi tentang
dilema yang dihadapi Fretilin saat Pemerintah Kolonial Portugis tetap tinggal di Ata?ro.
Dari sudut pandangan Fretilin kebijakannya untuk terus
mengakui kedaulatan Portugal tanpa ada tanda-tanda
apapun dari Portugal bahwa mereka berniat menjalankan
kewenangan itu adalah suatu kebijakan yang berbahaya
untuk dijalani. Walaupun sebagai penguasa de facto,
Fretilin tidak memiliki legitimasi internasional sebagai
penguasa. Fretilin bukan pemerintah yang dipilih dan
ketakutannya adalah bahwa kekosongan politik ini akan
memberikan dalih bagi Indonesia untuk melancarkan
invasi besar-besaran ke Timor-Leste.255
198. Undangan Fretilin tanggal 25 Oktober kepada pemerintahan Portugis di Ata?ro untuk
mengirim delegasi ke Dili untuk melakukan penilaian situasi politik tidak mendapat tanggapan.
Posisi Fretilin semakin mengeras ketika mengetahui terjadinya pembicaraan antara Menteri Luar
Negeri Portugal dan rekannya Menteri Luar Negeri Indonesia di Roma pada tanggal 1-2
November. Pernyataan pers bersama para Menteri Luar Negeri tersebut menyerukan
dipulihkannya ketentraman dan ketertiban sebagai syarat bagi proses dekolonisasi, akan tetapi
sama sekali tidak menyebutkan masuknya pasukan Indonesia jauh ke dalam wilayah Timor
Portugis. Ketika diadakan pembicaraan di Roma, dan setelah kejatuhan Balib? dan Maliana ke
pihak pasukan Indonesia pada tanggal 16 Oktober, garis depan Fretilin telah mundur ke Atabae
dan Bobonaro.256
199. Bagi sebagian orang di Fretilin, kejanggalan pembicaraan Roma merupakan pukulan
terakhir. Ketika diwawancarai pada tahun 2004, Francisco Xavier do Amaral menyatakan bahwa
pemerintah Portugal telah mengkhianati rakyat Timor-Leste:
Portugal dan Indonesia sudah setuju bahwa Indonesia
tidak akan campur tangan dalam urusan Timor-Leste. Tapi
pada akhirnya siapa yang turut campur? Indonesia. Dan
apa yang dikatakan Portugal? Tidak ada. Mereka hanya
berdiam diri. Bahkan tidak ada peringatan untuk Indonesia.
Fretilin sudah cukup lama menunggu kesempatan untuk
memulai negosiasi dengan Portugal, tapi mereka tetap
diam, tidak menjawad. Apa sebenarnya alasan bagi
penundaan-penundaan ini? Untuk membela kita atau
mengkhianati?257
200. Fretilin kini harus menghadapi tiga kenyataan pahit: ancaman luar yang amat besar dari
tetangganya yang besar di perbatasan maupun di wilayahnya, ekonomi yang tidak memiliki
infrastruktur administrasi yang diperlukan untuk menjalankan tugas pemerintahan sehari-hari,
dan ketidakpedulian Portugal. Jos? Gon?alves, ketua Komite Ekonomi dan Pengawas Fretilin,
ditugaskan menghidupkan kembali ekonomi yang lumpuh. Ia menyatakan pada bulan Oktober
1975:
?Sekarang karena pemerintah Portugis sudah tidak ada
dan negosiasi terus berjalan, kita harus mulai
merencanakan untuk merdeka.?258
201. Dr Gon?alves menyadari bahwa pemulihan ekonomi domestik dan perdagangan
internasional tidak akan mungkin terjadi apabila BNU, satu-satunya bank di Timor Portugis, tidak
- 55 -
buka kembali. Sebaliknya, apabila Fretilin terus mengakui pemerintahan Portugis sebagai
penguasa yang sah di Timor-Leste bank tersebut tidak bisa buka kembali. Dr Gon?alves
menyatakan:
Kita tidak bisa seterusnya menunggu bank ini berfungsi
kembali. Bank ini sudah dinasionalisasi dan kita
bermaksud untuk menyelesaikan proses ini.259
202. Pada bulan November, Fretilin mengirim delegasi ke Afrika untuk menggalang dukungan
bagi deklarasi kemerdekaan sepihak.* Delegasi tersebut terdiri dari dua anggota penting Komite
Sentral Fretilin, M?ri Alkatiri dan C?sar Mau Laka. Mereka kembali ke Dili pada minggu ketiga
bulan November dan menyatakan bahwa 25 negara berjanji untuk memberi pengakuan apabila
Timor-Leste mendeklarasikan kemerdekaan, di antaranya Cina, Uni Sovyet, Zambia,
Mozambique, Tanzania, Guinea-Bissau, Angola, Cabo Verde, S?o Tome dan Principe, Korea
Utara, Vietnam Utara dan Selatan, Kamboja, Romania, Belanda, Jerman Timur, Swedia, Aljazair,
Kuba, Norwegia dan Brazil (lihat Bab 7.1.: Hak Menentukan Nasib Sendiri).260
203. Terlebih lagi, ancaman militer Indonesia semakin jelas, dan Fretilin mulai menumpuk
senjata dan makanan di pedalaman untuk mengantisipasi invasi besar-besaran.261 Fretilin juga
mengambil langkah untuk memperbesar angkatan bersenjatanya. Walaupun pasukan Falintil
tengah berperang di perbatasan dan sampai saat itu berhasil menahan tentara Indonesia,
kemungkinan Falintil dilumpuhkan dalam suatu invasi besar-besaran cukup besar. Untuk
mengantisipasi hal ini, Falintil mulai melatih dan mempersenjatai kelompok-kelompok milisi
(Milicia Popular de Libertacao Nacional, Miplin).262
204. Bungkamnya komuntas internasional dan kegagalan Portugal untuk berkomunikasi
dengan Fretilin setelah serangan 16 Oktober atas Balib? mulai membuat Fretilin yakin akan
keterasingannya. Walaupun opini terpecah, pada minggu ketiga bulan November 1975, tak lama
setelah M?ri Alkatiri dan C?sar Mau Laka kembali dari Afrika, Komite Sentral Fretilin memutuskan
untuk mendeklarasikan kemerdekaan.263 Keputusan ini menjadwalkan deklarasi pada tanggal 1
Desember, hari Portugal merayakan kemerdekaannya dari penjajahan Spanyol.264
Deklarasi kemerdekaan
205. Pada tanggal 26 November, setelah dua minggu pemboman gencar dari laut dan udara,
Atabae jatuh ke tangan pasukan bersenjata Indonesia. Komite Sentral menyimpulkan bahwa
invasi besar-besaran sudah di ambang pintu. Dalam wawancaranya dengan Komisi pada tahun
2004 M?ri Alkatiri mengingat kata-kata wakil presiden Fretilin, Nicolau Lobato, kepada Komite
Sentral:
Pasukan Indonesia sudah masuk di Atabae?Mereka
sudah menduduki Atabae! Kalau kita tunggu sampai 1
Desember kita tidak akan punya waktu untuk
mendeklarasikan kemerdekaan di Dili. Jadi sebaiknya kita
proklamasikan kemerdekaan hari ini.265
206. Walaupun ada penentangan terhadap keputusan mendeklarasi kemerdekaan, pada
Jumat sore tanggal 28 November 1975, Fretilin mendeklarasikan kemerdekaan di hadapan 2.000
orang yang berkumpul di depan gedung pemerintahan Portugis.266 Pasukan Falintil berparade
mengenakan seragam loreng dan ikat kepala berwarna sesuai satuan-satuan mereka.267
Francisco Xavier do Amaral datang dengan mobil Mercedes-Benz hitam, mobil resmi Gubernur
* Sebelumnya, pada akhir bulan September konferensi negara-negara Asia Afrika yang diselenggarakan di Maputo,
ibukota Mozambique memutuskan untuk ? mendukung secara penuh perjuangan kemerdekaan yang dipimpin oleh
Fretilin.? Resolusi ini diusulkan oleh Presiden Mozambique Samora Machel dan mendapat dukungan dari negara peserta.
- 56 -
Portugis. Pada pukul 17:55 bendera Portugis, yang telah berkibar di Timor-Leste selama
berabad-abad, diturunkan. Fretilin mengibarkan bendera baru Republik Demokratik Timor-
Leste?merah, hitam dan kuning dengan bintang putih?dan hening cipta selama satu menit
dilakukan untuk mengenang ?semua orang yang telah gugur dalam beberapa bulan terakhir ini
dan selama perang-perang anti-kolonial di Timor-Leste?.268 Sebuah meriam ditembakkan 20 kali
sebagai tanda penghormatan bagi yang meninggal. Pemimpin Fretilin, Xavier do Amaral,
kemudian membacakan proklamasi kemerdekaan:
Dengan menyatakan kehendak mulia rakyat Timor-leste
dan untuk melindungi kedaulatan nasional yang sangat
sah secara hukum, Komite Sentral Fretilim secara sepihak
memutuskan untuk memproklamasikan kemerdekaan
Timor-Leste. Mulai tengah malam nanti, [kami]
menyatakan [kelahiran] suatu bangsa yang anti-kolonial
dan anti-imperialis, negara Republik Demokratik Timor-
Leste,
Hidup Republik Democratik Timor-Leste!
Hidup Timor-Leste yang bebas dan merdeka!
Hidup Fretilin!
207. Setelah proklamasi, para hadirin menyanyikan ?P?tria! P?tria!? (Tanah Air! Tanah Air!),
dan mendeklarasikan lagu ini sebagai lagu kebangsaan. Timor-Leste kemudian menyiarkan
berita deklarasi kemerdekaannya kepada dunia dari Pusat Komunikasi Marconi.269
208. Walaupun Fretilin telah merencanakan untuk melakukan deklarasi kemerdekaan tanggal
1 Desember, deklarasi kemerdekaan sepihak 28 November terjadi secara tak terduga dan tibatiba.
Beberapa hal mengkonfirmasikan ini, termasuk penulisan proklamasinya270 dan penjahitan
benderanya271 pada sore hari tanggal 28 November. Selain itu tidak semua pemimpin Fretilin
hadir pada upacara proklamasinya.272 Sekretaris Jenderal Fretilin, Alarico Fernandes, dan
sekretaris urusan luar negeri, Jos? Ramos-Horta, berada di Australia sejak 20 November untuk
menggalang dukungan politik, sementara Juvenal In?cio (Sera Key) dan Vicente Reis (Sa?he)
tengah memerangi pasukan Indonesia di perbatasan.
209. Keesokan harinya, 29 November, Komite Sentral Fretilin menunjuk Francisco Xavier do
Amaral sebagai Presiden republik baru ini. Dalam pidato pengangkatannya, Xavier do Amaral
menekankan bahwa kemerdekaan adalah hak seluruh rakyat Timor-Leste. Ia mengatakan bahwa
kemerdekaan tidak dapat dipisahkan dari kelalaian dan pengingkaran hak tersebut selama
proses dekolonisasi pemerintah Portugis. Xavier do Amaral menegaskan:
Setelah 400 tahun penderitaan, kelaparan, pemiskinan,
pengabaian dan pembantaian, apa lagi yang kita tunggu?
Kawan-kawan, baik atau buruk, kita harus menjadi orang
yang pertama dan yang terakhir untuk menyelesaikan
masalah kita sendiri. Jadi mulai hari ini, kita semua, ya kita
semua, akan membangun bangsa kita, Timor-Leste.273
210. Menteri Pertahanan, Rog?rio Lobato, membacakan Konstitusi Republik Demokratik
Timor-Leste (RDTL). Konstitusi, yang terdiri atas 55 pasal, ditulis hanya beberapa hari sebelum
28 November 1975.274 Pada tanggal 1 Desember Dewan Menteri diangkat di kediaman Gubernur
Portugis di Lahane. Komite Sentral Fretilin menunjuk Wakil Presiden Fretilin, Nicolau Lobato,
sebagai Perdana Menteri.
211. Konstitusi tersebut memasukkan pasal-pasal yang menetapkan Timor-Leste
untukmelakukan hal-hal berikut:
- 57 -
? Penghapusan struktur-struktur kolonial dan menciptakan masyarakat baru yang terbebas
dari segala jenis dominasi dan pemerasan. (Pasal 2)
? Kebijakan-kebijakan pembangunan yang terfokus pada pembangunan pertanian dan
industri. (Pasal 6)
? Melaksanakan kebijakan pembangunan ekonomi terencana. (Pasal 10)
? Memerangi buta huruf dan ketidaktahuan, melindungi dan mengembangkan budayanya.
(Pasal 12)
? Mengembangkan dan menjalankan sebuah sistem kesehatan. (Pasal 13)
? Menjamin kesamaan hak terhadap laki-laki dan perempuan. (Pasal 14)
? Menjamin kebebasan beragama. (Pasal 15)
? Mengembangkan ?hubungan kerja sama dan bersahabat? dengan ?kekuatan-kekuatan
dunia yang demokratis dan progresif, yang dianggap sebagai sekutu alamiah.? (Pasal 16)
? Menjamin hak untuk ikut serta di dalam proses-proses konsolidasi demokratis. (Pasal 23)
? Menjamin kebebasan untuk berpikir, berasosiasi, berserikat, dan berbicara. (Pasal 24)
? Menjamin hak untuk memilih dan dipilih di dalam pemilihan umum. (Pasal 25)
? Menjamin hak untuk bekerja, mendapat pendidikan, dan kesehatan. (Pasal 27).
212. Konstitusi menetapkan sistem pemerintahan semi-presidensial. Perdana Menteri adalah
kepala Dewan Menteri (Pasal 40) yang bertugas menjalankan pemerintahan. Presiden adalah
Kepala Negara (Pasal 42) dan Panglima Angkatan Bersenjata (pasal 4). Presiden diberi
wewenang untuk menunjuk dan memecat Perdana Menteri, Ketua Mahkamah Agung dan
Gubernur Bank Timor-Leste (Pasal 42). Nicolau Lobato, yang ditunjuk sebagai Perdana Menteri,
menyusun sebuah daftar menteri dan wakil menteri, dan mengajukannya kepada Presiden dan
Komite Sentral Fretilin untuk disahkan.275
Reaksi atas deklarasi kemerdekaan
Deklarasi Balibo
213. Sehari setelah deklarasi kemerdekaan Timor-Leste sepihak oleh Fretlin, keempat partai
politik Timor-Leste lainnya?UDT, Apodeti, KOTA dan Trabalhista?mengeluarkan ?Proklamasi
Integrasi? mereka untuk mengimbangi langkah Fretilin. Proklamasi tersebut menuduh Fretilin
menghambat solusi damai atas konflik dan hak rakyat Timor Portugis atas penentuan nasib
sendiri. Kemudian proklamasi itu menyatakan bahwa ?seluruh bekas koloni Timor Portugis? akan
diintegrasikan ke dalam Indonesia, dan menggambarkan hal ini sebagai ?pengungkapan paling
tegas dari perasaan rakyat Timor Portugis?. Pemerintah dan rakyat Indonesia diminta untuk
?mengambil segala langkah untuk melindungi hidup rakyat yang kini menganggap dirinya orang
Indonesia namun hidup di bawah teror dan praktek Fasis Fretilin dengan persetujuan Pemerintah
Portugis?.276
214. Di bagian paling bawah deklarasi tersebut tercantum kata-kata ?Dilakukan di Balibo? dan
tanda tangan dari perwakilan keempat partai. Keadaan seputar pembuatan apa yang disebut
Deklarasi Balibo telah menjadi sumber kontroversi selama bertahun-tahun.277 Komisi
mendengarkan kesaksian dari para pemimpin politik Timor-Leste yang hadir pada saat
penandatanganan yang mengatakan bahwa deklarasi tersebut disusun di Jakarta dan
ditandatangani di sebuah hotel di Bali oleh para pemimpin partai, yang seperti dikatakan seorang
penandatangan, berada ?di bawah pengawasan ketat?, namun tetap berusaha berargumen
selama berjam-jam untuk tidak menandatangani dokumen tersebut.278 Mereka bersaksi
mengenai tekanan yang dikenakan kepada politisi Timor oleh anggota badan intelijen Bakin
- 58 -
dalam penyusunan dan keputusan untuk memungut suara mengenai deklarasi tersebut.*
Deklarasi tersebut dibacakan dari pemancar radio berkekuatan tinggi di Balibo.279
Portugal
215. Portugal menolak baik deklarasi kemerdekaan sepihak Fretilin dan ?Deklarasi Balibo?.
Komunike Dewan Nasional Dekolonisasi Portugal pada tanggal 29 November menyatakan
bahwa Portugal masih menganggap dirinya ?penguasa yang memerintah? Timor.280 Komunike
tersebut juga mengutuk intervensi militer atas wilayah tersebut dengan jelas mengacu kepada
serangan militer Indonesia. Pemerintah Portugis bersikukuh bahwa Timor-Leste harus mencapai
penyelesaian hasil perundingan ketiga partai politik, yang dapat memuaskan rakyat Timor-Leste
dan dengan ketentuan bahwa ?kepentingan sah wilayah geopolitis Indonesia? akan
dipertimbangkan.281
Indonesia
216. Deklarasi kemerdekaan sepihak Fretilin menjadi pemicu bagi Presiden Soeharto untuk
mensahkan invasi besar-besaran Indonesia atas Timor-Leste.282 Setelah bertemu dengan
Presiden Soeharto pada tanggal 29 November, Menteri Penerangan Indonesia Mashuri,
mengeluarkan pernyataan yang menyesalkan ?tindakan sepihak? Fretilin dan posisi pemerintah
Portugal yang ?jelas-jelas merestui tindakan Fretilin.?283 Indonesia mengutuk tindakan sepihak
Fretilin tetapi ?sungguh-sungguh memahami pernyataan UDT, Apodeti, KOTA dan Trabalhista
bahwa, atas nama rakyat Timor Portugis, mendeklarasikan integrasi dengan Indonesia.?284
217. Ketika Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik menerima Proklamasi Integrasi pada
tanggal 1 Desember, ia mengatakan bahwa ?perjuangan berat? masih ada di depan dan
Indonesia akan memberikan ?dukungan yang terselubung atau terbuka secara menyeluruh.?
Adam Malik menyimpulkan dengan mengatakan ?Diplomasi sudah berakhir. Kini persoalan
Timor-Leste akan diselesaikan di medan tempur.?285
Tanggapan internasional yang lebih luas
218. Para pelaku penting dalam komunitas internasional telah lama menyadari bahwa invasi
militer Indonesia atas Timor Portugis sangat mungkin terjadi. Australia sudah lama menerima
bahwa penggabungan sudah menjadi kebijakan Indonesia yang ?tetap? (lihat Bagian 3:
Meningkatnya keterlibatan Indonesia di Timor Portugis: destabilisasi dan diplomasi, di atas) dan
mengetahui tentang skala keterlibatan militer Indonesia di wilayah tersebut.286 Banyak dokumen
juga menunjukkan bahwa Amerika Serikat juga mengetahui tentang rencana Indonesia untuk
menguasai Timor-Leste dengan cara militer.287 Australia menolak untuk memberi pengakuan
kepada bangsa baru ini dan memandang tindakan Fretilin sebagai ?provokatif dan tidak
bertanggung jawab?.288 Amerika Serikat menegaskan posisinya untuk tidak terlibat. 289 Negaranegara
Afrika yang baru merdeka, yakni Angola, Cape Verde, Guinea-Bissau, Mozambique dan
San Tom? dan Principe semuanya mengakui kemerdekan Timor-Leste namun semua bangsa ini
terlalu kecil untuk memiliki pengaruh dalam politik internasional. Cina dan Vietnam, pendukung
Fretilin utama di Asia, memberi ucapan selamat yang hangat. Cina adalah satu-satunya anggota
permanen Dewan Keamanan PBB yang mengakui deklarasi kemerdekaan tersebut.
219. Pada tanggal 6 Desember, sehari sebelum invasi, Presiden Gerald Ford dan Menteri
Luar Negerinya, Henry Kissinger, berada di Jakarta. Para analis CIA memprediksikan bahwa
* Tiga dokumen lainnya, yang ditandatangani oleh orang Timor-Leste yang menyatakan atau membuat petisi untuk
integrasi, Deklarasi Suai dan Bobonaro Declarations dan Petisi Batugade, sudah ada sebelum ?Deklarasi Balibo?. Komisi
menerima kesaksian bahwa dalam setidaknya dua dari dokumen-dokumen ini, Deklarasi Suai dan Petisi Batugade, agenagen
Indonesia juga terlibat dalam perumusan dan pemberian tekanan terhadap penandatangan [lihat Submisi Domingos
Oliveira, h.31 dan Wawancara CAVR dengan Claudio Vieira, Kupang, 25 Agustus 2004].
- 59 -
invasi akan terjadi setelah keberangkatan Ford.290 Pada tanggal 6 Desember Kissinger
menyatakan bahwa penggunaan senjata buatan AS dalam operasi militer semacam itu dapat
menjadi masalah, tapi kemudian menambahkan bahwa:
[I]tu tergantung bagaimana kita menafsirkan hal ini:
apakah untuk membela diri atau sebagai operasi luar
negeri.291
220. Walaupun mengetahui hal ini, tidak pernah ada upaya oleh negara manapun untuk
mencegah Indonesia, dan tidak ada satu negara pun yang mendekati Fretilin, yang lalu
menyadari keterkucilannya.
Invasi besar-besaran di ambang pintu
221. Setelah deklarasi kemerdekaan situasi di Timor-Leste menjadi semakin tegang.
Pimpinan Fretilin menunggu Indonesia menginvasi dan setiap malam anggota Komite Sentral
melakukan patroli.292 Pada tanggal 2 Desember delegasi Komite Palang Merah Internasional
(ICRC) di Dili menerima telegram dari pemerintah Australia yang memperingatkan semua warga
Australia di Timor-Leste untuk meninggalkan negeri tersebut demi keselamatan masingmasing.
293 Kenetralan ICRC sudah diakui oleh Fretilin, namun tidak oleh UDT, Apodeti dan
Indonesia. ICRC terpaksa mengungsi ke Pulau Ata?ro pada tanggal 2 Desember, dan berencana
untuk menjalankan klinik di situ untuk melayani Dili. Pada hari yang sama, Menteri Pertahanan
RDTL, Rog?rio Lobato, mengeluarkan pernyataan:
Berdasarkan informasi dari sumber-sumber intelijen
Fretilin, kami menduga akan ada serangan besar-besaran
atas Timor-Leste, khususnya ibukota Dili akan
terjadi?Kami menyerukan dunia untuk menghentikan
agresi kriminal ini, karena akan menyebabkan
pertumpahan darah yang tiada henti. Bangsa Timor-Leste
akan melawan.294
222. Pada tanggal 4 Desember sebuah delegasi yang terdiri dari Menteri Urusan Ekonomi dan
Politik, M?ri Alkatiri, Menteri Urusan Hubungan Luar Negeri dan Informasi, Jos? Ramos-Horta,
dan Menteri Pertahanan Nasional, Rog?rio Lobato, meninggalkan Timor-Leste.295 Pemerintah
Republik Demokratik Timor-Leste mempercayakan delegasi ini dengan tugas untuk menjalankan
kampanye diplomatik di luar negeri dan untuk mencari persenjataan untuk membela republik baru
ini.296 Pada tanggal 6 Desember kelompok pekerja ICRC terakhir meninggalkan Dili ke Ata?ro.
Sore itu orang-orang mulai mengungsi ke pegunungan. Malam itu Roger East, satu-satunya
reporter luar negeri yang tinggal di Timor-Leste, menulis:
Dengan semakin memburuknya situasi keamanan, orangorang
perlahan mulai mengungsi ke perbukitan. Malam ini
Dili sepi dan hampir kosong, ditinggalkan oleh
penghuninya. Jam malam mulai diberlakukan pada hari
keempat dan serdadu bersenjata menjaga pantai dan
jalan-jalan.297
3.10 Invasi Besar-Besaran
Tinjauan
223. Keinginan Indonesia untuk melaksanakan invasi besar-besaran terhadap Timor-Leste
menjadi jelas pada bulan Desember. Intelijen Australia sedang memantau situasi, dan pada
- 60 -
tanggal 2 Desember Pemerintah Australia memberitahukan warga negaranya untuk
meninggalkan Timor-Leste. Sebagian besar dari orang asing yang masih berada di wilayah itu
pergi beberapa hari kemudian. Fretilin mengirim sebuah delegasi untuk melakukan sebuah
kampanye diplomatik. Pasukan invasi mencakup sebagian kecil anggota UDT dan Apodeti.
Pemerintah Indonesia berupaya untuk memberikan kesan bahwa mereka hanya dibantu oleh
sejumlah ?sukarelawan? Indonesia. Militer bahkan sampai menghapuskan tanda pengenal dari
kapal pendarat dan menggunakan berbagai senjata yang dibeli khusus untuk penyerangan itu,
yang tidak dapat ditelusuri hingga ke sponsor utama militernya, yakni Amerika Serikat. Walau
demikian, invasi tersebut adalah serangan skala penuh dari udara dan laut, yang melibatkan
sejumlah besar pasukan. Fretilin memberi perlawanan terhadap pasukan invasi ketika para
pemimpin politiknya mundur ke berbagai bukit Aileu. Pada hari invasi terjadi sejumlah kekejaman
yang dilakukan pasukan Indonesia terhadap penduduk sipil Timor, termasuk banyak
pembunuhan dan pembantaian.
224. Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan segera membahas invasi tersebut dan Dewan
Keamanan dengan suara bulat mengeluarkan sebuah resolusi pada tanggal 22 Desember untuk
mengutuk invasi itu, menuntut penarikan segera Pasukan Indonesia dan menegaskan kembali
hak rakyat Timor-Leste atas penentuan nasib sendiri. Seorang utusan PBB dikirimkan untuk
menilai situasi di Timor-Leste, tetapi upayanya dihambat dan debat PBB pun dipindahkan ke
Majelis Umum pada awal tahun 1976.
Keputusan Indonesia untuk menginvasi dan melakukan perang terbuka
225. Pada tanggal 28 November 1975, Pasukan Indonesia sudah menguasai cukup banyak
daerah di Timor-Leste. Pemerintah Indonesia menyelesaikan persiapan akhir politiknya pada
awal bulan Desember, dan membulatkan tekadnya untuk mengambil alih wilayah itu. Ini bukanlah
suatu berita baru bagi para penguasa Barat. Intelijen AS dan Australia telah memantau
penguatan pasukan Indonesia, dan pemerintah mereka telah terlibat dalam dialog yang terus
menerus dengan Indonesia selama periode operasi militer di bawah Operasi Flamboyan,
terutama melalui Harry Tjan Silalahi dan Yusuf Wanandi dari CSIS, think-tank yang dibentuk oleh
Kepala Intelijen Jenderal Ali Moertopo. Setelah mendapat peringatan dari Pemerintah Australia
pada tanggal 2 Desember sebagian besar warga asing yang masih tersisa segera pergi dari Dili.
Warga Australia Roger East adalah satu-satunya wartawan asing yang tersisa di wilayah itu.
226. Perdana Menteri Australia Whitlam telah menyatakan dalam pertemuannya di Townsville
dan Wonosobo dengan Presiden Soeharto persetujuannya kepada Indonesia untuk
menggabungkan Timor-Leste.298 Menyadari akan adanya kunjungan Presiden AS Ford dan
Menteri Luar Negeri Kissinger ke Jakarta, pada tanggal 5 Desember Fretilin dengan putus asa
mengirimkan sebuah surat kepada Presiden Ford:
Kami telah dituduh di Majelis Umum PBB sebagai negara
agresor?Kini kami mendengar bahwa ?Timor-Leste telah
melakukan tindakan agresi? melawan Indonesia dan
bahwa rakyatnya menuntut intervensi penuh. Pemerintah
kami yakin bahwa tuduhan-tuduhan tidak berdasar ini
adalah awal dari sebuah peperangan terbuka.299
227. Invasi terhadap Timor-Leste yang akan segera terjadi dibahas secara singkat antara
Presiden Ford, Presiden Soeharto serta Menteri Luar Negeri Kissinger. Pihak Amerika Serikat
mengungkapkan persetujuaannya terhadap penggabungan Indonesia atas Timor-Leste yang
bakal terjadi:
[Soeharto] Kami meminta pengertian anda jika kami
merasa perlu mengambil tindakan yang cepat dan drastis.
- 61 -
[Ford] Kami akan memahami dan tidak akan
mempermasalahkan hal ini. Kami memahami masalah
yang Anda hadapi dan maksud anda.300
228. Setelah berhasil mendapatkan dukungan utama internasional, Indonesia juga ingin
mengesahkan keputusannya secara domestik melalui Parlemen. Pada tanggal 6 Desember
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Indonesia menyatakan bahwa:
Mendukung Pemerintah Indonesia untuk mengambil
langkah penyelesaian terhadap masalah Timor-Timur.
Sangat menyesali tindakan Fretilin untuk mendeklarasikan
kemerdekaan Timor Portugis pada tanggal 28 November
1975, yang jelas bertentangan?[proses
dekolonisasi]?sesuai dengan persetujuan Roma.301
229. Pernyataan MPR diakhiri dengan menyatakan kembali prinsip anti-kolonial Indonesia.*
Pada hari yang sama, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mengesahkan ketetapan yang
menyatakan bahwa:
Terdapat suatu kehendak dari rakyat Timor Portugis untuk
bergabung dengan Republik Indonesia yang harus diakui
oleh DPR.302
Dili mempersiapkan strategi Pertahanannya
230. Fretilin dapat mengandalkan 10,000 pasukan untuk mempertahankan Timor-Leste, yang
terdiri dari 2,500 serdadu profesional Timor dalam tentara Portugis, dan sekitar 7,000 warga sipil
terlatih.303 Pasukan itu dipersenjatai dengan senapan Mauser dan amunisi yang berlimpah dari
persediaan NATO Portugis. Fretilin juga memiliki kepemimpinan militer yang kompeten, dipimpin
oleh Fernando do Carmo, anggota militer Timor dalam angkatan bersenjata Portugis. Selama
periode operasi rahasia Indonesia di perbatasan dari bulan September 1975 sampai invasi Dili
bulan Desember, pasukan Fretilin unggul di beberapa daerah, di mana pasukan Indonesia tidak
memiliki dukungan artileri angkatan laut dan mendapatkan pengalaman perang yang berharga.
231. Pada bulan Oktober, Fretilin mengirim sebuah telegram kepada Presiden Dewan
Keamanan PBB, yang menunjukkan keinginannya untuk melawan intervensi bersenjata oleh
Indonesia:
Kami akan melawan sampai orang yang terakhir dan tidak
akan pernah meletakkan senjata selagi hak demokratik
rakyat kami tidak dihormati. Indonesia sangat terlibat
dalam pelatihan pasukan gerilya di Timor Indonesia yang
merupakan pelanggaran prinsip-prinsip piagam PBB dan
hukum internasional. Kami menyerukan Anda untuk
menghentikan agresi militer Indonesia terhadap bangsa
kami.304
* Tidak ada persetujuan formal antara Portugal dan Indonesia dari pertemuan Roma pada bulan November. Pada saat
berlangsungnya pertemuan itu para pasukan Indonesia sudah menduduki beberapa bagian Timor Portugis, administrasi
kolonial Portugis berada di Ata?ro dan berbagai upaya Fretilin untuk berkomunikasi dengan mereka pun tidak terjawab.
Komisi mendengar sebuah submisi dari anggota CSIS Jusuf Wanandi bahwa deklarasi unilateral kemerdekaan oleh
Fretilin menyebabkan terjadinya perselisihan di Indonesia ?untuk mendukung operasi militer untuk melibatkan diri di
Timor-Leste. Oleh karena itu, apa yang sebelumnya telah digolongkan dengan operasi intelijen dan merupakan rahasia,
menjadi opaerasi militer gabungan dan didukung oleh semua pasukan?? Lihat submisi yang dibuat di audiensi publik
nasional CAVR mengenai Konflik Internal 1974-76, 16 Desember 2003.
- 62 -
Berbagai persiapan militer Indonesia: Operasi Seroja
232. Perlawanan yang dihadapi Pasukan Khusus selama serangan penyusupan mereka pada
bulan Agustus dan September mendorong dibentuknya Komando Pasukan Tugas Gabungan
Operasi Seroja* pada bulan Oktober 1975, dan jumlah pasukan ditambah hingga 3,200 orang. 305
Bala bantuan ini termasuk Detasemen Tempur ke-2 Kopassandha,? Batalyon Infanteri ke-5 ?
Marinir dari Surabaya, kapal selam Ratulangi, dua pesawat pengangkut angkatan udara, dan tiga
batalyon dari Brigade Infanteri ke-2 (Jawa Timur).306 Sementara berbagai serangan susupan di
perbatasan berlanjut, yang berakibat majunya ABRI di kawasan perbatasan kota pesisir Balibo
dan Atsabe, Komando Seroja merencanakan invasi besar-besaran terhadap Timor-Leste. Ini
menjadi serangan dari dua sisi oleh pasukan gabungan terhadap Dili pada tanggal 7 Desember.
Rencana itu menggunakan beberapa Batalyon Marinir dan Infantri Angkatan Darat yang dibawa
dengan kapal dari kota perbatasan Atabae di Distrik Bobonaro, yang telah diduduki oleh Brigade
Infanteri ke-2 dan Tim Susi. Tujuannya adalah untuk melakukan sebuah pendaratan amfibi di Dili
saat fajar, tidak lama kemudian diikuti oleh turunnya pasukan terjun patung dari Komando
Pasukan Sandhi Yudha dan Kostrad ke pusat kota.307
Invasi Dili dan Baucau
Penyerangan
233. Pada tanggal 7 Desember 1975 Indonesia melancarkan sebuah serangan besar-besaran
atas Dili. Ini adalah ofensif militer besar yang melibatkan pasukan dengan dukungan penuh dari
laut dan udara.308 Penyerangan ini dilakukan tanpa adanya formalitas pernyataan perang. ? Kota
Dili sudah berada dalam kondisi siaga selama berhari-hari, menantikan serangan. Pada tahun
1975, jumlah penduduk Dili kurang lebih 28,000 penduduk. Sementara beberapa unit bersenjata
Fretilin bertahan untuk melakukan perlawanan terhadap pasukan invasi, para penduduk sipil dan
pemimpin Fretilin menyingkir menuju Aileu. Banyak yang tidak dapat melarikan diri. Pasukan
invasi melakukan kekejaman terhadap masyarakat sipil dan membuat beberapa kesalahan militer
besar yang mengakibatkan kematian yang signifikan di pihak mereka sendiri.
234. Pada tanggal 6 Desember sore hari, beberapa ratus Partisan Timor dan pasukan
Indonesia dari Unit Marinir 1 menaiki Kapal Perang Angkatan Laut Teluk Bone di Atabae dan
berlayar menuju Dili. Mereka akan melakukan persiapan pendaratan pada malam hari untuk
invasi besar-besaran pada hari berikutnya.309 Pada pukul dua pagi tanggal 7 Desember, lima
kapal perang Indonesia tiba lagi di Dili.310 Melihat kehadiran mereka, Fretilin mematikan listrik
kota pada pukul tiga pagi, menyelimuti kota dengan kegelapan. Kapal-kapal komando angkatan
laut Indonesia pun mulai menembaki Dili, namun ini tidak terjadi sesuai rencana. Wartawan
Indonesia Subroto menyertai pasukan invasi dan melaporkan:
* Komando Tugas Gabungan Operasi Seroja . Brig. Gen. Chamid Soeweno, kemudian bertugas sebagai Komandan Pusat
Intelijen Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha), adalah komandan terpilih. Kol. Dading Kalbuadi tetap menjadi
Asisten Intelijen.
? Komando Pasukan Sandhi Yudha.
? Diganti menjadi Pasmar 1.
? Jumlah pasukan yang menyerbut tidak diketahui dengan pasti. Namun tambahan beberapa ribu yang mendarat tanggal
7 dan 10 Desember, 10-20.000 diperkirakan sudah mendarat selama beberapa minggu berikutnya, termasuk sejumlah
besar lagi pada Hari Natal. Lihat Carmel Budiardjo and Liem Soei Liong, The War Against East Timor, Zed Books,
London, 1984, h 15, 23; Dunn 2003, h. 244.
- 63 -
Karena merasa faktor pendadakan telah hilang, maka
Pangkogasgab Brigjen. TNI Soewono memerintahkan KRI
Ratulangi, KRI Barakuda, KRI Martadinata, dan KRI
Jayawijaya membuka tembakan ke arah pantai. Gempuran
ini terlampau hebat sehingga unsur pendadakannya
semakin tidak ada dan malah membuat satuan Pasmar 1
yang telah mendarat tidak dapat bekerja secara maksimal
akibat tembakan meriam itu.311
235. Kira-kira pukul setengah lima pagi, 400 marinir* bersama dengan tank-tank amfibi ringan
dan kendaraan pengangkut personil bersenjata mendarat di Kampung Alor yang terletak di
bagian Barat Dili.312 Perlawanan Fretilin/Falintil tidak banyak, dan pada pukul tujuh Marinir
Indonesia telah berhasil menguasai daerah itu. Setelah itu Angkatan Laut Indonesia
membombardir bagian timur dan barat kota Dili, yang mereka sangka adalah tempat artileri
Fretilin, untuk persiapan kedatangan pasukan terjun payung.313
236. Sebelumnya, sebelum pukul enam pagi, sembilan pesawat Hercules C-130B terbang di
atas Dili dan menurunkan kontingen pertama pasukan terjun payung Komando Pasukan Sandhi
Yudha (Kelompok 1) dan Kostrad (Yonif 501).314 Intelijen yang kurang baik menyebabkan
pasukan ini diturunkan langsung di kota, suatu tempat pendaratan yang sangat berbahaya.315
Sebagian besar pasukan ini mendarat di bagian timur laut kota Dili. Beberapa pasukan terjun
payung ditembaki oleh pasukan Fretilin/Falintil ketika masih di udara; yang lainnya terluka atau
mati saat mereka mendarat di antara sejumlah gedung dan kabel listrik. Satu pesawat
menurunkan sejumlah pasukan terjun payung di laut, sehingga mereka tenggelam, dan yang
lainnya di belakang garis Fretilin.316 Penerjunan kedua dilakukan menjelang pukul delapan pagi
dan mengakibatkan beberapa unit ABRI saling bertempur dalam kebingungan. Karena
penerjunan pagi hari tidak berlangsung dengan baik, maka penurunan pada sore harinya
dibatalkan oleh Komando Pasukan Tugas Gabungan.317
237. Pasukan Fretilin/Falintil yang mempertahankan kota menikmati sukses awal. Ketika dua
pesawat Dakota C 47 yang membawa 38 tentara Pasukan Khusus mencoba untuk mendarat dan
menguasai pelabuhan udara Comoro di bagian barat kota Dili, Fretilin berhasil menghalau salah
satu pesawat itu.318 Meskipun demikian, tidak lama kemudian dengan kekuatan senjata yang
lebih besar ABRI mulai unggul. Seperti yang dikatakan serdadu Fretilin/Falintil Carlos Maria
Soares:
?Kami berada di Pos Fretilin di Bidau Santana. Kami
mulai melakukan perlawanan terhadap TNI [ABRI] di
bawah komandan Amandio. Pada saat itu kami berjumlah
21 orang?Perlawanan kami tidak bertahan lama karena
kami tidak memiliki kekuatan yang seimbang dan
kekurangan amunisi.319
238. Pada tengah hari pasukan Indonesia berhasil menduduki Pal?cio do Governo yang
berada di jantung kota Dili dan menempatkan tim-timnya di sepanjang jalan utama ke luar dari
pusat kota. Pasukan Fretilin/Falintil tetap menguasai Taibessi dan Lahane di kaki bukit di selatan
Dili, begitu juga beberapa bukit di selatan Fatuhada dan di dekat pelabuhan udara Comoro.
Kontrol informasi: upaya menyembunyikan keterlibatan ABRI
239. Untuk mempertahankan dongeng bahwa tidak satu pun personil militernya terlibat, ABRI
menghapus tanda pengenal pada pesawatnya.320 Pasukan ABRI menggunakan AK-47 dan
senjata ringan lainnya yang didapatkan oleh Jenderal Benny Moerdani khusus untuk menginvasi
* Dari 5 Batalion Tim Pendarat (Yonif 5 Brigif 1 Pasrat Marinir, disebut sebagai Pasmar 1).
- 64 -
Timor-Leste. Tujuannya adalah untuk menyangkal keterlibatan ABRI dan menghindari pelibatan
penyalur senjata utama ABRI, khususnya Amerika Serikat.321 Sebagian besar dari persenjataan
berat ? pesawat, kapal dan landasan pesawat, juga pelatihan kebanyakan tentara elit seperti
brigade lintas udara ? telah dipasok oleh Amerika Serikat.322
240. Satu-satunya wartawan asing yang tetap berada di Timor-Leste, warga Australia Roger
East, dibawa dari Hotel Turismo pada pagi hari terjadinya pendaratan dan dibunuh di pantai oleh
pasukan Indonesia.323 Jumlah wartawan asing yang mati karena dibunuh oleh militer Indonesia
menjadi enam orang dalam waktu kurang dari dua bulan, dan ini memastikan bahwa cerita
mengenai invasi Indonesia dan berbagai operasi setelahnya tidak diliput secara dekat oleh media
internasional.
241. Militer Indonesia berupaya untuk mempertahankan cerita bohong bahwa invasi terhadap
Dili telah dilakukan oleh Partisan Timor dari empat partai politik yang telah menandatangani
Deklarasi Balibo. Sehari setelah invasi Dili sebuah surat kabar resmi Indonesia menyebutkan
?jatuhnya Dili pada tanggal 7 Desember ke tangan pasukan gabungan Apodeti, UDT, Kota dan
Trabalhista.?324 Pernyataan ini hanya menyebut secara selintas pada halaman tiga tentang
?sukarelawan? Indonesia yang terlibat dalam operasi itu. Enam hari kemudian Menteri
Penerangan Indonesia mengatakan bahwa:
Para sukarelawan yang atas permintaan Apodeti, UDT,
Kota dan Trabalhista membantu Saudara-saudaranya di
Timor Portugis tidak mungkin lagi ditahan oleh Pemerintah
[Indonesia] 325
242. Para wartawan Indonesia menyebarkan dan berkali-kali memberitakan kebohongan ini,
yang memperkuat mitos bahwa Indonesia tidak menginvasi melainkan partai pendukung integrasi
Timor yang kembali mengambil kekuasaan di wilayahnya dengan bantuan dari sejumlah kecil
?sukarelawan? Indonesia.326 Sejarawan Indonesia Dr Asvi Warman Adam, seorang Profesor
Penelitian di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengatakan kepada Komisi bahwa
mitos ini mempunyai dampak jangka panjang di Indonesia.327 Dalam menilai beberapa titik
sejarah penting dia percaya bahwa perlu ada pertimbangan kembali di Indonesia berkaitan
dengan periode ini, Dr Adam mengatakan kepada Komisi bahwa:
Istilah ?sukarelawan? jelas tidak benar sebab harus diakui
bahwa mereka adalah tentara Indonesia.
243. Mengenai skala penyerangan terhadap Dili, Dr Adam mengatakan kepada Komisi bahwa
serangan ini dapat ?disejajarkan dengan serangan untuk menumpas pemberontakan
PRRI/Permesta [pada tahun 1958] yang merupakan operasi militer terbesar dalam sejarah
perang Indonesia?.
Kekerasan besar-besaran terhadap penduduk sipil
244. Selain pembunuhan penduduk sipil yang sewenang-wenang, sejumlah pembunuhan
besar-besaran terjadi selama beberapa hari pertama invasi. Komisi diberitahukan bahwa anggota
komunitas Cina di Dili yang menjadi sasaran serdadu Indonesia, ketika sekelompok penduduk
sipil dibunuh di daerah pusat kota di Colmera dalam dua hari pertama.328 Pada tanggal 8
Desember terjadi pembunuhan terhadap beberapa kelompok penduduk sipil di pelabuhan Dili,
termasuk Isabel Lobato, isteri dari pemimpin Fretilin Nicolau Lobato, yang ditembak di bagian
punggung di pagi hari, anggota Fretilin Rosa Muki Bonaparte dan wartawan Australia Roger East
di sore hari.329 Bukti menunjukkan bahwa para anggota Fretilin ditarik keluar dari sekumpulan
penduduk sipil yang kebingungan dan telah berkumpul di dekat pelabuhan. Orang-orang ini
kemudian dibawa ke pelabuhan dan dibunuh.330 Komisi menerima bukti mengenai sebuah ?daftar
- 65 -
incaran? ABRI yang berisi para individu yang menjadi sasaran pembunuhan, yang disusun
selama bulan-bulan berlangsungnya operasi intelijen rahasia menjelang invasi besar-besaran.331
245. Pada tanggal 8 Desember Jenderal Moerdani berkeliling di Dili didampingi oleh Kolonel
Dading Kalbuadi, dan mengunjungi pelabuhan:
Siang itu Kolonel AL R. Kasenda, Kepala Staf Komando
Tugas Gabungan, turun dari KRI Ratulangi untuk
menginspeksi kota Dili. Inspeksi tersebut dilakukan dengan
mengendarai kendaraan amfibi BTR-50 APC (pengangkut
personil). Di pelabuhan Dili, Kapten AL R. Kasenda
bertemu dengan Mayor Jenderal Benny Moerdani, lalu ia
berjalan bersamanya menuju kantor Gubernur. Pada saat
itu di jalanan masih tergeletak mayat-mayat Fretilin yang
belum dikuburkan.332
246. Berbagai kelompok penduduk sipil lainnya dibunuh ketika pasukan Indonesia bergerak
menuju markas Falintil di kaki bukit di selatan Dili. Komisi mendengar sejumlah kesaksian
mengenai pembantaian 21 penduduk sipil di gedung Assist?ncia, dekat sebuah basis Fretilin di
gedung Matadouro:
?mereka [ABRI] memisahkan yang laki-laki dari yang
perempuan. Mereka membawa para lelaki itu ke sisi
gedung yang tertutupi rumput yang tinggi?Segera setelah
itu, kami mendengar suara tembakan dan ledakan sebuah
granat. Tembakan berlangsung sangat lama?para lelaki
yang telah dibawa ke sisi gedung itu semuanya telah
dibunuh.333
247. Pembunuhan penduduk sipil oleh pasukan Indonesia ini tampaknya merupakan sebuah
pola yang terjadi berulang kali pada hari invasi.334 Sebuah pernyataan kepada Komisi mengenai
satu pembantaian lain di daerah Caicoli di Dili tengah, mengatakan bahwa:
Pada tanggal 7 Desember Indonesia melakukan invasi
dengan pasukan terjun payung dini hari, mendarat di Dili.
Pada saat itu komandan [Falintil] Sersan Constancio
Soares ditembak mati tepat di depan toko Sang Thai Ho di
Colmera. Tengah hari TNI menyerang markas besar polisi
militer di Caicoli dan menangkap sekitar 50 orang. TNI
memerintahkan mereka berbaris dan kemudian menembak
mati mereka.335
Para pemimpin Fretilin menyingkir ke pedalaman
248. Komisi mendengarkan banyak kesaksian dan pernyataan mengenai pengungsian ke
pedalaman ketika invasi terjadi.336 Rencana Fretilin adalah untuk mengundurkan diri ke selatan,
dengan memberikan perlawanan yang cukup untuk menghalang-halangi majunya Pasukan
Indonesia. Sejumlah besar penduduk sipil Dili lari dengan mereka menuju Aileu.337
249. Walaupun ICRC telah memohon sebelum meninggalkan Dili pada hari-hari menjelang
invasi besar-besaran, Fretilin membawa para tahanan UDT dan Apodeti dengan mereka ketika
lari,
- 66 -
Pasukan invasi menduduki Baucau
250. Pada tanggal 9 Desember empat Kapal Perang Indonesia membawa para marinir
Indonesia dan 1,500 Partisan Timor, dan dua kapal perang fregat Indonesia buatan Soviet
meninggalkan perairan Dili menuju Baucau. Kira-kira pukul enam pagi tanggal 10 Desember,
dengan dukungan Artileri Angkatan Laut, satu tim Marinir yang dipandu oleh Manuel Carrascal?o
di bawah komando Kolonel Dading Kalbuadi mendarat di sebuah pantai dekat Laga di Distrik
Baucau. Komisi mendengar kesaksian bahwa serangan di Baucau hampir tidak menemui
perlawanan bersenjata sehingga Pasukan Indonesia dapat menguasai kota itu dengan cepat.338
Harga invasi besar-besaran
251. Berbagai kekejaman yang dilakukan terhadap penduduk sipil di Dili pada hari-hari
pertama invasi terdiri dari pelanggaran berat hak-hak asasi manusia. Hampir tidak ada sanksi
disipliner bagi pasukan Indonesia yang bertanggung jawab atas sejumlah tindakan seperti itu.
Tragisnya, ini menjadi pola impunitas penuh atas kekerasan terhadap penduduk sipil yang
menjadi ciri dalam konflik di tahun-tahun mendatang. Pada hari kesembilan invasi, Fretilin
mengirimkan lagi satu telegram kepada Dewan Keamanan PBB. Menteri informasi Fretilin Alarico
Fernandes melaporkan penjarahan yang merajalela di Dili, dan kehadiran 19 kapal di pelabuhan
yang terlibat dalam penjarahan tersebut.339
252. Harga yang harus dibayar dalam hal kematian bagi pasukan Indonesia juga tinggi.Invasi
pertama ABRI berhasil mencapai tujuan militer yaitu mengambil alih kota Dili dan Baucau, tetapi
perencanaan yang buruk dan perubahan pada saat-saat terakhir mengakibatkan kekacauan
dalam pendaratan Amphibi dan tingginya angka kematian pasukan terjun payung elit Kostrad dan
Kopassandha. Jenderal Benny Moerdani, yang memainkan peran utama dalam merencanakan
invasi itu, memberikan analisis berikut ini mengenai pasukan invasi Indonesia:
Pasukan (kami) tidak menerapkan disiplin, mereka saling
menembak satu sama lain. Ini memalukan?Dari perspektif
militer, kami tidak merasa bangga atas operasi tersebut.340
Tanggapan PBB terhadap invasi besar-besaran
253. Komisi mendengarkan kesaksian mengenai situasi PBB di New York pada saat itu dari
David Scott, seorang pekerja keadilan sosial senior Australia, yang telah dikirim oleh organisasiorganisasi
masyarakat sipil ke New York untuk mendukung upaya Jos? Ramos-Horta, tidak lama
setelah terjadinya invasi:
Sekretaris Komite Keempat, yang tengah membahas
laporan invasi oleh Indonesia, mengatakan pada saya
bahwa sangat sedikit orang di New York dan di PBB yang
mengetahui apapun tentang Timor. Delegasi Indonesia
mengatakan bahwa ?kita pergi ke Timor itu seperti
memadamkan api di dapur di rumah sebelah, dan setelah
itu kita akan mundur.?
- 67 -
Keesokan harinya Ramos-Horta datang dengan Araujo,
dan sebuah momen penting adalah diterimanya Ramos-
Horta sebagai perwakilan rakyat Timor?dalam dua
minggu berikutnya, Ramos-Horta?berkampanye dengan
gigih untuk mengangkat kasus pengakuan dan
mempertahankan permasalahan Timor di agenda PBB dan
mendukung resolusi-resolusinya, yang menyerukan
Indonesia untuk menarik diri, dan menegaskan hak Timor
atas penentuan nasib sendiri.341
254. Pada tanggal 12 Desember Majelis Umum mensahkan Resolusi 3485, yang mengutuk
invasi itu dan menyerukan penarikan pasukan Indonesia dari Timor Portugis. Dewan Keamanan
melangsungkan pertemuan tiga kali pada bulan Desember untuk mendiskusikan situasi di Timor-
Leste, dan pada tanggal 22 Desember dengan suara bulat mengeluarkan resolusi 384 yang
menuntut Indonesia untuk menarik pasukannya dan menegaskan hak rakyat Timor atas
penentuan nasib sendiri.
255. Resolusi Dewan Keamanan menginstruksikan Sekretaris Jenderal PBB untuk mengirim
seorang utusuan khusus ke Timor-Leste. Perwakilan itu, Winspeare Guicciardi, mengunjungi
berbagai wilayah di Timor-Leste yang dikuasai oleh Indonesia pada akhir Januari 1976. Namun
upayanya untuk bertemu dengan pimpinan Fretilin dihalang-halangi. Komisi mendengar
kesaksian mengenai berbagai upaya untuk menyiapkan beberapa tempat pendaratan yang aman
di pantai selatan, melalui siaran radio Fretilin ke sebuah radio-set di Darwin. Meskipun demikian,
berbagai tempat yang memungkinkan untuk dijadikan pendaratan itu dibom oleh Militer Indonesia
dan Pemerintah Australia menutup radio tersebut sehingga semakin mengacaukan upaya untuk
berkomunikasi.342 Indonesia juga mengancam akan menenggelamkan sebuah corvette Portugis
yang akan digunakan untuk mendaratkan Gucciardi di pantai selatan Timor-Leste untuk
pertemuan-pertemuan ini.343
256. Akibatnya adalah bahwa PBB tidak mendapatkan informasi yang baik mengenai situasi
di Timor-Leste pada saat itu, dan PBB tidak berhasil mendengar pandangan kepemimpinan
Fretilin di dalam wilayah itu atau melihat sendiri kondisi di sejumlah daerah yang dikuasai Fretilin.
Setelah tanggapan awal ini, PBB tidak pernah mengambil langkah yang berarti untuk segera
mengunjungi Timor-Leste. Debat kembali pada Sidang Umum, yang walaupun terus mengutuk
invasi itu dan menegaskan kembali hak rakyat Timor atas penentuan nasib sendiri, tidak pernah
melakukan tekanan yang berarti untuk memaksa Indonesia untuk menghentikan aksinya.344
- 68 -
3.11 Pengalaman rakyat Timor pada awal pendudukan dan upaya
Indonesia untuk meresmikan integrasi.
Tinjauan
257. Indonesia segera membentuk sebuah Pemerintahan Sementara pada tanggal 17
Desember 1975, yang sebagian besar terdiri dari para anggota Partai Politik Apodeti dan UDT
yang ikut dalam invasi besar-besaran.345 Jos? Ramos-Horta diterima di PBB sebagai juru bicara
bagi rakyat Timor, dan kegiatan diplomatik saat itu sungguh menegangkan.
258. Kepemimpinan Fretilin telah menarik diri ke wilayah pedalaman, dengan membawa para
tahanan UDT dan Apodeti yang sebelumnya ditahan di penjara mereka di Taibessi Dili. Ketika
pasukan Indonesia bergerak mendekat ke markas Fretilin di Aileu, para anggota Fretilin
melakukan pembantaian terhadap sejumlah besar tahanan ini. Ketika mundur dari pasukan
Indonesia yang semakin mendekat, pembantaian tahanan terjadi lagi di Maubisse dan Same
pada akhir Desember dan Januari 1976.
259. Sejumlah besar penduduk sipil Timor telah mengosongkan wilayah pemukiman di kota
dan desa, dan menetap di berbagai daerah yang dikuasai Fretilin. Pada bulan Mei 1976, Fretilin
mengadakan sebuah konferensi nasional untuk membahas strateginya. Fretilin merumuskan
suatu strategi perlawanan nasional yang didasarkan pada penduduk sipil yang tinggal di
pegunungan bersama para pejuang di sejumlah kawasan bebas. Warga sipil akan memberikan
dukungan logistik kepada para pejuang Fretilin. Berbagai organisasi perempuan dan pemuda
melakukan sejumlah kegiatan pendidikan dan kegiatan sosial lainnya, serta membentuk jaringan
kesehatan. Secara umum, masyarakat yang tinggal di beberapa daerah ini berada di luar
jangkauan militer Indonesia selama sebagian besar tahun 1976.
260. Pada tanggal 31 Mei 1976 Indonesia mencoba untuk mengesahkan pendudukannya atas
Timor-Leste. Dalam sebuah upacara singkat di Dili, yang disebut sebagai ?Tindakan Integrasi?,
Indonesia membentuk sebuah Majelis Rakyat yang beranggotakan sekitar 30 orang dari
beberapa -distrik. Majelis itu membuat sebuah petisi kepada Presiden Soeharto, meminta
integrasi Timor-Leste ke Indonesia. Anggota-anggota Majelis diterbangkan ke Jakarta untuk
menyerahkan petisi itu kepada Presiden Soeharto, dan pada tanggal 17 Juli Soeharto
menandatangani sebuah keputusan yang menyatakan bahwa Timor-Leste adalah bagian dari
Indonesia. PBB menentang upaya ini melalui Resolusi 31/53 pada tanggal 1 Desember 1976,
dan menyerukan diadakannya tindakan penentuan nasib sendiri yang dapat diterima secara
internasional di wilayah itu.
ABRI melakukan konsolidasi; Indonesia mendirikan ?pemerintahan sementara?
261. Menanggapi Invasi Indonesia terhadap Timor Portugis pada tanggal 7 Desember, Sidang
Umum PBB mengesahkan Resolusi 3485 pada tanggal 12 Desember. Resolusi ini menyerukan
penarikan pasukan Indonesia tetapi diabaikan oleh Indonesia. Pada tanggal 17 Desember
Indonesia mendirikan Pemerintah Sementara Timor-Timur (PSTT), dengan Arnaldo dos Reis
Araujo, Ketua Apodeti, sebagai Ketua, dan Francisco Lopes da Cruz, Ketua UDT, sebagai
Wakil.346 Dua puluh empat pria ditunjuk memegang berbagai jabatan dalam pemerintahan
sementara ini dan Dewan Pertimbangan. Enam belas orang di antaranya dari UDT dan
Apodeti.347
262. Pada tanggal 18 Desember, Pemerintahan Sementara itu mengirim sebuah telegram
kepada Presiden Soeharto untuk meminta bantuan militer:
- 69 -
Pemerintahan Sementara Timor Bagian Timur [sic]
memohon kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk
memberikan bantuan militer, sosial, dan ekonomi supaya
kondisi keamanan dan ketertiban di wilayah Timor Bagian
Timur [sic] dapat dipulihkan bebas dari gangguan dan
ancaman sisa-sisa teroris [sic] yang ditinggalkan oleh
Pemerintah Portugis.348
263. PSTT ini merupakan pemerintahan hanya dalam nama. Ia dibentuk dengan maksud
untuk mempercepat proses integrasi Timor-Leste dengan Indonesia. Mario Carrascal?o
membenarkan ketidakberdayaan pemerintahan ini dalam pernyataannya kepada Komisi bahwa
?saya tidak dapat menyatakan bahwa PSTT benar-benar
sebuah pemerintahan?.349
264. Indonesia tengah menghadapi perang diplomatik di PBB, di mana Indonesia mencoba
untuk meredam kutukan internasional terhadap invasi Indonesia. Pada tanggal 22 Desember
1975 Arnaldo dos Reis Araujo mengirim surat kepada Sekretaris Jenderal PBB yang menolak
kunjungan sebuah tim pengamat ke wilayah itu karena alasan keamanan.350 Mengabaikan
resolusi Dewan Keamanan tanggal 22 Desember, Indonesia mendaratkan lagi sekitar 10,000
pasukan sekitar Natal.351 Sementara komunitas internasional melakukan inisiatif perdamaian
yang terbatas, berbagai satuan tempur ABRI bergerak maju sepanjang jalan-jalan utama, setelah
menguasai Dili dan Baucau. Yang lainnya mendarat di titik-titik strategis sepanjang pantai
selatan. Ini adalah sebuah proses yang lamban. Satuan-satuan ABRI bergerak dengan
waspada.352 Pada awal 1976 pergerakan utama yang pertama adalah ke selatan Dili untuk
mengejar para tentara Fretilin yang telah mundur ke basis mereka di pedalaman.
Fretilin mundur, pembantaian tahanan
265. Fretilin menahan sejumlah besar* tahanan UDT dan Apodeti di basisnya yang terletak di
Aileu.353 Terdesak oleh majunya pasukan Indonesia, Fretilin bersiap untuk mundur lebih jauh ke
daerah pedalaman. Komite Sentral Fretilin terpecah. Pada akhir bulan Desember sebagian
berada di Aileu, dan sebagian lagi di Maubisse.354 Dalam situasi seperti inilah Fretilin melakukan
beberapa eksekusi massal terhadap para tahanan di daerah Aileu. Pembantaian yang pertama
terjadi pada tanggal 26 Desember 1975 di Asirimou di Aileu. Komisi diberitahukan bahwa para
anggota Fretilin membunuh sekitar 22 orang. Di antara mereka terdapat mantan kepala polisi
Portugis Mayor Gouveia yang berpihak dengan UDT selama perang sipil.355 Pembunuhan
selanjutnya terjadi di Saboria dan Aituri.356 Mantan Presiden Fretilin Xavier menyampaikan
analisisnya tentang bagaimana pembantaian ini terjadi:
Kami di tengah peperangan?kami lari dari musuh kami,
kami berlari, kami bawa orang-orang yang kami tahan,
musuh-musuh kami yang kami tahan, bersama dengan
kami?
Lalu kami harus memutuskan hal ini. Apakah kami
tinggalkan mereka hidup-hidup di sini? Apakah kami berlari
sendiri dan meninggalkan mereka? Atau kami bunuh
mereka lalu lari??
* Anggota UDT Antonio Serpa memberi kesaksian kepada Komisi bahwa dia ditahan oleh Fretilin di sebuah gudang kopi
yang besar di Aileu bersama, dia mengira-ngira, 3000 tahanan. Lihat kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR
tentang Konflit Politik Internal 1974-76, 15-18 Desember 2003.
- 70 -
Karenanya, beberapa dari mereka [anggota Fretilin]
memutuskan untuk membunuh mereka, sehingga musuh
tidak dapat membahayakan kami. Mungkin opini ini umum
dimiliki, lebih kurang secara umum, oleh para pemimpin di
semua tingkat.357
266. Pasukan Indonesia merebut Aileu pada tanggal 31 Desember 1975.358 Fretilin mundur
lebih jauh lagi ke pedalaman, pertama ke Maubisse dan kemudian ke pantai selatan.
Pembantaian tahanan terjadi lagi ketika Fretilin bergerak mundur. Komisi mendengarkan
kesaksian mengenai sebuah pembantaian Fretilin terhadap lima tahanan di Maubisse pada akhir
Desember, dari 31 tahanan di Sekolah Dasar di Same di daerah pantai selatan pada tanggal 29
Januari 1976,359 dan 8 tahanan di Hat Nipah, dekat Hola Rua, daerah pantai selatan pada akhir
Januari atau awal Februari.360 Selain pembantaian yang terjadi di wilayah tengah, Komisi juga
menerima kesaksian mengenai sebuah pembantaian Fretilin terhadap 37 orang di desa Kooleu di
distrik Laut?m, pada awal Januari 1976.361
Pergerakan ABRI, awal tahun 1976
267. Pasukan dari Komando Tempur ke-2 Kostrad (Kopur II) bergerak melalui Maubisse, dan
pada akhir Januari mereka bertempur untuk menguasai celah Fleixa yang strategis. Pada tanggal
23 Februari, pasukan ini tiba di Ainaro di mana mereka bergabung dengan tentara yang telah
mendarat di Betano di daerah pantai selatan, dan dapat menguasai sementara rute tengah dari
utara ke selatan. Front utama kedua terjadi di wilayah barat dekat perbatasan dengan Indonesia.
Pasukan Brigade Infanteri ke-18 (Jawa Timur) bergerak melalui Bobonaro pada akhir Januari,
kemudian melalui Atsabe dan Letefoho, sampai di Ermera pada tanggal 27 Maret 1976.
Sementara pada tanggal 5 Feburari, satu pasukan terjun payung lain turun di Suai di bagian
barat pantai selatan, dan bergerak ke Timur menuju Zumalai. Militer Indonesia tidak bergerak di
sepanjang pesisir utara di sebelah barat Dili hingga pertengahan tahun. Pada bulan Juni ABRI
menyerang Liquica dan Maubara, sebelum melanjutkan ke daerah Ermera dalam serangkaian
operasi singkat yang dimulai pada bulan Juli.* 362
268. Operasi di bagian Timur menyebar dari Baucau. Empat ribu tentara baru diterbangkan ke
Baucau pada akhir Desember 1975 di mana mereka kemudian bergabung dengan berbagai unit
yang sudah beroperasi di bawah Komando Lintas Udara Kostrad (Linud Kopur Kostrad).363
Pasukan ini melancarkan operasi penyerangan sepanjang tiga jalur utama. Dari Baucau,
beberapa batalyon bergerak ke barat di sepanjang jalan pantai dan menguasai Manatuto pada
tanggal 31 Desember. Dari Manatuto pasukan ini kemudian bergerak ke selatan menuju Soibada.
Ofensif kedua bergerak ke arah selatan dari Baucau menuju Viqueque, di mana mereka
bergabung dengan pasukan Marinir yang telah mendarat di Uatu-Lari di daerah pantai selatan.
Pasukan ketiga menyerang pasukan Fretilin di Selatan Laga, di kaki bukit Gunung Matebian.
Sasaran terakhir adalah Laut?m di bagian Timur, dengan serangan pasukan terjun payung di
Lospalos pada tanggal 2 Februari 1976 yang mendapat dukungan dari bala bantuan infanteri.364
Setelah menguasai sebagian besar kota utama Timor-Leste, pada bulan Agustus 1976 ABRI
mendirikan Komando Pertahanan dan Keamanan Regional Timor-Leste (Kodahankam),
membagi wilayah itu menjadi empat sektor operasional ? Barat, Tengah dan Timur, juga Dili dan
Oecusse.?
* Operasi Shinta melawan Fatubesi, Operasi Tulada 1 melawan Hatolia, Operasi Tulada 2 melawan Railaco dan Operasi
Tulada 3 melawan Leorema.
? Sektor A (Dili dan Oecussi), Sektor B (Barat?Liquica, Bobonaro, Ermera dan Covalia; kurang lebih 10 Batalyon), Sektor
C (Tengah?Aileu, Ainaro, Manufahi dan Manatuto; kurang lebih delapan batalyon), dan Sektor D (Timur?Baucau,
Viqueque, dan Lautem; kurang lebih dua belas batalyon).
- 71 -
Pengalaman rakyat Timor pada awal pendudukan
269. Sejumlah besar* masyarakat sipil telah lari ke daerah pedalaman, untuk sementara aman
dari militer Indonesia. Banyak kota hampir dikosongkan oleh penduduknya ketika mereka
melarikan diri dari invasi.365 Pemindahan adalah pengalaman yang terjadi dimana-mana, dan
banyak masyarakat sipil tidak mendapatkan tempat berlindung, makanan atau berbagai fasilitas
kesehatan yang memadai.?
270. Kekerasan militer Indonesia terhadap penduduk sipil mengejutkan beberapa pemimpin
politik Timor yang telah membantu dalam invasi. Mengemukakan keburukan situasi itu dan
kelemahan posisinya sendiri, ketua PSTT, Arnaldo Araujo, menulis surat secara rahasia kepada
Presiden Soeharto mengenai kekhawatirannya, pada bulan Juni 1976:
Kami mengakui bahwa perampokan terhadap bisnis
pribadi, kantor pemerintahan, dan badan keuangan negara
dapat terjadi karena emosi saat perang, tetapi sulit
dimengerti mengapa hal ini berlanjut enam bulan
kemudian, membiarkan semua orang dalam keadaan tidak
aman yang kejam?Pagi dan malam hari, di rumah dan
kantor saya, para janda, yatim piatu, anak-anak, dan kaum
cacat meminta susu dan pakaian. Saya tak dapat berbuat
apa-apa kecuali menangis untuk mereka, karena
Pemerintahan Sementara tidak memiliki apa-apa?366
271. Di Dili Militer Indonesia memulai kegiatan yang kelak menjadi pola penahanan dan
penyiksaan pada periode ini, karena mereka berusaha untuk menguasai masyarakat sipil yang
mereka curigai menjadi penghubung dengan mereka yang berada di gunung.367 Pada
pertengahan 1976, para pengsungsi Timor pertama dari sejumlah kamp di Timor Barat berhasil
pergi ke Portugal. Mereka memberikan beberapa pernyataan saksi mata mengenai skala
kekerasan pada saat invasi.
Fretilin menyusun kekuatan kembali
272. Dari tanggal 15 Mei sampai 2 Juni 1976 Fretilin mengadakan sebuah konferensi nasional
di Soibada di daerah pedalaman timur untuk menentukan strateginya. Menyadari bahwa tidak
mungkin untuk terus mengimbangi ABRI, Fretilin membuat keputusan untuk memobilisasi
resistensi nasional. Strateginya mencakup resistensi semi-gerilya oleh Falintil. Hal ini akan
didukung secara logistik oleh penduduk sipil, yang akan ikut dengan Fretilin di gunung dan
hutan.368 Fretilin mengambil keputusan ini tidak dengan suara bulat. Semuanya menyetujui
perlunya melakukan perang resistensi, tetapi tidak semua mendukung usul untuk melakukan
revolusi sosial dengan masyarakat sipil. Francisco Xavier do Amaral menyatakan
kekhawatirannya mengenai kebijakan ini, sementara yang lainnya, seperti para anggota sayap
militer Fretilin, mengambil sikap netral.369
273. Untuk melaksanakan strategi baru ini, Fretilin membentuk sebuah struktur resistensi di
sejumlah ?zona bebas? (zonas libertadas). Dalam berbagai zona ini terdapat basis resistensi
(bases de apoio), dimana penduduk sipil dikelilingi oleh sebuah lingkaran pertahanan yang terdiri
dari pasukan Falintil, dengan dibantu oleh kompi milisi Fretilin (Miplin) dan beberapa unit
pertahanan sipil (arma branca or for?a popular).370 Di belakang garis itu, penduduk sipil, terutama
perempuan, memberi dukungan logistik bagi para tentara. Fretilin menjalankan pendidikan politik
* Kemungkinan sebanyak 300,000 orang; lihat bab Pemindahan.
? Lihat sebagai contoh, kesaksian Manuel Carceres da Costa mengenai kota Laclo di Distrik Manatuto, dan Francisco
Soares Pinto mengenai kota Iliomar di Distrik Lautem, keduanya di CAVR audiensi publik nasinal mengenai Pemindahan
Paksa dan Kelaparan, 28-29 Desember 2003.
- 72 -
kepada penduduk sipil yang berada di sejumlah basis ini untuk membangun komitmen politik
yang luas bagi pembebasan nasional. (lihat Bagian 5: Resistensi:Struktur dan Strategi).
274. Selain menjalankan sejumlah sekolah dan menanam tanaman pangan, juga ada
berbagai upaya untuk memproduksi obat-obatan, walaupun dalam sebagian besar kasus orangorang
harus bergantung pada obat-obatan tradisional yang berbahan dasar tanaman.371 Manuel
Carceres da Costa menceritakan kepada Komisi mengenai kehidupan di berbagai daerah
kekuasan Fretilin di Laclo, distrik Manatuto pada tahun 1976:
Di hutan kami membentuk dua organisasi: Organiza??o
Popular da Mulher Timorense [OPMT ? Organisasi Rakyat
Perempuan Timor] sebuah organisasi perempuan yang
berafiliasi dengan Fretilin, dan Organiza??o Popular
Juventude de Timor [OPJT ? Organisasi Rakyat Pemuda
Timor] yaitu sebuah organisasi pemuda. Organisasiorganisasi
ini membantu kami mengkoordinasi kegiatan di
antara masyarakat. Misalnya kami bekerjasama untuk
berkebun dan bercocok tanam, dan kami menanam jagung
di sekitar kota kecil Laclo. Tentara Indonesia belum
mencapai Laclo.372
275. Fretilin juga menjalankan penjara-penjara (Renal), di mana berbagai pelanggaran hak
asasi manusia biasa terjadi.373
Indonesia Meresmikan Integrasi
276. Tidak lama setelah pertemuan Fretilin di Soibada, Indonesia merancang apa yang
disebut sebagai sebuah Undang-undang Integrasi. Pemerintahan Sementara mengumpulkan
sebuah badan yang disebut Majelis Rakyat selama bulan Mei 1976, yang diketuai oleh Guilherme
Gon?alves. Majelis ini konon merupakan sekumpulan orang terpilih yang mewakili orang Timor.
Para peserta dipilih oleh para pegawai pemerintah yang ditunjuk oleh Indonesia. Clementino
Amaral berpartisipasi dalam Majelis tersebut mewakili Baucau, dan mengatakan kepada Komisi:
Proses apa ini? Mereka [pemerintah Indonesia] ingin dua
orang dari tiap distrik mewakili distrik masing-masing,
untuk membuat petisi yang meminta Indonesia
mengizinkan kami masuk Indonesia. Di Baucau,
bagaimana kejadiannya? Menyelenggarakan pemilihan
umum? [Tidak.] Para pejabat yang dekat dengan mereka
memilih dua orang tersebut.374
277. Para anggota Majelis menyusun sebuah petisi kepada Presiden Soeharto yang meminta
Indonesia untuk mengabulkan integrasi. Mario Carrascal?o mengemukakan bahwa ini
merupakan satu-satunya fungsi yang dilakukan Majelis Rakyat:
Majelis Rakyat?yang bertemu sekali pada bulan Mei
1976, di sini, hanya membahas satu poin ?perjanjiannya?,
yakni, integrasi tanpa referendum?[satu-satunya] tujuan
adalah membicarakan ?petisi integrasi? yang akan
dikirimkan kepada Soeharto.375
278. Petisi ini ditandatangani oleh Arnaldo de Araujo sebagai ketua PSTT, dan Guilherme
Goncalves selaku kepala Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), walaupun badan ini belum
dibentuk.376 Mengklaim dirinya mewakili rakyat Timor, dan menyebut Deklarasi Balibo sebagai
dasar bagi klaim tersebut, isi utama dari petisi singkat ini adalah agar Timor-Leste disatukan
- 73 -
dengan Indonesia tanpa dilakukannya sebuah referendum. Kelompok itu pun diterbangkan
seluruhnya ke Jakarta dengan pesawat militer untuk menyampaikan petisi tersebut kepada
Presiden Soeharto.377 Pada tanggal 7 Juni Arnaldo dos Reis Ara?jo,Guilherme Gon?alves,
Francisco Xavier Lopes da Cruz dan Mario Carrascal?o menyerahkan petisi itu kepada Soeharto
di Jakarta.
279. Pada tanggal 24 Juni sebuah misi pencarian fakta para pejabat Indonesia dan
sekelompok diplomat internasional yang terdiri dari sepuluh orang* mengunjungi Dili, dengan
didampingi oleh wartawan Indonesia dan wartawan asing, konon untuk memastikan keabsahan
petisi tersebut. Ketua Komite Khusus Dekolonisasi PBB juga diundang, tetapi ia menolak untuk
bergabung dalam misi tersebut. Australia, AS dan Jepang juga menolak untuk berpartisipasi,
walaupun Selandia Baru mengirim seorang perwakilan untuk mengamati (lihat Bab 7.1:
Penentuan Nasib Sendiri, untuk isi laporan Perwakilan Selandia Baru dan analisa dari proses
tersebut). Misi itu mengunjungi Timor-Leste selama satu hari. Mereka menghadiri sebuah
upacara di mana Kepala PSTT Ara?jo menyampaikan pidato, dan kelompok itu mengunjungi
beberapa kota yang dekat dengan Dili. Kunjungan mereka diawasi dengan ketat dan interaksi
bebas dengan orang Timor, termasuk para anggota Majelis Rakyat, tidak diperbolehkan.378
Walaupun demikian, misi itu melaporkan bahwa sebuah pemerintahan yang efektif telah berjalan
dengan baik dan Dewan Perwakilan Rakyat berjalan sebagai ?alat demokrasi?. Misi itu juga
menemukan adanya keinginan untuk melakukan integrasi tanpa referendum, yang mereka
anggap sebagai mekanisme yang asing bagi orang Timor.379 Pada tanggal 17 Juli 1976 Presiden
Soeharto menandatangani undang-undang yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia (DPR-RI), meresmikan tindakan Indonesia mengintegrasikan Timor-Leste.?
280. Indonesia menyebut ini sebagai sebuah tindakan penentuan nasib sendiri yang sah.
Tindakan ini tidak diakui oleh Portugal atau pun PBB, dan pada tanggal 1 Desember 1976 Sidang
Umum PBB mengesahkan resolusi 31/53 yang menolak aneksasi Indonesia atas Timor-Leste
dan menegaskan kembali seruannya bagi suatu tindakan penentuan nasib sendiri yang dapat
diterima secara internasional.
Operasi Seroja berlanjut?pesawat Bronco OV-10 buatan AS mulai digunakan
281. Sekitar pertengahan hingga akhir 1976, pesawat serangan udara ke darat Bronco OV-10
pertama buatan AS tiba di Indonesia.380 Kekuatan udara menjadi bagian penting dari strategi
ABRI di Timor-Leste. Albino do Carmo, Komandan Falintil di gunung daerah Bobonaro-Covalima,
mengingat:
* Anggota-anggota internasional misi tersebut adalah DutaBbesar Korea Selatan, Malaysia, Siria untuk Jakarta, the
charge d?affaires of Afganistan dan Iraq, serta para perwira yang mewakili Panama, Yaman Selatan dan India.
? Hukum No. 7, 1976, Integrasi Timor Timur ke dalam Indonesia dan Pembentukan Propinsi Timor Timur.
- 74 -
Pada bulan Agustus [1976] ABRI berusaha menyerang
Gunung Lakirin lagi. Satu kompi bersama Hansip
[pertahanan sipil] muncul. Saya datang untuk melihat dan
mengusir mereka. Dua komandan bagian saya terbunuh.
Kami saling menembak, hanya berjarak 10-20 meter.
Kemudian ABRI berusaha menguasai gunung yang lain,
dari Suai mereka masuk wilayah Gunung Fohorua. Mereka
memasuki wilayah tersebut tiga kali. Setiap kali kami
menngusir mereka?Mereka menggunakan pesawat
pengebom di Lela, dimana saya bermarkas. Pesawatpesawat
tersebut hanya meluncurkan roket-toket
besar?Setiap minggu mereka menembaki tempat kami,
penduduk sipil, sekolah. Mereka mencari lokasi yang
penuh orang. Kerap kali mereka bahkan menembaki
ternak. Mereka melakukannya dengan senapan mesin.381
282. Penembakan dan pemboman udara digunakan untuk ?memperlunak? berbagai sasaran
menjelang sebuah serangan darat oleh pasukan infantri. Di Lolotoe, Jos? Pereira mengingat
perubahan dari penggunaan helikopter sampai bom-bom besar dan akhirnya Pesawat Bronco
OV-10 buatan AS:
Pada tahun 1976 ABRI telah menggunakan pesawat
terbang dan bom. Tahun 1976-1977 sering kali, dua atau
tiga kali seminggu. [Pesawat udara] terbang cukup rendah.
Pertama mereka menggunakan helikopter dan menembak.
Mereka juga menggunakan pesawat terbang hitam besar.
Mereka memakai bom. Dan ketiga mereka memakai
pesawat udara besar dengan lubang di bagian belakang
[Bronco OV-10]. Pesawat-pesawat ini dipakai sejak tahun
1976, kira-kira dimulai sekitar Agustus.382
283. Penggunaan kekuatan udara memberikan tekanan yang sangat besar kepada Fretilin,
karena kekuatan bersenjata Falintil hanya senjata ringan. Ini menjadi faktor utama yang membuat
penduduk sipil di gunung menyerahkan diri, dan memberikan kemenangan militer kepada ABRI
atas Fretilin/Falintil pada tahun 1979.
Kebuntuan militer, akhir 1976
284. Pada akhir 1976, militer Indonesia mampu menguasai koridor jalan-jalan utama; jalur
selatan dari Dili ke Ainaro dan Betano; jalur Baucau Viqueque; jalur Manatuto Laclubar, dan jalur
Lautem ke Tutuala. Walaupun ABRI cukup menguasai daerah-daerah yang dapat dijangkau
melalui jalan pesisir utara tersebut, berbagai daerah yang luas di pedalaman tetap berada di luar
kekuasaan ABRI. ABRI mengharapkan dengan cepat dan mudah menguasai Timor-Leste,
namun sebaliknya malah menghadapi perlawanan sengit dan amat baik dari Fretilin/Falintil.
Perkembangan usaha ABRI untuk menguasai Timor-Leste berjalan lambat.
285. Walaupun Indonesia sudah menggunakan kekuatan udara tambahan yang dipasok dari
Amerika Serikat, situasi pada akhir tahun 1976 itu pada dasarnya merupakan suatu kebuntuan.
Pada bulan April 1976 sebuah laporan dari kedutaan besar Amerika mengemukakan kesulitankesulitan
yang dihadapi ABRI:
- 75 -
Jenderal Yogi (Soepardi, Asisten Perencanaan,
Departemen Pertahanan)?memperkirakan kekuatan
Fretilin sekitar 3000 dengan hanya 5000 dari 15000 pucuk
senjata yang sejauh ini disita oleh Indonesia. Indonesia
belum-belum sudah mengalami terkurasnya sumber daya,
dengan kekurangan pasokan amunisi untuk senjata ringan,
artileri, tank dan meriam angkatan laut.383
- 76 -
3.12 ?Pengepungan dan penghancuran?: tahap akhir Operasi Seroja
1977-79
Tinjauan
286. Fretilin menghadapi persoalan besar mengenai apa yang harus mereka lakukan dengan
penduduk sipil yang jumlahnya besar yang berada di berbagai basis mereka di pedalaman.
Beberapa orang berpendapat bahwa sudah saatnya untuk mengubah strategi, dan
memperbolehkan penduduk sipil menyerahkan diri dan kembali bermukim di kota. Pertentangan
mengenai masalah ini menyebabkan terjadinya perpecahan berdarah dalam tubuh Fretilin dan
disingkirkannya presiden Francisco Xavier do Amaral pada bulan Agustus 1977. Penahanan,
penyiksaan dan pembunuhan sewenang-wenang dilakukan oleh Fretilin selama periode ini.
287. Pada paruh kedua tahun 1977, operasi militer Indonesia semakin gencar, yang
mencakup penghancuran sumber makanan di pedalaman dengan maksud untuk memisahkan
masyarakat sipil dari resistensi bersenjata. Operasi ini mengakibatkan kematian masyarakat sipil
dalam jumlah yang tak terkira akibat serangan langsung serta kelaparan dan wabah penyakit
akibat dihancurkannya basis-basis Fretilin dan sumber makanan.
288. Dengan mundurnya Fretilin ke sejumlah kecil daerah yang lebih sempit, ABRI
melancurkan Operasi Cahaya, dengan maksud untuk memaksa para pemimpin utama Fretilin
menyerah dan sisa penduduk sipil yang ikut bersama mereka.384 Gunung Matebian di wilayah
timur dan beberapa wilayah di Suai dan Ermera di wilayah barat menjadi ajang pengeboman
udara yang paling gencar, yang mengakibatkan kematian skala besar dan pada akhirnya
penyerahan diri puluhan ribu penduduk sipil. Para pemimpin utama Fretilin ditangkap,
menyerahkan diri atau dibunuh, sehingga resistensi bersenjata yang tersisa kacau balau.
Presiden Fretilin Nicolau Lobato terbunuh dalam pertempuran tanggal 31 Desember 1978.385
Xanana Gusm?o berhasil lolos ke timur. ABRI melanjutkan operasi penumpasan sampai pada
awal tahun 1979, dan pada bulan Maret 1979 menyatakan wilayah ini sudah ditaklukkan.
Penduduk sipil di gunung-gunung
289. Pada akhir tahun 1976 kehidupan dalam zona bebas (zonas libertadas) yang dikuasai
Fretilin amat berat bagi rakyat sipil, tetapi pada umumnya mereka tidak terlibat langsung dalam
pertempuran. Militer Indonesia masih belum dapat secara permanen mengukuhkan kehadirannya
di sejumlah wilayah pedalaman di mana berbagai zona ini berada. Penduduk sipil bersama
Fretilin telah mampu menjalankan suatu fungsi dasar masyarakat yang dapat menyediakan
berbagai kebutuhan pokok rakyat.386 Fokus mereka adalah menanam tanaman pangan serta
pemberian perawatan kesehatan dasar dan pendidikan bagi anak-anak. Komisi mendengarkan
kesaksian ahli dari Gilman dos Santos, seorang pegawai negeri pemerintahan tingkat provinsi
Indonesia yang bekerja dengan masyarakat pengungsi pada akhir tahun 1970an dan kemudian
menjadi staf LSM Amerika Catholic Relief Services:
Menurut perhitungan saya, situasi pangan di hutan antara
tahun 1975 dan 1977 tidak begitu buruk. Orang-orang
tidak mengalami banyak masalah karena pada waktu itu
mereka masih dapat bergerak dan bebas menanam
tanaman sesuai musim. Mereka dapat menghasilkan
bahan makanan. TNI hanya menguasai kota-kota
kabupaten dan kecamatan, meskipun TNI melakukan
serangan ke hutan-hutan.387
- 77 -
290. Keadaan ini berubah secara dramatis dalam paruh kedua tahun 1977.
Kapasitas ABRI terkuras dan kepercayaan diri awal Fretilin
291. Menyusul situasi kebuntuan militer antara pasukan Indonesia dan Fretilin pada akhir
tahun 1976, ABRI tiba-tiba menyadari bahwa kekuatannya tersebar di seluruh nusantara pada
awal tahun 1977. ABRI terpaksa menarik sebagian pasukannya dari Timor-Leste untuk
mendukung sejumlah operasi di Irian Jaya, Kalimantan Barat dan Aceh. ABRI juga bertanggung
jawab untuk menjaga keamanan pada pemilihan anggota DPR Indonesia pada bulan Mei, dan
ABRI menempatkan kira-kira 100 batalyon di seluruh negeri.388 Berbagai pengaruh eksternal ini
benar-benar mengpengaruhi kemampuannya untuk menjalankan beberapa operasi tempur di
Timor-Leste. Pengurangan pasukan ini dilaporkan dalam dokumen militer Indonesia:
Dalam kerangka pelaksanaan pemilihan umum tahun 1977
total kekuatan TNI di Timor-Leste berkurang hingga
sepertiga yang ada (yang lain ditugaskan) sebagai petugas
keamanan pemilihan umum tahun 1977 di bagian lain di
Indonesia.389
292. Bukti dan berbagai laporan Fretilin di bawah ini menengarai bahwa antara bulan Maret
dan Juni 1977 terjadi pengurangan pasukan ABRI dan sejumlah operasi tempur yang cukup
berarti.
293. Ini memberikan kelonggaran dan kesempatan bagi Fretilin. Selama paruh pertama tahun
1977, Radio Maubere Fretilin berulang kali menyiarkan pemberitahuan mengenai rendahnya
semangat Indonesia dan berbagai kemenangan Falintil. Pada tanggal 20 Mei, misalnya, Menteri
Informasi dan Keamanan Nasional, Alarico Fernandes melaporkan melalui radio bahwa 1.500
tentara Indonesia telah ditarik mundur dari wilayah itu.390 Pada tanggal 4 Juni dia melaporkan:
Serangan-serangan utama Indonesia yang terakhir terjadi
sejak November [1975] hingga Februari [1976]. Meskipun
mengerahkan ribuan pasukan, serangan-serangan ini
dikalahkan dengan meminta banyak korban pasukan
Indonesia?Sejak bulan Februari, serangan-serangan
Indonesia dilakukan dengan skala kecil, yang bertujuan
meraih sedikit kesuksesan menghancurkan posisi Fretilin
di pegunungan dengan mengabaikan kota-kota yang
dikuasai Indonesia.391
294. Sementara propaganda Fretilin mebesar-besarkan keberhasilannya, paruh pertama
tahun 1977 relatif merupakan periode yang positif bagi Resistensi. Pada bulan Mei, Alarico
Fernandes menyatakan bahwa:
Produksi makanan di wilayah yang dikuasai Fretilin adalah
sektor lain yang dibangun bersamaan dengan perjuangan
bersenjata. Kami telah mencapai produksi maksimum yang
diraih pada masa dominasi kolonial Portugis, ketika terjadi
kelaparan dan penyakit.?Penduduk di Timor-Leste
bekerja keras melakukan rekonstruksi nasional. Kelaparan
tidak sebanyak sebelumnya.392
AS memimpin dalam mempersenjatai kembali militer Indonesia
295. Pada awal tahun 1977 sebuah delegasi Subkomite Kongres AS mengunjungi Timor-
Leste. Kunjungan mereka diatur dengan seksama oleh militer Indonesia, dengan membatasi
- 78 -
mereka ke berbagai daerah yang sudah mantap berada di bawah penguasaan Indonesia.
Mereka tidak berupaya untuk bertemu dengan Fretilin atau pun sejumlah besar penduduk sipil di
wilayah pedalaman. Selama masa kunjungan mereka sangat sedikit terjadi operasi tempur.
Delegasi ini ?tidak membuat kesimpulan tegas? sehubungan dengan perang.393 Pada tahun 1978,
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Zbigniew Brzezinski memerintahkan bahwa ?tekanan?
terhadap masalah hak asasi di Indonesia agar diredam.394 Selanjutnya selama tahun 1978,
Amerika Serikat dan pemerintah asing lainnya memberikan dukungan militer yang luas untuk
Indonesia. Pada bulan Januari Amerika Serikat mengumumkan penjualan 16 unit F5, sebuah
Skuadron A4, dan sebuah fasilitas pembuatan senapan M-16.395 Pada tahun yang sama Inggris
mengumumkan niatnya untuk memasok pesawat Jet Hawk untuk serangan darat,396 sementara
Australia memasok helikopter serta pesawat angkut.397 Ini menjadi pertanda yang jelas bagi
Indonesia bahwa negara-negara Barat tidak menentang operasi militernya di Timor-Leste.
296. Pada tahun 1979, Amerika Serikat berusaha untuk menjelaskan kebungkamannya
mengenai penggunaan berbagai senjatanya di Timor-Leste atas dasar bahwa perang tersebut
sudah selesai. Sumbernya untuk membuat kesimpulan ini adalah Militer Indonesia:
Beberapa perlengkapan militer yang dipasok Amerika
Serikat saat ini ada di Timor-Leste. Meskipun demikian,
skala dan frekuensi perselisihan di Timor-Leste sudah
begitu berkurang, sehingga menurut informasi terbaik yang
ada perlengkapan itu sangat jarang digunakan dalam
pertempuran.398
Perpecahan internal Fretilin dan pembersihan berdarah
297. Walaupun optimisme pada awal 1977 Fretilin menghadapi permasalahan dan
perpecahan internal, yang berakibat pada terjadinya kekerasan. Pada tahun 1976* partai tersebut
membunuh Aquilis Soares, liurai Quelicai, atas tuduhan menempatkan kepentingan lokal di atas
kepentingan nasional.399 Belakangan pada tahun yang sama, satu lagi unit yang memisahkan
diri, yang dipimpin Francisco Hornai di Illiomar, juga ditangkap dan dibunuh.400 Berbagai kejadian
ini merupakan indikasi awal adanya perbedaan pandangan di antara para pemimpin Fretilin
mengenai bagaimana menjalankan perjuangan, dan sebuah pertanda awal berbagai kekerasan
yang akan digunakan oleh Fretilin untuk mendisiplinkan para kadernya.401
298. Pada akhir tahun 1977 perawatan kepada orang yang sakit dan terluka, serta
penyediakan makan kepada penduduk sipil, menjadi beban yang semakin berat bagi Fretilin.
Presiden Fretilin ketika itu Francisco Xavier do Amaral mengatakan kepada Komisi bahwa
kurangnya obat-obatan bahkan untuk penyakit yang biasa mengakibatkan semakin banyak
penduduk sipil yang mati. 402
299. Para anggota Komite Sentral Fretilin tidak sepaham mengenai beberapa persoalan,
ketika para kader politik dan militer berselisih mengenai siapa yang seharusnya mengatur
perjuangan. Yang menjadi kontroversi utama adalah peran penduduk sipil. Bagi para pemimpin
Falintil, keharusan untuk membela penduduk sipil dalam jumlah besar membatasi kemampuan
mereka untuk melakukan berbagai ofensif yang efektif. Presiden Fretilin Xavier do Amaral
mendukung pandangan ini, dan menganggap perlu diambil suatu tindakan untuk menghindari
penghancuran, dan sebagian besar penduduk diperbolehkan untuk menyerahkan diri dan
melanjutkan resistensi dari berbagai kota dan desa. Para anggota Komite Sentral lainnya yakin
bahwa rakyat adalah komponen penting dalam perjuangan rakyat, khususnya untuk
memungkinkan partai melakukan revolusi sosial yang berdasar pada pendidikan politik bagi
semua.403
* Sumber bulan bermacam-macam; Taylor, Indonesia?s Forgotten War, hal. 95 mengatakan November, sementara
Chamberlain, The Struggle in Iliomar, mengutip Gusmao, To Resist, mengatakan Maret.
- 79 -
300. Pada bulan Agustus 1977 Komite Sentral Fretiliin bertemu di Laline (Lacluta, Distrik
Viqueque) dan bersepakat mengenai prinsip mengandalkan kekuatan sendiri. Dengan tidak
adanya kemungkinan dukungan dari luar, Resistensi memutuskan untuk memerangi ABRI
sendiri. Terjadi pertentangan mengenai masalah ini. Menteri Informasi Alarico Fernandes
menganggap kemerdekaan tidak mungkin dicapai tanpa dukungan dari luar.404 Karena
penentangannya, Presiden Fretilin Xavier do Amaral tidak menghadiri rapat di Laline. Tidak lama
kemudian, pada bulan September 1977, Fretilin menangkap dan memecatnya sebagai Presiden.
Amaral menceritakan kejadian itu kepada Komisi:
Jadi seperti inilah ide saya. Kami harus mengirim
penduduk untuk menyerah. Hanya laki-laki yang kuat dan
dapat bertempur di peperangan tetap tinggal bersama
Komite Sentral. Karena kami tidak tahu berapa tahun lagi
perang ini berakhir?[Pada tahun 1976] mulai ada
perbedaan pendapat dalam Fretilin.?Beberapa orang
berkata bahwa doktrin [Fretilin] ini tidak benar. Beberapa
orang menyatakan bahwa doktrin ini benar tetapi orangorang
tidak mengikutinya secara tepat. Beberapa berkata
doktrin ini baik. Kami mulai kehilangan kepercayaan satu
sama lain?Sejak saat ini mereka menangkap saya,
memenjarakan saya, dan menuduh saya?Bahwa saya
mengirim penduduk untuk menyerah supaya di masa yang
akan datang ketika saya menyerahkan diri kepada
Indonesia, indonesia akan memberikan jabatan sebagai
jenderal atau menteri kepada saya. Inilah argumen mereka
yang menyerang saya?405
301. Suatu perintah yang ditandatangani oleh Wakil Presiden Nicolau Lobato menuduh
Francisco Xavier do Amaral sebagai seorang pengalah dan pengkhianat, serta ?kejahatankejahatan?
lain seperti korupsi, poligami, sabotase, kekerasan, feodalisme dan pembunuhan.406
Dia juga dituduh memulai gerakan saingan yang akan melemahkan Fretilin. Dia dipenjara di
sebuah lubang, dipukuli dan diperlakukan dengan kejam.407 Akibat serangan ofensif ABRI,
Francisco Xavier do Amaral melarikan diri pada tahun 1978, dan belakangan ditangkap oleh
ABRI.
302. Pada tanggal 16 Oktober Nicolau Lobato terpilih sebagai Presiden baru. Tekanan dalam
periode ini mendorong Fretilin untuk mangadopsi ideologi yang lebih radikal. Marxisme
diumumkan,408 dan bersamaan dengan itu muncul sikap yang tidak toleran pada perbedaan
pendapat. Penangkapan Amaral menjadi awal dari pembersihan di dalam tubuh Fretilin.409
Terjadi berbagai eksekusi publik,410 dan banyak orang yang ditahan, diperlakukan dengan kejam
dan dipaksa untuk mengadukan orang lain.411 Siapa pun yang diketahui berhubungan dekat
dengan Amaral atau yang berkolaborasi dengan militer Indonesia ditangkap dan ditahan (lihat
Bab 7.2: Pembunuhan tidak Sah dan Penghilangan Paksa, dan Bab 7.4.: Penahanan,
Penyiksaan dan Perlakuan Buruk).
ABRI mengintensifkan operasi militer: pengepungan dan penghancuran, Agustus 1977
sampai Agustus 1978
303. Operasi militer antara pertengahan tahun 1977 sampai pada awal 1979 seringkali disebut
sebagai kampanye ?pengepungan dan penghancuran.? Kampanye tersebut mempunyai dua
tujuan yaitu, untuk menghancurkan kepemimpinan Fretilin dan untuk memaksa penduduk sipil
yang tinggal di pedalaman yang bergunung-gunung menyerahkan diri kepada ABRI di dataran
rendah.412
- 80 -
304. Pada bulan Agustus 1977 ABRI melancarkan sebuah operasi militer besar baru,413 yang
didahului dengan pengerahan pasukan yang besar.414 Data Komisi menunjukkan sebuah
peningkatan dari tiga sampai lima batalyon pada bulan Juli menjadi tujuh belas batalyon pada
bulan Agustus. Fokus awal dari ofensif ini adalah sektor barat, yang dikenal dengan nama sandi
Operasi Sisir.* 415 Seperti pada berbagai operasi sebelumnya, dukungan Artileri Angkatan Laut
dan Udara adalah faktor penting bagi kemenangan ABRI. Di Fatumean, misalnya, pemboman
udara adalah alasan utama menyerahnya pasukan Falintil/Fretilin dan penduduk sipil pada bulan
November.416 Di sektor Timur, Marinir menjalankan Operasi Bedah Marinir 77 dengan tujuan
untuk menguasai jalur antara Quelicai dan Uatucarbau.417
Penghancuran sumber pangan, Fretilin mundur ke gunung bersama penduduk sipil
305. Militer Indonesia bergerak keluar dari kota dan koridor jalan yang telah mereka kuasai
pada bagian pertama Operasi Seroja. Fretilin terpaksa mundur, dan bukannya menyuruh
penduduk untuk menyerah, Fretilin memutuskan untuk membawa serta penduduk sipil dengan
mereka. Komisi diberitahu mengenai pembunuhan ternak dan penghancuran sumber pangan
lainnya oleh militer Indonesia selama operasi-operasi ini. Manuel Carceres da Costa dari Laclo,
Distrik Manatuto bersaksi:
Ketika kami menebang sebuah pohon sagu, datang prajurit
Indonesia dan menyerang kami?Ketika tentara
menembak seorang anggota Falintil bernama
Hermenegildo, kami terpaksa meninggalkan makanan
kami dan melarikan diri. Setelah serangan itu militer
Indonesia menduduki daerah tersebut sehingga kami tidak
dapat kembali lagi. Kerbau-kerbau dan ternak kami semua
ditembak mati atau diusir. Kebun-kebun dan sawah kami
dihancurkan.418
306. Pemboman udara juga dilakukan terhadap lahan pertanian, sehingga memaksa Fretilin
dan penduduk sipil mundur lebih jauh ke gunung-gunung, dan membuat hidup menjadi semakin
sulit. Dengan tanaman pangan hancur, dan penduduk sipil tidak lagi dapat tinggal di daerah
pemukiman di mana mereka dapat bercocok tanam, tetapi terpaksa harus tetap bergerak, banyak
orang kemudian mati. Komisi mendengar banyak kesaksian mengenai penderitaan berat dan
ketidakberdayaan penduduk sipil di gunung selama operasi militer ini. Orang tua dan anak-anak
adalah yang paling banyak mati.419 Militer Indonesia mematahkan basis-basis perlawanan Fretilin
(bases de apoio) satu persatu, dan penduduk yang tersisa mundur ke daerah-daerah yang makin
terpojok. Kehadiran demikian banyak penduduk sipil membuat Fretilin harus memmikirkan
perlindungan mereka, sehingga mengurangi kemampuannya untuk melakukan serangan balasan
kepada ABRI.
Serangan di wilayah Tengah
307. Militer Indonesia terus melancarkan serangan selama musim hujan dan selama paruh
pertama tahun 1978. Jumlah pasukan di wilayah tengah, yang sebelumnya hanya sedikit,
ditambah sampai sebanyak yang berada di barat. Beroperasi di bawah komando Resimen
Tempur (RTP) 11, pasukan ini melancarkan sebuah serangan di daerah Same-Kablaki-
Fatuberliu.420 Akan tetapi, jumlah pasukan di bagian timur, jumlah pasukan tetap jauh lebih
sedikit, dengan hanya empat sampai lima batalyon.? Selama musim hujan pasukan di timur
menyerang pertahanan Fretilin di perbatasan Baucau-Viqueque antara Gunung Ossoala dan
Gunung Mundo Perdido, dan juga melanjutkan penyerangan di bagian utara kaki Gunung
* Hal Ini melibatkan Batalyon Infanteri 131, 511, 527, 612, 621, 733, dan 741.
? Termasuk Batalyon Infanteri 502 dan 503 Kostrad, Batalyon Infanteri 408, dan satu Batalyon Infanteri Marinir.
- 81 -
Matebian.421 Selama periode ini kekuatan angkatan udara * digunakan di sektor barat dan
tengah:422
Setelah pengeboman atas Kablaki mereka pergi ke
Dululau dan Mamelau?Empat pesawat udara mengebom
Dululau, dan?roket dan?meriam.423
308. Komisi mendengar kesaksian langsung para korban yang selamat dari berbagai
serangan pengepungan ini, di mana banyak penduduk sipil yang mati. Maria Jos? da Costa
menceritakan kepada Komisi mengenai pengalamannya di wilayah pegunungan tengah:
Pada tahun 1978 musuh mengepung kami di Dolok dan
banyak orang meninggal karena kelaparan. Semua
persediaan makanan milik rakyat dibakar. Mereka
mengepung kami dengan menyerang dari laut dengan
kapal perang, dari udara dengan pesawat terbang, dan
dari darat dengan membakar alang-alang dan mengirim
pasukan angkatan darat. Pada waktu itu bulan Agustus
yang merupakan musim kemarau. Tentara membuat api
yang besar yang menjalar dengan cepat ibarat
menyemprotkan bensin ke alang-alang. Banyak orang mati
karena tidak dapat menghindari api yang mengepung
kami.424
309. Tekanan dari pengepungan dan serangan yang tiada henti menciptakam gelombang
manusia yang perlahan-lahan menyerahkan diri kepada militer Indonesia.
Operasi (atau Gerakan Cahaya): dengan sasaran para pemimpin Fretilin
310. Pada tanggal 6 April 1978 Letnan Jenderal Mohammad Yusuf ditunjuk sebagai Panglima
ABRI. Dia mengambil alih kendali secara pribadi berbagai operasi di Timor-Leste, memotong
wewenang Moerdani dan Kalbuadi.425 Di musim kering pada bulan Mei 1978 Operasi Cahaya pun
dilancarkan.426 Operasi baru ini secara khusus mentargetkan para pemimpin Fretilin. Tujuannya
adalah agar para pemimpin yang berpengaruh menyerahkan diri sehingga masyarakat pun ikut
menyerahkan diri secara besar-besaran, dengan demikian memisahkan masyarakat dari para
gerilya. Komisi mendengar kesaksian Xanana Gusm?o bahwa Operasi Cahaya ini lebih tepat
disebut sebagai sebuah ?gerakan?, dan bahwa Menteri Informasi dan Keamanan Fretilin Alarico
Fernandes merupakan sekutu utama militer Indonesia setelah dia menyerahkan diri pada bulan
Sepember 1978:
Pada bulan Oktober atau November 1978 kami yang
dikepung mendengar bahwa Alarico sudah melaksanakan
Operasi Cahaya ? Kami mendengar di radio bahwa
Alarico sudah melakukan gerakan ?Dia bisa melihat
bahwa Indonesia sangat kuat dan dia mengikuti Indonesia
dan mencanangkan Operasi Cahaya.427
311. Walaupun secara geografis konflik ini terus berubah sampai awal 1978, seiring
berjalannya waktu dan Resistensi semakin terdesak ke daerah yang lebih sempit, sifat konflik ini
berubah menjadi suatu pengepungan. Karena semakin terdesak, para pemimpin Fretilin
berupaya untuk mempertahankan resistensi yang terpadu. Sebuah naskah pidato Nicolau Lobato
pada tanggal 20 Mei 1978 menunjukkan tekanan yang dihadapi Fretilin:
* Pesawat Bronco OV-10 yang disalurkan oleh AS.
- 82 -
?Akan tetapi mereka yang tidak bisa diyakinkan akan fakta
tentang pertanyaan yang tidak bisa dijawab bahwa
perjuangan kita adalah adil dan benar, bagi mereka yang
beroposisi dan bekerjasama secara fanatik dengan musuh
untuk mengakhiri perjuangan kita, beberapa dari mereka
yang telah gagal dalam hidup, mereka adalah bukan
anggota Fretilin, mereka bukan bagian dari rakyat
Maubere, mereka adalah musuh rakyat, mereka adalah
penghianat Ibu Pertiwi. Persatuan ideologi yang telah
diumumkan hanya akan dinyatakan ketika kita
melaksanakannya secara praktis.? *.428
Operasi-operasi militer Indonesia di wilayah tengah dan timur, akhir tahun 1978: jatuhnya
Matebian
312. Titik balik utama dalam operasi terjadi pada pertengahan tahun 1978. Antara bulan
Agustus dan Desember 1977, pasukan tempur terkonsentrasi di sektor barat, dan selama paruh
pertama tahun 1978 pasukan tempur tersebar dengan jumlah yang sama kuat di sektor barat dan
pusat; sementara pengerahan pasukan di timur jauh lebih rendah. Pada pertengahan tahun
1978, perimbangan kekuatan akhirnya bergeser ke timur, dengan 13 batalyon tempur yang
ditugaskan di timur di bawah komando RTP 18 Kostrad.429 Pengerahan ini melanjutkan proses
pengepungan penduduk dan memuncak pada penyerangan terhadap Gunung Matebian. Operasi
ini diatur dengan seksama, melibatkan sejumlah Batalyon Kostrad, Batalyon Infanteri Teritorial
non-organik (eksternal), Batalyon Bantuan Tempur, Marinir, dan Angkatan Udara. Seorang
mantan perwira Kostrad yang diwawancarai di Indonesia menceritakan tentang taktik yang
digunakan selama penyerangan di Gunung Matebian:
Semua unit memiliki rute mereka sendiri dan menyerang
dari berbagai arah. Sebelum melaksanakan serangan
mereka berkoordinasi untuk menghindari saling tembak
antar unit. Kami berencana menyerang pada waktu yang
bersamaan dengan memakai formasi L. [Ini] semua
dilakukan dengan pertimbangan keamanan dalam upaya
menghindari terbunuhnya kawan seperjuangan kami.430
313. Ini menjadi serangan terbesar terakhir dalam operasi pengepungan dan penghancuran.
Fretilin telah mempersiapkan Matebian sebagai wilayah pemunduran, dengan persediaan
makanan. Ketika kampanye ini dimulai, Fretilin membawa orang-orang ke gunung, yang
dipertahankan dengan kuat. Wilayah ini pada akhirnya jatuh pada tanggal 22 November, zona
bebas terakhir yang ditundukkan.
314. Yang menjadi kunci kemenangan dalam serangan di Gunung Matebian adalah
pemboman udara dengan menggunakan pesawat OV-10 Bronco, F-5 dan Sky Hawk A-4.
Sebagian besar sumber mengatakan bahwa pemboman udara di Gunung Matebian dimulai pada
bulan September atau Oktober 1978 dan berlangsung hingga pertengahan November.431 Banyak
pernyataan yang menggambarkan pengeboman yang tidak pandang bulu terhadap penduduk
sipil dan pembantaian yang membinasakan.432 Tomas Soares da Silva, yang pada saat itu
berumur 16 tahun, menceritakan pemboman di Gunung Matebian itu:
* Naskah ini kemudian diringkas dan disiarkan melalui radio dan dikirim ke Perwakilan Amerika Di PBB mengatakan:
Lobato menyerukan, antara lain, persatuan rakyat Timor-Leste, semua pejuang dalam Komite Sentral Fretilin dan seruan
persatuan ideologis. Persatuan ideologis yang dicanangkan hanya akan menjadi tulus ketika kami (Fretilin)
menerapkannya.? Juga, bahwa mereka yang tidak masuk dalam Fretilin adalah musuh penduduk?(mereka adalah)
?pengkhianat ibu pertiwi [sic]. Telegram, US Mission UN New York to Secretary State Washington, East Timor Question, 7
Juli 1978.
- 83 -
Di Gunung Matebian, pengeboman mulai terjadi bulan
Oktober dan November. Satu [jenis] bom adalah bom gas.
Apabila para pengebom menjatuhkan bom-bom tersebut
pada pagi hari, banyak orang menjadi korban. Kita dapat
melihat kapan terjadi ledakan ketika rumput terbakar. Bombom
membakar rumput, dan di wilayah ini semuanya
dihancurkan. Bilamana terjadi ledakan baunya seperti
solar atau bensin.* 433
Penyerahan diri: turun dari Matebian
315. Pada pertengahan November pemboman itu memaksa para pemimpin Fretilin
menyerukan penduduk sipil untuk menyerahkan diri kepada musuh. Dalam otobiografinya
Xanana Gusm?o menulis:
Segera musuh bergerak maju dan saya dikirim ke barat
Matebian. Ledakan, kematian, bombardir, tangisan, dan
mundur. Namun orang-orang tenang: mungkin pasrah,
mungkin kami semua benar-benar siap untuk mati di sana.
Pasukan kami mundur dan musuh merangsek maju. Satu
dini hari, saya terbangun karena pengeras suara Pasukan
Indonesia, yang menyerukan nama saya: ?Adjunto
Xanana, tidak perlu meneruskan pertempuran.
Perintahkan orang-orang untuk menyerah!? Mereka masuk
dari Uatucarbau sepanjang malam dan menguasai titik
strategis.434
316. Pada tanggal 22 November, diambil keputusan untuk menyerahkan diri di Matebian.
Ketika penduduk sipil menuruni puncak gunung dan lembah panjang yang memisahkan Matebian
Mane dan Matebian Feto, mereka disambut oleh para pasukan yang sudah menunggu. Beberapa
orang dimasukkan ke kamp penahanan sementara, yang lainnya diinterogasi, dan yang lainnya
disuruh kembali ke daerah asal mereka, baik di bawah pengawalan atau kembali sendiri.
317. Walaupun beberapa komandan Falintil seperti Xanana Gusm?o berhasil lolos, hal ini
memporakporandakan perlawanan Fretilin/Falintil. Dampak kehancuran dari kekalahan Fretilin
sangat besar, dan Operasi Cahaya pada akhirnya mencapai beberapa kesuksesannya yang
paling penting. Setelah sebelumnya Alarico Fernandes menyerah pada bulan September, empat
anggota Komite Sentral lainnya menyerahkan diri pada akhir 1978 di Sektor Tengah Utara, di
Remexio. Dengan penyerahan diri Alarico Fernandes, Fretilin kehilangan satu-satunya radio,
yang merupakan alat koordinasi yang sangat penting. Kesuksesan utama ABRI diraih pada
tanggal 31 Desember 1978 ketika tim Kopassus berhasil menyergap Presiden Fretilin Nicolau
Lobato yang mengakibatkan luka parah di sebuah sungai dekat Maubisse.435
318. Komisi mendengar kesaksian ahli dari Pat Walsh mengenai hasil intensifikasi kampanye
militer ini:
Dari sudut pandang militer, ofensif ini sangat berhasil
dalam menghancurkan Resistensi, meski sementara. Dari
sisi kemanusian, ofensif ini merupakan bencana.436
* Kesaksian semacam ini menegaskan penggunaan bahan kimia terhadap penduduk sipil yang ditargetkan oleh Pasukan
Udara Indonesia. Komisi memegang rekaman dokumenter mengenai pesawat OV-10 yang sedang dimuati dengan
Opalm (napalm dalam versi Soviet) di pelabuhan udara Baucau pada akhir tahun 1970-an.
- 84 -
Setelah Matebean: serangan ABRI di wilayah tengah dan timur
319. Dengan jatuhnya basis Fretilin di Gunung Matebian dan penyerahan puluhan ribu warga
sipil, pada awal 1979 militer Indonesia mengalihkan perhatiannya kepada sisa pasukan Fretilin
dan penduduk sipil yang masih berada di Fatubesi, Distrik Ermera, dan Gunung Kablaki, yang
terbentang di sepanjang perbatasan Ainaro-Manufahi, dan di lembah sungai Dilor. Serangan
ABRI di Fatubesi mengakibatkan perpecahan dalam kepemimpinan Fretilin setempat, dan pada
awal Februari salah satu faksinya menyerahkan diri, sementara mereka yang menolak untuk
menyerah terus diburu. Di Gunung Kablaki, operasi infanteri memaksa sejumlah kelompok
penduduk sipil yang tersisa untuk turun ke dataran yang lebih rendah di mana mereka
menyerahkan diri atau ditangkap oleh pasukan yang sudah menunggu.437
320. Di selatan Manatuto Marinir, dengan didukung oleh pesawat, melakukan operasi
lanjutan, yang diberi nama Operasi Pembersihan.438 Sememtara itu, unit militer yang terlibat
dalam penggempuran di Gunung Matebean berpindah dari Baucau ke Lautem dalam rangka
pencarian sekelompok kecil pemimpin Fretilin dan para tentara Falintil yang lolos dari
pengepungan.439 Pada bulan Februari Mau Lear pemimpin wilayah Timur ditangkap dan
dibunuh.440 Orang-orang yang tertangkap dalam berbagai operasi ini dibawa ke kamp
penampungan. Pada tanggal 26 Maret 1979 Operasi Seroja dibubarkan, dan ABRI menyatakan
bahwa Timor-Leste ?sudah ditaklukkan?.
- 85 -
3.13 Penyerahan diri, pemukiman kembali dan kelaparan
Tinjauan
321. Periode antara akhir tahun 1977 sampai 1979 merupakan masa tragedi kemanusiaan
terbesar dalam sejarah Timor-Leste. Kelaparan hebat terjadi akibat operasi militer besar-besaran
Indonesia untuk menumpas Resistensi Fretilin. Tujuan militer lebih penting daripada korban
manusia. Pengamat dari luar tidak diperkenankan masuk sampai krisisnya benar-benar
memuncak dan jumlah kematian amat tinggi.
322. Penduduk sipil di beberapa gunung menyerahkan diri dalam jumlah besar mulai akhir
tahun 1978. Setelah berbulan-bulan hidup selalu dalam pelarian untuk menghindari serangan,
dan sumber pangannya dihancurkan oleh militer Indonesia, orang-orang berada dalam kondisi
yang sangat memprihatinkan ketika mereka menyerah. Mereka ditampung dalam kemah-kemah
sementara, tanpa persediaan pangan dan obat-obatan yang mencukupi. Penderitaan mereka
diperburuk oleh kontrol militer atas operasi bantuan domestik Indonesia, dan larangan bagi
lembaga internasional untuk masuk ke wilayah tersebut. Media internasional juga dilarang.
Setelah pemindahan penduduk ke dalam kamp-kamp penampungan, prioritas pihak militer
Indonesia atas keamanan sangat membatasi gerak-gerik penduduk sipil sehingga juga
membatasi kemampuan mereka untuk bertani dan bercocok tanam pangan, yang semakin
memperburuk kelaparan, kematian dan penderitaan dalam jumlah yang amat besar. Keinginan
penguasa untuk memisahkan penduduk sipil dari Fretilin/Falintil mencapai puncaknya dengan
pengungsian penduduk sipil ke pulau Ata?ro mulai tahun 1980. Ribuan orang ditahan di pulau
penjara itu, dan menderita penyakit dan kelaparan.
323. Setelah penundaan yang cukup lama, Komite Palang Merah Internasional (ICRC) dan
organisasi non-pemerintah Amerika Serikat Catholic Relief Services (CRS) diijinkan untuk
memasuki wilayah tersebut pada akhir tahun 1979. Bekerja di bawah tekanan yang amat berat,
upaya mereka sedikit banyak meringankan penderitaan penduduk dan menyelamatkan banyak
nyawa.
Penyerahan dan eksekusi tahanan
324. Sebagian besar penyerahan terjadi sepanjang tahun 1978 ketika kampanye
pengepungan semakin mendekat ke sejumlah posisi Resistensi. Kampanye pembomn dan
pengepungan yang ketat, ditambah tawaran amnesti Presiden Soeharto pada tahun 1977 kepada
para pejuang, tekanan akibat Operasi Cahaya mendorong penyerahan diri sejumlah tokoh
Fretilin. Banyak di antara mereka yang awalnya diberi amnesti belakangan menghilang. Di antara
mereka terdapat pemimpin-pemimpin terkemuka seperti Sera Key,441 juga para kader, seperti
mereka yang dieksekusi pada saat menyerahkan diri di Quelicai awal tahun 1979.442 Ketika
mereka turun dari gunung orang-orang diinterogasi oleh militer Indonesia guna mengidentifikasi
dan memisahkan anggota Fretilin dan Falintil. Luis da Costa adalah Pastor di gunung pada saat
itu. Ia selamat, dan pada tahun 1988 ia bersaksi di Lisabon mengenai penyerahan diri
sekelompok kecil orang, yang sebagian besar kemudian dieksekusi:
- 86 -
Orang-orang mulai mati kelaparan, dan kami membawa
banyak orang yang terluka, juga anak-anak dan keluargakeluarga.
Ingatan terburuk saya adalah mengenai jasadjasad
yang saya lihat ketika melewati Natarbora pada
bulan Desember 1978 ? ada jenazah setiap sepuluh
meter, jasad-jasad yang mengering dari orang-orang yang
mati kelaparan, ada yang berpelukan, ada yang bersandar
di pohon-pohon. Saya menyerahkan diri di Barique pada
tanggal 13 Maret 1979 dengan enam orang lainnya.
Selama sebulan lamanya kami hanya makan dedaunan.
Penyerahan diri kami dinegosiasi melalui perantara. Saya
satu-satunya orang yang tidak dieksekusi.443
325. Pada tahun 1981 Administrator Apostolik Timor-Leste, Monsignor Martinho da Costa
Lopes menantang Presiden Soeharto sendiri tentang bukti sejumlah penghilangan ini.444
Kamp-kamp penampungan sementara
326. Orang-orang yang tidak dibawa oleh militer kemudian ditahan. Selama akhir dasawarsa
1970-an dan sampai pertengahan dasawarsa 1980-an berbagai macam kamp digunakan untuk
menampung penduduk yang menyerahkan diri. Berbagai kamp ini dikenal dengan banyak nama.
Indonesia menyebutnya kamp pemukiman kembali, sementara beberapa pengamat
internasional, dan banyak korban selamat orang Timor yang bersaksi di hadapan Komisi,
menggunakan istilah ?kamp konsentrasi.? Semua kamp ini memiliki ciri yang sama, yakni
penelantaran dan pembatasan kebebasan bergerak. Tujuan penahanan ini adalah untuk
memutuskan hubungan antara orang yang telah menyerah kepada ABRI dengan Falintil, untuk
memutuskan dukungan penduduk sipil kepada pejuang gerilya, dengan demikian
menghancurkan sisa-sisa resistensi yang tercerai berai di gunung dan hutan.
327. Pada tahap awal penyerahan diri, orang-orang ditampung dimana saja, termasuk di
sekolah, toko-toko tua, barak-barak militer, atau bahkan di tempat terbuka. Awalnya tidak ada
infrastruktur khusus untuk menampung mereka. Komisi mendengarkan kesaksian ahli dari
Gilman dos Santos, yang pada tahun 1977 bekerja untuk pemerintah provinsi:
Orang-orang yang lari ke gunung turun pada tahun 1977,
1978 dan 1979. Mereka yang menyerah atau yang
ditangkap oleh militer Indonesia, semuanya ditempatkan di
kamp-kamp konsentrasi, yang sangat tidak layak dihuni
manusia manapun. Orang-orang ditempatkan di tendatenda
besar darurat, yang dibuat dari daun palem atau
rumput, dan mereka menahan semuanya, tanpa
membatasi jumlah orang.445
328. Orang-orang pada umumnya berada dalam kondisi fisik yang lemah. Mereka sering kali
menyerah setelah pengalaman yang buruk di gunung dimana banyak orang meninggal. Orangorang
yang datang ke kamp, tidak hanya luput dari kematian akibat perang, tapi juga dari
kekurangan makan dan obat-obatan. Pengalaman kelaparan berlanjut di sejumlah kamp yang
tidak memiliki fasilitas seperti sanitasi ataupun pasokan makanan yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan penduduk yang mendesak.
329. Pada tahun 1978, banyak kamp didirikan. Konon tujuan berbagai kamp ini adalah untuk
memproses orang-orang yang telah menyerahkan diri sebelum dimukimkan di tempat lain.
Menurut teori, proses ini seharusnya memakan waktu tiga bulan. Pengamanan sangat ketat, dan
kamp-kamp tersebut dikelilingi oleh pos-pos militer dan Hansip. Gerak-gerik orang umumnya
dibatasi pada radius 300 meter, sehingga sangat membatasi kemampuan mereka untuk
- 87 -
bercocok tanam atau mengumpulkan makanan. Orang-orang bertahan hidup dengan makanan
apa saja yang dapat mereka kumpulkan di sekitar, ubi atau sagu kalau mujur, akar-akar dan
umbi-umbian beracun kalau sial(lihat Bab 7.3.: Pemindahan Paksa dan Kelaparan).
330. Lamanya waktu dalam kamp-kamp ini bervariasi sesuai dengan tingkat kerawanan suatu
daerah, dan tergantung pada individu yang ditahan dan persepsi ABRI mengenai ancaman
bahaya orang tersebut.446
Kamp penahanan jangka panjang dan strategi keamanan ABRI
331. Beberapa kamp penampungan sementara terus dipertahankan sebagai kamp
penahanan jangka panjang. Desa pemukiman baru dibangun guna mendukung maksud ABRI
menjalankan pemisahan penduduk sipil dari Fretilin dan Falintil. Pada akhir tahun 1979 jumlah
penduduk di kamp penahanan melampaui 300.000,447 dan bila berbagai angka yang dilaporkan
ABRI dari masa itu akurat, bisa saja melampaui 370.000.448 Militer perlu mengontrol jumlah orang
yang sangat besar ini, sementara itu juga tetap fokus pada tugas menumpas resistensi gerilya
bersenjata. Dalam beberapa kasus, kamp-kamp ini dibangun dimana sebelumnya tidak pernah
ada pemukiman sama sekali. Seluruh desa dibawa dan dipaksa pindah, khususnya bila berada di
daerah-daerah yang rawan. Pergerakan penduduk sangat dibatasi. Dokumen militer Indonesia
dari masa itu menjelaskan bagaimana menjalankan kebijakan ini:
Setiap kali siapa pun keluar dari desa, ia harus memiliki
surat jalan, dan setiap orang yang masuk ke suatu desa
dari desa lain wajib lapor.
Tidak boleh ada kebun atau sawah penduduk yang
letaknya jauh dari pemukiman atau desa.449
332. Keadaan ini menghasilkan kontrol atas penduduk sipil yang begitu ketat di sejumlah
kamp sehingga mereka tidak dapat bercocok tanam sesuai pola tanam yang normal dan dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka dan keluarga mereka. Kontrol ini
mengakibatkan penderitaan besar bagi banyak penduduk sipil yang ditahan dalam berbagai
kamp ini, dan mengakibatkan kelaparan.450
333. Militer Indonesia terus mencurigai adanya hubungan antara penduduk yang ditahan
dengan pejuang gerilya Fretilin. ABRI menggunakan anggota Hansip Timornya untuk memantau
gerak-gerik penduduk. Hal ini menimbulkan keadaan saling curiga dan ketegangan di beberapa
komunitas kamp. Di Dili dan kota-kota dimana penduduk sipil telah kembali juga terdapat banyak
pusat penahanan. Penangkapan sewenang-wenang oleh militer marak terjadi, dan tidak pernah
ada pengadilan resmi atas tahanan politik sampai bulan Desember 1983. (Lihat Bab 7.4:
Penahanan, Penyiksaan dan Pengadilan Politik.) Selama tahun 1979-80 banyak orang yang
ditahan kemudian menghilang. Militer Indonesia menggunakan beberapa tempat sebagai lokasi
pembunuhan, seperti di Quelicai setelah penyerahan diri massal dari Matebian,451 dan di
pinggiran Dili di Areia Branca dan Tasitolu.452
Wilayah tertutup
334. Selama periode ini Timor-Leste ditutup dari dunia luar. Walaupun Indonesia telah
menyatakan Timor-Leste sudah ditaklukkan, wilayah ini dalam banyak hal tetap terasa sebagai
wilayah perang. Menutupi apa yang sebenarnya terjadi dari publik Indonesia, atau masyarakat
internasional yang lebih luas, merupakan komponen penting dari strategi Indonesia untuk
menguasai Timor-Leste. Akses media Indonesia ke Timor-Leste dikontrol dengan ketat, dan
media internasional praktis dilarang. Lembaga-lembaga bantuan kemanusiaan internasional tidak
diperkenankan masuk ke Timor-Leste, dan delegasi resmi hanya diizinkan datang dalam
berbagai kunjungan yang dikontrol ketat.
- 88 -
335. Komisi mendengarkan kesaksian dari Gilman dos Santos, mengenai isolasi ini:
Bahkan wartawan Indonesia tidak diizinkan untuk masuk
ke sini. Mengenai telekomunikasi, izin untuk melakukan
hubungan telefon jarak jauh atau internasional tidak
diberikan. Dengan kondisi seperti ini, tidak ada informasi
yang dapat keluar dari sini. Dipisahkannya Timor-Leste
dari dunia luar oleh Pemerintah Indonesia, khususnya
ABRI, jelas menunjukkan bahwa kebijakan Indonesia
adalah untuk mempersulit masuknya bantuan dari negaranegara
lain.453
336. Gereja Katolik merupakan satu-satunya organisasi independen yang tetap berada di
Timor-Leste dengan jaringan internasional yang luas. Gereja perlahan membocorkan berita
mengenai krisi yang melanda Timor-Leste, biasanya melalui surat-surat yang diselundupkan ke
luar wilayah ini.
337. Pada bulan Juli 1979, Pat Walsh menyusun laporan mengenai krisis kemanusiaan di
Timor-Leste untuk Action for World Development, sebuah LSM berbasis gereja di Australia. Ia
memberi kesaksian pada Komisi bahwa laporan tersebut menyimpulkan bahwa di masa ini:
Upaya bantuan kemanusiaan Indonesia adalah prioritas
yang jauh lebih rendah ketimbang operasi militer dan
lembaga-lembaga independen tidak akan diizinkan masuk
sampai Indonesia telah mencapai tujuan militernya.454
338. Walaupun berbagai LSM Australia mencoba untuk menginternasionalisasikan krisis
kemanusiaan di Timor-Leste, pemerintah Australia memandang periode ini sebagai permulaan
pengakuan de jure-nya bagi kedaulatan Indonesia atas wilayah ini. Posisi ini bertentangan
dengan sebagian besar negara anggota di Perserikatan Bangsa-Bangsa.* Sementara itu, warga
Timor-Leste di luar wilayah tersebut juga mencoba untuk meningkatkan kesadaran internasional
akan krisis kemanusiaan tersebut. Di Perserikatan Bangsa-Bangsa, submisi-submisi diajukan
kepada Komite Dekolonisasi PBB di New York, dan resolusi-resolusi Majelis Umum PBB pada
masa itu mulai mengacu pada kelaparan dan berbagai kebutuhan humaniter orang Timor-Leste.
Hal ini memperkuat usaha yang dilakukan Jos? Ramos-Horta dan rekan-rekannya di
Perserikatan Bangsa-Bangsa.455
339. Pemerintahan sipil Indonesia dan Palang Merah Indonesia (PMI) menjadi satu-satunya
lembaga yang memberi bantuan sampai 1979. Kekurangan sumber daya, dan ditambah dengan
kontrol ketat militer Indonesia terhadap operasinya, bermacam lembaga ini tidak mampu
memenuhi kebutuhan mendesak penduduk. Obat-obatan jarang tersedia; dan bantuan yang
disalurkan melalui PMI seringkali masuk ke pasar gelap, di luar kemampuan orang Timor-Leste
untuk membelinya.456
340. Setelah berbagai laporan mengenai bencana kemanusiaan dipublikasikan, pada bulan
September 1978 sebelas Duta Besar negara asing dan beberapa wartawan mengunjungi Timor-
Leste didampingi oleh Menteri Luar Negeri Dr Mochtar Kusumaatmadja.? Mereka mewakili
pemerintah Kanada, AS, Australia, Jepang, Selandia Baru, India, Korea Selatan, Bangladesh,
Mesir, Siria dan Irak. Mereka diberi tahu bahwa sekitar 125.000 orang telah turun dari gunung
* Pemerintah Australia menjadikan 14 Februari 1979 sebagai tanggal Australia memulai proses pemberian pengakuan de
jure kedaulatan Indonesia atas Timor-Leste. Hari ini menandai dimulainya negosiasi antara Australia dan Indonesia
mengenai cadangan minyak Laut Timor. Lihat bab Penentuan Nasib Sendiri.
? Sejumlah organisasi kemanusiaan melaporkan situasi ini; termasuk Australia Council for Overseas Aid (ACFOA);
perwakilan World Vision Indonesia; dan Palang Merah Indonesia. Lihat kesaksian Pat Walsh kepada CAVR dalam
audiensi publik nasional tentang Kelaparan dan Pemindahan Paksa, 28-29 Juli 2003.
- 89 -
dengan 20-30.000 dari mereka berada dalam kondisi yang amat mengenaskan. Empat Duta
Besar (dari Australia, Kanada, Jepang dan AS) menyerukan untuk segera dilakukan operasi
bantuan kemanusiaan internasional.457 Walaupun dalam keadaan mendesak seperti itu, satu
tahun berlalu sebelum ICRC dan LSM Amerika Catholic Relief Services (CRS) tiba di Timor-
Leste untuk menyediakan bantuan darurat. Hal ini terjadi setelah ABRI merampungkan Operasi
Seroja, seperti yang disebut di atas.
Bantuan ICRC dan CRS
341. LSM Amerika Serikat Catholic Relief Services (CRS) menjalankan misi survei awalnya
pada bulan Mei 1979. Komisi menerima submisi dari CRS, termasuk berbagai dokumen dari
masa itu, yang memberi banyak informasi mengenai skala krisis tersebut dan kurangnya sumber
daya untuk menanggulanginya. Pada bulan Oktober 1979, CRS dan ICRC memulai operasi
bantuan darurat. Salah satu yang terlibat adalah Gilman dos Santos, yang meninggalkan
posisinya sebagai pegawai negeri pada tahun 1979 dan bergabung dengan tim darurat CRS. Ia
bersaksi di hadapan Komisi bahwa kantornya bekerja 18-20 jam sehari, tujuh hari per minggu. Ia
mengatakan kepada Komisi bahwa sementara banyak orang dalam pemerintahan sipil Indonesia
yang membantu kerja darurat CRS dan ICRC, pihak militer dan polisi Indonesia bersikap tidak
mendukung dan menciptakan banyak halangan bagi pekerja bantuan.458
342. Jelas bahwa Indonesia tidak menggunakan sumber dayanya secara memadai untuk
mencegah atau menanggapi kelaparan. CRS pernah dua kali kekurangan pasokan dan terpaksa
meminjam beras kepada Bulog (Badan Urusan Logistik), yakni badan penyalur beras pemerintah
Indonesia, yang menyimpan stok berlebih di Dili pada masa di mana sejumlah besar penduduk
menderita kelaparan dan penyakit yang berkaitan dengan kelaparan di dalam kamp-kamp yang
dikuasai militer.459
343. Komisi mendengarkan kesaksian dari Pat Walsh bahwa CRS dan ICRC bekerja keras
dan efisien. Ia mengatakan kepada Komisi bahwa selama 18 bulan berikutnya, ICRC bersama
Palang Merah Indonesia membantu 80.000 pengungsi di 15 desa dan menyelamatkan banyak
nyawa. Walsh mengatakan bahwa selama periode ini, CRS menghabiskan AS$4 juta
mendistribusikan 17.000 ton pangan serta obat-obatan, pakaian, sabun, benih, peralatan
pertanian dan kerbau.460 Mengingat skala krisis, dan dibandingkan dengan jumlah lembaga
bantuan internasional dan tingkat bantuan yang diberikan dalam krisis di Timor-Leste pada akhir
tahun 1999, paket bantuan ini relatif kecil dan penyampaiannya yang tertunda terbukti sangat
terlambat bagi banyak orang. Kontrol militer Indonesia atas pendistribusian bantuan adalah
hambatan utama usaha pemberian bantuan. Sementara Komisi menerima banyak kesaksian
mengenai bagaimana pentingnya bantuan yang terbatas ini, baik CRS maupun ICRC tidak
membahas persoalan dasar konflik internasional tersebut yang menjadi penyebab bencana
kelaparan tersebut.
Ata?ro sebagai pulau penjara
344. Ata?ro memiliki sejarah digunakan sebagai pulau penjara oleh rezim yang silih berganti
di Timor-Leste. Pemerintahan Kolonial Portugis sudah lama menggunakannya, seperti halnya
pasukan pendudukan Jepang selama Perang Dunia II. Rezim pendudukan Indonesia memulai
kebijakan serupa pada tahun 1980. Komisi menerima kesaksian ahli bahwa ini merupakan
kepanjangan dari kebijakan memisahkan penduduk sipil yang dianggap dapat menjadi basis
dukungan di masa mendatang bagi Resistensi bersenjata. Gilman dos Santos memberikan
kesaksian:
- 90 -
Pada tahun 1980, ABRI dan pemerintah setempat kembali
memindahkan secara paksa orang-orang yang dicurigai
memiliki keluarga yang menjadi pejuang kemerdekaan
yang berada di hutan-hutan, ke pulau Ata?ro.461
345. Para korban selamat juga bersaksi kepada Komisi bahwa kebijakan ini dijalankan
bersama oleh militer dan pemerintahan sipil.462
346. Sebagian orang pertama yang dikirim ke Ata?ro adalah mereka yang ikut dalam
pemberontakan (levantamentos) selama masa ini. Para tersangka pendukung serangan 10 Juni
1980 atas stasiun TV di Dili dibawa ke Ata?ro setelah ditahan dan disiksa mereka di Dili.463
Orang yang datang kemudian termasuk sejumlah keluarga pejuang Resistensi, yang banyak
datang dari berbagai distrik setelah operasi ?pagar betis? tahun 1981.464 Komisi mendengarkan
kesaksian warga Mauxiga di pegunungan tengah yang diasingkan di Ata?ro pada bulan Agustus
1982, setelah percobaan pemberontakan.465
347. Komisi mendengarkan kesaksian ahli dari Ceu Lopes Federer, seorang pekerja
kemanusiaan Timor bersama ICRC di Ata?ro antara tahun 1980-82. Ia menceritakan kepada
Komisi bahwa kapal yang datang dengan tahanan di Ata?ro pada umumnya adalah perempuan,
anak-anak dan orang tua. Ia mengatakan kepada Komisi bahwa banyak yang diperdaya sampai
percaya bahwa mereka hanya akan dibawa dari rumahnya selama satu atau dua hari, dan bahwa
mereka datang hampir dengan tangan hampa.466
348. Tigkat kematian sangat tinggi. Ceu Lopes Federer mengingat kembali terjadinya wabah
epidemi kolera akibat kondisi kamp-kamp yang mengenaskan, dan tingkat kematian yang tinggi
di antara anak-anak.467 Walaupun pengamanan di Ata?ro lebih longgar dibandingkan di daratan
utama, pulau ini dikenal memiliki sumber makanan dan air yang terbatas, dan ribuan tahanan
yang datang menghadapi berbagai kesulitan berat.
349. Laporan ICRC ketika itu membenarkan bahwa pemindahan penduduk ke Ata?ro telah
?menipiskan? sumber makanan di pulau tersebut, sehingga lembaga tersebut menerapkan
progam makanan darurat.468 Kesaksian kepada Komisi dari para korban selamat menceritakan
mengenai pentingnya nilai bantuan ini dalam menyelamatkan nyawa.469 Perkiraan jumlah total
populasi tahanan bervariasi, dan kemungkinan besar melampaui 4000.470 Ceu Lopes Federer
mengatakan kepada Komisi bahwa ia membuat daftar sampai tahun 1982, ketika ia
meninggalkan pulau tersebut, yang mencantumkan 6.400 nama orang yang pernah ditahan di
Ata?ro.471 Komisi juga diberi tahu bahwa Militer Indonesia melakukan pelanggaran seksual
terhadap banyak perempuan di pulau tersebut.472
350. Pada pertengahan 1980-an para tahanan dipindahkan keluar pulau tersebut, walaupun
dalam banyak kasus tampaknya mereka dipindahkan ke berbagai kamp di daratan utama yang
disebut desa binaan, dan bukannya dikembalikan ke daerah asal mereka, dimana mereka
menjalani proses indoktrinasi ideologi Pancasila Indonesia.473
Berbagai kamp Penahanan ditutup
351. Pada tahun 1982-1983 sebagian besar orang diizinkan untuk meninggalkan kamp
penahanan. Beberapa orang kembali ke desa asal mereka, apabila memungkinkan. Yang lainnya
mendirikan desa baru, yang sering diberikan nama desa aslinya, yang kini telah ditinggalkan.
Yang lainnya bermukim di desa jenis baru, yang disebut desa pemukiman.474
352. Penduduk di ibu kota Dili bertambah pesat pada awal dasawarsa 1980-an. Pada tahun
1975 penduduknya kurang lebih 28.000 jiwa, akan tetapi Kantor Statistik Indonesia menghitung
jumlah penduduk di distrik Dili 67,039 jiwa pada tahun 1980.475 Pola baru urbanisasi ini
memungkinkan aparat militer Indonesia untuk memantau penduduk lebih mudah. Jaringan
- 91 -
informan, Kartu Tanda Penduduk dan kebebasan gerak yang terbatas serta penahanan
sewenang-wenang menjadi ciri dari masyarakat yang dikontrol ketat ini.476
353. Selama periode ini, antara tahun 1978 dan awal dasawarsa 1980-an, Militer Indonesia
menjalankan program pemukiman yang secara radikal dan permanen mengubah pola
pemukiman di Timor-Leste. Masyarakat Timor secara tradisional tinggal di dusun-dusun kecil
yang terdiri dari beberapa rumah dimana beberapa keluarga inti tinggal, yang dalam bahasa
Tetum disebut knua. Pola pemukiman terdahulu yang tersebar di pegunungan diubah dengan
paksa menjadi penduduk yang pada umumnya tinggal di pesisir yang terkonsentrasi di berbagai
kota sepanjang jalan utama. Tujuan strategis untuk memisahkan penduduk sipil dari pejuang
Resistensi di gunung-gunung, dan menahan mereka di wilayah dimana mereka dapat dengan
mudah dipantau, merupakan pergeseran fundamental dalam gaya hidup orang Timor. Walaupun
suasana penahanan ini melonggar pada pertengahan dasawarsa 1980-an dengan diizinkannya
penduduk untuk meninggalkan kamp mereka, pola perubahan pemukiman dasar ini masih terasa
sampai sekarang.
- 92 -
3.14 Operasi Keamanan
Tinjauan
354. Dengan Timor-Leste dinyatakan takluk pada bulan Maret 1979, Militer Indonesia
memfokuskan diri pada operasi-operasi pembersihan yang lebih kecil dan pengawasan ketat
terhadap penduduk di seluruh wilayah. Sisa-sisa Resistensi bersenjata ada di sejumlah kantong
yang terisolasi.
355. Pada bulan Juni 1980, satu dari sejumlah kelompok yang mampu bertahan ini
melancarkan serangan ke ibu kota Dili, yang mengejutkan ABRI, dan menunjukkan bahwa
Resistensi masih aktif. Militer Indonesia menanggapi serangan ini dengan melakukan ratusan
penahanan dan lebih dari 100 pembunuhan. Banyak tahanan yang dipenjara pada masa ini
dikirim ke Ata?ro (lihat Bab 7.2.: Pembunuhan Tidak Sah dan Penghilangan Paksa).
356. Pada tahun 1981 Militer Indonesia melancarkan serangan besar-besaran yang bertujuan
menghancurkan sisa-sisa kelompok Resistensi. Serangan ini menggunakan taktik yang dikenal
dengan sebutan kikis, atau ?pagar betis.? Sejumlah besar penduduk sipil, yang masih menderita
akibat konflik di pegunungan dan penganiayaan di berbagai kamp tahanan ABRI, dipaksa
bertugas untuk berjalan kaki melintasi wilayah itu dalam barisan seperti ?pagar?, dengan maksud
untuk menjebak anggota Resistensi bersenjata yang masih tersisa. Perempuan, anak-anak dan
lelaki, termasuk orang tua, dipaksa ikut operasi ini. Kelaparan, sakit dan perlakuan buruk oleh
militer merupakan pengalaman lazim yang dirasakan penduduk sipil. Banyak yang mati. Tugaspaksa
ini juga mengalihkan sejumlah besar penduduk sipil dari ladang mereka selama musim
tanam, sehingga meningkatkan kerentanan mereka terhadap kelaparan, terutama karena
gangguan terhadap pertanian selama tahun-tahun operasi militer besar-besaran sebelumnya.
357. Secara militer, operasi ini gagal menghancurkan gerakan Resistensi bersenjata yang
sering bisa lolos dari ?pagar? itu. Lebih dari 4000 orang yang dianggap sebagai ?simpatisan
Fretilin? ditahan dan dipenjarakan di pulau Ata?ro ataupun kamp pemukiman-kembali lainnya
yang dikontrol ABRI.
Situasi di Dili dan di seluruh Timor-Leste, 1979-1980
358. Dengan tertangkap atau terbunuhnya para pemimpin utama gerakan Resistensi,
Resistensi bersenjata dihancurkan dan mayoritas penduduk sipil Timor-Leste di pegunungan
ditangkap dan menyerahkan diri di bawah kontrol mereka, militer Indonesia pada awal tahun
1980 merasa yakin bahwa operasi militer besar di Timor-Leste telah selesai. Komando Pasukan
Gabungan Operasi Seroja dibubarkan, dan Komando Operasi Militer pun dipindahkan dari Dili ke
Bali, yang berarti bahwa Timor-Leste kini berada dalam struktur komando regional standar ABRI.
Pada saat yang sama, kendali pemerintahan sipil secara resmi dialihkan dari Kementerian
Pertahanan dan Keamanan (Dephankam) kepada Kementerian Dalam Negeri (Depdagri). Secara
militer, ABRI meneruskan berbagai operasi pembersihan untuk mengamankan kekuasaannya,
namun secara umum, periode setelah penutupan Operasi Seroja secara komparatif cukup sepi
dalam hal operasi militer.
359. Militer Indonesia terus mempertahankan peran dominan di dalam dan selama
pengembangan pemerintahan sipil. Kehidupan bagi sebagian besar warga sipil pada masa itu
penuh ketegangan dan ketakutan.477 Dalam sebuah submisi dari Asosiasi Mantan Tahanan
Politik Timor-Leste (Associa??o dos Ex-Prisoneiros e Detidos Politicos de Timor Leste, Assepol),
Komisi mendengar bahwa sepanjang masa ini, dengan membengkaknya jumlah penduduk di Dili,
para agen intelijen Indonesia terlihat di mana-mana. Assepol mengatakan kepada Komisi bahwa
tidak ada proses peradilan di tahun-tahun akhir dasawarsa 1970-an dan awal dasawarsa 1980-
an ini, dan militer memiliki kekuasaan yang tak terbatas untuk melakukan penangkapan dan
- 93 -
penyiksaan sewenang-wenang.478 Banyak kesaksian individu kepada Komisi mendukung hal ini,
dan menceritakan bahwa mereka diambil dari rumah mereka pada malam hari, atau dikumpulkan
oleh militer untuk diinterogasi dan disiksa.479 Komisi telah membuat peta pusat penahanan dan
interogasi di Dili dan Baucau selama tahun-tahun ini, banyak di antaranya tidak resmi, namun
dioperasikan oleh militer Indonesia. Jumlah pusat penahanan dan interogasi ini jauh melebihi
kebutuhan wajar sebuah negara demokratik yang dikelola berdasarkan aturan hukum (lihat
Lampiran dari Laporan ini).
360. Di seluruh Timor-Leste militer Indonesia mengembangkan struktur territorialnya disertai
dengan pemindahan penduduk dan berbagai perubahan demografis, sebagai akibat dari
perpindahan besar pada periode itu. Di setiap desa di Timor-Leste ABRI menempatkan seorang
petugas babinsa, dan khususnya di sejumlah wilayah rawan, ada tim orang-orang seperti ini yang
disebut Tim Pembina Desa (TPD). Pos-pos militer ini bekerja erat dengan Pertahanan Sipil
(Hansip) yang beranggotakan orang-orang Timor, dan membantu militer Indonesia untuk
mengontrol ketat segala lapisan masyarakat Timor-Leste. Dengan demikian di banyak wilayah
negeri ini, orang-orang tinggal di beberapa desa pemukiman yang baru di bawah pengawasan
ketat militer.
361. Situasi kelaparan akut yang terkait dengan sejumlah kampanye militer tahun 1977-78
dan berbagai kamp tahanan militer telah distabilkan oleh sejumlah upaya dari lembaga bantuan
internasional, CRS dan ICRC. Namun demikian, pada tahun 1980, komunitas-komunitas belum
mendapat peluang untuk pulih dari tahun-tahun traumatis akibat konflik ini. Peninggalan yang
menyengsarakan itu mencakup kerentanan terhadap kelaparan dan sakit akibat penganiayaan
selama konflik serta hilangnya tahun-tahun masa tanam dan panen yang normal.
Pemberontakan pertama: Dili, Juni 1980
362. Pada tanggal 10 Juni 1980, Falintil melancarkan sebuah serangan ke Dili, ke pemancar
televisi baru di Marabia.480 Serangan ini benar-benar mengejutkan ABRI. Ini adalah
pemberontakan (levantamento) besar pertama setelah kekalahan telak Fretilin pada akhir tahun
1978. Nama levantamento [kebangkitan] digunakan oleh Gerakan Resistensi untuk memberi
suatu rasa tujuan bersama bagi sesuatu yang sebenarnya merupakan serangan militer terbatas
yang dilakukan oleh berbagai kelompok kecil Falintil yang masih bertahan, yang telah menyususn
kekuatan kembali pada bulan-bulan sebelumnya. Serangan ke Dili membuktikan daya tahan
Gerakan Resistensi serta perlawanan bersenjatanya terhadap pemerintahan Militer Indonesia.
Serangan tersebut dilancarkan sampai Lahane dan Becora di pinggiran Dili. Salah seorang
anggota pasukan penyerang mengatakan kepada Komisi bahwa tujuan dari serangan itu adalah
?untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Fretilin masih ada.?481
363. Sebuah komunike kedutaan Amerika Serikat menyebutkan bahwa serangan itu mungkin
akan menimbulkan tanggapan yang sangat keras:
Serangan pemberontak ke daerah pinggiran ibu kota
propinsi ini telah mendatangkan kesulitan dan rasa malu
bagi para pejabat keamanan, dan bisa diperkirakan bahwa
mereka akan mengambil langkah-langkah untuk
mencegah terulangnya serangan itu.482
364. Pihak Militer Indonesia terkejut sekaligus dipermalukan dengan keberanian serangan dari
pihak Resistensi yang dianggap sudah dikalahkan. Ratusan orang ditahan dalam pembersihan
militer di ibukota. Komisi menerima informasi bahwa lebih dari 100 orang terbunuh, dan bahwa
penyiksaan dan perlakuan kejam lainnya terhadap para tahanan umum terjadi (lihat Bab 7.2.:
Pembunuhan Tidak Sah dan Penghilangan Paksa). Banyak tahanan diasingkan ke Ata?ro.483
- 94 -
?Pagar betis?: Operasi Kikis
365. Hampir setahun kemudian, pada pertengahan tahun 1981, ABRI melancarkan sebuah
operasi besar-besaran yang menggabungkan personil militer dengan puluhan ribu penduduk sipil
yang membentuk ?pagar betis? manusia. ?Pagar? ini berjalan kaki melintasi daerah-daerah yang
luas di wilayah itu untuk mencari dan menangkap pasukan Falintil yang tersisa, dengan tujuan
utama untuk menangkap ataupun membunuh Xanana Gusm?o. Taktik ini disebut operasi kikis,*
berhasil digunakan untuk memerangi berbagai pemberontakan di Indonesia, dimana penduduk
setempat mendukung tujuan militer untuk menghancurkan pemberontakan. Taktik ini juga telah
digunakan beberapa kali di Timor-Leste pada tahun-tahun sebelumnya.484 Namun di Timor-Leste,
tidak seperti di Indonesia, militer kekurangan elemen yang sangat penting, yakni dukungan
rakyat. Meski bisa menangkap banyak orang Timor, baik sipil maupun pejuang, namun pagar itu
tidak berhasil secara substansial menghancurkan Falintil.
366. Sebelum operasi tersebut dijalankan, ICRC menghentikan kegiatannya di daratan utama
Timor-Leste, dan CRS meninggalkan Timor-Leste pada bulan November 1980 setelah
menyelesaikan program daruratnya. Militer Indonesia pada dasarnya bebas menjalankan kikis
terlepas dari pengawasan internasional.
Mobilisasi massal penduduk sipil
367. Operasi tahun 1981, yakni Kikis terbesar yang pernah dilakukan di Timor-Leste, diberi
nama sandi Operasi Keamanan.485 Militer Indonesia melibatkan sekurangnya lima belas batalyon
territorial, atau sekitar 12.000 prajurit, dari luar Timor-Leste dan pasukan tambahan yang tak
diketahui jumlahnya untuk tugas tempur.486 Orang-orang Timor menyatakan bahwa lebih dari 15
batalyon pasukan terlibat.487 Operasi besar tampaknya terjadi di Sektor D, ? yakni wilayah
Baucau, Lautem dan Viqueque.488 Penduduk sipil direkrut paksa sebagai Tenaga Bantuan
Operasi (TBO). Secara resmi ABRI merekrut penduduk sipil lelaki berusia 12-35 tahun, namun
kenyataannya, anak laki-laki yang jauh lebih muda dan pria dewasa yang jauh lebih tua, serta
para perempuan, juga dilibatkan.489 Kelompok-kelompok orang ini ditempatkan di kesatuan militer
tertentu untuk operasi ini. Jumlah total penduduk sipil yang dilibatkan sangat besar. Sebuah
dokumen militer tahun 1982 menyebutkan bahwa operasi ini menyertakan ?60.000 penduduk sipil
selain Wanra dan Ratih.?? 490 Sumber-sumber Marinir menunjukkan lebih banyak lagi yang
dilibatkan, dengan menyebutkan adanya delapan batalyon dan 120.000 milisi binaan yang
bergerak dari timur ke barat, dan tujuh batalyon dengan 25.000 milisi binaan yang bergerak dari
barat ke timur, yang dimaksudkan untuk ?menundukkan musuh di Aitana?.491
368. Pagar manusia ini mulai berjalan pada pertengahan tahun 1981 dari Tutuala di titik paling
timur Timor-Leste. Dari sini, kesatuan militer dan para TBO sipil berjalan ke arah barat menuju
sebuah garis yang menghubungkan Com-Raca-Lospalos-Iliomar. Mereka membentuk sebuah
pagar manusia yang membentuk barisan utara-selatan, dan menyapu medan untuk mencari
Falintil. Tampak bahwa pagar ini berfungsi dalam dua hal, sebagai garis depan yang bergerak
maju di depan pasukan ABRI dan menyapu untuk mencari Falintil, maupun sebagai tembok
penjepit di mana kesatuan-kesatuan ABRI berusaha menggiring Falintil. Apapun tujuannya, taktik
ini gagal menangkap kelompok Falintil dalam jumlah yang memadai untuk mengakhiri gerakan
resistensi, dan banyak orang yang terlibat dalam pagar manusia itu tidak bertemu dengan Falintil
sama sekali. Namun demikian, Komisi menerima kesaksian tentang para tawanan yang
* ?Kikis? berarti ?menggerus? atau ?merontokkan?. Budiardjo dan Liem menerjemahkan ?kikis? menjadi ?chipping-away? ( The
War Against East Timor, hal. 223).
? Meski fokus dari operasi ini adalah di Timur, namun di Barat, militer Indonesia merekrut TBO untuk ikut serta dalam
sebuah kampanye kecil kikis di kawasan antara Cassa dan Ainaro. Tidak ada catatan tentang penangkapan anggota
Fretilin di sektor itu.
? Wanra (Perlawanan Rakyat) dan Ratih (Rakyat Terlatih) adalah dua dari empat tipe utama tenaga bantuan militer yang
digunakan oleh ABRI. Dua lainnya adalah Hansip (Pertahanan Sipil) dan Kamra (Keamanan Rakyat). Lihat bab Rezim
Pendudukan.
- 95 -
dieksekusi. Seorang TBO mengatakan kepada Komisi bahwa lima orang yang ditangkap oleh
kesatuan militer dimana dia ditugaskan, dekat Cacavem di Iliomar, langsung dieksekusi.492
369. Pada bulan Juli 1981, satu pagar lainnya mulai berjalan dari koridor Venilale-Ossu-
Viqueque dan bergerak ke arah timur laut.493 Kedua pagar ini bertemu di barisan pegunungan
Matebian dengan maksud untuk mengepung Falintil dan menggiring mereka ke tempat yang
lebih rendah. Sejauh itu, operasi ini belum berhasil melakukan penangkapan yang berarti.
Setelah pengepungan Gunung Matebian, tahap akhir Operasi Kikis pun dimulai. Pasukan dan
TBO kembali menyisir dari wilayah tengah ke pantai selatan, dan terus bergerak maju ke arah
barat. Pagar ini bergerak mendekati daerah Lacluta, Viqueque, sementara dari timur, barisan
lainnya bergerak maju untuk menemui mereka.
Pembantaian Lacluta
370. Ketika gerak maju itu mencapai daerah Lacluta pada bulan September terjadi
pembantaian yang, menurut sebagaian besar kesaksian, membunuh ratusan orang. Tidak ada
hitungan yang pasti. Monsignor Costa Lopesmenyatakan bahwa 500 orang terbunuh.494 Pihak
penguasa Indonesia mengakui ada 70 orang yang terbunuh.495 Sumber-sumber lain
menyebutkan jumlah korban berada di antara dua angka itu.496 Komisi menerima bukti mengenai
pembantaian masal terhadap orang-orang sipil, termasuk perempuan dan anak-anak pada saat
ini.* Komisi juga mendengar mengenai pembantaian yang kedua terhadap paling sedikit 20
orang.? Indonesia mengklaim sebuah kemenangan militer di daerah itu sepanjang masa ini,
dengan menyebutkan bahwa 450 anggota Fretilin telah ditangkap dan 150 pucuk senjata disita,
namun tidak menyebutkan tentang korban.497 Kebanyakan sumber lainnya mengatakan bahwa
ini merupakan pembantaian penduduk sipil secara brutal.498 Pembantaian itu diyakini telah terjadi
di dekat Batu Santo Antonio di lereng Gunung Aitana. Seorang pejuang Falintil mengingat
kembali pembunuhan penduduk sipil di daerah itu oleh militer Indonesia:
Saya menyaksikan dengan mata saya sendiri bagaimana
militer Indonesia, Batalion 744, membunuh penduduk sipil
di hadapan saya. Mereka menangkap orang-orang yang
tak bersenjata itu, mengikat mereka kemudian menikam
mereka sampai mati. Ada seorang perempuan hamil yang
ditangkap dan dibunuh begitu saja, saya melihat kejadian
itu dari jarak dekat, sekurangnya 100 meter dari tempat
kejadian.499
Konsekuensi operasi
Hasil militer
371. ?Pagar? ini jauh lebih berhasil dalam menangkap orang-orang yang masih bersembunyi
di hutan dibandingkan menangkap pejuang Falintil, walaupun ada berbagai kesaksian tentang
kesatuan Falintil yang dihancurkan.500 Untuk menjelaskan kegagalannya untuk menangkap
banyak anggota Falintil, tampak mungkin bahwa dalam banyak kasus, pagar ini membiarkan
Falintil untuk melintasi barisan itu. Komisi diberitahu tentang satu kejadian orang meloloskan diri
dari ?pagar? itu.
* Wawancara dengan Jos? de Jesus dos Santos, Dili, 28 Juni 2004. Dia mengatakan bahwa kontak terjadi di antara 1 dan
10 September.
? Wawancara dengan Anacleto Ximenes, Cairui, Manatuto, 12 Maret 2004 dan dengan Sebasti?o de Cunha, Manatuto,
12 Mei 2004.
- 96 -
Saat kami lewat, banyak orang tahu, namun mereka
melihat kami bukan seperti melihat manusia, tapi seperti
melihat binatang yang melintasi pos mereka. Saya masih
bisa mengingat dengan jelas bagaimana saya melangkah
di depan seorang musuh [orang Timor yang merupakan
anggota pagar itu], namun mereka memandangi saya
seolah saya ini seekor anjing, kemudian menyuruh saya
pergi.501
372. Mungkin juga telah ada kerja sama antara Falintil dan para TBO asal Timor:
?saat kami sampai di [lokasi] pemancar Telkom, ada
banyak [anggota] Fretilin di sana. Tetapi karena telah ada
kontak [dengan para TBO], Fretilin melewati saja pasukan
[ABRI] Komandan Peleton Falo Chai.502
373. Ada juga kemungkinan bagi Falintil untuk lolos dari barisan-barisan itu:
Kami berpencar menjadi kelompok-kelompok kecil, 3-4
orang, kemudian pada malam hari kami mencari cara
untuk melintas di belakang mereka.503
Berbagai konsekuensi kemanusiaan
374. Operasi militer ini mengakibatkan berbagai konsekuensi kemanusiaan yang sangat berat
di saat penduduk Timor belum pulih dari bencana kelaparan dan penderitaan yang traumatis
akibat Operasi Seroja dan kondisi kamp tahanan. Sebelum militer memulai operasi ini, mereka
mengharuskan kehadiran bantuan internasional yang memang sudah terbatas untuk
meninggalkan wilayah ini.504 Ini saja merupakan berita buruk bagi sebuah masyarakat yang
sangat rapuh dan terisolasi. Memaksa penduduk sipil pedesaan dengan jumlah sedemikian besar
untuk ikut dalam berbagai operasi militer pada paruh kedua tahun 1981 telah memasukkan
mereka ke dalam kondisi yang luar biasa keras. Para TBO, banyak di antaranya anak-anak,
dibawa ke daerah-daerah pertempuran, dan akibatnya, mereka sering menjadi korban.505
Penduduk sipil lainnya yang dipaksa ikut serta lebih banyak direkrut sebagai Ratih506 daripada
Wanra, yang berarti bahwa mereka tidak dibayar, melainkan hanya menerima ?penghargaan?
tertentu atas keikutsertaan mereka. Mereka juga tidak diberi cukup makan. Banyak orang mati
selama berjalan kaki melintasi wilayah yang berat.507
375. Operasi ini berlangsung selama musim tanam tahun 1981, dan karena sejumlah besar
petani subsisten dipaksa ikut serta mereka tidak bisa menanam tanaman pangan mereka. Pada
bulan Nopember 1981 Monsignor Lopes menulis surat ke Australia tentang akan datangnya
bencana kelaparan, yang menimbulkan keprihatinan internasional.508 Pada bulan Maret 1982
mantan Perdana Menteri Australia Gough Whitlam mengunjungi Timor-Leste, dan bertemu
dengan Monsignor Lopes. Whitlam kemudian secara terbuka membantah klaim Lopes.509
Sebuah kunjungan oleh Dewan Gereja Dunia beberapa bulan berikutnya menemukan hal yang
berbeda:
Jelas bahwa sejumlah besar orang telah dimukimkan
kembali, dan masih ada banyak anak yang kurang makan.
Kemanapun kami pergi, orang-orang menyebutkan
makanan dan tempat tinggal sebagai masalah utama
mereka?kesan kami ialah bahwa banyak orang ingin
kembali ke rumah tradisional dan tanah mereka di bukitbukit.
510
- 97 -
376. Indonesia mengklaim telah menangkap 4500 ?simpatisan Fretilin? selama operasi ini, dan
telah mengirim 3000 orang di antaranya ke Ata?ro, dan 1500 orang lainnya di-relokasikan ke
daerah-daerah lain.511 Namun, Komisi menerima banyak kesaksian yang menyatakan bahwa
mereka yang tertangkap adalah penduduk sipil dan bahwa sangat sedikit pejuang yang ditangkap
dalam Operasi Kikis, dan bahwa sebagian besar dari mereka yang diasingkan ke Ata?ro adalah
perempuan, anak-anak, dan mereka yang lanjut usia.512
3.15 Membangun kembali Resistensi
Tinjauan
377. Resistensi yang dipimpin oleh Fretilin nyaris dihancurkan oleh operasi pengepungan dan
pembasmian tahun 1978-79. Sebagian besar pimpinan senior Fretilin dan Falintil terbunuh,
tertangkap, atau menyerahkan diri dalam periode ini. Sisanya yang masih hidup, dalam kelompok
terpisah, berupaya sekuat tenaga untuk menghimpun kekuatan kembali. Tiga anggota Komite
Sentral yang masih bertahan dan melarikan diri ke wilayah timur, salah satunya adalah Xanana
Gusm?o. Sebagai pemimpin, Xanana Gusm?o melaksanakan Konferensi Reorganisasi Nasional
pada bulan Maret 1981 yang memulai proses perluasan Gerakan Resistensi menjadi sebuah
front persatuan nasional yang lebih luas, dan mengubah arah taktis resistensi bersenjata menjadi
perang gerilya. Sebuah pertemuan rahasia dengan pemimpin Gereja Katholik di Timor-Leste,
Monsignor da Costa Lopes, merupakan sebuah langkah penting ke arah tujuan persatuan
nasional di antara para pihak yang bertentangan pada tahun 1975, yakni UDT dan Fretilin.
378. Pada tahun-tahun awal perang dan pendudukan, Gereja merupakan penghubung satusatunya
dan vital ke dunia luar. Dalam tahun-tahun ini, Gereja telah mengalami transformasi dari
benteng sistem kolonial Portugis menjadi suara bagi rakyat biasa Timor.
Sejumlah anggota Fretilin yang bertahan setelah serangan 1978-1979
379. Serangan militer Indonesia pada tahun 1978-1979 menghancurkan strategi ?perlawanan
rakyat? Fretilin, dimana penduduk sipil dalam jumlah besar hidup dalam perlindungan ataupun
kontrol Fretilin, menyediakan dukungan logistik bagi Falintil dan dimobilisasikan secara politik
untuk mendukung Resistensi. Keunggulan teknologi dan jumlah pasukan militer Indonesia sangat
menguntungkan dalam sebuah perang yang berbasis posisi konvensional. Apalagi, dengan
adanya puluhan ribu penduduk sipil di basis-basisnya, Fretilin terpaksa lebih sering menempuh
strategi perlindungan daripada penyerangan terhadap ABRI. Periode perlawanan gabungan sipilmiliter
ini berakhir dengan jatuhnya zonas libertadas Fretilin pada tahun 1978.
380. Penduduk yang selamat menyerahkan diri dan turun dari pegunungan, sengsara akibat
operasi pemboman dan pengepungan dan umumnya berada dalam kondisi yang sangat buruk.513
Mereka berjumlah sampai 300.000 orang.514 Militer Indonesia menyaring orang-orang yang
menyerahkan diri dan memisahkan mereka yang diyakini sebagai kader Falintil atau Fretilin.
Banyak yang hilang atau dieksekusi (lihat Bab 7.2.: Pembunuhan Tidak Sah dan Penghilangan
Paksa). Penduduk sipil yang tersisa berada di bawah kontrol militer di sejumlah kamp sementara
dan kemudian di berbagai kamp tahanan jangka panjang, sebagaimana dirinci di atas (lihat Bab
7.3.: Pemindahan paksa dan Kelaparan).
381. Fretilin telah kehilangan sebagian besar pemimpin tingkat menengah dan seniornya.
Falintil berada dalam situasi berantakan karena telah kehilangan sebagian besar personil,
pimpinan dan persenjataannya. Personil yang bertahan berada dalam situasi terisolasi dan tanpa
sarana untuk berhubungan satu sama lain. Fase pertama Resistensi pun usai. Resistensi
terorganisir mampu bertahan karena dua sebab. Pertama, bertahannya beberapa pemimpin
utama Fretilin yang mampu membangun kembali Resistensi. Kedua, bertahannya penduduk
yang, meski secara fisik tidak lagi terpisah dari pasukan pendudukan Indonesia, namun pada
- 98 -
akhirnya mampu membangun sebuah bentuk baru resistensi klandestin yang mendukung apa
yang telah menjadi suatu perang gerilya klasik yang dijalankan oleh Falintil.
Menyusun kekuatan kembali
382. Menjelang jatuhnya Matebian, pada tanggal 22 Nopember 1978, beberapa pemimpin
politik dan komandan militer* berhasil menerobos kepungan dan melarikan diri ke wilayah timur.
Yang memimpin kelompok ini adalah Xanana Gusm?o. Pada saat yang sama, sejumlah
kesatuan Falintil yang lain dikirim ke barat untuk bergabung dengan Falintil di Sektor Timur-
Tengah (Centro Leste). Sebagian besar dari kesatuan ini tak pernah bisa melewati barisan
penjagaan Baucau-Viqueque yang dikontrol militer Indonesia, dan hanya satu kompi yang tiba di
sektor Timur-Tengah.515
383. Kelompok kecil yang melarikan diri dari Matebian menyusun kekuatan kembali di barisan
pegunungan Legumau sebelah timur Baguia, yang berada di luar jangkauan ABRI. Mereka
mencoba sebuah strategi baru perlawanan bawah tanah, menanggalkan tampilan militer mereka,
berpakaian seperti penduduk sipil dan menyembunyikan senjata mereka.516 Tujuan mereka
adalah mencari dan menghubungi para anggota Komite Sentral, Falintil serta penduduk sipil yang
selamat, dan untuk menilai perkembangan situasi. Xanana Gusm?o mengenang tindakannya
setelah meloloskan diri dari Matebian:
Kami langsung pergi [ke Timur]. Begitu tiba di sana, kami
mulai menyusun strategi, dan masing-masing dari kami
mempelajari apa itu [perang] gerilya. Karena saya
sebelumnya telah menjalin kontak dengan kelompok
bawah tanah [dari] saat [kami dulu berada di] basis
perlawanan [bases de apoio], maka saya langsung pergi
ke Mehara pada tanggal 7 Desember.?Kami mencari
[anggota resistensi]. Dari Dili mereka [anggota klandestin]
mengatakan kepada kami bahwa ada sejumlah kecil
pasukan [Falintil], tapi mereka tidak bisa menghubungi
pasukan itu, banyak dari mereka telah menyerahkan diri.
Saya mengirim dua kelompok ke Centro [kawasan tengah]
untuk mencari, [tapi] mereka mengatakan bahwa mereka
tidak menemukan pasukan, tidak bertemu dengan
penduduk sipil seorangpun di sana.517
384. Ketiga anggota Komite Sentral Fretilin yang selamat di timur, yakni Xanana Gusm?o,
Txay, dan Mauhunu, mendiskusikan kebutuhan untuk menyusun kekuatan kembali dan
mengembangkan sebuah strategi perlawanan baru pada awal tahun 1979. Beberapa regu
pencarian berangkat menuju kawasan tengah dan barat untuk berupaya menghubungi para
anggota lain yang selamat, khususnya para pemimpin senior dari Komite Sentral Fretilin.518 Ini
merupakan tugas yang sulit dan berbahaya. Sebagian regu pencarian diserang, dan sebagian
lainnya lenyap sama sekali. Kelompok yang dipimpin oleh Xanana Gusm?o diserang oleh ABRI
di dekat Remexio pada bulan Maret, tetapi sebagian kecil anggotanya bisa lolos dan kembali ke
Mehara di timur. Pada bulan yang sama, tiga kompi Falintil dihabisi oleh tentara Indonesia di
dekat Lore, distrik Lautem.519 Gusm?o menceritakan pencarian ini:
* Kelompok kecil ini mencakup Jos? Alexandre Gusm?o, Mau Hodu, Taur Matan Ruak, dan Nino Konis Santana.
- 99 -
Kami tidak tahu siapa [dari Komite Sentral Fretilin] yang
masih hidup. Kami mencari di tempat-tempat lain, [tapi]
kami tidak bisa memutuskan, kami tahu bahwa beberapa
orang sudah mati?Klandestina mencari anggota-anggota
Komite Sentral yang selamat di hutan-hutan dari Centro
sampai Fronteira.?Pada tahun 1980 kami menyeberangi
jalan Baucau-Viqueque untuk mencari, mengumpulkan
informasi, mendatangi desa-desa, bertanya kepada orangorang
di sepanjang jalan menuju perbatasan
[Fronteira]?dari Henrique Belmiro dan kawan-kawan,
kami mengetahui bahwa sudah tidak ada lagi [anggota
Komite Sentral].520
385. Kendati demikian, upaya pencarian itu mencapai keberhasilan. Mereka menemukan
beberapa kantong kecil Resistensi dan pasukan Falintil yang selamat. Ada beberapa kelompok
kecil di Laline dan Uaimori, kelompok David Alex di Matebian, beberapa lagi di Manatuto, serta
yang lainnya.521 Dalam upaya pencarian lainnya pada bulan Mei 1980, Xanana Gusm?o
menghubungi para anggota Resistensi di kawasan tengah, yakni Same dan Ainaro, dan
menemukan para anggota yang selamat di dekat Dili.522 Di kawasan Barat mereka hanya
menemukan satu kelompok.523 Selain mencari lokasi anggota Resistensi yang selamat, para
gerilyawan juga menghubungi penduduk sipil untuk membentuk kelompok-kelompok klandestin di
dalam wilayah yang dikontrol militer Indonesia.
386. Komisi mendengarkan kesaksian dari Francisco Guterres (Lu Olo), yang pada akhir
dasawarsa 1970-an merupakan seorang kader Fretilin di pegunungan. Dia menceritakan tentang
kelegaan yang dia rasakan ketika Xanana Gusm?o tiba di kamp-nya:
Ketika kami mendengar bahwa kakak kami, Xanana
Gusm?o, telah datang, hati kami merasa tenang?ketika
dia kembali, kami semua berlari ke arahnya dan
memeluknya?kemudian kami mendengar bahwa
Mauhunu masih hidup, dan di Lospalos seorang ajudante
anggota Komite Sentral juga masih hidup. Hanya tiga
orang ini yang masih hidup.
Bagaimana kami bisa melanjutkan perang ini? Kakak kami,
Xanana, seperti sang arsitek atau pembangun. Dia
berkata, ?kita bisa membuat sebuah perahu, dan kita
semua bisa mengangkat perahu ini, lalu mendayungnya
maju. Walau ini akan sulit, kita bisa melakukannya.? Kami
semua sepakat dengan kakak kami?kami sangat percaya
kepadanya?524
Konferensi Reorganisasi Nasional pada bulan Maret 1981
387. Gerakan Resistensi yang bertahan kehilangan kepemimpinan, koordinasi, dan struktur.*
Karena gagal menemukan para anggota Komite Sentral lainnya yang selamat, dan dengan
tertangkapnya Txay, Sera Key, dan Solan oleh ABRI, maka pada tahun 1980 Xanana Gusm?o
memutuskan untuk mengambil alih kepemimpinan dan mengorganisir sebuah pertemuan
nasional Fretilin:
* Sebagai contoh, serangan Falintil ke pemancar televisi Marabia pada bulan Juni 1980, yang diuraikan di bagian 3.13,
dilakukan oleh sebuah kelompok dari kawasan Utara-Tengah secara lepas dari kelompok yang selamat yang berbasis di
Timur.
- 100 -
Maka saya memutuskan [ini] pada bulan
September?karena saya tahu bahwa semua anggota
Komite Sentral telah mati?tidak ada yang lebih senior dari
saya, kecuali Mau Hunu. Tapi saya mengenalnya, jadi
saya memutuskan untuk mengambil alih agar kami bisa
melakukan reorganisasi.525
388. Xanana Gusm?o bermaksud mengkonsolidasikan dan merestrukturisasikan Resistensi
sebagai sebuah perang gerilya, yang didasarkan atas berbagai pelajaran dari pengalaman,
maupun dari teori:
Sejak 1979 kami berusaha mempelajari perang gerilya dan
bagaimana menerapkannya di Timor. Kami belajar di
dalam hutan, [kami] belajar tentang perang di Vietnam,
perang di Kuba, macam apapun dari [perang] gerilya, kami
pikir perang-perang itu tidak akan cocok karena kondisikondisinya
berbeda. Itulah sebabnya mengapa pada tahun
1979, kami menghabiskan waktu satu tahun untuk
mempelajari bagaimana perang gerilya [seharusnya
dilakukan]. Dari sini kami melakukan reorganisasi, apa
yang bisa kami lakukan dengan [kelompok-kelompok]
gerilya kecil, merencanakan aktivitas politik, aktivitas
militer, dan bagaimana keduanya saling berhubungan.526
389. Berdasarkan berbagai kontak sepanjang tahun 1979-80, Gerakan Resistensi
menyelenggarakan sebuah ?Konferensi Reorganisasi Nasional? pada bulan Maret 1981 di
Maubai, Lacluta.527 Struktur serta kepemimpinan politik dan militer Gerakan Resistensi
direorganisasi, dan Dewan Revolusioner Perlawanan Nasional (CRRN) pun dibentuk untuk
mengendalikan keseluruhan Gerakan Resistensi ini.528 CRRN dimaksudkan untuk menjadi
sebuah forum payung bagi semua elemen pro-kemerdekaan, bukan hanya Fretilin, dan
merupakan langkah signifikan untuk menjauh dari kebijakan garis keras tahun 1977 ketika Fretilin
dinyatakan sebagai sebuah partai Marxis-Leninis (Partido Marxista-Leninista Fretilin, PMLF),
serta menuju persatuan nasional.529
390. Xanana Gusm?o dipilih untuk menempati semua posisi pimpinan?Komisaris Politik
Nasional PMLF, Panglima Besar Falintil dan Presiden CRRN.530 Sebuah Komite Sentral baru pun
dibentuk,* yang terdiri atas para pemimpin baik yang ada di Timor-Leste maupun yang di luar
negeri.531 Struktur Falintil dirumuskan kembali, dan para pemimpin baru diangkat. 532 Sebuah
strategi perang gerilya pun diputuskan secara resmi, dimana beberapa ratus pasukan Falintil
yang selamat akan menyebar ke seluruh pelosok negeri ini.533 Karena telah dikalahkan sebagai
sebuah kekuatan militer konvensional, maka Falintil akan bergerak dalam berbagai kelompok
gerilyawan kecil yang berpindah-pindah dan tidak lagi berupaya untuk memusatkan kekuatannya
dalam menghadapi militer Indonesia. Para gerilyawan akan didukung oleh sebuah struktur
klandestin di daerah perkotaan. Idenya ialah bahwa sebuah struktur klandestin di bawah CRRN
akan beroperasi melalui pusat-pusat Resistensi nasional di tingkat distrik (cernak) dan sel-sel
kecil di tingkat desa yang terdiri atas empat sampai tujuh orang (nurep). Untuk mengatur
Gerakan Resistensi baru tersebut negeri ini dibagi menjadi tiga kawasan?kawasan Timur, Funu
Sei Nafatin (?perjuangan masih berlanjut??); kawasan Tengah, Nakroma (?cahaya?); dan kawasan
perbatasan, Haksolok (?kesenangan?).534
* Anggota-anggota Komite Sentral yang diangkat di Timor-Leste adalah Xanana Gusm?o (Comissario Pol?tica Nacional),
Mauhunu, Mau-hodu, Bere Malae Laka, Kilik Wae Gae (Reinaldo Correia), Nelo (Dinis Carvalho), Sakinere, Holy Natxa,
Lere Anan Timor (Tito da Costa), Harin dan Mauk Moruk (Paulino Gama). Anggota-anggota yang diangkat di luar negeri
adalah Ab?lio Ara?jo (Sekretaris Umum), M?r? Alkatiri, Roque Rodrigues, Jos? Lu?s Guterres, Guilhermina Ara?jo, Jos?
Ramos-Horta dan Rog?rio Lobato.
- 101 -
Pertumbuhan Gerakan Perlawanan
391. Setelah reorganisasi politik dan militer kapasitas Gerakan Resistensi perlahan-lahan
tumbuh. Struktur klandestin dimaksudkan untuk mendukung para gerilyawan, dan juga
membangun jaringan dengan berbagai kelompok lain, termasuk dengan mereka yang punya
hubungan erat dengan pihak Indonesia. Sebuah jaringan klandestin yang berbasis sel mulai
dikembangkan, termasuk di dalam Dili. Dalam upaya untuk mengontrol jaringan klandestin ini,
militer Indonesia mengembangkan berbagai jaringan intelijennya sendiri yang luas sampai ke
tingkat desa. Di semua desa ada kehadiran militer. Sebagian desa memiliki babinsa (petugas
non-jabatan pembina desa), sedangkan sejumlah desa lainnya memiliki TPD, ?tim pembina
desa?, tergantung pada seberapa bergolaknya sebuah desa atau daerah.535 Dokumen militer
Indonesia dari tahun 1983 menunjukkan adanya pengawasan luas terhadap penduduk dengan
tujuan untuk ?melindungi? masyarakat dari pengaruh propaganda GPK (gerilyawan):
Menunjuk orang-orang terpercaya seperti katuas (para
tetua) untuk membantu para ketua RT?Setiap katuas
harus bisa mengetahui secara pasti aktivitas keluargakeluarga
yang berada di bawah binaannya; misalnya, saat
mereka pergi ke ladang, pergi untuk mengumpulkan kayu,
meminta izin untuk pergi ke desa lain, menggembalakan
ternak, pergi ke pasar, dan seterusnya.
Menunjuk seorang ?informan? di masing-masing kelompok
yang terdiri atas 10-15 keluarga ini yang dipimpin oleh
seorang katuas. Informan ini harus bisa mengikuti, secara
diam-diam, semua aktivitas kesepuluh sampai lima belas
keluarga ini.536
392. Komisi mendengarkan kesaksian tentang berbagai konsekuensi bila dicurigai sebagai
seorang anggota aktif Gerakan Klandestin Resistensi, yakni terus-menerus terancam penahanan
sewenang-wenang, penyiksaan, dan penghilangan. Di distrik Ainaro, sejumlah tebing karang di
Builico dikenal oleh militer Indonesia sebagai Jakarta II. Bila penduduk Ainaro hilang setelah
ditahan, pihak militer pun menjelaskan kepada para keluarga dan komunitasnya bahwa mereka
telah dibawa ke Jakarta, padahal kenyataannya mereka telah dibawa ke tebing curam di Builico,
dan dilemparkan dari, tebing karang ini. Tidak diketahui berapa jumlah orang yang telah
dilemparkan sampai mati antara tahun 1981-1983.537
393. Kehadiran militer sampai ke tingkat desa ini, yang disertai dengan pengawasan yang
ketat, sering mengakibatkan berbagai ketegangan yang mendorong terjadinya kekerasan.
Pembelotan beberapa ratus anggota kesatuan pembantu ABRI asal Timor ke Falintil di Viqueque
pada tahun 1983 merupakan sebuah contoh yang mencolok.538 Pembelotan ini merupakan
bagian dari pola pemberontakan lebih besar oleh Gerakan Resistensi yang terjadi pada tahun
1982 sampai 1983. Efektivitas mata rantai antara jaringan klandestin dan gerilyawan ditunjukkan
oleh berbagai dokumen militer dari tahun 1982 yang menunjukkan fokus militer untuk menghabisi
bermacam struktur klandestin.539 Tanda paling jelas tentang regenerasi Fretilin dan kegagalan
ABRI untuk menghancurkan Falintil adalah adanya gencatan senjata yang disepakati dengan
ABRI pada bulan Mei 1983 (lihat bagian berikut).
Gerakan perlawanan di bawah pimpinan Xanana Gusm?o: menuju persatuan nasional
394. Sejak invasi tahun 1975, Fretilin telah mendefinisikan diri sebagai pengejawantahan
Gerakan Resistensi. Ini mulai berubah beberapa tahun sesudah reorganisasi tahun 1981. Pada
bulan September 1982, Xanana Gusm?o dan Monsignor Martinho da Costa Lopes bertemu
secara rahasia di desa Mehara, distrik Laut?m.540 Pada pertemuan ini, Monsignor Lopes
menyoroti perlunya persatuan nasional antara Fretilin dan UDT. Pertemuan ini, dan seruan untuk
- 102 -
persatuan politik, penting terutama karena selama konflik internal tahun 1975, UDT telah
mengklaim bahwa mereka membela prinsip Gereja Katholik dalam menghadapi ancaman
komunis.541 Kenyataan bahwa pemimpin Gereja Katholik di Timor-Leste bertemu dengan
pemimpin Fretilin sekaligus pemimpin Gerakan Resistensi adalah sinyal jelas bahwa Gereja tidak
memandang Fretilin sebagai komunis, dan seruan Monsignor Lopes untuk persatuan nasional
menunjukkan pemahamannya tentang Gerakan Resistensi lebih sebagai perjuangan nasionalis
daripada perjuangan kiri ideologis.
395. Pada tahun 1983, Komite Sentral Fretilin mendeklarasikan persatuan nasional sebagai
garis politik resminya.542 Ini merupakan acuan jelas bagi permusuhan UDT-Fretilin. Untuk bisa
meningkatkan kemungkinan kerjasama multi-partai, Fretilin mengubah beberapa kebijakannya
terdahulu yang radikal. Sebagai contoh, pada tahun 1983 Fretilin berpartisipasi dalam sebuah
gencatan senjata dan beberapa negosiasi dengan militer Indonesia. Hal ini sebelumnya tidak
dibenarkan berdasarkan kebijakannya yang tegas ?negosiasi?tidak dan tak akan pernah.?543
Pada tahun 1984, Fretilin menanggalkan ideologi Marxis-Leninis yang telah dideklarasikan pada
tahun 1977 dan disertakan ke dalam nama partai itu pada tahun 1981. Dengan tindakan ini,
Fretilin mencabut basis sosial-revolusioner dari sikapnya terdahulu demi mendukung sebuah
platform nasionalis yang lebih terbuka.
396. Proses perubahan yang ditempuh oleh Fretilin ini bukan tanpa tentangan. Orang-orang
garis keras partai seperti Kilik Wae Gae (Kepala Staf Falintil) dan Mauk Moruk (Komandan
Brigade Merah) memandang perubahan politik ke arah sikap yang lebih moderat ini sebagai
suatu kompromi yang tak bisa diterima.544 Sebuah percobaan kudeta oleh faksi ini gagal, dan
akhirnya oposisi terhadap berbagai kebijakan baru ini pun pudar.545 Arah baru di bawah payung
CRRN ini memperluas platform politik Resistensi dan akhirnya menciptakan oposisi dengan basis
yang lebih luas terhadap pendudukan Indonesia.
Gereja Katholik
397. Gereja Katholik, di bawah kepemimpinan berani Monsignor Martinho da Costa Lopes,
telah memainkan peran sangat penting di dalam negeri Timor-Leste selama tahun-tahun awal
pendudukan. Dari yang sebelumnya merupakan pembantu pemerintahan kolonial Portugis yang
ultra-konservatif, komposisi Gereja kemudian berubah selama era Indonesia. Dengan perginya
banyak pastor dan suster Portugis setelah invasi dan pendudukan Indonesia, komposisi Gereja
menjadi lebih ?di-Timorisasi-kan?. Selain para pastor asal Timor, ada juga para pastor asal
Indonesia maupun internasional. Ketiga kelompok ini memainkan peran yang berbeda. Banyak
pastor asal Indonesia cenderung mendukung pemerintah Indonesia, sedangkan pastor
internasional, yang harus memperoleh persetujuan visa dari pemerintah Indonesia, mengambil
sikap tidak terlibat politik secara lebih terbuka.546 Yang paling signifikan, banyak pastor asal
Timor termobilisasi sebagai akibat dari penderitaan sangat besar yang mereka saksikan pada
tahun-tahun awal ini.*
398. Anggota-anggota Gereja di Timor-Leste sering kali bertentangan dengan Vatikan, yang
tidak mendorong para pastornya untuk terlibat dalam persoalan-persoalan seperti Hak-hak Asasi
Manusia ataupun politik Resistensi. Sekalipun demikian, karena kebijakan resmi Vatican tidak
mengakui kedaulatan Indonesia atas Timor-Leste, Gereja Katolik di wilayah ini tetap langsung di
bawah pengawasan Vatikan, bukan termasuk bagian dari gereja Indonesia. Jaringan Katolik
Internasional menyediakan satu-satunya penghubung antara Timor dan dunia luar pada tahuntahun
ketika wilayah ini benar-benar tertutup. Para suster dan pastor menulis surat ke luar negeri
di masa ketika hampir tidak ada media internasional yang mengamati berbagai kejadian di dalam
wilayah ini, dan ketika, lepas dari adanya kehadiran ICRC yang hanya kadang-kadang, tidak ada
organisasi internasional lain yang diperbolehkan masuk ke willayah ini. Jos? Ramos-Horta
* Beberapa jajaran kepastoran asal Timor mendukung?dan digunakan oleh?rezim Indonesia, ditugaskan untuk posisiposisi
kewenangan di pemerintahan propinsi. Lihat Smythe, The Heaviest Blow, hal. 37.
- 103 -
mengatakan kepada Komisi bahwa antara tahun 1975-1979 sumber-sumber Gereja memainkan
peran satu-satunya dan yang sangat penting dalam menyampaikan informasi tentang kondisi di
Timor-Leste kepada dunia luar.547
399. Pada tahun 1983, Gereja membuat sebuah keputusan yang terbukti vital bagi
keberlangsungan budaya masyarakat Timor. Gereja di Timor-Leste memutuskan bahwa bahasa
resmi peribadatan adalah bahasa Tetum. Akibatnya Keuskupan Dili memohon izin Vatikan untuk
menggunakan Tetum sebagai bahasa Misa. Vatikan setuju, dan ini dilaksanakan selama masa
jabatan Uskup Belo.548 Hal ini meningkatkan identitas Timor di Gereja Katholik, dan menambah
rasa perlindungan yang ditawarkan bagi masyarakat biasa di masa-masa yang sangat sulit.
400. Rasa perlindungan yang ditawarkan oleh Gereja adalah faktor utama penduduk dalam
jumlah besar beralih memeluk Agama Katolik selama masa pendudukan. Pada tahun 1973
sekitar 28% dari jumlah penduduk menyatakan diri Katolik.549 Menjelang tahun 1980, Biro
Statistik Indonesia mencatat sebanyak 80% dari jumlah penduduk wilayah ini memeluk Agama
Katolik.550 Ideologi negara Indonesia yang mengharuskan warga negaranya memeluk satu dari
lima agama resmi kemungkinan mempengaruhi penyebaran ajaran Katolik ini.
401. Sikap blak-blakan Monsignor da Costa Lopes membawa pada pengunduran dirinya
secara paksa pada tahun 1983. Setahun kemudian, dia berpidato di depan Komite Keuskupan
Amerika Serikat untuk Pembangunan Sosial dan Perdamaian Dunia, mengundang perhatian
tentang peran Gereja yang sangat penting sebagai pelindung masyarakat Timor-Leste:
Di tengah genosida kultural dan psikologis yang
ditimpakan oleh tentara Indonesia kepada kami, Gereja
Katholik telah muncul sebagai satu-satunya organisasi
yang dipercaya oleh masyarakat Timor-Leste?Apapun
yang masyarakat ketahui, mereka beritahukan kepada
para pastor. Gereja Timor-Leste telah mendengarkan
dengan seksama selama hampir sembilan tahun sejak
invasi Indonesia. Dengan kewenangan tertinggi, Gereja
Timor-Leste bisa mengatakan bahwa ia mengetahui
kesengsaraan maupun aspirasi terdalam rakyat Timor.551
- 104 -
3.16 Gencatan senjata tahun 1983 dan masa sesudahnya
Tinjauan
402. Pada tahun 1982, Indonesia melaksanakan pemilihan umum (pemilu) nasionalnya di
Timor-Leste untuk pertama kalinya. Dengan selesainya Operasi Keamanan, sekali lagi militer
Indonesia menilai bahwa wilayah ini sudah tenang. Di Timor-Leste, mayoritas besar, yakni 99%
pemilih, dilaporkan telah memilih Golkar, alat politik Presiden Soeharto. Pemilu ini disusul dengan
perubahan drastis dalam personil sipil dan militer di jajaran pemerintahan Indonesia. Mantan
anggota senior UDT, M?rio Carrascal?o, diangkat sebagai Gubernur, dan Kolonel Purwanto
mengambil alih sebagai pimpinan militer di wilayah ini. Menghadapi gerakan klandestin yang
sedang bangkit mendukung Falintil yang baru berhimpun kembali, Militer Indonesia mencari jalur
berbeda untuk mengatasi Resistensi, negosiasi. Panglima Falintil, Xanana Gusm?o,
mengadakan pembicaraan dengan Kolonel Purwanto, dan untuk sementara waktu yang singkat,
sebuah gencatan senjata sementara pun berlaku.
403. Namun demikian, begitu dilantik sebagai Presiden, Soeharto segera mengangkat
Jenderal Benny Moerdani sebagai Panglima ABRI. Jenderal Moerdani adalah salah seorang
arsitek pengambilalihan Timor-Leste oleh militer Indonesia, dan dia tidak punya banyak waktu
untuk sebuah solusi damai bagi masalah-masalah di Timor-Leste. Dalam waktu cepat setelah
pengangkatan Moerdani, Monsignor Lopes ditekan untuk turun dari posisinya sebagai kepala
Gereja Katholik, dan dia pun meninggalkan wilayah ini. Gencatan senjata itu pecah di kota kecil
sebelah timur Kraras pada bulan Agustus 1983 setelah para anggota sebuah kesatuan Hansip
asal Timor, bersama beberapa pejuang Falintil, membunuh 12 tentara Indonesia. Militer
Indonesia menanggapi kejadian ini dengan serangkaian pembantaian atas penduduk sipil
setempat dan penumpasan di kawasan timur dengan berbagai operasi baru.
Pemilu Indonesia di Timor-Leste: 1982
404. Dengan selesainya Operasi Keamanan, militer Indonesia tampaknya sekali lagi
berkesimpulan bahwa mereka telah berhasil mengamankan wilayah ini.552 Ketika pemilu nasional
Indonesia diselenggarakan pada tahun 1982, ini juga diselenggarakan untuk pertama kalinya di
Timor-Leste. Militer bertanggung jawab untuk menjaga keamanan bagi pelaksanaan pemilu di
seluruh kepulauan Indonesia, dan ini membutuhkan jumlah pasukan yang besar, dan ditambah
dengan rasa percaya diri militer Indonesia yang meningkat, barangkali telah turut menyebabkan
pengurangan secara tajam jumlah pasukan di Timor-Leste pada masa ini. Pers Indonesia
melaporkan bahwa pemilu berlangsung di Timor-Leste tanpa insiden apapun;553 namun para
informan asal Timor menyebutkan bahwa telah terjadi gelombang penangkapan sebelum
pemungutan suara:554
Di Viqueque militer terus-menerus berpatroli selama
menjelang pemilu dan saat berlangsungnya pemilu. Setiap
malam [militer] keluar-masuk rumah-rumah untuk
memeriksa apakah ada orang yang datang atau pergi.
Juga pada tanggal 4 Mei, sehari sebelum pemilu, ada
serangan-serangan Fretilin di beberapa desa. Semua
tempat pemungutan suara di sekitar Viqueque pun
dipindahkan ke kota Viqueque.555
405. Hasil pemilu di Timor-Leste menunjukkan lebih dari 99 persen suara memilih Golkar,
partainya Presiden Soeharto yang berkuasa. Hal ini, ditambah dengan penghitungan suara yang
sangat cepat, menunjukkan dengan kuat adanya hasil yang dimanipulasi. Kemungkinan motif
- 105 -
bagi manipulasi suara ditunjukkan setahun berikutnya ketika Gubernur M?rio Carrascal?o
menyatakan bahwa:
Orang-orang telah diberitahu bahwa dengan memilih
Golkar, mereka akan menunjukkan pandangan mereka
tentang integrasi dengan Indonesia.556
406. Dalam peristiwa itu, Indonesia menggunakan suara sebagai bukti tentang adanya
dukungan bagi Indonesia. Xanana Gusm?o tidak menahan-nahan sarkasme-nya dalam
pesannya kepada PBB pada tahun 1982:
?partai-nya Soeharto memenangkan pemilu lagi. Di
Timor-Leste, di bawah todongan senjata, semua penduduk
memberikan suara yang mendukung Golkar. Sebuah
paradoks yang mengherankan, Timor-Leste dan Irian Jaya
merupakan ?propinsi kesayangan? Soeharto dan
pendukung kuat Golkar!557
Perubahan personil sipil dan militer Indonesia, dan berbagai aksi Resistensi
407. Setelah pemilu, terjadi perubahan drastis di jajaran personil utama sipil dan militer
Indonesia di Timor-Leste. Pada bulan September 1982, M?rio Viegas Carrascal?o, seorang
mantan anggota senior UDT yang bekerja di Kementerian Luar Negeri Indonesia di New York
sejak tahun 1977 sampai 1981, dilantik sebagai Gubernur. Pada waktu yang hampir bersamaan,
Komandan Korem 164, Kolonel Adolf Sahala Radjagukguk, digantikan oleh Kolonel Purwanto.*
408. Selama masa ini, Gerakan Resistensi melakukan dua langkah utama. Pertama, pada
bulan Agustus 1982, pasukan Falintil melancarkan serangan besar ke sebuah pos militer
Indonesia di Mauchiga, Ainaro, yang sering disebut sebagai levantamento (pemberontakan)
1982. Komisi mendengar kesaksian tentang berbagai konsekuensi dari serangan ini terhadap
penduduk sipil Mauxiga. Banyak yang dikumpulkan dan diasingkan ke Ata?ro,558 sementara
banyak perempuan dijadikan sasaran pelanggaran seksual yang berulang kali dan terus-menerus
(lihat Bab 7.7: Pelanggaran Seksual). Kedua, pada bulan September 1982, ada pertemuan
rahasia antara Xanana Gusm?o dan Monsignor Lopes, sebagaimana diuraikan di atas. Ini
merupakan tanda bagi militer Indonesia bahwa dukungan terhadap Fretilin sungguh sangat luas,
dan yang mengancam pemberitaan tentang Fretilin sebagai sebuah kekuatan gerilya komunis
yang terisolasi.
Pendekatan baru militer Indonesia: negosiasi
409. Pada tahun 1983, ABRI mengupayakan sebuah taktik baru berupa negosiasi dengan
Gerakan Resistensi. ABRI pernah mengatasi berbagai pemberontakan yang ingin memisahkan
diri selam dasawarsa 1950-an dengan cara ini, dan pemain kunci dalam negosiasi-negosiasi di
masa itu adalah Panglima ABRI, Jenderal Yusuf, yang turut dalam negosiasi di Sulawesi untuk
menyelesaikan pemberontakan Permesta pada akhir dasawarsa 1950-an.559 Agaknya Yusuf
menyetujui inisiatif ini, yang mungkin datang dari Komandan Militer Timor-Timur yang baru,
Kolonel Purwanto, yang memiliki kewenangan untuk memulai berbagai kontak di tingkat lokal
yang akhirnya membawa pada terjadinya sebuah gencatan senjata resmi. Pada akhir tahun 1982
dan awal 1983, militer Indonesia mulai membuat sejumlah kesepakatan di tingkat lokal. Berbagai
kontak awal untuk gencatan senjata lokal di Laut?m dilakukan di Pupuru dan Pasikenu, di luar
Lospalos, dan pada bulan Februari 1983 kontak-kontak terjadi setiap minggu.560 Di antara
pemimpin Fretilin yang terlibat dalam beberapa kontak awal ini serta perjalanan keliling Jakarta,
* Komisi tidak bisa memberikan keterangan tentang tanggal pasti pengangkatan Purwanto. Radjagukguk masih menjabat
sebagai komandan pada tanggal 8 Juli 1982, dan Purwanto sudah menjadi komandan Korem 164 pada akhir 1982.
- 106 -
yang dimaksudkan untuk meyakinkan mereka tentang kebaikan Indonesia, adalah Falo Chai561
(Fernando Teles) dan Jose da Concei??o, yang merupakan mediator kunci dalam proses ini.562
Militer Indonesia mengupayakan kontak-kontak serupa dengan Fretilin/Falintil di daerah koridor
Venilale-Ossu, dimana David Alex (Daitula) merupakan komandan utama Falintil yang terlibat.563
Seorang mantan Hansip mengenang:
Saya dan ipar laki-laki saya pergi ke Venilale, bertemu
dengan Mayor Iswanto, [dan] melakukan kontak damai.
Dia ingin bertemu dengan orang-orang dari hutan, ingin
mengetahui politik mereka. Apakah mereka menginginkan
kemerdekaan atau integrasi? Saya ditugaskan untuk
mencari orang-orang di dalam hutan, melakukan kontak
damai. Saya berhasil. Pertama-tama saya bertemu mereka
di Ossulari. Di sana [saya] bertemu dengan komandan
peleton, Makikit. Saya bertanya kepadanya: ?Apakah anda
menginginkan kemerdekaan ataukah integrasi?? Saya
menanyakan itu kepadanya. Dia menjawab: ?[Rakyat]
Timor-Leste lebih [menginginkan] kemerdekaan daripada
integrasi.?564
410. Berbagai pertemuan lokal antara para pejabat Indonesia dan Falintil membuka jalan bagi
beberapa kontak di tingkat yang lebih tinggi. Pada tanggal 20 Maret, dua orang Mayor Indonesia
dan beberapa pejabat militer berpangkat lebih rendah bertemu dengan Xanana Gusm?o di
Liaruka, desa Buburaka, di sub-distrik Ossu. Pada pertemuan ini Fretilin mengajukan empat
tuntutan: (1) penarikan tanpa syarat pasukan Indonesia dari Timor-Leste; (2) sebuah misi
penjaga perdamaian PBB; (3) sebuah referendum yang bebas dan adil; dan (4) kehadiran
Fretilin/Falintil yang berkelanjutan untuk menjaga keamanan selama proses ini.565 Kolonel
Purwanto kemudian terbang ke Bali untuk mengadakan diskusi di tingkat Kodam. Tiga hari
kemudian, pada tanggal 23 Maret, Kolonel Purwanto sendiri bertemu dengan Xanana Gusm?o di
dekat Larigutu, di sub-distrik Venilale (Baucau).* Gubernur M?rio Carrascal?o juga hadir.
Pertemuan ini rupanya menghasilkan penandatanganan sebuah kesepakatan gencatan senjata
antara Militer Indonesia dan Fretilin/Falintil.566 Yang lainnya mengikuti, dan gencatan senjata pun
menyebar ke seluruh wilayah ini.
Gencatan Senjata
411. Militer Indonesia menolak mengakui bahwa mereka melakukan ?negosiasi,? dan hanya
menyebutnya sebagai ?pembicaraan?. Indonesia tidak menginginkan publisitas internasional
mengenai persoalan ini. Namun status konflik selama periode ini pada kenyataannya adalah
sebuah gencatan senjata.567 Pada akhir bulan Juli 1983, gencatan senjata masih berlaku. 568
Penghentian permusuhan memungkinkan para pemimpin Resistensi untuk bebas mengunjungi
desa, kota kecil, dan bahkan berbagai pusat perkotaan. Ada beberapa pertemuan lokal antara
ABRI dan Fretilin/Failintil, termasuk di Lore, Bea?o, Waitame, Macadique, Ossu, Laissorlai dan
Hatubuiliko. Pada pertemuan-pertemuan ini, dimainkan pertandingan-pertandingan yang bersifat
rekreasi, seperti bola voli, bahkan pasokan-pasokan disediakan bagi Fretilin/Falintil.569
412. Bagi penduduk umum, penghentian-sementara ini signifikan. Menurut Monsignor Lopes:
?pada bulan Juni, sebagai bagian dari kesepakatan
gencatan senjata, helikopter-helikopter Indonesia
mengangkut makanan dan obat-obatan untuk para
gerilyawan di pegunungan, dan membawa anggota
gerilyawan yang sakit dan terluka ke rumah sakit Dili?.
* Pertemuan ini juga dihadiri oleh Aleixo Ximenes, Verissimo Quint?o, Jose da Concei??o dan Okan.
- 107 -
Masyarakat sangat senang dengan penghentiansementara
perang ini dan untuk pertama kalinya, setelah
bertahun-tahun, bisa menanam tanaman pangan yang
layak.570
413. Fretilin dan Falintil menggunakan gencatan senjata ini untuk keuntungannya, baik untuk
konsolidasi internal maupun membangun jaringan dengan orang-orang Timor yang bekerja pada
Indonesia.571 Falintil memasuki gencatan senjata ini dengan perspektif ketidakpercayaan.
Pengalamannya adalah ?amnesti? tipu-daya pada akhir dasawarsa 1970-an, dimana setelah itu,
banyak pemimpin Fretilin yang menyerahkan diri hilang. Dokumen CRRN yang dikeluarkan pada
bulan Juli 1983 menegaskan perspektif ini. Dokumen itu merinci sejumlah pembunuhan dan
kekejaman, dengan menyebutkan nama dan memberikan contoh-contoh kasus pembunuhan,
serta memberikan keterangan tentang kenaikan pangkat kemiliteran bagi mereka yang
bertanggung jawab atas kekejaman tersebut.572
Pengangkatan Benny Moerdani sebagai Panglima ABRI: 1983
414. Selama bulan Maret 1983, MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) Indonesia
mengangkat Soeharto sebagai Presiden dalam masa jabatan yang keempat kalinya. Ini berakibat
pada sebuah perubahan besar di dalam ABRI yang mempengaruhi gencatan senjata yang rapuh
di Timor-Leste. Pada tanggal 28 Maret, Presiden Soeharto melantik Jenderal Benny Moerdani
sebagai Panglima ABRI.* Moerdani, salah seorang arsitek invasi Timor-Leste, membawa
pengaruh yang jauh dari sikap kompromi mengenai perdamaian di wilayah ini.
Monsignor Lopes dicopot
415. Salah satu tindakan pertama Moerdani sebagai Panglima ABRI adalah menekan Utusan
Paus untuk Indonesia, Monsignor Pablo Puente, untuk mencopot Monsignor Lopes dari jabatan
kepala Gereja Katholik di Timor-Leste. Moerdani, yang juga seorang Katolik, memandang
pertemuan Monsignor Lopes dengan Xanana Gusm?o pada bulan September 1982 sebagai
pengkhianatan. Beberapa minggu kemudian Lopes mengajukan pengundurkan dirinya, meskipun
dia menyatakan bahwa dirinya telah dipaksa untuk mengundurkan diri.573 Penggantinya, Carlos
Felipe Ximenes Belo yang relatif masih muda, diangkat langsung oleh Vatikan bukannya dipilih
oleh pastor-pastor Timor lewat pemilihan.574
416. Pada tanggal 13 Mei, dalam satu penampilan terakhirnya di depan publik sebelum
meninggalkan Timor-Leste selamanya, yakni pada acara hari raya Katolik Penampakan Bunda
Maria, Monsignor Lopes mengecam kekejian yang dilakukan pasukan pendudukan. Ini adalah
pertama kalinya dia melakukan hal itu di depan publik.575 Dia pergi secara diam-diam dengan
membawa bukti rinci bahwa sebuah gencatan senjata umum telah disepakati, dalam acara
pertemuan yang tidak dipublikasikan oleh Indonesia.
Gencatan senjata dirongrong
417. Sejak awal, Panglima ABRI yang baru, Jenderal Benny Moerdani, tidak yakin akan
manfaat sebuah gencatan senjata. Pada tanggal 12 April Jenderal Moerdani mengunjungi
Baucau untuk bertemu dengan stafnya yang bertanggung jawab untuk urusan Timor-Leste.
Keesokan harinya dia memanggil Gubernur M?rio Carrascal?o ke Baucau. Dalam sebuah
wawancara pada tahun 2003, M?rio Carrascal?o mengenang pertemuan ini:
* Juga pada bulan Maret, Panglima Kodam XVI/Udayana, Brigadir Jenderal Dading Kalbuadi, digantikan oleh Brigadir
Jenderal Damianus Soetarto.
- 108 -
Sebetulnya pertanyaan-pertanyaan semuanya berputar di
sekitar jaminan. Moerdani bertanya:
?Jika diselesaikan secara damai, apakah ada jaminan
bahwa Timor-Timur akan tetap merupakan bagian dari
Indonesia? Bagaimana yang dirasakan rakyat? Itulah
[yang] ingin kami ketahui.?
Saya [Carrascalao] berkata: ?Bagaimana saya bisa tahu,
Pak??
Pertemuan itu berlangsung sekitar satu jam, pertanyaanpertanyaan
ini, kemudian Benny Moerdani mengakhiri
pertemuan itu lebih cepat.?Benny Moerdani memberi
waktu tiga bulan. Dia berkata:
?Saya akan memberi Soetarto [Panglima Kodam Udayana]
dan Purwanto [waktu], dengan dibantu oleh Gubernur,
untuk membantu Timor-Timur secara damai.?576
418. Gubernur M?rio Carrascal?o memainkan peran menonjol dalam memajukan berbagai
pembicaraan yang diselenggarakan selama gencatan senjata. Pada akhir Mei, Xanana Gusm?o
mengirim sebuah pesan yang meminta untuk bertemu dengan Carrascal?o, yang membawa
pada sebuah pertemuan pribadi di Ariana, beberapa kilometer dari Venilale (Baucau). Namun
demikian, ruang manuver Carrascal?o terbatas. Jakarta menyiarkan berita tentang gencatan
senjata itu pada tanggal 10 Juni, namun tidak mempublikasikan rinciannya, seperti tuntutan
Falintil untuk sebuah referendum, sebagaimana yang telah disepakati. Tak lama setelah itu,
Moerdani mengirim sepucuk surat kepada Xanana Gusm?o:
Jangan kira bahwa kalian bisa mendapat bantuan dari
negara-negara lain. Tidak ada negara di dunia ini yang
bisa membantu kalian. Negara kami sendiri telah siap
untuk menghancurkan kalian kalau kalian tidak mau
bersikap kooperatif terhadap republik kami. Kami sedang
mempersiapkan seebuah operasi?Operasi
Persatuan?yang akan dilancarkan pada bulan Agustus.577
419. Batas waktu gencatan senjata selama tiga bulan yang ditentukan Moerdani ketika itu
akan berakhir pada bulan Juli. Dia merencanakan operasi baru itu untuk dilaksanakan pada
bulan Agustus guna memberi kesempatan kepada delegasi parlemen Australia yang akan
berkunjung ke wilayah ini pada akhir Juli. Kemauan Moerdani untuk melancarkan serangan baru
ini mengabaikan keprihatinan Menteri Luar Negeri Indonesia bahwa operasi baru ini akan
berpengaruh negatif terhadap pembahasan tentang Timor-Leste yang dijadwalkan pada
pertemuan Majelis Umum PBB di bulan September.* 578
420. Ada kemungkinan bahwa gencatan senjata ini dirongrong dari dalam ABRI sendiri,
dengan maksud untuk melanjutkan perang. Militera pernah menyatakan ernah menyatakan
sebelumnya bahwa mereka menganggap operasi-operasi di Timor-Leste sebagai sarana latihan
yang berharga bagi pasukan-pasukannya.579 Seorang figur yang mungkin terlibat dalam
melakukan perongrongan seperti itu adalah Kapten Prabowo Subianto, yang pada waktu itu
merupakan wakil komandan Detasemen 81, Kopassandha.580 Seminggu setelah Moerdani
menyetujui gencatan senjata itu pada bulan April, Kolonel Purwanto meminta untuk bertemu
dengan Gubernur M?rio Carrascal?o di pantai, Dili. Menurut Carrascal?o, Purwanto mengatakan
kepadanya:
* Pada tahun 1983, untuk pertama kalinya sejak 1975, pembahasan di Majelis Umum PBB ditunda. Pembahasan ini
ditunda sampai pertemuan Majelis Umum ke-39 setahun berikutnya.
- 109 -
Apa yang pernah saya khawatirkan kini terjadi. Dia,
Prabowo, kembali ke Timor-Leste. Dalam kondisi-kondisi
seperti ini, tak seorangpun, baik sipil ataupun militer, bisa
memasuki atau meninggalkan Timor-Leste tanpa
sepengetahuan saya. Akhirnya dia datang dan pergi ke
pelosok?ke Viqueque, sekitar Bibileu. Saya tidak tahu apa
yang dia lakukan, saya tidak tahu lagi.?581
421. Komisi menerima bukti bahwa Prabowo ditempatkan di sektor bagian timur Timor-Leste
saat itu. Beberapa sumber menyatakan kepada Komisi bahwa Prabowo terlibat dalam operasi
untuk membawa penduduk sipil turun dari Gunung Bibeleu, dimana tidak lama kemudian
beberapa ratus orang dibunuh ABRI. Komisi juga menerima bukti keterlibatan Kopassus dalam
pembunuhan-pembunuhan ini (lihat Bab 7.2.: Pembunuhan Tidak Sah dan Penghilangan Paksa).
422. Baik militer Indonesia maupun Falintil menggunakan gencatan senjata ini untuk
keuntungan militernya sendiri, sebagaimana dilaporkan oleh delegasi Kedutaan Amerika Serikat
yang berkunjung ke Dili pada bulan Mei 1983:
Fretilin punya peluang untuk mengorganisir pasukannya
dan mengembangkan kepemimpinannya. Pada saat yang
sama, kesatuan-kesatuan keamanan Indonesia jadi
mengetahui berapa anggota Fretilin, dimana mereka
berada dan siapa saja mereka, karena nama-nama telah
didaftar dan telah diambil foto-foto. Berkumpulnya
anggota-anggota Fretilin juga memungkinkan pasukan
Indonesia untuk menyerang, jika pembicaraan gagal?582
423. Pada tanggal 28 Juli, satu delegasi parlemen Australia tiba di Dili. Mereka menghabiskan
waktu empat hari di Timor-Leste dari sepuluh hari kunjungannya ke Indonesia. Delegasi ini tidak
mencoba untuk bertemu dengan Fretilin. Namun di dekat Baucau delegasi ini dihentikan oleh
empat anggota Falintil. Terjadi diskusi singkat, dan anggota Falintil tersebut memberikan sepucuk
surat kepada delegasi parlemen itu.583 Surat ini menyebutkan bahwa:
Bahkan selama pembicaraan-pembicaraan
(perdamaian)?mereka (ABRI) terus (sic) membunuh
gerilya FRETILIN (sic) yang ingin mendekati kamp-kamp
agar bisa berhubungan dengan orang-orangnya.
424. Data Komisi mendukung pernyataan ini. Selama masa gencatan senjata, ABRI
melakukan serangkaian pelanggaran, termasuk penyiksaan dan pembunuhan, khususnya
penangkapan sewenang-wenang atas orang-orang yang dicurigai sebagai anggota klandestin.584
Berakhirnya Gencatan Senjata
425. Setelah usaha-usaha untuk merongrong Gencatan Senjata yang muncul dari dalam
tubuh militer Indonesia sendiri, pada tanggal 8 Agustus, orang-orang Timor di Kraras (Lacluta,
Viqeuque) menyerang dan membunuh sekelompok sipur ABRI. Mereka kemudian melarikan diri
ke dalam hutan. Indonesia menjelaskan kejadian ini sebagai sebuah serangan yang tak
beralasan terhadap ?serdadu-serdadu yang tak bersenjata?.585 Para anggota Falintil
menguraikannya sebagai sebuah levantamento (pemberontakan), serangan gabungan Hansip-
Falintil terhadap ABRI itu dimaksudkan untuk menggugurkan klaim Indonesia bahwa mereka
telah mengalahkan Falintil.586 Orang-orang Timor menjelaskan bahwa tentara Indonesia telah
membunuh sejumlah penduduk sipil di daerah itu selama gencatan senjata.587 Para anggota
batalyon sipur pada waktu itu melecehkan seorang perempuan Timor. Kejadian ini segera
memicu sebuah serangan gabungan Falintil-Hansip yang membunuh sekurangnya 12 tentara.588
- 110 -
426. Tanggapan ABRI adalah tindak kekerasan yang dahsyat terhadap penduduk sipil.
Anggota Hansip yang terlibat dalam pembunuhan tentara Indonesia itu telah membelot ke
Falintil.* Penduduk sipil dari desa telah melarikan diri - sebagian, yang kebanyakan adalah para
lelaki yang cukup kuat, ke hutan, dan sebagian lainnya ke Viqueque. Pasukan dari Batalyon 501
memburu mereka. Para lelaki dikumpulkan dan ditembak di daerah Tahuben. Kelompok lebih
kecil yang kebanyakan terdiri atas para lelaki tua, perempuan dan anak-anak ditangkap di
Viqueque dan ditembak di sebuah lokasi dekat Buikarin. Laporan-laporan tentang korban mati
pada waktu itu melebihi 200 orang.589 Militer Indonesia sendiri mengakui 80 orang. 590 Pada tahun
1985, Uskup Belo kemudian mendaftar nama 84 korban mati.591 Orang-orang yang selamat
dipaksa tinggal di Lalerek Mutin, dimana diperkirakan ada sebagian besar orang meninggal
akibat kelaparan dan penyakit.592 Sampai saat ini, Kraras dikenal sebagai ?desa para janda?.593
427. Gencatan senjata selesai. Karena ?solusi damai?-nya telah gagal, Kolonel Purwanto pun
digantikan oleh Kolonel Rudito.594 Pada tanggal 17 Agustus, Hari Kemerdekaan Indonesia,
Jenderal Moerdani mengumumkan berbagai rencana barunya untuk menghancurkan Gerakan
Perlawanan:
Kali ini kita akan memukul mereka tanpa ampun.595
428. Operasi Persatuan dimulai pada bulan September 1983.? Operasi ini memfokuskan diri
ke wilayah Timur dimana Falintil masih kuat, dan menampilkan Kopassandha sebagai pasukan
garis depan untuk pertama kalinya, dengan didukung kuat oleh kekuatan udara.596 Satu
penyebab bagi hal ini mungkin adalah pembelotan massal Hansip ke Falitintil setelah peristiwa
Kraras.597 Militer Indonesia kekurangan tenaga manusia dan sangat tidak mempercayai para
prajurit asal Timor. Operasi ini memicu terjadinya perpindahan besar-besaran orang-orang ke
kota.
429. Operasi-operasi ICRC berhenti di wilayah daratan utama, dibatasi hanya di pulau Ata?ro.
Orang-orang garis keras militer sekali lagi berkuasa.598 Gereja Katolik merupakan satu-satunya
lembaga independen yang tersisa di Timor-Leste. Tetapi Gereja di Timor-Leste sangat terisolasi
dari Gereja di Indonesia dan Vatikan, yang umumnya bungkam tentang situasi hak asasi
manusia di wilayah ini. Pada tahun 1983, untuk pertama kalinya konferensi Keuskupan Indonesia
mengungkapkan dukungan bagi rakyat Timor-Leste yang menderita dan menyerukan adanya
pengertian dan kejujuran dari para pembuat kebijakan.599 Meski ini bisa menjadi sebuah
permulaan yang signifikan, namun Konferensi Keuskupan itu kemudian menjaga jarak dari posisi
dukungan ini.
* Suatu pengaruh tambahan yang menyebabkan pembelotan Hansip tersebut mungkin adalah kebijakan militer pada
waktu itu yang menurunkan pangkat Hansip/Wanra menjadi Ratih. Ratih memiliki status yang lebih rendah dan tidak
dibayar. Lihat Korem 164 Insop/03/II/1982 tentang Perlawanan Rakyat Terlatih, hal. 16-18.
? Juga dikenal sebagai Operasi Sapu Bersih.
- 111 -
3.17 Konsolidasi dan awal perubahan: 1984-1991
Tinjauan
430. Sepanjang bagian besar dasawarsa 1980-an, Timor-Leste tetap tertutup bagi dunia luar.
Falintil meneruskan resistensi gerilya bersenjata dan kehadiran ABRI/TNI di wilayah tersebut
tetap tinggi. Akan tetapi operasi militer besar berkurang pada paruh kedua dasawarsa tersebut,
dan Pemerintah Indonesia berupaya untuk ?menormalisasikan? wilayah ini dengan menjalankan
sejumlah kebijakan dan program nasional penting, termasuk kebijakan transmigrasi dan
pendidikan.
431. Proses restrukturisasi Resistensi yang dimulai pada tahun 1981 terus berlanjut
sepanjang dasawarsa ini. Pada tahun 1983 persatuan nasional diumumkan sebagai kebijakan
Resistensi, dan pada tahun 1988 Dewan Nasional Resistensi Maubere (CNRM) menjadi badan
tertinggi Resistensi, dengan tujuan untuk membangun basis nasionalis. Falintil dipisahkan dari
Fretilin, dan Panglimanya Xanana Gusm?o mengundurkan diri dari partai, sebagai upaya lebih
jauh untuk menunjukkan pendekatan yang inklusif ini.
432. Dom Carlos Felipe Ximenes Belo menggantikan Monsignor Martinho Lopes da Costa
sebagai Administrator Apostolik dari Diosis Dili, dan pada tahun 1988 dinobatkan sebagai Uskup.
Selama dasawarsa tersebut, ia menjadi semakin lantang dalam membela rakyat Timor-Leste,
dan suratnya pada akhir tahun 1988 kepada Sekretaris Jenderal PBB yang menyerukan PBB
untuk memenuhi tugas dekolonisasinya di Timor-Leste berdampak besar secara internasional.
433. Gerakan pemuda Resistensi mulai tumbuh sejak pertengahan dasawarsa 1980-an,
khususnya di sejumlah sekolah di Dili. Karena banyak mahasiswa Timor-Leste yang kuliah di
Indonesia, gerakan ini meluas ke organisasi mahasiswa pada akhir dasawarsa tersebut.
Aktivisme pemuda sangat menonjol selama kunjungan Paus Yohanes Paulus II di akhir tahun
1989. Baik Pemerintah Indonesia maupun Resistensi berupaya untuk memanfaatkan kunjungan
Paus di Timor-Leste ini untuk meraih keuntungan politis bagi masing-masing pihak, karena
kunjungan tersebut memiliki arti rohani yang penting bagi masyarakat yang sebagian besar
beragama Katholik. Para mahasiswa dari gerakan klandestin yang tengah berkembang
mengambil kesempatan ini untuk memberitahukan Paus dan media internasional yang
menyertainya mengenai hasrat mereka untuk penentuan nasib sendiri, dengan mengadakan
demonstrasi publik besar-besaran pertama sejak invasi Indonesia tahun 1975. Ini menjadi awal
dari sebuah siklus demonstrasi dan penumpasan pada dasawarsa 1990-an.
434. Secara umum PBB tidaklah begitu efektif selama periode ini dalam upaya mencari solusi
politik yang langgeng mengenai masalah Timor-Leste. Warga Timor-Leste dalam diaspora dan
masyarakat sipil internasional mengandalkan Komite Dekolonisasi dan Komisi Hak Asasi
Manusia PBB untuk tetap mempertahankan persoalan ini dalam agenda PBB. Ketika Tembok
Berlin runtuh pada tanggal 9 November 1989, dan menandai akhir dari konteks Perang Dingin
yang telah mewarnai konflik ini sejak invasi dan pendudukan Timor-Leste, peristiwa ini membawa
harapan baru bagi penyelesaian damai dan pasti mengenai konflik ini.
Perkembangan Resistensi
435. Pada awal dasawarsa 1980-an sebagian besar penduduk sipil melakukan urbanisasi dan
bermukim di berbagai kota dan desa, daripada ikut Falintil di gunung-gunung. Menjelang
pertengahan dasawarsa 1980-an masa penahanan massal telah lewat. Indonesia memulai
proses normalisasi di Timor-Leste. Berbagai lembaga negara seperti pemerintah provinsi,
parlemen daerah, dan berbagai departemen pelayanan masyarakat telah didirikan, dengan
pegawai dan mulai berfungsi. Hal ini membuat Indonesia mulai dapat menjalankan sejumlah
program pembangunan nasionalnya di Timor-Leste, sehingga ada benarnya bahwa Indonesia
- 112 -
melaksanakan program yang membawa pembangunan di wilayah ini pada periode ini. Akan
tetapi, penilaian yang lebih seksama mengenai berbagai program ini menunjukkan adanya
penekanan pada infrastruktur pendudukan, khususnya pembangunan jalan dan gedung
pemerintahan. Bidang lain yang mendapat anggaran pembiayaan pemerintah yang cukup
penting adalah pembangunan sekolah.( Lihat Bab 7.9.: Hal-hak Sosial dan Ekonomi Dan Bagian
4: Rejim Pendudukan). Indonesia mempunyai haraoan tinggi bisa menarik simpati pemuda
Timor.
436. Perubahan-perubahan visi dan struktur Resistensi pada tahun 1981 dan 1983
memerlukan waktu untuk menjadi matang. Sementara itu Xanana Gusm?o berupaya untuk
mengambil serangkaian langkah praktis bagi masa depan jangka panjang Resistensi. Pada
tanggal 7 September 1985, pemuda Katolik menulis secara rahasia kepada Xanana Gusm?o,
untuk meminta klarifikasi tentang posisi Resistensi mengenai masa depan perjuangan dan segala
tantangan yang dihadapinya. Xanana Gusm?o menulis sebuah tanggapan yang rinci dalam
pesannya tanggal 20 Mei 1986 kepada Pemuda Katolik di Timor-Leste dan Mahasiswa di
Indonesia.600 Ia menyerukan para pemuda untuk tetap teguh memegang identitas Timornya dan
perjuangan akan hak-haknya. Pesan ini menunjukkan betapa Gusm?o menganggap penting
generasi muda dalam reposisi Resistensi.
437. Pada bulan Desember 1988, Xanana Gusm?o membuat berbagai perubahan
fundamental dalam Resistensi, dalam apa yang dikenal sebagai Penyesuaian Kembali Struktur
Resistensi atau RER. Berbagai perubahan ini dimaksudkan untuk memperkuat upaya
membangun basis Resistensi nasional seluas-luasnya. CRRN dibubarkan, dan digantikan oleh
Dewan Nasional bagi Resistensi Maubere (Concelho Nacional da Resist?ncia Maubere, CNRM),
yang dimaksudkan untuk menjadi organisasi yang memayungi semua partai politik yang
mendukung kemerdekaan. Falintil dideklarasikan sebagai tentara nasionalis yang netral, dan
tidak lagi sebagai bagian dari Fretilin. Xanana Gusm?o sendiri mengundurkan diri dari Fretilin,
untuk menjadi Presiden CNRM, sementara terus menjadi Panglima Falintil.601 Pembentukan
CNRM merupakan langkah besar menuju konsolidasi dan memberi mekanisme politik praktis
pada gagasan persatuan nasional. Selama dasawarsa 1980-an, berbagai kelompok klandestin
mulai menjamur, khususnya di kota-kota. Jumlah kelompok ini meningkat selama akhir
dasawarsa 1980-an, namun karena faktor bahayanya kegiatan klandestin ini sebagian besar
berupa kelompok kecil dan terisolasi, dengan hanya sedikit jaringan yang berbasis luas. Sadar
akan hal ini, CNRM lalu membentuk Comit? Executivo da CNRM na Frente Clandestina (Komite
Eksekutif CNRM bagi Front Klandestin, atau yang lebih dikenal sebagai Comit? Executivo, CE)
pada tahun 1990.602 Tugas CE adalah untuk mengkoordinasikan, mengarahkan dan memantau
segala kegiatan bawah tanah. Komite ini membangun hubungan dengan kelompok-kelompok
bawah tanah di seluruh Timor-Leste atau di luar negeri, termasuk di Indonesia.603
438. Berbagai perubahan pada gerakan Resistensi ini juga memperkuat front diplomatik
eksternal, diaspora internasional orang Timor-Leste dan masyarakat sipil internasional. Pada
tahun 1983, setelah ada larangan Pemerintah Australia sejak masa invasi Indonesia, sebuah
delegasi Fretilin berhasil melakukan kunjungan ke Australia dan berbicara di hadapan 1.500
hadirin dari berbagai kalangan di Melbourne. Hal ini memberi banyak semangat kepada warga
Timor-Leste di Australia, yang sampai saat itu kesulitan untuk mempengaruhi publik Australia
tanpa dukungan langsung dari para pemimpin kunci.604 Pada dasawarsa 1980-an, warga Timor-
Leste yang lari dari Timor-Leste pada dasawarsa 1970-an sudah dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan baru seperti Portugal dan Australia, dan menjadi lebih efektif dalam
perjuangan bagi pengakuan internasional.( Lihat Bab 7.1.: Hak Penentuan Nasib Sendiri)
439. Jos? Ramos-Horta terus melakukan kunjungan ke mana-mana, untuk memupuk
dukungan di setiap Negara yang ia kunjungi. Ia bekerja keras untuk menggalang dukungan
masyarakat sipil internasional serta melalui jalur-jalur diplomatik resmi. Misalnya, kunjungannya
ke Jepang pada bulan Maret 1985 adalah atas undangan beberapa kelompok warga masyarakat
Jepang, dan dia dapat memperkenalkan masalah Timor-Leste langsung ke publik Jepang.605
Dengan dukungan dan terkadang bimbingan berbagai kelompok masyarakat sipil, warga Timor-
113 -
Leste lainnya juga meningkatkan upaya lobi internasional yang lebih luas selama dasawarsa
1980-an.*
Represi dan pemenjaraan
440. Tanggapan Indonesia atas semakin menguatnya perlawanan klandestin selama
dasawarsa 1980-an adalah dengan meningkatkan fokus kepada Resistensi dan mencari cara
untuk melenyapkannya. Salah satu caranya adalah dengan membawa tahanan politik Timor-
Leste keluar wilayah ini. Pada tahun 1983, 69 orang tahanan yang diduga terlibat dalam
pemberontakan Kraras dibawa dari penjara Balide ke Kupang di Timor Barat, Indonesia. Hanya
empat belas dari tahanan ini kembali ke Timor-Leste.606 Para tahanan, yang biasanya adalah
tersangka anggota resistensi klandestin, sering dipindahtangankan dari satu aparat keamanan ke
aparat lain, dan siksaan dan penganiayaan merupakan hal biasa. Selama periode ini, para
tahanan terkadang dibawa ke berbagai tempat seperti Bali untuk diinterogasi.607 Sebagai konsesi
bagi normalisai prosedur administrasi selama dasawarsa 1980-an, para tahanan politik kadang
kala dibawa ke pengadilan untuk diadili. Namun, pengadilan-pengadilan seperti ini sering kali
hanya merupakan sekedar bayang-bayang dari keadilan dan tidak terlalu mempedulikan hak-hak
para tersangka.
441. Penjara Cipinang di Jakarta yang dijaga ketat digunakan untuk menahan para tahanan
Timor-Leste selama periode ini. Komisi mendengarkan kesaksian dari aktivis hak asasi manusia
Indonesia Ade Rostina Sitompul, yang menjadi pengunjung reguler tahanan Timor-Leste di
penjara Cipinang mulai tahun 1987. Dia mengatakan kepada Komisi bahwa pada tahun 1987,
terdapat 47 tahanan politik Timor-Leste di Cipinang, dan kondisi pengamanan terhadap mereka
jauh lebih ketat dibandingkan para tahanan yang lain.608 Jauh dari keluarga menjadi penderitaan
terberat bagi para tahanan Timor-Leste yang dibawa ke penjara-penjara di Jawa atau daerah lain
di Indonesia. (Lihat Bab 7.6: Pengadilan Politik)
Kebangkitan gerakan pemuda klandestin
442. Pada pertengahan dasawarsa 1980-an sejumlah sel klandestin pelajar dibentuk di
berbagai Sekolah Menengah di Dili. Sekitar tahun 1986, OJECTIL (Organiza??o de Juventude
Cat?lica de Timor-Leste, Organisasi Pemuda Katolik Timor-Leste)? dibentuk oleh para aktivis
pelajar yang berbasis di Externato de S?o Jos?,609 yang kemudian menjadi organisasi berbasis
nasional. Banyak di antara para siswa ini menjalani masa kanak-kanaknya di hutan selama masa
invasi dan perang besar-besaran. Banyak yang memiliki hubungan keluarga dengan anggota
Resistensi di hutan.610 Mereka membentuk apa yang akan menjadi dasar bagi generasi baru
resistensi yang akan terus berlanjut pada dasawarsa 1990-an.
443. Pada tahun 1986, Universitas Timor-Leste (Untim), Perguruan Tinggi pertama di Timor-
Leste, dibuka di Dili. Sebelumnya, pada tahun 1985, Gubernur M?rio Viegas Carrascal?o
menjalankan kebijakan pendidikan yang memperluas kesempatan mahasiswa Timor-Leste
melanjutkan pendidikannya di berbagai universitas di Indonesia. Ini merupakan perkembangan
penting dalam kesempatan pendidikan bagi anak-anak muda Timor-Leste, dan berdampak
penting pada hubungan antara kalangan nasionalis dan aktivis hak asasi manusia Timor-Leste
dan rekan-rekan mereka dari Indonesia. (Lihat Bab 7.1: Hak Penentuan Nasib Sendiri, bagian
Masyarakat Sipil.)
* Beberapa contoh adalah kunjungan ke Konferensi Pasifik yang Bebas Nuklir dan Merdeka di Vanuatu tahun 1983 oleh
Abil?o Ara?jo dan Roque Rodrigues, dan ke Konferensi Perempuan Dunia di Nairobi oleh Emilia Pires dan Ines de
Almeida tahun 1985.
? Seteah 1991 OJECTIL berganti nama menjadi OJETIL (Organiza??o de Juventude de Timor-Leste), yang menghapus
kata Cat?lica, untuk mengedepankan ciri nasionalisnya.
- 114 -
444. Kelompok Mashasiswa Klandestin Renetil (Resist?ncia Nacional dos Estudantes de
Timor-Leste, Resistensi Nasional Pelajar Timor-Leste) berdiri pada tahun 1988 di Bali, dan
beroperasi di Bali dan Jawa.611 Dalam suasana kontrol yang ketat atas kegiatan politik
mahasiswa pada jaman rezim Orde Baru, mahasiswa Timor-Leste juga mendirikan sebuah
organisasi yang lebih moderat, yakni Impettu (Ikatan Mahasiswa, Pemuda, dan Pelajar Timor-
Leste) untuk beroperasi sebagai wadah mahasiswa Timor-Leste di Indonesia yang lebih dapat
diterima oleh penguasa. Ini menjadi alat penting bagi aktivisme mahasiswa selama dasawarsa
1990-an.612
Gereja Katolik
445. Pada tahun 1983, Carlos Filipe Ximenes Belo menjadi Administrator Apostolik diosis Dili,
menggantikan Monsignor Martinho da Costa Lopes sebagai kepala Gereja di Timor-Leste. Walau
mendapat tekanan dari Indonesia, Vatikan tetap menolak untuk mengakui Timor-Leste sebagai
bagian dari Indonesia. Pada tanggal 19 Juni 1988 Belo diberi gelar Uskup Lorium, sebuah diosiis
di Itali yang sudah tidak berjalan lagi.613
446. Monsignor Belo tidak banyak dikenal di Timor-Leste ketika ia mulai menjalankan
posisinya sebagai kepala Gereja. Dia berada di luar negeri belajar di Portugal dari tahun 1968
sampai 1974, dan sekali lagi dari bulan Agustus 1975 sampai tahun 1981, ketika ia kembali ke
Kolese Fatumaca di Baucau. Seperti pendahulunya Martinho Lopes, Belo segera membuktikan
diri sebagai pemimpin yang independen, dan tidak akan tinggal diam menyaksikan kekerasan
yang terjadi di sekitarnya. Baru berusia empat puluh tahun ketika diangkat menjadi uskup, Belo
memusatkan perhatian keuskupannya pada pemuda Timor-Leste. Mulai akhir dasawarsa 1980-
an sampai akhir dasawarsa 1990-an, tugas sehari-hari sebagai uskup membuat dia selalu sadar
tentang memanasnya ketegangan antara para pemuda Timor-Leste yang ingin mendapat
kebebasan lebih banyak dan aparat militer Indonesia yang berupaya menumpas segala tanda
resistensi pemuda. Di tahun-tahun berikutnya kediaman Uskup Belo menjadi tempat berlindung
bagi banyak pemuda yang mencari perlindungan dari militer dan agen-agennya.
447. Pada bulan Februari 1984, karena sangat tersentuh dengan dampak operasi ?Pagar
Betis? militer Indonesia, ia menulis kepada Lopes, menceritakan buruknya kondisi orang-orang
yang terkepung oleh kampanye ini, dan orang-orang lain yang dipenjarakan, serta pihak militer
yang menjadikan berbagai Sekolah Katolik sebagai sasaran penggeledahan dan interogasi para
siswanya.614 Pada tahun 1985 ia dengan lantang berbicara menentang program Keluarga
Berencana Pemerintah Indonesia, yang ia pandang dipaksakan terhadap rakyat Timor-Leste.615
448. Pada tahun 1988, ketika pasukan keamanan melancarkan pembersihan yang represif
sebelum kunjungan singkat Presiden Soeharto ke wilayah ini, Uskup Belo merespon dengan
menyiapkan sebuah pernyataan yang akan dibacakan di seluruh gereja di wilayah ini pada
tanggal 5 Desember:
Kami tidak setuju dengan sistem yang biadab ini dan
mengutuk kebohongan propaganda yang mengatakan
bahwa pelanggaran hak asasi manusia tidak ada di Timor-
Leste.616
449. Surat ini sampai ke kalangan pers internasional, dan dikutip di the New York Times pada
tanggal 22 Januari 1989.
450. Pada tanggal 6 Februari 1989, Uskup Belo menulis sebuah surat yang lebih
mengesankan lagi, kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Javier Perez de
Cuellar. Dalam surat itu ia meminta Sekretaris Jenderal ?untuk memulai proses dekolonisasi yang
demokratis dan sesungguhnya di Timor-Leste untuk diwujudkan melalui referendum.?617 Ia
menyangkal klaim Indonesia bahwa rakyat Timor-Leste telah memilih untuk berintegrasi,
- 115 -
menganggap bahwa Portugal melihat berjalannya waktu sebagai solusi, dan menyatakan bahwa
?sementara itu kami perlahan mati sebagai suatu bangsa dan negara.? Surat ini dikirimkan dari
luar Timor-Leste karena alasan keamanan. Walaupun tidak mendapat tanggapan dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa selama bertahun-tahun, surat ini memberi dampak yang berarti.
Bagi Uskup Belo ini mendatangkan tekanan yang besar baik dari penguasa Indonesia maupun
dari Vatikan.618
Situasi di Perserikatan Bangsa-Bangsa
451. Pada tahun 1982 keadaan politik di Portugal mengalami perkembangan penting yang
pada waktunya memberi dampak bagi perjuangan penentuan nasib sendiri di Timor-Leste. Partai
Sosialis M?rio Soares mengambil alih pemerintahan dan secara efektif mengakhiri masa
ketidakstabilan dan kelumpuhan yang telah menjangkiti politik Portugis sejak Revolusi Bunga
tahun 1974. Tidak lama kemudian, pemerintahan M?rio Soares mengaktifkan kembali dukungan
bagi pejuangan penentuan nasib sendiri bagi rakyat Timor-Leste, dan penerusnya menggunakan
sebaik-baiknya posisi baru Portugal di Uni Eropa untuk mendukung perjuangan ini.( Lihat Bab
7.1.: Hak Penentuan Nasib Sendiri.)
452. Pada tahun 1982, apa yang sebelumnya adalah peristiwa tahunan Majelis Umum, yakni
resolusi yang menyerukan penentuan nasib sendiri bagi Timor-Leste, hampir saja dikalahkan;
resolusi ini didukung oleh 50 negara, ditentang oleh 46, dengan 50 lainnya tidak memberi suara.
Mosi ini juga mengimbau Sekretaris Jenderal untuk memulai pembicaraan dengan semua pihak
terkait untuk ?mencapai penyelesaian yang menyeluruh mengenai masalah Timor-Leste.?619
453. Hal ini tampaknya menjadi kemenangan diplomatik yang berarti bagi Indonesia. Komisi
mendengarkan kesaksian dari Mantan Pejabat Senior PBB Francesc Vendrell bahwa ini
merupakan masa ketika dalam komunitas internasional:
Tidak ada yang percaya bahwa orang Timor?benar-benar
dapat melawan dan?semuanya percaya bahwa hanyalah
soal waktu sebelum Timor-Leste diakui oleh semuanya
sebagai bagian dari Indonesia.620
454. Sejumlah warga Timor-Leste di pengasingan di luar negeri memberi kesaksian kepada
PBB selama masa ini. Upaya diplomatik ini dipimpin oleh Jos? Ramos-Horta. Ian Martin,
Sekretaris Jenderal Amnesty International dari tahun 1986 sampai 1992, mengenang Jos?
Ramos-Horta di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada masa itu:
Saya ingat bagaimana Jos? Ramos-Horta terlihat sendiri
tanpa teman di Aula Delegasi di Perserikatan Bangsa-
Bangsa di New York, ketika hampir semua diplomat yakin
bahwa hanyalah soal waktu sebelum penggabungan oleh
Indonesia atas Timor-Leste diterima oleh komunitas
internasional seutuhnya?621
455. Pada tahun 1983, perdebatan mengenai Timor-Leste ditangguhkan untuk memberi waktu
bagi Sekretaris Jenderal memperoleh kemajuan dalam konsultasinya untuk mencapai solusi yang
tuntas. Namun sebenarnya, Portugal takut untuk membawanya ke Majelis Umum setelah hampir
kalah pada tahun 1982. Sekretaris Jenderal pada waktu itu Javier Perez de Cuellar menafsirkan
para pihak yang terlibat dengan sempit, yakni hanya Portugal dan Indonesia. Para pemimpin
Timor-Leste sama sekali tidak dilibatkan. Apa yang disebut perundingan tigapihak pertama
antara Portugal, Indonesia dan perwakilan PBB diadakan pada tahun 1983. Mereka tidak
mencapai banyak kemajuan dalam berbagai pembicaraan ini, karena tidak ada pihak yang mau
mengalah.
- 116 -
456. Walaupun persoalan Timor-Leste disahkan dalam agenda Majelis Umum PBB setelah
1983, selama dasawarsa 1980-an terdapat dua mekanisme penting bagi pembahasan
internasional mengenai persoalan Timor-Leste, yakni Komisi Hak Asasi Manusia dan Komite
Khusus untuk Dekolonisasi PBB. Pada tahun 1985, persoalan ini dihapuskan dari agenda Komisi
Hak Asasi Manusia. Komisi mendengar kesaksian dari Francesc Vendrell mengenai inisiatifnya
untuk memperbolahkan Komisi Khusus PBB untuk Dekolonisasi untuk menampung berbagai
submisi baik dari sejumlah lembaga non-pemerintah maupun pemerintah.622 Ini memungkinkan
antara 20 sampai 25 LSM internasional untuk melakukan perjalanan tahunan ke New York untuk
mengajukan petisi kepada Komite Khusus PBB untuk Dekolonisasi untuk mendukung penentuan
nasib sendiri bagi Timor-Leste. Sejumlah LSM internasional besar sering kali menyerahkan waktu
bicara mereka bagi para utusan asal Timor-Leste (Lihat Bab 7.1.: Hak Penentuan Nasib Sendiri,
bagian Masyarakat Sipil.) Hal ini mungkin menjadikan Timor-Leste sebagai topik yang paling
diperdebatkan oleh Komite Dekolonisasi. Pada tanggal 14 September 1989, Sekretaris Jenderal
PBB Javier Perez de Cuellar menerbitkan laporan mengenai kemajuan yang sudah dicapai, dan
menyimpulkan bahwa usulan kunjungan ke Timor-Leste oleh Misi Parlemen Portugal akan dapat
membantu dalam upaya mencari solusi yang bisa diterima secara internasional.
Kunjungan Paus Yohanes Paulus II
457. Kunjungan Paus Johanes Paulus II ke Timor-Leste pada tanggal 12 Oktober 1989
merupakan peristiwa yang menggembirakan dan melegakan bagi banyak orang di wilayah yang
tertindas ini. Ini juga merupakan suatu peristiwa bersejarah, karena baru kali ini Timor-Leste
mendapat kunjungan seorang kepala negara sepanjang masa pendudukan Indonesia. Kontingen
besar media internasional yang menyertai kunjungan Sri Paus memberi kesempatan publisitas
yang belum pernah ada sebelumnya selama empat belas tahun pendudukan. Harapan orangorang
sangat tinggi. Para pendukung kemerdekaan menantikan suatu kecaman atas pendudukan
Indonesia. Indonesia menantikan pengakuan integrasi dan penggabungan Gereja Timor-Leste ke
dalam Konferensi Wali Gereja Indonesia. Simpati Paus terhadap tekanan yang dihadapi oleh
para rohaniwan Gereja Timor ditunjukkan dalam sebuah pertemuan antara mereka yang juga
dihadiri oleh pihak berwenang Indonesia; muncul sebuah pertanyaan mengenai bahasa apa yang
akan digunakan dalam pertemuan tersebut, dan agar terdapat kerahasiaan antara Sri Paus dan
para pastor Timor-Leste, bahasa Italia dipilih. Sebagian besar rohaniwan Timor pernah belajar di
Roma.623
458. Sri Paus meniti sebuah garis diplomatik yang rumit selama di Timor-Leste, dengan tidak
menunjukkan posisi yang jelas mengenai status politik wilayah ini. Dia secara terbuka mengakui
penderitaan orang Timor, dan mendatangkan kenyamanan spiritual dan moral bagi banyak
orang. Dalam khotbahnya Paus Johanes Paulus II mengatakan:
Apakah makna dari menjadi garam di bumi dan cahaya
dunia di Timor hari ini? Sudah selama bertahun-tahun
hingga saat ini, anda telah mengalami kehancuran dan
kematian sebagai akibat konflik; anda sudah tahu apa
artinya menjadi korban kebencian dan perjuangan. Banyak
orang yang tidak berdosa meninggal, sementara yang
lainnya terus menjadi mangsa pembalasan dan
dendam?Penghormatan bagi hak-hak yang menjadikan
hidup lebih manusiawi harus dengan tegas dijamin; hakhak
perorangan dan hak bagi keluarga-keluarga. 624
459. Sebelum kunjungan tersebut, pihak berwenang Indonesia telah menahan sejumlah
aktivis pemuda untuk mencegah kemungkinan terjadinya demonstrasi selama kunjungan Sri
Paus.625 Berbagai upaya ini terbukti tidak berhasil, dan demonstrasi yang kemudian terjadi
menjadi peristiwa penting dalam kegiatan gerakan klandestin pemuda.
- 117 -
460. Ketika Paus Johanes Paulus II merampungkan misanya yang diperkirakan dihadiri
sekitar 100.000 orang di Tasitolu di sebelah Barat kota Dili, sekelompok kecil pemuda
merentangkan sejumlah spanduk dan meneriakkan slogan yang menyerukan kemerdekaan dan
hak asasi manusia. Terjadi beberapa bentrokan dengan aparat keamanan dan polisi Indonesia
yang menjadi sebuah peristiwa memalukan bagi Indonesia.
461. Ini merupakan demonstrasi terbuka pertama dalam sebuah kunjungan internasional
sejak masa invasi Indonesia. Hal ini semakin memberanikan para pemuda dan mengakibatkan
tumbuhnya sejumlah kelompok baru dan mendorong kerja sama di antara mereka. Pemimpin
pemuda klandestin Constancio Pinto belakangan menulis:
Tahun 1989 menandakan awal aksi non-kekerasan di
kota-kota dan pedesaan. Sebelumnya, walaupun orangorang
terorganisir dalam kelompok-kelompok kecil,
wawasan mereka hanya terbatas pada sel-sel mereka
sendiri. Terkadang mereka merasa, ?Apakah hanya kita
yang berjuang untuk ini? Bagaimana dengan yang lain??
Ketika gerakan-gerakan protes mulai terjadi, orang-orang
tiba-tiba membuka pikiran dan persepsi mereka: ?Bukan
hanya kita yang berjuang untuk penentuan nasib sendiri!
Yang lain juga!? Selanjutnya semakin mudah bagi kita.
Ketika kita mulai mendekati mereka, kita bisa mengatakan
bahwa kita sudah melakukan ini, jadi mari kita lakukan ini
bersama.626
462. Pihak penguasa Indonesia menahan banyak orang pada hari-hari sesudah demonstrasi
ini dalam upaya untuk menumpas munculnya tanda resistensi baru ini. Komisi mendengar
banyak kesaksian mengenai interogasi dan penyiksaan.627
463. Ketika Duta Besar Amerika Serikat John Monjo datang ke Timor-Leste pada bulan
Januari 1991 dalam misi pencarian fakta mengenai dugaan penahanan dan penyiksaan yang
terjadi setelah demonstrasi pada saat kunjungan Sri Paus, terjadi demonstrasi di luar Hotel
Turismo dimana ia menginap. Lusinan anak muda meneriakkan slogan menentang pendudukan
Indonesia dan menyerahkan sebuah pernyataan tertulis kepada PBB untuk menjalankan sebuah
referendum mengenai status politik Timor-Leste. Pemimpin pemuda Gregorio Saldanha
menceritakan kepada Komisi:
Demonstrasi [pada saat kunjungan] Duta Besar AS
berlangsung selama tiga hari. Hari pertama hanya ada
beberapa orang, pada hari kedua semakin banyak yang
ikut, dan pada hari ketiga bukan hanya yang muda-muda,
tetapi yang tua juga ikut, termasuk ibu-ibu, yang berdoa
dengan rosario di jalanan.628
464. Lebih banyak penangkapan dan penyiksaan terjadi setelah serangkaian demonstrasi ini,
dan pihak intelijen Indonesia menggandakan upaya mereka untuk mengendalikan gerakan
klandestin pemuda.629
Jakarta membuka Timor-Leste
465. Ketika Presiden Soeharto menandatangani keputusan pada bulan Desember 1988 yang
memberi Timor-Leste ?status yang setara? dengan ke-26 provinsi lainnya di Indonesia, wilayah ini
yang sebelumnya benar-benar tertutup bagi pengunjung internasional, kini dibuka.630 Hal ini
memberi kesempatan baru bagi rakyat Timor untuk berhubungan dengan dunia luar. Walaupun
berada jauh dari jalur pariwisata Asia, antara tahun 1989 dan 1991 lebih dari 3000 pengunjung
- 118 -
internasional datang ke Timor-Leste. Ini termasuk wartawan, pekerja LSM dan aktivis yang
berkunjung dengan visa turis, yang membawa informasi masuk dan keluar dan banyak di
antaranya menjadi pendukung lantang setelah melihat situasi di Timor-Leste (lihat Bab 7.1.: Hak
Penentuan Nasib Sendiri).
466. Pada bulan September 1990, pengacara dan aktivis buruh Australia Robert Domm
berkunjung ke Timor-Leste dan dengan bantuan jaringan klandestin berhasil mewawancara
Xanana Gusm?o di persembunyiannya di gunung. Wawancara ini merupakan wawancara
langsung pertama dengan pemimpin gerilya. Wawancara ini disiarkan oleh Australian
Broadcasting Commision (ABC) dan semakin meningkatkan pamor dan status internasional
Xanana Gusm?o.631 Pembalasan militer Indonesia terhadap orang-orang yang turut membantu
mengadakan wawancara ini sungguh kejam.
467. Jumlah orang Timor-Leste yang belajar dan bekerja di Indonesia juga meningkat sebagai
konsekuensi pembukaan Timor-Leste ini. Hal ini memungkinkan kalangan nasionalis Timor di
antara mereka untuk membangun hubungan dengan masyarakat sipil Indonesia dan
mancanegara yang bekerja atau tengah berkunjung ke Jakarta, termasuk para wakil media. Hal
ini memberi dampak mendalam kepada gerakan hak asasi manusia dan pro-demokrasi baik di
Indonesia dan Timor-Leste pada dasawarsa 1990-an.632
Perkembangan Internasional menjelang akhir dasawarsa 1980-an
Perjanjian Celah Timor
468. Pada tanggal 11 Desember 1989, Pemerintah Australia dan Indonesia menandatangani
sebuah perjanjian tentang eksploitasi sumber daya alam Celah Timor. Hal ini tidak mengejutkan
Xanana Gusm?o, yang sebelumnya sudah mengkritik Pemerintah Australia dalam berbagai
pesannya sejak tahun 1986, ketika ia mengatakan bahwa Australia berupaya mencari solusi
mengenai persoalan Timor-Leste untuk mendapatkan akses ke sumber daya alam di Laut
Timor.633 Organisasi-organisasi hak asasi manusia, para wartawan dan aktivis di seluruh dunia
mengkritik perjanjian tersebut, dan hal ini menjadi sumber pertentangan yang terus-menerus.
Upacara penandatanganan dilakukan di atas pesawat yang terbang melintas di atas Laut Timor,
dan foto Menteri Luar Negeri Gareth Evans dan Ali Alatas menjadi alat paling disukai gerakan
solidaritas internasional dalam upayanya untuk menyorot segala ketidakadilan dalam persoalan
Timor-Leste.*
Akhir Perang Dingin
469. Runtuhnya Tembok Berlin pada tanggal 9 November 1989 secara dramatis menandai
akhir dari Perang Dingin. Ini juga mengakhiri konteks geopolitis yang mewarnai konflik sejak
masa invasi tahun 1975. Gerakan sosial untuk kebebasan di seluruh dunia juga mendorong
semangat banyak warga Timor-Leste. Dogma yang diusung oleh banyak kalangan komunitas
internasional bahwa pendudukan dan integrasi Indonesia atas Timor-Leste tidak dapat dicegah,
walaupun tidak sah secara hukum, tampak semakin sulit untuk dipertahankan. Dunia sedang
mengalami perubahan.
* Perjanjian ini dibatalkan oleh Australia dan Indonesia pada tahun 1999, dan digantikan dengan Kesepakatan Laut Timor
antara Australia dan Timor-Leste yang baru merdeka tahun 2002.
- 119 -
3.18 Titik Balik
Tinjauan
470. Gerakan kemerdekaan Timor-Leste berubah pada dasawarsa 1990-an. Fokus bergeser
dari kampanye gerilya ke kampanye diplomatik, dengan dukungan kuat dari berbagai kelompok
mahasiswa di Timor-Leste dan Indonesia, dan dukungan internasional yang semakin meningkat.
Pergeseran ini didukung oleh tiga kejadian penting: Pembantaian Santa Cruz, penangkapan
Xanana Gusm?o, dan penganugerahan Hadiah Nobel Perdamaian kepada Uskup Belo dan Jos?
Ramos-Horta.
471. Pembantaian Santa Cruz pada tanggal 12 November 1991 mengubah secara permanen
cara dunia memandang pendudukan Timor-Leste oleh Indonesia. Difilmkan oleh media asing
yang hadir untuk kunjungan delegasi Parlemen Portugis, serangkaian gambar pembunuhan
massal berdarah dingin terhadap anak-anak muda memobilisasi sebuah era baru gerakan
solidaritas internasional sehingga tidak memungkinkan lagi pemerintah-pemerintah dunia untuk
mengabaikan penindasan di Timor-Leste. Film ini juga menunjukkan ketidaksenangan generasi
muda Timor-Leste terhadap rezim Indonesia, yang mengklaim telah berhasil merebut hati dan
pikiran mereka.
472. Xanana Gusm?o tertangkap pada bulan November 1992. Setelah diadili dan dijatuhi
hukuman penjara seumur hidup, dia tetap memimpin Resistensi dari penjara Cipinang di Jakarta.
Resistensi memperlebar langkah-langkah diplomatik berdasarkan pada keinginan tanpa syarat
untuk berdialog dengan Indonesia. Rencana Damai CNRM dilancarkan pada tahun 1993 untuk
mendorong usaha ini. Xanana Gusm?o semakin diterima oleh masyarakat internasional sebagai
figur penting dalam pencarian solusi damai. Setelah Santa Cruz, dialog tripartit yang disponsori
PBB antara Portugal dan Indonesia dihidupkan kembali.
473. Selama dasawarsa 1990-an, gerakan mahasiswa di Timor-Leste dan Indonesia semakin
menguat dan menjadi amat penting bagi perjuangan kemerdekaan. Di Timor-Leste, para aktivis
masih mengalami penindasan, namun berjuang agar suara mereka didengar. Di Indonesia, para
mahasiswa Timor-Leste membangun hubungan yang baik dengan para aktivis hak asasi
manusia dan pro-demokrasi Indonesia dan melakukan sejumlah kampanye yang efektif untuk
meningkatkan kesadaran internasional tentang perjuangan penentuan nasib sendiri yang sedang
berlanjut.
474. Pada bulan Oktober 1996, Komite Nobel mengumumkan penganugerahan Hadiah
Perdamaian bagi Uskup Belo dan Jos? Ramos-Horta, yang terbukti menjadi sebuah suntikan
semangatn bagi perjuangan penentuan nasib sendiri. Kofi Annan mulai menjabat sebagai
Sekretaris Jenderal PBB pada bulan Januari 1997, dan membawa sebuah pendekatan baru
untuk menyelesaikan masalah Timor-Leste.
Pembantaian Santa Cruz, 12 November 1991
475. Pembantaian pemuda Timor-Leste di pemakaman Santa Cruz oleh para serdadu
Indonesia pada tanggal 12 November 1991 merupakan sebuah titik balik dalam perjuangan
rakyat Timor untuk diakui secara internasional. Untuk pertama kali sejak invasi tahun 1975,
kebrutalan militer Indonesia terhadap warga sipil terekam dalam film oleh media internasional.
Film yang diselundupkan keluar dari wilayah tersebut beberapa hari setelah pembantaian awal,
ditayangkan oleh berbagai televisi di seluruh dunia dan menyingkap keadaan sebenarnya
tentang pendudukan Indonesia yang selama itu dicoba disembunyikan oleh Jakarta. Penindasan
yang keras oleh militer Indonesia terhadap rakyat Timor-Leste biasa ini tidak lagi bisa disangkal.
- 120 -
476. Komisi mendengarkan dari mantan pejabat senior PBB Francesc Vendrell tentang
dampak kejadian ini di PBB:
Insiden Santa Cruz adalah kejadian bersejarah yang
penting bagi Timor-Leste dan mengangkat kembali seluruh
masalah Timor-Leste ke kancah politik di PBB. Untuk itu
kita sebaiknya menganggap mereka yang meninggal di
Pemakaman Santa Cruz sebagai pahlawan dalam
perjuangan kemerdekaan Timor-Leste.634
477. Kejadian di pemakaman Santa Cruz pada tanggal 12 November 1991, dan hari-hari
sesudahnya dicakup dalam bab-bab khusus dalam laporan ini.(Lihat Bab 7.2: Pembunuhan Tidak
Sah dan Penghilangan Paksa; Bab 7.4: Penahanan, Penyiksaan, dan Kekerasan Seksual; dan
Bab 7.7: Kekerasan Seksual). Jos? Ramos-Horta menceritakan kepada Komisi bahwa film yang
diambil oleh Max Stahl tentang kejadian ini adalah bukti kunci, dan setelah itu orang tidak dapat
lagi menuduhnya mengarang-ngarang cerita mengenai penindasan terhadap rakyat Timor-Leste
yang berusaha mengekspresikan harapan mereka untuk penentuan nasib sendiri dan
kemerdekaan.635
478. Beberapa minggu sebelum terjadinya pembantaian, para aktivis di Timor-Leste tengah
mempersiapkan diri untuk kunjungan delegasi parlemen Portugis.636 Terdapat desas-desus
tentang rencana pertemuan antara delegasi tersebut dengan Xanana Gusm?o, dan harapan
sangat tinggi. Gerakan klandestin mempersiapkan demonstrasi. Satu kelompok pemuda menulis
berbagai spanduk di halaman Gereja Motael di pantai Dili. Kelompok ini dipantau oleh intelijen
Indonesia dan keributan dengan militer Indonesia terjadi pada tanggal 28 Oktober dan salah
seorang anggotanya, Sebasti?o Gomes, ditembak mati. Walaupun kunjungan delegasi Portugis
dibatalkan, pada tanggal 11 November Pelapor Khusus PBB tentang Penyiksaan, Pieter
Koojimans berada di Dili. Gerakan klandestin memutuskan untuk tetap mengadakan demonstrasi
untuk mengenang pembunuhan Sebasti?o Gomes setelah misa pemakaman di Gereja Motael
pada pagi hari tanggal 12 November 1991. Ada upaya sungguh-sungguh untuk memastikan agar
demonstrasi tersebut berlangsung damai dan tertib.637
479. Tentara, polisi dan agen intelijen Indonesia berjaga di sepanjang jalan-jalan kota Dili
selama demonstrasi dari Gereja Motael tersebut, sepanjang pantai dan terus ke selatan ke
pemakaman Santa Cruz. Sebagian demonstran berjalan dari Motael, sementara sebagian
bergabung di tengah perjalanan dan lebih banyak lagi yang bergabung di pemakaman. Kemudian
spanduk dikibarkan yang mengimbau keterlibatan PBB di Timor-Leste, mendukung Xanana
Gusm?o dan penentuan nasib sendiri. Keadaan sangat menegangkan, karena keterbukaan
seperti ini tidak diperkirakan sebelumnya. Ada berbagai kesaksian, namun yang jelas dalam
perjalanan seorang tentara Indonesia ditusuk dan dibawa dalam keadaan cedera. Pernyataan
resmi Indonesia tentang kejadian tersebut menjelaskan bahwa hal tersebut memprovokasi
kemarahan militer dan berlanjut dengan pembantaian. Akan tetapi, bukti tidak mendukung
kesimpulan tersebut. Penembakan dimulai ketika para demonstran tiba di pemakaman Santa
Cruz. Tentara menembaki dengan senjata-senjata otomatis ke arah demonstrasi damai dan tidak
bersenjata, yang banyak di antaranya lari ke kompleks pemakaman tersebut. Komisi mendengar
kesaksian bahwa para tentara kemudian mengepung pemakaman Santa Cruz, lalu masuk dan
membunuh orang-orang yang tadinya tidak terluka atau hanya terluka ringan dengan menusuk
mereka dengan pisau bayonet.638 Simplicio Celestino de Deus, seorang yang berhasil selamat
dari pembantaian tersebut, mengatakan kepada Komisi:
Banyak yang terbunuh di dalam pemakaman tapi lebih
banyak lagi yang terbunuh di luar pemakaman ketika
mereka sedang berlari atau diambil dari tempat
persembunyiannya di rumah-rumah dan tempat lain, lalu
dibunuh.639
- 121 -
480. Banyak pemuda yang diangkut menggunakan truk, ke rumah sakit militer Wira Husada di
Lahane, Dili, ke pusat-pusat interogasi, atau dibunuh begitu saja. Ratusan pemuda lari ke
kediaman Uskup Belo mencari perlindungan. Uskup Belo menghubungi Gubernur Mar?o
Carrascal?o, dan pergi ke Santa Cruz dimana dia melihat sejumlah tubuh orang yang terbunuh
dan terluka, dan kemudian mengunjungi Rumah Sakit Wira Husada dimana dia melihat hasil
pemukulan yang parah.640 Komisi mendengarkan kesaksian yang menyebut tentang serangkaian
pembunuhan dalam hari-hari sesudahnya ketika pasukan keamanan Indonesia memburu orangorang
yang mereka curigai terlibat dalam unjuk rasa tersebut.641 Komisi juga mendengar tentang
orang-orang hilang yang belum ditemukan, dan tentang kekerasan seksual terhadap para
perempuan muda di Santa Cruz.642
481. Setelah pembantaian Santa Cruz, Renetil (Resist?ncia Nacional dos Estudantes de
Timor-Leste) dan Felectil (Frente Estudantil Clandestina de Timor-Leste) melakukan demonstrasi
di depan kantor perwakilan PBB di Jakarta.643
482. Dalam beberapa hari dan bulan berikutnya ratusan orang ditahan. Kantor Nasional
Komisi di Balide ketika itu digunakan untuk menahan banyak orang, dan ruangan yang
digunakan telah diberi nama sebagai ruangan Santa Cruz untuk mengenang kejadian tersebut.
Sebagian orang diadili dan dijatuhi hukuman penjara untuk waktu yang lama.644 Komisi
mendengarkan kesaksian dari pengacara Indonesia Luhut Pangaribuan dan aktivis Ibu Ade
Rostina Sitompul, yang berkunjung ke Dili setelah pembantaian tersebut, tentang berbagai usaha
dari para pengacara hak asasi manusia Indonesia untuk membela para tahanan dan tentang
ketidakadilan proses tersebut.645
483. Perkiraan independen menyebut jumlah orang yang terbunuh mencapai 271 orang, dan
250 orang dinyatakan hilang.646 Ratusan orang ditangkap dan ditahan sehubungan dengan
kejadian tersebut. Penyelidikan oleh pihak Indonesia (Komisi Penyelidikan Nasional, KPN) yang
ditugaskan untuk menyelidiki pembantaian tersebut gagal memenuhi harapan. Pada awalnya
mereka menyebut bahwa 19 orang terbunuh di Santa Cruz, namun dihadapkan dengan kecaman
internasional terhadap upaya menutup-nutupi tersebut, angkanya naik menjadi 50. Bukti lebih
jauh bahwa kepemimpinan senior ABRI memaklumi pembantaian tersebut terjadi pada tanggal
14 November ketika Panglima ABRI Try Sutrisno dikutip mengatakan kepada para lulusan
AKABRI bahwa:
Penjahat-penjahat seperti ini harus ditembak, dan kita
akan menembak mereka.647
484. Komisi melakukan survei di lingkungan di Dili dan secara umum mencatat informasi
mengenai pembantaian Santa Cruz melalui proses pengambilan pernyataan. Melalui proses ini
Komisi juga menerima kesaksian tentang pembunuhan dan penghilangan lebih lanjut oleh militer
Indonesia terhadap mereka yang dicurigai terlibat demonstrasi, termasuk di distrik-distrik.
Misalnya, di Sorolau (Ainaro, Ainaro) empat aktifis klandestin dibunuh oleh tentara yang
diidentifikasi sebagai anggota Kopassus dan Milsas Timor.648 Atas dasar penelitian ini, meski
Komisi tidak bisa menentukan secara tepat berapa orang yang masih hilang, Komisi yakin bahwa
angka 200 bukan perkiraan yang mengada-ada. Komisi mencatat dalam Audiensinya serta
kegiatan lainnya bahwa pembantaian Santa Cruz masih merupakan persoalan yang tidak
terpecahkan yang sangat penting bagi banyak orang dan keluarga, dan bagi negara ini secara
keseluruhan, dan yakin bahwa penyelidikan yang lebih menyeluruh dibanding penyelidikannya
perlu dilakukan (lihat Bab 7.2: Pembunuhan Tidak Sah dan Penghilangan Paksa).
Dampak internasional Santa Cruz
485. Berita pembantaian Santa Cruz menyebar ke seluruh dunia dengan cepat, dan berakibat
pada meningkatnya aksi solidaritas secara dramatis. Banyak wartawan asing dan pekerja LSM
berkunjung ke Timor-Leste mengharapkan kedatangan misi Portugis. Sejumlah orang tersebut
- 122 -
telah menyaksikan pembantaian tersebut dan berperan penting memberitahu dunia pada
beberapa bulan dan tahun berikutnya, termasuk memberi kesaksian pada Komisi Hak Asasi
Manusia PBB. Jos? Ramos-Horta mengatakan kepada Komisi bahwa pembantaian tersebut telah
memicu Portugal, dimana terjadi serangkaian protes massal dan seruan untuk tindakan PBB.(
Lihat Bab 7.1: Hak Penentuan Nasib Sendiri, bagian Masyarakat Sipil.)
486. Beberapa negara, khususnya Australia, berusaha mendukung penjelasan pihak
Indonesia bahwa ini adalah tindakan yang tidak biasa oleh ?oknum? dalam militer Indonesia.
Meskipun begitu, pembantaian tersebut dan fokus pada masalah lebih luas tentang pendudukan
Indonesia atas Timor-Leste yang dihasilkannya menjadi sebuah bencana relasi publik bagi
Indonesia. Tanggal 12 November menjadi tema perjuangan bagi diaspora Timor dan para aktivis
hak asasi manusia di berbagai negara di seluruh dunia hingga tahun 1999, dengan peringatan
tahunan yang ditandai dengan berbagai demonstrasi dan hening cipta.*
Penangkapan Xanana Gusm?o
487. Xanana Gusm?o ditangkap oleh militer Indonesia pada tanggal 20 November 1992 di
sebuah rumah di Lahane, Dili.? Berita tersebut menyebar dengan cepat ke seluruh Timor-Leste
dan dunia. Pada awalnya ia dibawa ke Bali, dan kekhawatiran pertama para pendukung adalah
keselamatan fisiknya. Di Dili orang-orang yang diduga melindungi Xanana Gusm?o ditahan dan
disiksa dengan kejam.649 Sebuah kampanye internasional untuk menekan Indonesia agar
menjamin keselamatannya mulai dijalankan. Xanana Gusm?o ditampilkan dalam sebuah
wawancara Televisi Indonesia pada tanggal 25 November dimana ia sepertinya menyatakan
menolak perjuangan Resistensi. Ia dibawa kembali ke Dili untuk diadili pada bulan Mei 1993, dan
pada tanggal 17 Mei, dia berdiri untuk membacakan pembelaannya. Hakim pengadilan
menghentikannya hanya selang beberapa menit setelah ia mulai membacakan pembelaannya,
dengan menyatakan bahwa pembelaannya ?tidak relevan?. Dia dijatuhi hukuman penjara seumur
hidup dan dibawa ke penjara Cipinang di Jakarta yang dijaga ketat (lihat Bab 7.6.: Pengadilan
Politik). Namun, pembelaan Xanana Gusm?o sepanjang dua puluh tujuh halaman diselundupkan
ke luar negeri dan disebarluaskan ke dunia internasional. Ia menolak klaim Indonesia atas Timor-
Leste dan mengulangi seruan perjuangan penentuan nasib sendiri rakyat Timor-Leste.
488. Penangkapan Xanana Gusm?o merupakan pukulan telak bagi pihak Resistensi, dan
penguasa Indonesia yakin bahwa itu akan menjadi akhir dari perjuangan kemerdekaan. Akan
tetapi, hal tersebut justru menciptakan kondisi bagi dia untuk tampil sebagai seorang pemimpin
terhormat dunia, setelah 17 tahun di pegunungan dan hutan-hutan Timor-Leste, sementara ia
terus memimpin Resistensi dari sel penjaranya. Xanana Gusm?o mengatakan kepada Komisi
bahwa ia banyak belajar selama di penjara Cipinang, tempat ia ditahan bersama dengan para
tahanan politik Indonesia dari seluruh pelosok Indonesia. Dia memberitahu Komisi bahwa
pengalaman tersebut memberinya:
Kesempatan untuk meraih pengetahuan lebih baik tentang
perjuangan rakyat Indonesia untuk demokrasi dan
kebebasan. Ini membantu saya untuk mengurangi dan
kemudian menghilangkan rasa benci yang terakumulasi di
hutan selama 17 tahun. Saya menjadi mengerti
persamaan obyektif yang menyatukan kita dengan rakyat
Indonesia?Pengertian ini memungkinkan saya bahkan
untuk berbicara dengan bekas-bekas musuh dan Jenderal-
Jenderal Indonesia.650
* Pada 9 April 2005, Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Kepala Negara pertama yang mengunjungi
Pekuburan Santa Cruz, dalam rangka penghargaan dan rekonsiliasi.
? Xanana Gusm?o ditangkap di rumah Alian?a Araujo. Selama bertahun-tahun secara sembunyi-sembunyi ia pergi ke Dili
untuk melakukan berbagai pertemuan dalam banyak kesempatan.
- 123 -
Jaringan klandestin pelajar
Di Timor-Leste dan kebangkitan kekuatan-kekuatan paramiliter
489. Selama dasawarsa 1990-an gerakan klandestin pemuda perkotaan berkembang, dan
mengambil risiko besar untuk menyampaikan informasi dan melakukan berbagai demonstrasi
ketika para tamu luar negeri datang ke Timor-Leste. Aparat keamanan Indonesia melanjutkan
pendekatan tangan-besinya terhadap resistensi pemuda, dan pada dasawarsa 1990-an merubah
strateginya dalam usaha memerangi gerakan yang terus tumbuh ini. Mulai pertengahan
dasawarsa 1990-an, pehatian baru diarahkan kepada operasi paramiliter dan intelijen di wilayah
ini. Kelompok-kelompok bersenjata yang kemudian dikenal sebagai pasukan ?Ninja? merajalela di
jalanan kota Dili pada malam hari, menciptakan suasana ketakutan di kalangan penduduk karena
banyak orang yang hilang dalam operasi-operasi rahasia ini.651 Polisi anti huru-hara, Brimob,
tampak hadir di mana-mana dan sangat mengancam, khususnya di Dili dimana demonstrasi
mahasiswa sering terjadi.
490. Selama tahun-tahun tersebut terdapat banyak titik-titik rawan yang dapat menimbulkan
konfrontasi antara pemuda Timor-Leste dengan pasukan keamanan Indonesia. Agama kadang
digunakan untuk memprovokasi kekerasan. Di Remexio (Aileu) pada bulan Juni 1994, seorang
serdadu Indonesia datang ke sebuah misa dan menghina Ekaristi. Dua minggu kemudian di
Universitas Timor-Timur (UNTIM), ratusan mahasiswa berunjuk rasa, menuntut kemerdekaan.652
Persaingan antara warga asli Timor-Leste dan pendatang dari Indonesia dapat menyebabkan
bentrokan penuh kekerasan. Di Baucau pada bulan Januari 1995, ketegangan antara pendatang
dari Sulawesi dengan orang-orang lokal meledak di pasar pusat. Dalam usaha menghentikan
kerusuhan tersebut, militer Indonesia menembaki beberapa orang, dan belakangan mengakui
bahwa tiga orang tewas.653 Beberapa hari kemudian, pada tanggal 9 Januari 1995, para
mahasiswa di UNTIM menandai hari dialog tripartit di Jenewa dengan sebuah unjuk rasa yang
menuntut dibebaskannya Xanana Gusm?o dan agar PBB menerapkan resolusi-resolusinya
tentang Timor-Leste. Orang-orang asing yang berkunjung menyaksikan demonstrasi ini dan
penumpasan yang menyusul kemudian, dimana enam belas orang demonstran ditahan dan
disiksa.654
Gerakan mahasiswa di Indonesia
491. Hubungan antara kaum nasionalis Timor-Leste dengan para aktivis hak asasi manusia
Indonesia mulai terjalin padadasawarsa 1980-an ketika para tahanan politik Timor ditahan di
berbagai penjara di Jawa.655 Organisasi-organisasi mahasiwa Renetil dan Impettu (Ikatan
Mahasiswa Pemuda Pemuda Timor-Leste), memainkan peran yang semakin penting pada
dasawarsa 1990-an dalam mengembangkan dan memperluas hubungan-hubungan ini. Awalnya
para aktivis mahasiswa Timor-Leste menjadi terlibat di gerakan-gerakan protes Indonesia tentang
sejumlah masalah seperti Waduk Kedungombo dan persengketaan tanah di Jawa Tengah pada
tahun 1990. Aktivis hak asasi manusia Indonesia Nugroho Katjasungkana menceritakan kepada
Komisi mengenai kesibukan para aktivis Indonesia untuk menjatuhkan rezim Soeharto yang
korup dan tidak adil pada dasawarsa 1980-an. Dia mengingat keterlibatan orang Timor-Leste
dalam tindakan-tindakan ini, dengan mencatat bahwa:
Keterlibatan orang Timor dalam perjuangan demokrasi di
Indonesia mendahului keterlibatan orang Indonesia dalam
perjuangan penentuan nasib sendiri Timor-Leste.656
- 124 -
492. Renetil mengembangkan strategi yang disebutnya ?Indonesianisasi? konflik tersebut.657
Para mahasiswa Timor-Leste menjadi aktif dalam gerakan pro-demokrasi* Indonesia yang mulai
tumbuh,658 Dan bendera Timor sering terlihat dalam berbagai demonstrasi yang menyuarakan
perubahan di Indonesia pada dasawarsa 1990-an.659 Sejumlah kelompok Indonesia, yang
sebelumnya sibuk dengan agenda pro-demokrasinya sendiri dan tidak sadar akan situasi di
Timor-Leste perlahan mulai mengidentifikasi masalah Timor-Leste dengan akar permasalahan
mereka sendiri, yakni rezim Orde Baru Soeharto.660
493. Keompok-kelompok Indonesia yang mendukung penentuan nasib sendiri bagi Timor-
Leste dibentuk di sejumlah kota di seluruh Jawa, khususnya setelah pembantaian Santa Cruz.661
Di Jakarta pada tahun 1991, beberapa LSM membentuk Komisi Gabungan Pembela Timor-
Leste, yang pada tahun 1998 digantikan oleh Fortilos (Forum Solidaritas Rakyat Timor Lorosae).
Pada tahun 1995 di Jakarta, SPRIM (Solidaritas Perjuangan Rakyat Indonesia untuk Maubere)
dibentuk dan kemudian pada tahun 1997 Solidamor (Solidaritas untuk Penyelesaian Damai
Timor-Leste) dibentuk. Di Kupang pada tahun 1998, para aktivis mahasiswa dan LSM
membentuk Forsolidareste (Forum Solidaritas Timor-Leste). Para aktivis Indonesia dan banyak
aktivis Timor menghubungkan demokratisasi Indonesia sebagai sebuah prakondisi bagi
penentuan nasib sendiri Timor-Leste. Wilson B. Nurtias dari kelompok solidaritas Indonesia
SPRIM mengatakan bahwa rakyat Indonesia dan Timor-Leste adalah ?penumpang dari sebuah
kapal, yang sedang menghadapi bajak laut yang sama.?662
494. Pada pertengahan dasawarsa 1990-an para mahasiswa Timor-Leste menggunakan
sebuah taktik yang menjadikan sejumlah kedutaan asing di Indonesia sebagai benteng. Sudah
sejak tahun 1989, para pemuda Timor mencari suaka politik di berbagai kedutaan di Jakarta
karena takut terhadap kekerasan oleh pasukan keamanan Indonesia.663 Pada dasawarsa 1990-
an, taktik tersebut digunakan sebagai bagian dari strategi untuk mendapatkan perhatian media
tentang perjuangan yang tengah berlangsung untuk menginternasionalkan masalah penentuan
nasib sendiri. Yang paling spektakuler yang kemudian dikenal sebagai aksi lompat pagar terjadi
pada tahun 1994, pada saat KTT para pemimpin regional Asia Pacific Economic Cooperation
(APEC). Saat pertemuan APEC dilangsungkan di Bogor, dekat Jakarta, dan media dunia sedang
berkumpul untuk meliput peristiwa tersebut, 29 orang Timor-Leste melompati pagar Kedutaan AS
di Jakarta pada tanggal 12 November dan menuntut untuk bertemu dengan Presiden Clinton
yang tengah berkunjung. Selama berhari-hari para mahasiswa Timor-Leste yang terkepung
tampil di berbagai halaman depan media masa, di Jakarta dan seluruh dunia, dengan tuntutan
pembebasan Xanana Gusm?o dan penentuan nasib sendiri bagi Timor-Leste. Meskipun mereka
tidak bertemu dengan Presiden Clinton, negosiasi berhasil dilakukan dan mereka diberi suaka
politik ke Portugal. Ini adalah sebuah prestasi hubungan publik hebat yang diatur oleh Renetil.664
495. Aksi lompat pagar di kedutaan lain terjadi di tahun-tahun berikutnya, hingga sejumlah
kedutaan di Jakarta mengambil berbagai langkah pengamanan untuk mencegah para mahasiswa
Timor-Leste memasuki tempat mereka. Pada bulan November 1995, lima orang memasuki
Kedutaan Prancis dan diberi suaka di Portugal.665 Dan pada tanggal 7 Desember 1995, sejumlah
pemuda melompat pagar kedutaan Belanda dan Rusia untuk menarik perhatian kepada hari
peringatan invasi Indonesia ke Timor-Leste.666 Sejumlah wawancara yang dilakukan oleh Komisi
menunjukkan bahwa ini adalah bagian dari strategi yang dikoordinasikan dengan baik oleh
Renetil, yang beroperasi dengan hubungan langsung dengan kepemimpinan Xanana Gusm?o di
penjara Cipinang.667
496. Selama dasawarsa 1990-an, para anggota Renetil bergerak untuk menguasai posisi
strategis di organisasi mahasiwa yang diakui Negara, Impettu, yang keanggotaannya adalah
wajib bagi semua mahasiswa Timor-Leste. Hal ini memungkinkan para anggota Renetil untuk
berorganisasi secara terbuka sebagai anggota Impettu dan pada pertengahan dasawarsa 1990-
* Berbagai universitas terkemuka menjadi basis gerakan kelompok pro-demokrasi termasuk FKMJ, ( Forum Komunikasi
Mahasiswa Jember), SMID (Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi), dan KPRP (Komite Perjuangan Rakyat
untuk Perubahan).
- 125 -
an para anggota Renetil secara efektif telah menguasai Impettu.668 Seiring makin besarnya suara
yang mengimbau perubahan rezim menjelang akhir dasawarsa 1990-an, cabang-cabang Impettu
bersatu dalam sebuah kepemimpinan tunggal, yakni DPP Impettu (Dewan Pimpinan Pusat Ikatan
Mahasiswa, Pemuda, dan Pelajar Timor-Leste), yang dikepalai oleh Wakil Sekretaris Jenderal
Renetil.669
Rencana Damai CNRM dan inisiatif-inisiatif diplomatik
497. Pada awal dasawarsa 1990-an CNRM secara aktif berusaha berdialog dengan
Indonesia. Dengan dukungan LSM internasional dan berbagai kelompok masyarakat sipil,
Kampanye Dialog Timor dilancarkan (lihat Bab 7.1.: Hak Penentuan Nasib Sendiri). Pada tahun
1993 CNRM menawarkan rencana tiga-tahap untuk perdamaian, yang pada dasarnya adalah
demiliterisasi Timor-Leste, sebuah periode otonomi transisional, dan pada akhirnya sebuah
tindakan penentuan nasib sendiri untuk menentukan status politik permanen wilayah tersebut.
Mereka mengajukan Rencana Damai tersebut pertama ke Uni Eropa dan kemudian ke PBB, dan
menunjukkan peningkatan signifikan dukungan aktif oleh Portugal. Pemerintah Indonesia
menolak rencana tersebut. Meskipun demikian rencana tersebut tetap ditawarkan selama
dasawarsa 1990-an sebagai suatu fokus upaya diplomatik CNRM dan sebagai tanda keinginan
mereka untuk mencari solusi melalui dialog.670 Sementara itu Portugal memulai lagi pembicaraan
dengan Indonesia pada tahun 1992, setelah menghentikan hubungan setelah pembantaian
Santa Cruz pada tahun 1991.
498. Jos? Ramos-Horta melanjutkan kampanye diplomatiknya berdasarkan rencana
perdamaian ini. Saat Indonesia berada di bawah tekanan yang meningkat menyusul
terungkapnya pembantaian Santa Cruz, dan sebagian kalangan internasional merasa
berkepentingan untuk mencapai solusi bagi Timor-Leste, Indonesia tetap berada dalam posisi
yang relatif kuat pada awal dasawarsa 1990-an. Portugal dan Indonesia melanjutkan kembali
pembicaraan tripartit di bawah dukungan Sekjen PBB. Akan tetapi, Komisi mendengar dari
mantan Pejabat Senior PBB Francesc Vendrell bahwa tahun-tahun awal dan pertengahan
dasawarsa 1990-an ini adalah masa dimana Ramos-Horta harus berjuang keras untuk
menghindari solusi diplomatik yang buruk bagi Timor-Leste.671 Dengan dukungan orang-orang
Timor-Leste di luar negeri, dan gerakan solidaritas internasional yang makin luas, ia bekerja
keras untuk meningkatkan profil internasional pemimpin CNRM, Xanana Gusm?o dan untuk
meyakinkan para pemimpin dunia bahwa solusi politik itu mungkin.
Kasus Pengadilan Internasional: Portugal vs Australia, 1991-95
499. Pada tahun 1991 Portugal mengajukan Australia ke Pengadilan Internasional
sehubungan dengan perjanjian Celah Timor yang ditandatangani dengan Indonesia pada tahun
1989. Portugal tidak bisa mengajukan Indonesia ke pengadilan ini, karena Indonesia belum
mengakui yurisdiksi Pengadilan tersebut. Keputusannya diumumkan pada tahun 1995, dan
meskipun kasus tersebut tidak berhasil membatalkan perjanjian tersebut, kasus tersebut
memberikan sebuah pernyataan penting dalam mendukung hak Timor-Leste atas penentuan
nasib sendiri yang tengah diperjuangkan.672
500. Portugal berargumen bahwa Australia telah melanggar Hukum Internasional dengan
membuat perjanjian bersama Indonesia untuk membagi kekayaan alam milik rakyat Timor-Leste.
Portugal berkata bahwa hal tersebut melanggar haknya sebagai penguasa pemerintahan dari
wilayah yang tak berpemerintahan sendiri tersebut, dan juga hak rakyat Timor-Leste.
501. Karena sebuah masalah teknis hukum sebagian besar hakim mengatakan bahwa
mereka tidak bisa mempertimbangkan kasus tersebut. Semua pemasalahan dalam kasus
tersebut berkisar seputar legalitas tindakan yang telah dan terus dilakukan Indonesia di Timor-
Leste, sehingga mereka berkata bahwa mereka tidak dapat mempertimbangkan kasus tersebut
- 126 -
jika Indonesia bukan merupakan salah satu pihak. Akan tetapi, dua orang hakim tidak setuju
dengan pandangan ini dan mereka secara tegasmemberi pendapat berbeda. Mereka
mempertimbangkan pentingnya kasus tersebut dan memberikan berbagai temuan penting
tentang kewajiban Negara-negara dalam hubungannya dengan hak penentuan nasib sendiri
dalam konteks Timor-Leste. Hakim Weeramantry dan Hakim Skubiszewksi keduanya mengakui
hak atas penentuan nasib sendiri rakyat Timor. Mereka juga memperingatkan bahwa Negaranegara
yang ikut dalam perjanjian seperti itu memiliki kewajiban untuk berkonsultasi dengan
rakyat Timor-Leste dan kekuasaan pemerintahan yang sah (Hakim Skubiszewksi), dan bahwa
perjanjian seperti itu kemungkinan telah melanggar berbagai kewajiban yang dilimpahkan kepada
mereka oleh prinsip-prinsip umum Hukum Internasional (Hakim Weeramantry).673
Hadiah Nobel Perdamaian, 1996
502. Penganugerahan Hadiah Nobel Perdamaian 1996 bagi Uskup Belo dan Jos? Ramos-
Horta adalah sebuah momen pendorong baru bagi perjuangan rakyat Timor-Leste untuk diakui
secara internasional. Penghargaan tersebut memberi pengakuan bagi perjuangan kedua orang
tersebut, yang pengalamannya selama masa pendudukan Indonesia sangat berbeda tetapi visi
tentang identitas rakyat Timor dan harga diri manusia tetap sama. Penghargaan tersebut juga
menandingi usaha bertahun-tahun yang dilakukan penguasa Indonesia untuk mengecilkan
kredibilitas kedua orang tersebut, dan membuka pintu para pemimpin dunia kepada mereka dan
perjuangan Timor-Leste.
503. Pidato penganugerahan tahun 1996 membicarakan tentang konflik tersebut:
Konflik di Timor-Leste telah disebut sebagai ?konflik yang
terlupakan".?Jarang sekali sinisme politik dunia
didemonstrasikan lebih jelas dari ini.?Dua orang penerima
Hadiah Perdamaian tahun ini, Carlos Filipe Ximenes Belo
dan Jos? Ramos-Horta, telah bekerja tanpa lelah, dan
dengan pengorbanan pribadi yang besar, bagi rakyat
mereka yang tertindas. Dalam kondisi-kondisi yang sangat
sulit, mereka telah mempertahankan rasa kemanusian dan
kepercayaan mereksa akan masa depan.674
504. Dalam pidato penerimaannya, Uskup Belo membicarakan mengenai harapannya bahwa
hadiah tersebut dapat memajukan perjuangan Timor-Leste:
Saya sangat percaya bahwa saya berada di sini dasarnya
sebagai suara dari rakyat Timor-Leste yang tidak bersuara
yang spiritnya bersama saya hari ini, jika tidak secara
langsung. Dan apa yang diinginkan rakyat adalah
perdamaian, diakhirinya kekerasan dan dihormatinya hak
asasi mereka. Adalah harapan saya yang paling besar
bahwa Hadiah Nobel untuk perdamaian tahun 1996 ini
dapat membantu mencapai tujuan-tujuan tersebut.675
505. Dengan Anugerah Nobel Perdamaian yang diterimanya, Jos? Ramos-Horta memulai
kampanye diplomatik yang ambisius. Pada awal tahun 1997 ia berkunjung ke Afrika Selatan.
Pada bulan Juli tahun itu ketika Presiden Afrika Selatan Mandela bertemu dengan Presiden
Soeharto di Jakarta, ia meminta bertemu dengan Xanana Gusm?o yang sedang dipenjara.
Presiden Soeharto awalnya menolak permintaan tersebut, dengan mengatakan bahwa Xanana
Gusm?o hanyalah seorang kriminal. Ketika Presiden Afrika Selatan mengingatkan Soeharto
bahwa orang lain pun dulu berkata begitu tentangnya, Soeharto kemudian memperbolehkan.
Berita tentang pertemuan pribadi tersebut sampai ke tangan pers dunia, dan meningkatkan profil
Xanana Gusm?o sebagai seorang negarawan untuk perdamaian.
- 127 -
506. Di Timor-Leste, Anugerah Nobel Perdamaian tersebut menunjukkan kepada rakyat Timor
bahwa mereka tidak dilupakan oleh masyarakat internasional, dan meningkatkan harapan untuk
bantuan internasional dalam pencarian sebuah solusi bagi konflik tersebut.
Perserikatan Bangsa-Bangsa
507. Di pertengahan dasawarsa 1990-an terjadi perubahan personalia yang bertanggung
jawab atas masalah Timor-Leste di markas PBB New York. Francesc Vendrell pertama-tama
menjadi Direktur untuk Asia Tenggara dan Pasifik dan kemudian Asia dan Pasifik. Pejabat yang
bertanggung jawab atas urusan Timor-Leste adalah Tamrat Samuel. Vendrell dan Samuel terus
menjadi Pejabat Sekretariat Utama yang menangani Timor-Leste sampai Konsultasi Rakyat
tahun 1999. Francesc Vendrell mengatakan kepada Komisi tentang dilanjutkannya dialog tripartit
dan tentang usaha-usaha dia dan Samuel untuk melibatkan Timor-Leste dalam diskusi tentang
masa depan kawasan tersebut.676 Pada bulan Januari 1994, Samuel bertemu dengan Xanana
Gusm?o di penjara Cipinang, begitupun Vendrell pada bulan Desember tahun itu. Pada tahun
1994, mereka juga berkunjung ke Timor-Leste untuk bertemu langsung dengan orang-orang
Timor dari semua latar belakang politik, juga dengan para pendeta dan biarawati Katolik. Dia
mengenang:
Salah satu hal yang sangat menggugah saya adalah
besarnya kepercayaan semua orang pada
PBB.?perasaan tanggungjawab yang menurut saya
dirasakan oleh saya dan Tamrat, bahwa kami harus
melakukan yang terbaik atas nama rakyat yang hanya
dapat mengandalkan dukungan PBB.677
508. Vendrell mengatakan kepada Komisi tentang kesulitan PBB ketika rakyat Timor-Leste
sendiri berada di luar proses diskusi dialog tripartit itu. Kendala ini memicu inisiatif bagi
pembentukan Dialog Menyeluruh Antar-Timor (All-Inclusive intra-East Timorese Dialogue,
AIETD). Gagasannya, seperti yang dijelaskan Vendrell pada Komisi, adalah:
[Jika] mereka [rakyat Timor-Leste] bersatu dan mereka
dibiarkan sendiri, mereka mungkin saja menyadari bahwa
mereka memiliki banyak persamaan dan mungkin
mencapai sebuah usulan bersama tentang Timor-Leste.678
509. Indonesia menyetujui mekanisme ini, meskipun Indonesia bersikeras bahwa AIETD tidak
diperbolehkan untuk membahas status politik Timor-Leste. AIETD yang pertama diadakan di
Austria pada bulan Juni 1995, dengan peserta dari semua latar belakang politik. Uskup Belo juga
menghadiri pertemuan tersebut, meskipun Xanana Gusm?o tetap berada di penjara di Jakarta.
Tiga pertemuan AIETD setelah itu diadakan, pada bulan Maret 1996, Oktober 1997 dan Oktober
1998. Meskipun berbagai pertemuan tersebut tidak menghasilkan rencana praktis ataupun hasilhasil
resmi, tapi untuk pertama kalinya sejak tahun 1975, PBB terlibat dalam menyatukan rakyat
Timor-Leste dari semua latar belakang untuk bersama-sama membahas berbagai perbedaan
mereka dan mencari landasan yang sama.
510. Kofi Annan mulai menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PBB pada bulan Januari 1997,
dan membawa serta fokus baru bagi masalah Timor-Leste. Pada bulan Februari 1997, dia
mengangkat diplomat Pakistan Duta Besar Jamsheed Marker sebagai Utusan Pribadinya untuk
Timor (PRSG). Ini sangat memperkuat kerja Francesc Vendrell dan Tamrat Samuel di Sekretariat
PBB, dan tim ini mengunjungi Portugal, Indonesia dan Timor-Leste pada masa yang makin
bergolak antara tahun 1997 sampai 1998.
- 128 -
3.19 Dari Reformasi ke pengumuman tentang Konsultasi Rakyat
Tinjauan
511. Berbagai peristiwa tahun 1997 bergerak dengan cepat. Krisis finansial Asia melanda
Indonesia pada akhir tahun 1997. Krisis ini menguak korupsi dan kebobrokan yang mewabah
dalam rezim Soeharto. Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia diguncang oleh berbagai
demonstrasi rakyat yang menuntut turunnya Soeharto dan reformasi besar-besaran yang dikenal
sebagai Reformasi. Para mahasiswa Timor memainkan peran aktif dalam berbagai demonstrasi
ini. Pada tangal 21 Mei 1998 Soeharto mengundurkan diri, dan Wakil Presiden B.J. Habibie
mengambil alih tugas sebagai Presiden.
512. Sementara itu, aktivitas diplomatik sangat sibuk sejak Hadiah Nobel 1996, dan Xanana
Gusm?o menerima kunjungan para tamu yang mewakili para pemimpin dunia dan sejumlah
organisasi penting secara reguler di sel penjaranya di Jakarta. Pihak Resistensi melakukan
reorganisasi dan menyelenggarakan konferensi penting di Peniche pada bulan April 1998 dimana
CNRM diubah menjadi Conselho Nacional da Resist?ncia Timorense (Dewan Nasional
Perlawanan Timor, CNRT). Ini dimaksud untuk memperluas basis gerakan kemerdekaan.
513. Di Timor-Leste, suasana Reformasi, dan melonggarnya kontrol militer membuka jalan
untuk diskusi terbuka tentang status politik wilayah tersebut untuk pertama kalinya dalam masa
pendudukan Indonesia. Tuntutan referendum untuk membiarkan rakyat Timor-Leste menentukan
nasib mereka meraih momentum di paruh kedua tahun 1998. Akan tetapi, pada akhir tahun
tersebut militer Indonesia telah melakukan reposisi. Penarikan pasukan ternyata hanya tipuan,
dan pada akhir 1998 semakin banyak bukti yang menunjukkan strategi TNI untuk membentuk,
mempersenjatai dan mendanai para milisi pro-integrasi di seluruh negeri untuk mencegah segala
upaya benar-benar untuk penentuan nasib sendiri.
514. Dengan penggantian Soeharto, PBB dan masyarakat internasional meningkatkan
tekanannya pada Indonesia untuk mencapai sebuah solusi untuk masalah Timor-Leste. Diskusi
antara Portugal dan Indonesia awalnya berkisar seputar paket otonomi khusus bagi Timor-Leste,
dengan pandangan berbeda-beda apakah ini merupakan sebuah solusi atau hanya satu tahap
dalam sebuah proses penentuan nasib sendiri. Pada bulan Januari 1999, Presiden Habibie
mengejutkan banyak orang dalam pemerintahannya sendiri ketika dia menyatakan bahwa
Indonesia akan memperbolehkan rakyat Timor-Leste untuk menentukan sendiri masa depan
mereka, termasuk kemerdekaan jika itu memang adalah kehendak mereka. Negosiasi antara
Portugal dan Indonesia diarahkan untuk merampungkan suatu mekanisme untuk melaksanakan
pilihan ini.
515. Pada bulan-bulan awal tahun 1999, ketika negosiasi-negosiasi tengah berlangsung,
strategi TNI mengembangkan milisi bersenjata semakin dipercepat. Keterbukaan politik yang
relatif pada pertengahan tahun 1998 telah hilang, dan kekerasan selalu menjadi ancaman
terhadap para pendukung pro-kemerdekaan. Pembantaian di Dili dan Liqui?a oleh milisi yang
didukung TNI mengejutkan masyarakat internasional, seiring dengan makin banyaknya rakyat
Timor-Leste yang mengungsi karena takut akan kekerasan.
516. Negosiasi antara Portugal dan Indonesia mencapai puncaknya dengan apa yang dikenal
sebagai Kesepakatan 5 Mei, yang menetapkan modalitas untuk sebuah Konsultasi Rakyat yang
memungkinkan rakyat Timor-Leste untuk menerima atau menolak paket otonomi khusus;
penolakan akan mengarah pada kemerdekaan. Indonesia menolak untuk menyerahkan tanggung
jawab keamanan selama pemungutan suara dan tanggung jawab ini diberikan pada polisi
Indonesia. Masyarakat internasional merasa bahwa mereka tidak mampu mendesak Indonesia
lebih jauh lagi tentang masalah ini, meskipun terdapat makin banyak bukti tentang keterlibatan
militer dan polisi Indonesia dalam kekerasan terhadap para pendukung pro-kemerdekaan.
- 129 -
517. Pemungutan suara ditetapkan dilakukan pada bulan Agustus 1999, untuk memungkinkan
Parlemen Indonesia mensahkan hasilnya pada bulan September.
Jatuhnya Soeharto
518. Pada bulan Mei 1997 alat politik pemerintahan Orde Baru, Golkar, terpilih kembali dalam
pemilihan parlemen nasional, dengan memenangi 74% jumlah suara.679 Tidak lama setelah itu
krisis keuangan Asia muncul di Thailand pada bulan Juli 1997 dan segera menjangkiti Indonesia.
Bersamaan dengan jatuhnya Rupiah ke tingkat 18.000 terhadap Dollar AS pada Januari 1998
dan bantuan IMF, Soeharto dipilih kembali sebagai Presiden oleh MPR (Majelis
Permusyawaratan Rakyat) pada bulan Maret 1998. Ketika Soeharto membentuk kabinet yang
dianggap banyak orang didominasi oleh para kroni rezim tersebut, protes rakyat semain
berkobar. Tuntutan pengantian rezim oleh berbagai gerakan pro-demokrasi mendapat dukungan
dari kalangan elit Indonesia. Pada bulan Mei, Ketua MPR Harmoko menanggapi secara positif
tuntutan kaum reformis, sementara Panglima ABRI Jenderal Wiranto memberikan dukungan
militer untuk reformasi. Dua orang pemimpin oposisi yang muncul, Megawati Soekarnoputri dan
Amien Rais, memberi indikasi kesiapan mereka untuk mengambil alih kekuasaan.
519. Tekanan rakyat meledak selama bulan Mei, yang menyebabkan jatuhnya Soeharto.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia kemudian menemukan bahwa kekerasan dalam
periode ini telah didalangi, dengan mengidentifikasikan 20 orang anggota militer dan sipil di
belakang berbagai kerusuhan tersebut.680 Pada tanggal 18 Mei, dengan dikuasainya DPR
(Dewan Perwakilan Rakyat) oleh para mahasiswa, Soeharto kehilangan sebagian besar
dukungannya. DPR meminta pengunduran dirinya. Pada malam hari tanggal 20 Mei, Jenderal
Wiranto juga mengimbau pengunduran diri Soeharto, dan pada tanggal 21 Mei, Soeharto turun
dari kursi kepresidenan.
520. Peristiwa ini memberikan seorang Kepala Negara baru bagi Indonesia, Presiden BJ
Habibie, yang segera menerapkan sejumlah reformasi yang luar biasa. Slogan utama pada
periode tersebut adalah ?Korupsi, Kolusi dan Nepotisme??, yang sering disebut KKN, dan yang
mampu merangkum apa yang dianggap penyakit yang paling mewabah dari rezim Soeharto.
Masyarakat sipil juga mengemukakan berbagai masalah lain seperti kebutuhan untuk menentang
militerisme dan diakhirinya impunitas pihak militer. Agenda reformasi mempengaruhi Indonesia
dalam banyak cara. Komposisi elit politik Indonesia berubah, dan meskipun banyak politisi yang
terkait rezim Soeharto selamat dari kejatuhan Soeharto sejumlah politisi baru meningkat
pamornya. Hal ini mendatangkan pluralisme ke perdebatan politik yang sudah lama ditekan
selama kekuasaan Soeharto. Selain itu, kebebasan media dan debat publik yang kuat
memastikan sejumlah besar masalah dapat dibahas secara terbuka dan banyak dari
permasalahan tersebut mendapat perhatian politik yang berujung pada perubahan.
521. Presiden Habibie dianggap oleh banyak pihak hanya sebagai Presiden sementara.
Sebagai Wakil Presidennya Soeharto dia dianggap sangat dekat dengan rezim Orde Baru,
meskipun dia tidak memiliki pengikut yang besar atau basis kekuatan di dalam rezim tersebut.
Sebagai Presiden, dia harus hati-hati melangkah di antara militer yang kuat dan beberapa
kelompok agama utama seperti sejumlah organisasi Islam sambil merundingkan langkah
reformasi. Di kabinetnya dia mempertahankan Wiranto sebagai Panglima Militer maupun Menteri
Pertahanan.
522. Banyak pihak di kalangan masyarakat internasional menganggap ide status politik Timor-
Leste sebagai suatu masalah yang tertutup selagi Presiden Soeharto masih berkuasa. Dengan
kepergiannya, dan dalam iklim reformasi di Indonesia, tiba-tiba tercipta ruang untuk diskusi.
523. Gagasan tentang status otonomi khusus bagi Timor-Leste bukanlah hal yang baru, akan
tetapi pada zaman Soeharto tidak pernah dipertimbangkan secara serius. Barangkali tidak ada
yang lebih tahu tentang hal ini daripada Menteri Luar Negeri, yang sudah lama menjabat, Ali
- 130 -
Alatas tentang berbagai masalah bagi negaranya di arena internasional yang ditimbulkan oleh
posisi Indonesia dan berbagai tindakannya di Timor-Leste. Dia sebelumnya telah mengusulkan
perubahan status Timor-Leste dalam Indonesia, dengan menawarkan otonomi khusus bagi
Timor-Leste sebagai satu kemungkinan solusi. Soeharto menolak ide-idenya.681 Pada tanggal 6
Juni 1998, komite Politik dan Keamanan dalam kabinet ini mendukung sebuah usulan untuk
?otonomi luas? bagi Timor-Leste, dengan syarat masyarakat internasional mengakui kedaulatan
Indonesia. Menteri Luar Negeri Alatas membawa usulan ini kepada Presiden Habibie pada
tanggal 8 Juni dan kepada Kabinet pada tanggal 9 Juni. Presiden Habibie secara tak terduga
mengumumkannya kepada media internasional pada tanggal 9 Juni.
524. Dalam waktu sembilan bulan, ide ini untuk menawarkan paket otonomi khusus pada
Timor-Leste akan berubah menjadi penerimaan resmi Indonesia untuk melakukan tindakan
penentuan nasib sendiri oleh rakyat Timor-Leste.
CNRT dan kampanye diplomatik
525. Pintu menjadi terbuka bagi Jos? Ramos-Horta di seluruh dunia setelah dia dianugerahi
Hadiah Nobel Perdamaian, dan dia bekerja keras memanfaatkan hal ini untuk menggalang
dukungan bagi kampanye diplomatik bagi kemerdekaan. Hal tersebut juga memberikan sebuah
dimensi internasional pada pembelaan lantang Uskup Belo terhadap hak asasi rakyat Timor-
Leste, dan sangat meningkatkan perhatian internasional kepada Timor-Leste.
526. Setelah pertemuan pada tahun 1997 dengan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela,
status Xanana Gusm?o di mata dunia menguat dan ini diikuti prosesi para tamu penting ke sel
penjara Cipinangnya selama 1998 dan 1999.
527. Pada bulan April 1998, pihak Resistensi meraih suatu tonggak sejarah dalam
perkembangannya, ketika para pemimpin partai politik besar Timor-Leste dan juga berbagai
organisasi non-politik, termasuk Gereja Katolik, bertemu di Peniche di Portugal dan membentuk
CNRT. Xanana Gusm?o terpilih sebagai Presiden, dengan Ramos-Horta sebagai Wakil Presiden
dan utusan pribadinya. Pembentukan CNRT melengkapi perkembangan bertahap Resistensi dari
sebuah partai tunggal dengan dasar Fretilin menjadi organisasi dengan basis luas termasuk para
mahasiswa, Organisasi Non Pemerintah, dan kalangan Gereja Katolik.
528. Pembentukan CNRT memposisikan Resistensi dengan baik untuk menghadapi kejadiankejadian
yang berkembang cepat di kawasan Asia Tenggara dan Indonesia khususnya. [Lihat
Bab 7.1.: Hak Penentuan Nasib Sendiri]
Dampak Reformasi di Timor-Leste
529. Pengumuman Presiden Habibie tentang usulan status baru bagi Timor-Leste, ditambah
optimistisme tuntutan untuk reformasi, menciptakan dukungan kuat publik untuk kemerdekaan di
wilayah tersebut.
530. Pada tanggal 9 Juni di Dili, pertemuan publik untuk membahas masa depan wilayah
tersebut dihadiri oleh banyak perwakilan aspirasi Timor-Leste, termasuk para komandan gerilya
dan pro-integrasi yang setia, para pemimpin CNRT, anggota masyarakat sipil dan gerakan
klandestin. Juga hadir pada kesempatan itu Gubernur pro-integrasi, Abilio Soares, yang
pidatonya tentang usulan status khusus bagi Timor-Leste tidak diterima dengan baik. Banyak
menganggap ini sebagai tindakan setengah hati, dan pertemuan tersebut sepakat untuk
menuntut diadakannya sebuah referendum supaya rakyat dapat menentukan masa depan
mereka.
- 131 -
531. Pada tanggal 23 Juni, sebuah demonstrasi besar di Dili secara terbuka menyerukan
kemerdekaan. Khawatir akan kemungkinan konsekuensi yang terjadi karena sikap sangat
gamblang tersebut, Uskup Belo dan kepemimpinan CNRT segera mengimbau sikap yang lebih
lunak, dan mengulang kembali keinginan mereka untuk sebuah periode transisi sebelum
membahas kemerdekaan.
532. Sejak bulan Juni, berbagai kelompok mahasiswa* secara berani memimpin debat publik
yang mulai menggeliat, dan memimpin serangkaian demonstrasi besar baik di Timor-Leste
maupun di Indonesia. Pada bulan Juli, Dewan Solidaritas Mahasiswa Timor-Leste (ETSSC) yang
baru saja dibentuk mengerahkan para mahasiswa untuk melakukan perjalanan ke seluruh Timor-
Leste untuk melakukan sejumlah dialog tingkat desa, menjelaskan perkembangan terakhir dan
mendengarkan masukan dari masyarakat. Tanpa memperdulikan penentangan militer di
beberapa daerah, mereka mendengar beragam tuntutan kuat untuk penarikan mundur TNI dan
untuk sebuah referendum.682
533. Pada bulan September, dua Uskup Timor-Leste mengadakan pertemuan di Dare untuk
mendorong rekonsiliasi antara para tokoh Timor yang mendukung integrasi dengan Indonesia
dan yang mengupayakan kemerdekaan. CNRT secara terbuka menyatakan dirinya sebagai
suatu lembaga publik yang sah pada bulan September, dan menempati sebuah kantor di Dili
Selatan. Demonstrasi mahasiswa yang memprotes kehadiran militer dan menuntut sebuah
referendum terjadi secara rutin selama periode ini. Keterbukaan ini tidak pernah terjadi
sebelumnya selama masa pendudukan Indonesia. TNI di Timor-Leste tetap waspada, tetapi
menahan diri dan tidak bertindak langsung melawan demonstrasi ini.
Munculnya Para milisi
534. Menjelang akhir tahun 1998, ketegangan mulai meningkat dan keterbukaan dari
beberapa bulan sebelumnya mulai mendapat tekanan. Pada awal bulan Oktober sebuah
kelompok pro-otonomi Timor menekan Gubernur untuk memaksa pengunduran diri para pegawai
negeri yang bergabung dalam Forsarepetil, (Forum Sarjana Pro-Referendum dan Pembangunan
Timor-Leste) sebuah kelompok pro-referendum kalangan akademisi dan pegawai negeri. Hal ini
memicu demonstrasi besar selama dua hari di Dili menentang tindakan Gubernur. Basilio Ara?jo,
seorang juru bicara pro-integrasi, kemudian menggambarkan pada Komisi latar belakang dari
keputusan ini:
Kami sekitar 20 orang, kami yang berasal dari grup itu, dan
kami menyebut diri kami pro-integrasi?Kami bertemu
dengan Pak Abilio [Soares, Gubernur] dan mendesaknya
untuk membuat sebuah dekrit mengenai orang-orang yang
telah memihak pada kemerdekaan: ?Cukup, tanggalkan
pakaian sebagai seorang pejuang kemerdekaan, dan
jangan bekerja pada pemerintah, jangan bermuka dua.?
Tn. Abilio membuat dekrit tersebut, tapi ditekan oleh
pemerintah pusat dan kemudian menariknya kembali.683
535. Pada tanggal 8 Agustus penarikan mundur pasukan yang sangat dipublikasikan
menyumbang pada persepsi bahwa situasi di Timor-Leste telah membaik. Indonesia mengklaim
bahwa mereka hanya memiliki kurang dari 6000 serdadu di wilayah tersebut, dan konon telah
menarik mundur pasukan khususnya (Kopassus), yang kerap dituduh bertanggung jawab atas
berbagai pelanggaran hak asasi manusia berat.684 Tetapi dokumen militer yang dibocorkan pada
bulan itu membuktikan sebaliknya. Jumlah pasukan masih 21.540 orang, termasuk Kopassus,
dan bukannya melakukan pengurangan pasukan besar-besaran seperti yang dilaporkan ke
media, kekuatan militer TNI justru perlahan meningkat.685 Dokumen-dokumen tersebut
* Renetil dan Impettu di Indonesia; ETSSC di Timor-Leste.
- 132 -
menunjukkan bahwa TNI mengembangkan jaringan kelompok paramiliter di sebagian besar
distrik. Dua belas tim ditempatkan di sebelas distrik, yang sebagian besar di antaranya terkait
dengan unit Kopassus. Kelompok-kelompok ini membentuk basis milisi yang dengan cepat
direkrut dalam bulan-bulan berikutnya.686 Pihak militer kemudian menyangkal bahwa para milisi
tersebut adalah bagian integral struktur formalnya.
536. Tanda pertama perilaku yang akan datang dari para anggota paramiliter ini, yang
belakangan akan dikenal sebagai milisi, terjadi pada bulan November ketika ABRI dan anggota
milisi Ablai, yang banyak di antaranya adalah pegawai negeri pemerintah daerah setempat,
membalas serangan Falintil atas Koramil di Alas, Distrik Manufahi. Pada tanggal 9 November,
Falintil membunuh tiga serdadu, menculik 13 prajurit, dan mencuri 36 senapan. Masyarakat
mencari perlindungan ke Gereja Alas sesudah serangan tersebut. Pada tanggal 13 November
ABRI membalas serangan Falintil dan wilayah tersebut diliputi kekerasan.687 Pihak militer
Indonesia dan milisi memasuki gereja tersebut, dan memukuli mereka yang berada di dalam.
Militer menahan penduduk sipil di seluruh wilayah itu untuk mencari Falintil. Komisi menerima
kesaksian tentang penyiksaan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh ABRI terhadap
mereka yang ditahan.688 Paling tidak delapan orang terbunuh oleh ABRI atau milisi. Suatu
penyelidikan ICRC menemukan sembilan orang yang tewas dalam serangan balasan tersebut,
termasuk dua orang prajurit yang dibunuh oleh Falintil.689 Pembunuhan tersebut, yang terjadi
setelah berbulan-bulan keterbukaan yang agak canggung, menimbulkan sejumlah protes keras di
Dili. Setelah para mahasiswa menduduki gedung parlemen, sebuah tim pencari fakta segera
dibentuk dari berbagai kelompok masyarakat sipil, tetapi tidak diperbolehkan masuk ke wilayah
tersebut oleh pihak militer.690 Wartawan internasional melakukan perjalanan ke Alas dan
mengamati anggota non-militer bersenjata menguasai daerah tersebut, yang mengindikasikan
permulaan peran milisi sebagai garis terdepan kampanye militer melawan kemerdekaan.691
537. Kelompok milisi telah lama hadir di Timor-Leste. Tetapi, milisi yang muncul pada akhir
tahun 1998 dan awal tahun 1999 sebagian besar terkait langsung dengan TNI bukan karena
kesetiaan mereka pada liurai* seperti kebiasaan sebelumnya. 692 Sebagian dari para milisi baru ini
memiliki akar dalam pasukan bantuan militer? yang dibina TNI sejak akhir dasawarsa 1970an.
Sebagian besar pemimpin milisi memiliki hubungan luas dengan Kopassus melalui beragam
kelompok paramiliter lama di Timor-Leste.693 Contohnya adalah Joanico C?sario Belo, yang
menjadi komandan milisi di wilayah Timur, Sektor A,? yang sudah menjadi tenaga bantuan
operasi (TBO) sejak masa kecilnya.694 Komandan Sektor B yang terkenal kejam, Eurico Guterres,
memiliki latar belakang dalam paramiliter Gadapaksi pada dasawarsa 1990-an. Yang lainnya,
Joni Marques dari Tim Alfa di Laut?m, memiliki hubungan lama dengan Kopassus. TNI merekrut
secara luas pada tahun 1998 dan tahun 1999 untuk membangun kepemimpinan inti ini.695
Anggota milisi lainnya termasuk anggota TNI dari Timor Barat dan Timor-Leste.696 Sebagian
bergabung karena terpaksa. Yang lainnya ikut karena motivasi uang dan prestise (lihat Bagian 9:
Rekonsiliasi Komunitas).
538. Peran militer dalam membentuk milisi-milisi ini segera menjadi jelas. Indikator penting
adalah bahwa pejabat penting militer di Timor-Leste menghadiri acara pelantikan kelompok
milisi.697 Para pemimpin milisi sendiri menyatakan bahwa TNI telah mempersenjatai mereka. 698
Dan yang lebih meyakinkan lagi, para pejabat senior TNI? sendiri menyatakan bahwa mereka
mempersenjatai berbagai kelompok tersebut.699 Jenderal Wiranto, Panglima ABRI mengakui
keterlibatan TNI dalam milisi.700 Hubungan ini mulai terlihat jelas sejak akhir tahun 1998 ketika
berbagai kelompok milisi mulai muncul. Dokumen militer belakangan memberikan bukti
meyakinkan tentang pasokan senjata oleh TNI kepada milisi,701 dan Tom?s Gon?alves yang
* Milisi di beberapa wilayah dibentuk dengan pengaruh keluarga liurai, contohnya keluarga Carvalho di Cassa.
? Ini termasuk Hansip, Ratih, Wanra, Kamra (Polisi), serta TBO ? Tenaga Bantuan Operasi.
? Pembagian sektor (A, B, dan C) mengikuti komando sektor tempur di bawah Kopassus yang membagi Timor-Leste
menjadi tiga wilayah.
? Komandan Kodim Supardi pada 28 Januari, dan Komandan Kodam IX Adam Damiri pada 7 Februari. Mereka berdua
diketahui mempersenjatai para milisi.
- 133 -
belakangan membelot dari milisi membenaran keterlibatan unit intelijen Kopassus dan pejabat
militer penting seperti Suratman, Sudrajat dan Damiri dalam perekrutan.702
539. Cepatnya para milisi tersebut muncul dan konsistennya perilaku mereka menunjukkan
adanya kekuatan organisasi besar di belakang mereka.703 Ini adalah TNI, yang dalam iklim
keterbukaan Reformasi membutuhkan sebuah pasukan yang dapat menyerang gerakan prokemerdekaan
Timor-Leste yang terorganisasi dengan rapih. Salah satu alasan milisi lebih banyak
dipersenjatai dengan senjata buatan sendiri adalah untuk menciptakan kesan bahwa milisi
adalah gerakan spontan berbasiskan rakyat. Ini adalah sebuah muslihat besar, karena TNI
memberikan senjata otomatis setidaknya bagi sebagian kelompok milisi serta berbagai dukungan
logistik dan keamanan.704
Xanana Gusm?o mengimbau toleransi
540. Pada akhir tahun 1998, meskipun meningkatnya ketegangan akibat kekerasan di Alas,
penduduk Dili terus menyatakan secara terbuka hasrat mereka akan perubahan. Pada tanggal 12
November, warga melakukan demonstrasi publik pertama untuk mengenang pembantaian Santa
Cruz. Malam itu, rakyat diam di rumah, dan menghiasi semua jalan kota Dili dengan ribuan lilin
untuk mengenang orang yang meninggal. Pesan Tahun Baru Xanana Gusm?o terfokus pada ide
CNRT tentang otonomi transisional, dan mengusulkan menahan diri bagi suara-suara yang
menginginkan referendum langsung. Dan yang paling penting, dia mengimbau toleransi
menghadapi berbagai tekanan yang meningkat:
Mari kita berkonsentrasi untuk?meraih: diakhirinya
kekerasan militer; sebuah iklim toleransi politik yang lebih
besar. Pendirian ini bertujuan untuk mencegah lebih
banyak korban Timor-Leste yang jatuh. Para penjajah
mempersenjatai rakyat Timor-Leste dan menyuruh mereka
untuk membunuh saudara-saudari mereka sendiri.
Daripada membiarkan diri kita terhanyut dalam rasa
marah, mari kita berusaha berpikir dalam sikap politik yang
seimbang. Jika tidak, kita akan terjebak dalam permainan
para penjajah; kita akan memperkuat argumen Indonesia
bahwa Timor-Leste terancam sebuah perang saudara
baru.705
Negosiasi tentang paket otonomi
541. Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Alatas berkunjung ke New York untuk menyampaikan
gagasan otonomi kepada Sekjen PBB Kofi Annan pada tanggal 18 Juni. Pada bulan Agustus,
Indonesia menyetujui pembicaraan tiga phak bersama PBB dan Portugal tentang otonomi
khusus. Utusan Pribadi Sekjen PBB untuk Timor-Leste, Duta Besar Jamsheed Marker,
mengelola proses negosiasi, yang bertujuan mencapai kesepakatan tentang isi dari paket
otonomi khusus sebelum akhir tahun. Hambatan utama tampaknya adalah pertanyaan apakah
otonomi yang diusulkan merupakan sebuah tahap menuju penentuan nasib sendiri atau sebuah
tujuan akhir. Portugal memandang otonomi sebagai sebuah transisi menuju tindakan penentuan
nasib sendiri, yang sesuai dengan rencana yang dibentuk sejak lama oleh CNRM/CNRT.
Indonesia memiliki perspektif berbeda, dan memandang otonomi sebagai sebuah konsesi akhir,
yang akan menutup persoalan tentang Timor-Leste di arena internasional. Pembicaraan awal
mengkhususkan pada isi dari paket otonomi tersebut bukan pada pertanyaan politik tersebut.
542. Dubes Marker juga berusaha melibatkan para pemimpin Timor-Leste ke dalam proses
tersebut. Sejak penunjukkannya pada tahun 1997, Marker telah berusaha memperluas cakupan
keterlibatan PBB lebih dari pembicaraan tiga arah dengan Portugal dan Indonesia. AIETD adalah
hasil dari maksud ini, dan Marker telah mengembangkan hubungan kerja dengan para pemimpin
- 134 -
utama Timor. PBB melakukan konsultasi antara lain dengan Xanana Gusm?o, Jos? Ramos-
Horta, Uskup Belo dan Uskup Nascimento tentang rincian cetak biru untuk otonomi yang dibuat
untuk PBB.
543. Ketegangan di dalam Timor-Leste meningkat pada akhir tahun 1998. Di satu sisi ada
dorongan rakyat untuk membuka dialog politik dan sebuah referendum; di sisi lain ada strategi
militer untuk mengembangkan milisi pro-integrasi bersenjata untuk menghancurkan gerakan
referendum. Hal tersebut menjadi semakin jelas bagi pemerintah utama internasional yang
terlibat dalam masalah ini bahwa paket otonomi saja tidak akan menyelesaikan masalah.
544. Pada tanggal 19 Desember 1998, Perdana Menteri Australia John Howard menulis surat
kepada Presiden Habibie, sebuah dokumen yang dianggap sangat mempengaruhi pemikiran
Presiden Habibie. Sementara Perdana Menteri Howard menegaskan kembali bahwa Australia
lebih suka Timor-Leste menjadi bagian dari Indonesia, dia memberi contoh Kesepakatan
Matignon mengenai Kaledonia Baru Perancis dan menganjurkan bahwa sebaiknya Indonesia
mempertimbangkan untuk menerapkan otonomi khusus dengan ?mekanisme kajian? yang akan
secara efektif menjadi referendum beberapa tahun ke depan:
Untuk itu, layak dipertimbangkan, sebuah cara
menanggapi keingingan rakyat Timor untuk sebuah
tindakan penentuan nasib sendiri dengan cara yang
menghindari sebuah keputusan awal dan akhir mengenai
tentang masa depan provinsi tersebut.706
545. Saran untuk menghindari solusi yang cepat dan final bagi Timor-Leste ini sejalan dengan
PBB, yang menganjurkan periode otonomi lima sampai tujuh tahun. Tapi, ini dipandang oleh
Indonesia sebagai sebuah perubahan kebijakan yang besar oleh pendukung internasionalnya
yang paling setia, sebuah perubahan yang mengakui hak rakyat Timor untuk penentuan nasib
sendiri. Ketika cerita tentang surat Australia tersebut sampai ke publik, Menteri Luar Negeri
Australia Alexander Downer menjelaskan pada tanggal 12 Januari bahwa ?kami lebih suka
sebuah susunan dimana Timor-Leste memiliki tingkat otonomi yang tinggi tapi tetap menjadi
bagian Indonesia secara hukum.?707
546. Presiden Habibie dan Menteri Luar Negeri Alatas sangat menginginkan resolusi
mengenai negosiasi dengan Portugal sebelum pemilihan parlemen Indonesia yang akan
dilakukan pada tanggal 7 Juni 1999, yang dapat menghasilkan pengangkatan Presiden baru.*
Surat PM Howard yang asli dikirim ke Presiden Habibie pada tanggal 21 Januari. Presiden
Habibie menulis sebuah catatan di pinggir yang berisi:
Jika, setelah 22 tahun, rakyat Timor-Leste tidak dapat
merasakan persatuan dengan rakyat Indonesia?akan
layak dan bijaksana, jika dengan sebuah keputusan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat, Provinsi ke 27 Timor-Leste
dapat dengan terhormat dipisahkan dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia 708
547. Terdapat banyak spekulasi tentang penyebab perubahan Habibie, dan mungkin terlalu
dibesar-besarkan surat Perdana Menteri dan perubahan kebijakan Australia. Tetapi, jelas bahwa
Presiden Habibie menyadari sempitnya kesempatan untuk memberi dampak terhadap masalah
yang tak berkesudahan ini, dan bahwa dia lebih terbuka pada pengaruh pandangan liberal
internasional dibanding pendahulunya dan banyak orang-orang ini yang masih memegang posisi
kuat di Indonesia.
* Pada saat itu, Presiden Republik Indonesia tidak langsung dipilih oleh rakyat, tetapi diangkat oleh Majelis Perwakilan
Rakyat (MPR).
- 135 -
548. Pada tanggal 27 Januari 1999, sebelum kerangka otonomi khusus dirampungkan,
Indonesia mengumumkan perubahan kebijakannya: Indonesia akan memberi Timor-Leste
kesempatan untuk menolak tawaran otonomi khusus tersebut. Jika rakyat Timor-Leste menolak
paket otonomi tersebut, Indonesia akan mencabut undang-undangnya bulan Juni 1976 yang
memasukkan wilayah tersebut ke dalam Republik Indonesia. Empat orang jenderal TNI yang kuat
masuk dalam keanggotaan Kabinet Presiden Habibie. Adalah sesuatu yang luar biasa bahwa
mereka menerima kebijakan ini, dan penjelasan yang mungkin adalah bahwa mereka yakin
mayoritas pemilih Timor-Leste dapat diyakinkan untuk memilih melanjutkan integrasi dengan
Indonesia.709
549. Sebuah pemungutan suara yang jelas akan memberi penyelesaian yang pasti pada
permasalahan Timor-Leste, sebuah masalah yang telah mengganggu Indonesia sejak lama.
Jenderal Wiranto mengusulkan tidak perlu ada periode transisi, pendapat yang juga dimiliki oleh
Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Alatas, yang mengatakan:
Kenapa Indonesia harus membayar, jika Timor-Leste tidak
menghendakinya? Jika tawaran kami tidak bisa diterima,
saya tidak akan memberi alternatif dimana mereka
meminta 5-10 tahun dan kemudian referendum.710
550. Xanana Gusm?o dipindahkan dari penjara Cipinang yang dijaga ketat ke tahanan rumah
pada tanggal 10 Februari 1999. Sementara masih ditahan dan dibatasi ruang geraknya untuk
memainkan peran penuh untuk mencari solusi bagi Timor-Leste, dia menerima banyak
pengunjung Timor-Leste, Indonesia dan tamu terkemuka internasional di rumah yang menjadi
tempat tahanan di Salemba, Jakarta dan semakin diakui sebagai seorang negarawan
internasional. Sementara itu masih terdapat tahanan dan narapidana politik Timor-Leste lainnya
yang mendekam di berbagai penjara di Indonesia.
Teror Milisi yang makin meningkat
551. Beberapa minggu sebelum pengumuman tanggal 27 Januari oleh Presiden Habibie di
Jakarta, lebih dari 4000 orang mengungsi di katedral Suai yang belum selesai dibangun.711
Mereka berusaha menghindar dari kekerasan yang dilakukan oleh sebuah kelompok milisi yang
berbasis di Cassa (Ainaro), yang kemudian dikenal sebagai milisi Mahidi (Mati Hidup dengan
Indonesia). Kelompok yang dipimpin oleh C?ncio Carvalho, anak dari keluarga liurai lokal,
melaksanakan sejumlah besar pembunuhan kejam yang diarahkan pada para pemimpin CNRT
lokal. Salah satu yang paling kejam, pada tanggal 23 Januari 1999, di kota kecil Galitas, seorang
perempuan hamil dibunuh, dan bayinya digorok keluar dari perutnya.712 Tiga hari kemudian,
CNRT menulis kepada Sekjen PBB:
Memang benar bahwa banyak dari ?pasukan-pasukan? ini
adalah warga Timor-Leste. Yang tragis bagi kami adalah
bahwa ini digambarkan sebagai perang saudara oleh pihak
otoritas?rakyat Timor melawan rakyat Timor. Kami
menyadari adanya perbedaan pendapat dalam masyarakat
kami. Kami juga menyadari mengapa perbedaan ini ada.
Kami tidak memiliki sumber daya ataupun kekuatan untuk
mengendalikan apa yang sedang terjadi.713
552. Menyusul pembunuhan di Mauboke, (Maubara, Liqui?a) dan menjelang pembunuhan di
Gereja Liqui??, pada tanggal 5 April Xanana Gusm?o mengeluarkan pernyataan kemarahan
yang merestui ?perlawanan rakyat? melawan kekerasan milisi yang terus berlanjut.714 Hari
berikutnya milisi membunuh sebanyak enam puluh orang pengungsi di Gereja Liqui??, dengan
kehadiran dan keterlibatan militer dan Brimob. (Lihat Bab 7.2: Pembunuhan Tidak Sah dan
Penghilangan Paksa, bagian tahun 1999) Pejabat senior TNI terlihat di gereja tersebut persis
- 136 -
sebelum kejadian tersebut.715 Milisi kemudian membunuh tujuh orang di Cailaco (Bobonaro) pada
tanggal 12 April. Setelah demonstrasi massal di depan kantor Gubernur di Dili dimana pemimpin
Aitarak Eurico Guterres memerintahkan milisi untuk ?menangkap dan membunuh (para
pendukung kemerdekaan) bila perlu?,716 milisi mengamuk di Dili. Di rumah Manuel Carrascal?o
mereka membunuh 12 orang.717 Menteri Luar Negeri Irlandia David Andrews sedang melakukan
pertemuan di Dili dengan Komandan Militer Timor-Leste Kolonel Tono Suratman pada waktu itu,
dan melihat dia menerima laporan tentang pembantaian itu dan tidak melakukan apa-apa. Milisi
juga menyerang dan membakar sejumlah kantor satu-satunya surat kabar di wilayah tersebut,
Suara Timor-Leste (STT). Meskipun secara tradisional STT menjadi juru bicara kebijakan
Indonesia, pada akhir tahun 1998 dan awal tahun 1999, STT memberikan liputan yang relatif
netral tentang kekerasan yang meningkat dan dukungan terhadap referendum, yang membuat
marah para pendukung setia integrasi. Di tengah-tengah meningkatnya kekerasan pada bulan
April, para pastor dan suster Gereja Katolik mengadakan parade perdamaian dengan membawa
lilin menyala sepanjang jalan-jalan di Dili dalam upaya menenangkan situasi.
553. Dalam tiap kasus ini pembunuhan-pembunuhan tersebut mempunyai unsur yang sama
yaitu dukungan langsung dan keterlibatan militer, pelakunya adalah milisi, sasarannya adalah
para pendukung kemerdekaan, dan pembuangan mayat secara sistematis oleh militer yang
menyulitkan penghitungan jumlah kematian yang pasti. Pola-pola ini sangat menunjukkan
keterlibatan TNI dalam melaksanakan operasi.718 Kekerasan ini dirancang untuk menciptakan
ilusi sebuah konflik antara rakyat Timor-Leste bersenjata. Pembantaian Liqui?? dan Dili kemudian
dijelaskan oleh Kolonel Suratman terjadi karena diprovokasi oleh serangkaian tembakan dari
kalangan pendukung kemerdekaan.719 Tapi penyelidikan menunjukkan bahwa tidak ada kejadian
dimana para korban memiliki senjata.720
554. Pada tanggal 20 April, Jenderal Wiranto terbang ke Dili untuk mengawasi para pemimpin
kemerdekaan dan otonomi Timor-Leste menandatangani perjanjian perdamaian untuk
menghentikan kekerasan. Ini menutupi fakta bahwa kekerasan tersebut adalah pembunuhan
orang-orang sipil tidak bersenjata yang sedang mencari perlndungan, dan sama sekali bukan
konflik antara dua kelompok bersenjata. Komisi Perdamaian dan Stabilitas (KPS) dibentuk,
dimana di dalamnya juga terdapat pihak militer, polisi, dan pemerintahan sipil.721 Wakil CNRT
dan Falintil juga dilibatkan.
Kesepakatan 5 Mei
555. PBB menyerahkan proposal berisi rencana otonomi pada bulan Februari 1999, yang
disebut SARET (Special Autonomous Region of East Timor). Indonesia akan tetap
mengendalikan masalah luar negeri, mata uang, pertahanan dan keuangan, sementara East
Timorese Regional Council akan memiliki wewenang luas dalam membuat undang-undang dan
mengendalikan polisi dan pengadilan. TNI hanya akan digunakan untuk pertahanan eksternal,
selain itu akan di tempatkan di barak-barak.
556. Pada bulan Maret, Indonesia memutuskan pemungutan suara langsung. Indonesia
menginginkan keputusan tersebut tidak dapat disangkal dan final. Pemungutan suara akan
disebut ?Konsultasi Rakyat?, menghindari penggunaan kata referendum yang menyatakan secara
tidak langsung penentuan nasib sendiri dan pilihan berdaulat bagi rakyat Timor-Leste, yang
menurut Indonesia telah terjadi melalui petisi Pemerintahan Sementara Timor-Leste pada tahun
1976, tentang integrasi dan Undang-Undang no. 7 tahun 1976, tentang integrasi Timor-Leste ke
Indonesia sebagai provinsi ke 27.
557. Dengan makin memburuknya situasi keamanan dialog yang disponsori PBB antara
Portugal dan Indonesia pada tanggal 22 April membahas sejumlah masalah keamanan untuk
melucuti senjata milisi, mengurangi jumlah anggota TNI, membatasi Falintil di barak-barak, dan
penetapan polisi sipil. Tetapi Menter Luar Negeri Alatas menolak untuk menyetujui hal-hal
spesifik.722 Baik Amerika Serikat maupun Australia memberitahu Perwakilan Khusus Sekretaris
- 137 -
Jenderal, Jamsheed Marker, untuk tidak membahayakan negosiasi dengan penekanan yang
terlalu besar pada keamanan.723
558. Pada tanggal 5 Mei Indonesia dan Portugal menandatangani sejumlah persetujuan
tentang implementasi pemungutan suara. Indonesia mengingkinkan hasil sebelum Rapat MPR
pada bulan September agar dapat disahkan dalam undang-undang Indonesia. Tanggal yang
disetujui adalah 8 Agustus. Hal ini memberikan jadwal ketat dan kesempatan yang terbatas.
Kata-kata yang disetujui tentang pemungutan suara meminta rakyat Timor apakah mereka
menerima atau menolak otonomi khusus yang ditawarkan bagi Timor-Leste dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Perjanjian tersebut menekankan ?sebuah pemungutan suara yang
langsung, rahasia dan umum? (artikel 1), dan bahwa ?tanggung jawab Pemerintah Indonesia
untuk menjaga perdamaian dan keamanan?sehingga sebuah referendum dapat berjalan dalam
suasana yang bebas intimidasi, kekerasan atau campur tangan dari kedua belah pihak.? (artikel
3). Mereka juga mendefinisikan sebuah periode interim sesudah pemungutan suara, dengan
kehadiran PBB yang mencukupi di Timor-Leste. Pedoman SARET merupakan bagian dari
perjanjian tersebut, dimana PBB bertanggungjawab untuk menjalankan kampanye informasi
tentang mereka. Baik Indonesia maupun Portugal dilarang untuk berkampanye untuk opsi
apapun.
Pengaturan keamanan dalam Kesepakatan 5 Mei
559. Kesepakatan 5 Mei gagal mendefinisikan tanggungjawab keamanan secara memadai.
Polisi Indonesia secara formal diberi tanggungjawab untuk keamanan. Polisi baru saja dipisahkan
dari militer, dan masih berada di bawah komando Jenderal Wiranto, Menteri Pertahanan.
Perjanjian tersebut mengalokasikan 300 orang polisi sipil internasional tak bersenjata untuk
mendukung sejumlah tim elektoral PBB, dan kemudian ditambah dengan 50 orang perwira
penghubung, yang dianggap lebih layak untuk berhubungan dengan TNI.
560. Kesepakatan tersebut menuntut ?kenetralan absolut TNI,? tetapi gagal memaksa TNI
mengurangi jumlahnya atau melucuti senjatanya. Mereka menyatakan, secara samar, bahwa
KPS yang baru dibentuk bertanggunjawab untuk peletakan senjata?724 Jos? Ramos-Horta,
menyadari kekurangan pengaturan keamanannya, tidak menghadiri penandatanganan
kesepatakan tersebut. Dia sebelumnya telah memperingatkan PBB, dalam sebuah surat pada
Kofi Annan, bahwa Timor-Leste tidak bisa merasa aman ?dengan ?pengamanan? yang disediakan
oleh tentara yang sama dan kelompok kriminal yang telah merubah negara ini menjadi sebuah
neraka.?725 PBB tidak menyadari bahaya dari pengaturan keamanan ini, dan Sekretaris Jenderal
menulis ke Indonesia mempertanyakan sejumlah kekhawatiran. Dia menunjukkan kesiapannya
untuk membatalkan pemungutan suara jika keamanan tak dapat memadai. Tetapi surat ini tidak
resmi dan syarat-syaratnya tidak disetujui oleh Indonesia. Hal ini melemahkan PBB selama
proses tersebut. Ian Martin, Wakil Khusus Sekretaris Jenderal kemudian menulis bahwa
meskipun dengan susunan keamanan yang lebih ketatpun ?PBB masih akan menghadapi dilema
yang akan muncul: apakah melanjutkan atau tidak dalam kondisi-kondisi keamanan yang jelasjelas
melanggar perjanjian Indonesia.?726
561. Pada tanggal 5 Mei Wakil Kepala Staf Angkatan Darat Letnan Jenderal Johny Lumintang
mengirim telegram ke komando Daerah Militer Bali (Kodam IX Udayana) meminta dilakukannya
persiapan rencana evakuasi bagi Timor-Leste. Ini menghasilkan rencana pasca pemungutan
suara pihak polisi dan militer untuk, antara lain, mengevakuasikan hampir seperempat juta orang
dari Timor-Leste.* Rencana tersebut menunjukkan antipati TNI terhadap beragam aktor
masyarakat sipil, termasuk para pemimpin kemerdekaan dan para mahasiswa, Gereja, pengamat
internasional dan PBB, yang jelas bertentangan dengan netralitas yang diwajibkan oleh
* Rencana-rencana operasional termasuk Operasi Cabut [yang gagal mencapai tujuannya]; Operasi Wira Dharma 99
yang dilaksanakan oleh Korem, dan Operasi Hanoin Lorosae II yang dilaksakan oleh Polisi. [Koleksi dokumen Yayasan
Hak].
- 138 -
Kesepakatan 5 Mei. Baik polisi maupun TNI tidak memberi tahu PBB tentang adanya rencana ini
sampai beberapa saat menjelang pemungutan suara.727
3.20 Konsultasi Rakyat
Tinjauan
562. Staf PBB mulai mendarat di Timor-Leste pada akhir bulan Mei 1999, untuk membentuk
Misi Perserikatan Bangsa di Timor-Leste (UNAMET). Selama bulan Juni, staf elektoral
internasional UNAMET, polisi sipil dan pejabat penghubung militer ditempatkan di ketigabelas
kabupaten di wilayah tersebut. Hanya ada waktu kurang dari empat bulan untuk menghadapi
Konsultasi Rakyat.
563. Tingkat tindak kekerasan yang meningkat pada bulan April, menjadi agak mereda
dengan kedatangan staf PBB dan semakin banyaknya kehadiran rombongan media massa luar
negeri dan pengamat Konsultasi Rakyat. Meski demikian, mereka yang bertanggung jawab
terhadap pembantaian pada bulan April masih berkeliaran dan ketegangan masih tinggi.
Kelompok militan di seluruh wilayah masih didukung oleh Militer dan Polisi Indonesia dan ada
upaya untuk mengesahkan keberadaan mereka dalam sistem pemerintahan militer Indonesia.
564. Upaya nyata untuk mendamaikan perwakilan yang pro-kemerdekaan dan pro-otonomi
oleh tokoh-tokoh Timor-Leste, gagal membuahkan hasil, sebagian penyebabnya karena upaya
tersebut tidak menyinggung peran TNI dalam tindak kekerasan yang terjadi. Pasukan Falintil
sendiri masuk ke barak-barak mereka. Sebaliknya, pasukan TNI dan milisi pro-otonomi tidak
dikembalikan ke barak. Pelucutan senjata para milisi sebelum Konsultasi Rakyat lebih bersifat
seremonial ketimbang kenyataan sebenarnya.
565. UNAMET menunda dimulainya pendaftaran pemilih atas alasan keamanan pada bulan
Juni, dan Ian Martin terbang ke Jakarta untuk membicarakan masalah ini dengan Panglima Besar
TNI, Jenderal Wiranto. Pendaftaran pemilih pun dilaksanakan, dan dalam waktu 22 hari sudah
terdaftar sebanyak 451.792 pemilih. 728
566. Hampir 40.000 orang mengungsi akibat tindak kekerasan yang terjadi sebelum
kedatangan UNAMET, dan karena intimidasi milisi pengungsian terus berlanjut hingga beberapa
minggu menjelang pemilihan. Kebanyakan para pengungsi berasal dari bagian barat kabupaten
Bobonaro, Covalima dan Liqui?ia. Sebagian pengungsi lari ke Timor Barat sebelum Konsultasi
Rakyat. Dalam situasi yang tegang dan kadang-kadang diwarnai kekerasan tersebut kampanye
umumnya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Kelompok pro-otonomi menggelar sejumlah
rapat akbar. Sedang pendukung pro-kemerdekaan hanya sekali mengadakan rapat akbar, di
ibukota pada hari terakhir masa kampanye.
567. Pada awalnya dijadwalkan pada tanggal 8 Agustus, Konsultasi Rakyat diundurkan ke
tanggal 30 Agustus. Pada hari Konsultasi Rakyat itu para pemilih telah memadati semua tempat
pemungutan suara di seluruh wilayah jauh sebelum jam dimulainya pemungutan suara. Hal yang
luar biasa, sebanyak 98,6 persen pemilih terdaftar mendatangi tempat pemungutan suara.
Setelah memberikan suara, para pemilih bergegas kembali ke rumah, yang mencerminkan
betapa tegangnya situasi saat itu.
568. Suara dibawa ke Dili untuk dihitung. Di sejumlah tempat, kekerasan terhadap staf PBB
dan pendukung pro-kemerdekaan terjadi menjelang berakhirnya hari pemilihan. Selama hari-hari
setelah Konsultasi Rakyat, serangan yang dilakukan oleh milisi pro-otonomi semakin meningkat.
Di tengah ancaman tindak kekerasan, UNAMET mengumumkan hasil Konsultasi Rakyat pada
pagi hari tanggal 4 September. Sebanyak 78,5 persen pemilih secara tegas menolak usulan
- 139 -
otonomi khusus dalam wadah Republik Indonesia, dan hanya 21,5 persen yang memilih otonomi
khusus.
Penempatan UNAMET
569. Petugas PBB mendarat di Timor-Leste beberapa saat setelah penandatanganan
Kesepakatan 5 Mei untuk menilai situasi dan bantuan yang dibutuhkan misi pemilihan. Staf
UNAMET mulai bekerja pada akhir bulan Mei, dan pada tanggal 4 Juni bendera PBB dikibarkan
di kantor PBB di Dili. Staf UNAMET berdatangan selama bulan Juni, yang terdiri dari petugas
pemilihan sipil, polisi sipil tak-bersenjata dan perwira-penghubung militer dari negara-negara di
seluruh dunia.* Petugas warga Timor yang berjumlah sekitar 4000 pada hari pemungutan
memainkan peranan penting sebagai petugas penterjemah, administrasi dan logistik, serta staf
pendukung dalam kegiatan pendaftaran dan pemungutan suara. Mereka bekerja di bawah
pimpinan Ian Martin yang merangkap jabatan sebagai Wakil Khusus Sekretaris Jenderal PBB
untuk Konsultasi Rakyat di Timor dan Ketua Misi PBB untuk Timor. (UNAMET).? Konsultasi
Rakyat pada awalnya ditetapkan tanggal 8 Agustus, sehingga jadwal pelaksanaannya menjadi
sangat ketat.
Komisi Pemilihan
570. Kesepakatan 5 Mei menetapkan adanya Komisi Pemilihan yang independen. Sekretaris
Jenderal PBB menunjuk tiga ahli internasional terkemuka untuk Komisi tersebut.? Komisi tersebut
benar-benar indepeden dari UNAMET dan PBB di New York, dan bertanggung jawab untuk
memastikan setiap tahap Konsultasi Rakyat Umum tersebut. Komisi juga merupakan wasit
terakhir atas semua keluhan atau tentangan terhadap proses tersebut.
571. Anggota komisi tiba di Dili sesaat setelah dimulainya masa pendaftaran dan terus
mengamati setiap fase proses Konsultasi Rakyat.
Pilihan
572. Pertanyaan yang diajukan kepada orang Timor dalam kertas suara dibagi menjadi dua
bagian, di mana pemilih diminta untuk memilih satu opsi. Pilihan didasarkan penerimaan atau
penolakan terhadap tawaran paket otonomi khusus, yang didasar pada Wilayah Otonomi Khusus
yang diusulkan atau dikenal dengan nama SARET. Kertas suara beebunyi:
Apakah anda menerima tawaran otonomi khusus untuk
Timor-Leste dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia ? atau ?Apakah anda menolak tawaran otonomi
khusus untuk Timor-Leste, yang akan mengakibatkan
Timor-Leste berpisah dari Indonesia??
* Personel UNAMET Internasional terdiri dari tim pemilihan yang bermaskas di Dili dan delapan petugas regional yang
dijabat oleh 28 staf professional dan sekitar 500 sukarelawan PBB, 275 orang polisi. 15 pejabat politik, 9 petugas
informasi umum, 271 staf administrasi dan staf pendukung, dan 16 petugas keamanan, semuanya berasal dari lebih 70
negara. Sebelumya yang tidak termasuk dalam misi adalah sebanyak 50 perwira penghubung-militer yang diikutkan pada
bulan Juni, setelah pengakuan internasional terhadap peran utama TNI dan pentingnya upaya untuk mempengaruhi
mereka. Lihat, Martin, Self Determination In East Timor, hal. 38-39 dan hal. 41-42.
? Ian Martin telah bekerja untuk PBB dan organisasi internasional lainnya pada sejumlah jabatan senior dari 1985 sampai
1999. Ia adalah Sekretaris Jenderal Amnesti Internasional tahun 1986-1992, dan sebelumnya Ketua Departemen Peneliti
Kawasan Asia Pasifik di Amnesti. Ian Martin memberi kesaksian kepada Komisi mengenai periode UNAMET pada acara
dengar pendapat nasional mengenai Penentuan Nasib Sendiri dan Masyarakat Internasional, tanggal 15-17 Maret 2003.
? Hakim Joham Kriegler (Ketua Komisi Pemilihan Afrika Selatan) yang memimpin Komisi, Pat Bradley (Pejabat Pemilihan
untuk Irlandia Utara) dan Bong-Scuk Shon (Ketua Komisi Pemilihan Nasional Republik Korea Selatan).
- 140 -
573. Indonesia dan Portugal dilarang keras oleh Kesepakatan 5 Mei untuk mendukung salah
satu opsi tersebut. Mandat UNAMET meliputi kewajiban untuk memberikan penjelasan umum
kepada rakyat Timor-Leste tentang rincian tawaran otonomi khusus tersebut. Hal Ini dilakukan
melalui televisi, radio dan selebaran.729
Koordinasi Pemerintah Indonesia untuk Konsultasi Rakyat
574. Indonesia membentuk Satuan Tugas Pelaksanaan Penentuan Pendapat di Timor-Leste
(Satgas P3TT), yang bertanggung jawab terhadap Menteri Koordinasi Bidang Politik dan
Keamanan di Jakarta. Pihak militer dalam Satuan Tugas ini diwakili oleh Jenderal Zacky Anwar
Makarim, pejabat TNI paling senior di Timor-Leste selama Konsultasi Rakyat. Satuan Tugas ini
adalah penghubung pertama bagi UNAMET, yang stafnya mengadakan rapat hampir tiap hari
dengan anggota Satuan Tugas. 730
Kehadiran Masyarakat Internasional di Timor-Leste
575. Dengan kehadiran PBB di Timor-Leste, masyarakat internasional mengalir deras ke
wilayah yang selama ini merupakan kawasan tertutup bagi mereka. Rombongan media massa
internasional meliput persiapan Konsultasi Rakyat, dan wakil surat kabar dan jurnal internasional
terkemuka juga berada di sana. UNAMET memberikan izin kepada sekitar 600 wartawan dalam
Konsultasi Rakyat tersebut. 731
576. Sejumlah pemerintah negara-negara asing kunci melakukan pemantauan diplomatik
ketat atas situasi di Timor-Leste selama periode UNAMET tersebut. Amerika Serikat membentuk
cabang konsulat dari Kedutaan Besarnya di Jakarta dan delegasi Kongres Amerika mengunjungi
Timor-Leste bulan Agustus. Australia khususnya menempatkan staf konsulatnya dalam jumlah
yang besar di Dili.
577. Portugal dan Indonesia mengirim tim pemantau yang masing-masing berjumlah sekitar
50 anggota, yang berkeliling di seluruh kawasan selama pedaftaran, kampanye dan persiapan
terakhir menjelang pemilihan.732 Mereka mengawasi pada hari Konsultasi Rakyat di sejumlah
tempat pemungutan suara di seluruh wilayah termasuk penghitungan suara yang dilakukan di
Dili. Selain pemantau resmi dari Portugis dan Indonesia tersebut, UNAMET menyiapkan sekitar
2,300 pemantau resmi, yang mengharuskan mereka untuk mematuhi peraturan tata tertib yang
memastikan kenetralan mereka. Hampir 500 pemantau internasional datang bersama delegasi
pemerintah mereka, seperti dari Australia, Brazil, Kanada, Chili, Irlandia, Selandia Baru, Spanyol
dan Uni Eropa. Selain itu, hadir dalam jumlah besar wakil organisasi masyarakat sipil dan
organisasi non-pemerintah baik dari dunia internasional, Indonesia maupun Timor. Dua LSM,
yakni Carter Center dan IFET (Federasi Internasional untuk Timor), membentuk berbagai tim
pemantau di tingkat kabupaten. 733
578. Kehadiran masyarakat internasional ini belum pernah terjadi dalam sejarah Timor-Leste.
Selama masa 25 tahun kehadiran Indonesia di sana tidak dapat dibayangkan bahwa kawasan
tersebut akan begitu terbuka bagi masyarakat internasional. Setelah berbulan-bulan terjadi tindak
kekerasan berdarah terhadap masyarakat sipil hingga menjelang Kesepakatan 5 Mei, ketika
nyaris tidak ada masyarakat internasional di Timor-Leste, keberadaan masyarakat internasional
di seluruh kawasan tersebut memastikan tingkat pemantauan yang mungkin berperan besar
terhadap berkurangnya serangan yang dilakukan oleh milisi atau TNI.
Pemantau dari Timor-Leste dan Indonesia
579. UNAMET memberikan izin bagi sekitar 1700 pemantau dari LSM Timor-Leste dan
Indonesia untuk mengawasi Konsultasi Rakyat. Banyak di antara mereka berasal dari organisasi
mahasiswa dan aktivis, akan tetapi mereka semua harus mematuhi tata tertib UNAMET untuk
- 141 -
pemantau resmi untuk menjamin kenetralan mereka.734 UNAMET mengizinkan CNRT dan UNIF
(Front Bersama untu Otonomi Timor) untuk menunjuk pemantau, yang dikenal sebagai wakil
partai, untuk mengawasi Konsultasi Rakyat dan penghitungan suara.
Pengamanan untuk Konsultasi Rakyat
580. Situasi keamanan yang rawan di seluruh wilayah tetap menjadi ancaman yang paling
besar bagi proses Konsultasi Rakyat. Meski operasi militer besar oleh militer Indonesia dan milisi
tidak mungkin terjadi tanpa diketahui masyarakat internasional, militer Indonesia tidak melucuti
senjata milisi atau pun melarang kehadiran mereka yang menakutkan di tengah masyarakat.
Setelah pembantaian massal pada bulan April di Gereja Liqui?a dan di rumah Manuel
Carrascalao di Dili, tidak ada upaya untuk menyelidiki dan menahan mereka yang betanggung
jawab. Tiadanya sanksi hukum atas tindak kejahatan yang terjadi di akhir tahun 1998 dan awal
1999 masih tetap berlangsung, meskipun PBB dan masyarakat internasional hadir di sana.
581. Kesepakatan 5 Mei memberikan tanggung jawab formal kepada Polisi Indonesia untuk
memastikan keamanan selama Konsultasi Rakyat. Pengaturan ini ternyata sangat tidak
memadai. Masalah kelembagaan utamanya adalah status subordinasi Polri terhadap TNI. Meski
terdapat pemisahan kelembagaan antara komando TNI dengan Polri sejak bulan April 1999,
keduanya masih di bawah kendali Menteri Pertahanan, Jenderal Wiranto. Ada budaya yang
berakar kuat perihal dominasi TNI terhadap Polri dalam berbagai masalah operasional.
Keberadaan TNI dalam jumlah yang besar di seluruh wilayah Timor-Leste hingga ke tingkat
masyarakat memberikan tekanan yang besar kepada polisi dalam kapasitasnya untuk bertindak
secara mandiri sebagai penjaga hukum dan ketertiban.
582. Polisi secara konsisten terbukti tidak mampu atau tidak berminat untuk mengendalikan
kekerasan yang terjadi selama Konsultasi Rakyat. Alasan lain atas hal ini adalah kehadiran
dalam jumlah besar polisi anti huru-hara, yakni Brimob, yang terkenal dengan kekejaman dan
pelanggaran hak asasi manusia yang mereka lakukan di Timor-Leste selama dasawarsa 1990-
an. Jumlah polisi, khususnya jumlah Brimob, selama periode Konsultasi Rakyat bertambah
hingga menjadi 8000 personel.735 Polisi secara umum gagal untuk merespon secara cepat
kekerasan yang dilaporkan atau menahan para pelaku kejahatan. Hal ini memberi keleluasaan
kepada mereka yang melakukan tindak kekerasan dan intimidasidi seluruh wilayah. Contoh nyata
hal ini adalah ketika polisi gagal bertindak terhadap serangan yang dilakukan oleh milisi Besi
Merah Putih (BMP) terhadap konvoi kemanusiaan pada tanggal 4 Juli, meski secara khusus
polisi telah ditugaskan untuk memberikan perlindungan. 736 Lebih celaka lagi, polisi secara
langsung dan berulang-ulang terlibat mendukung kekerasan yang dilakukan oleh milisi. Contoh
paling nyata adalah pembunuhan Bernardino Agusto Guiteres pada tanggal 26 Agustus 1999
yang ditembak mati oleh Brimob di Becora, Dili, sementara para milisi mengamuk tidak jauh dari
sana.737
583. Pejabat-Penghubung Militer UNAMET (MLO) tidak dapat memperoleh informasi yang
akurat dari TNI mengenai jumlah tentara dan penempatan mereka, meskipun diyakini bahwa
jumlah TNI di Timor-Leste lebih dari 15.000 personel. 738 Meski Xanana Gusm?o terus berupaya
bernegosiasi agar TNI mengurangi jumlah tentara dan menarik sisa pasukan ke barak
kabupaten, Militer Indonesia masih terus ditempatkan hingga di tingkat desa di seluruh kawasan
Timor-Leste.739
584. Kesepakatan 5 Mei tidak memuat ketentuan langsung mengenai masuknya TNI, milisi
atau Falintil ke barak, atau pun pelucutan senjata mereka. Tetapi hal ini diserahkan kepada
Komisi Perdamaian dan Stabilitas (KPS) yang dibentuk oleh Jenderal Wiranto pada tanggal 21
April setelah terjadinya pembunuhan masal di Liquica dan Dili pada bulan itu.* KPS bertanggung
* KPS terdiri dari dua anggota CNRT/Falintil dan dua pro-integrasi, yang digambarkan sebagai pihak yang berkonflik,
bersama dengan anggota militer Indonesia, polisi dan pemerintah setempat. Tidak ada wakil masyarakat sipil dan PBB
- 142 -
jawab ?dengan bekerja sama dengan PBB, (untuk) menyusun peraturan tata tertib yang harus
ditaati oleh semua pihak, selama periode sebelum dan sesudah Konsultasi Rakyat, untuk
peletakan senjata dan mengambil langkah-langkah untuk melakukan perlucutan senjata?. KPS
terbukti tidak efektif dalam melaksanakan tanggung jawabnya, meski anggota Komisi telah
menandatangani Kesepakatan pada tanggal 18 Juni bahwa kedua belah pihak akan
menghentikan semua tindak kekerasan dan menyerahkan semua senjata kepada pihak yang
berwenang.740
Kekerasan oleh TNI-Milisi: Juni-Juli
585. Banyak sekali bukti yang ada menggambarkan TNI yang memberi pengarahan kepada
kampanye pro-otonomi dan kekerasan oleh para milisi. 741
586. Setelah Kesepakatan 5 Mei, TNI menggambarkan milisi sebagai kelompok pertahanan
sipil. Bupati Dili mendirikan Pam Swakarsa (Pengamanan Swakarsa) pada tanggal 17 Mei 1999.
Keputusan ini menyebutkan bahwa Gubernur, Komandan Korem (Danrem), dan Kepala
Kepolisian Wilayah sebagai penasihat utama Pam Swakarsa, dan Eurico Guterres sebagai
?Komandan Operasional?. Di antara 2.650 anggota Pam Swakarsa yang terdaftar di Dili, 1.521
orang di antaranya adalah anggota Aitarak.742 Ini memberikan tingkat keabsahan tertentu bagi
milisi, yang sebelumnya tidak pernah mereka miliki.743 Gambaran yang secara luas dibentuk oleh
mereka adalah Timor-Leste akan menjadi ?lautan api? jika orang Timor-Leste memilih merdeka.
Sebagai petunjuk atas hal ini jauh-jauh hari sebelum referendum, pimpinan TNI di Timor-Leste,
Kolonel Tono Suratman, dalam wawancara dengan TV Australia dalam program tayang Sunday
mengenai peristiwa terkini, pada bulan Juni, mengatakan:
Saya ingin menyampaikan pesan ini kepada anda. Apabila
pihak pro kemerdekaan menang, tidak hanya pemerintah
Indonesia yang harus menghadapi hal-hal yang
mengikutinya. PBB dan Australia juga harus
menyelesaikan persoalan ini dan yah, jika ini terjadi, maka
tidak akan ada pemenang. Semuanya akan dihancurkan.
Timor-Leste akan musnah. Akan lebih buruk dari 23 tahun
yang lalu.744
587. Komisi mendengarkan kesaksian dari Ian Martin atas bukti yang dikumpulkan oleh staf
UNAMET mengenai keterkaitan antara TNI dengan pemerintah daerah dan kelompok milisi. Ia
menulis:
Dari staf kita yang masuk ke sejumlah kabupaten dan
kecamatan, kita menjadi lebih paham tentang kegiatan
milisi. Kita jadi makin mengerti bahwa para milisi telah
dibentuk, dipersenjatai dan diperintah oleh TNI, dan
memiliki hubungan dengan pemerintah setempat. Kita
secara langsung mendapati milisi dilatih dan diperintah
oleh TNI dan kami mengatakan hal tersebut secara
terbuka. 745
Dare II
588. Pada tanggal 25-30 Juni, Uskup Belo dan Nascimento melakukan upaya lebih lanjut
untuk mempertemukan warga Timor pro-integrasi dan pro-kemerdekaan. Pertemuan Perdamaian
dan Rekonsiliasi Dare II ini diadakan di Jakarta, yang memungkinkan Xanana Gusm?o ikut serta
yang tidak disertakan. Komisi Hak Asasi Manusia Indonesia, Komnas HAM, juga termasuk KPS. Lihat Martin, Self
Determination, hal. 30 dan 70.
- 143 -
dalam pertemuan ini. Ini pertama kali sejak tahun 1975 ia dapat bertemu dengan Jos? Ramos-
Horta yang diizinkan datang bersama-sama dengan wakil warga Timor pro-kemerdekaan di
pengasingan. Sementara diskusi diadakan dalam suasana yang hangat, pertemuan tidak
menetapkan rencana mengenai tindakan untuk melanjutkan dialog yang berkelanjutan antara
berbagai pihak dalam upaya mengurangi permusuhan dan penggunaan kekerasan.
589. Serangkaian serangan milisi di Timor?Leste terjadi setelah pertemuan Dare II tersebut.
Pada tanggal 29 Juni Milisi Dadarus Merah Putih menyerang kantor UNAMET di Maliana, dan
pada tanggal 4 Juli milisi Besi Merah Putih menyerang konvoi kemanusiaan antara Liqui?a dan
Dili.746 Ian Martin mengatakan kepada Komisi mengenai pertemuan rutin UNAMET dengan
anggota sipil dan militer Satuan Tugas Indonesia, di mana ia bersama rekan kerjanya secara
terus-menerus mengungkapkan keprihatinannya. Ia mengatakan kepada CAVR bahwa pada
tanggal 7 Juli, setelah serangan tersebut, ia terbang ke Jakarta untuk bertemu dengan Jenderal
Wiranto untuk memberikan bukti secara langsung yang didapat PBB mengenai kaitan antara TNI
dan milisi. 747
590. Kekerasan dan keterlambatan yang disebabkan oleh milisi menyebabkan adanya
kegiatan diplomatik yang tinggi yang pada akhirnya berhasil memaksa pihak Indonesia untuk
meningkatkan situasi keamanan di sana. Pada tanggal 12 Juli, Satuan Tugas Indonesia
berkunjung ke Timor-Leste, dengan ditemani Jenderal Wiranto. Dalam beberapa hari kekerasan
berkurang dan, sambil menekankan bahwa pemilihaan dapat ditunda sewaktu-waktu, Sekretaris
Jenderal PBB memberikan persetujuannya bahwa pemilihan dapat dilangsungkan.748
Pendaftaran Pemilih
591. Kesepakatan 5 Mei menetapkan tanggal 16 Juli sebagai hari terakhir dimulainya
pendaftaran pemilih. Hal ini didorong oleh kenyataan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) akan mengadakan sidang pada bulan September dan hanya MPR saja yang memiliki
wewenang untuk mengesahkan Undang-Undang tentang hasil Konsultasi Rakyat tersebut. Agar
hal ini dapat terwujud, maka pemilihan harus dilaksanakan akhir Agustus. Di bawah tekanan
internasional yang semakin kuat, pedaftaran pemilih dapat dimulai tanggal 16 Juli.
592. Tanggal 20 Juli, Sekretaris Jenderal Kofi Annan melaporkan kepada Dewan Keamanan:
Aktivitas milisi, yang telah menyebabkan banyak warga
Timor mengungsi sehingga mereka tidak mendapatkan
kebebasan dan keamanan, yang nyata-nyata bermaksud
untuk mempengaruhi pilihan politik, merupakan tantangan
yang paling mendasar terhadap proses Konsultasi Rakyat
yang bisa diterima.749
593. Sekretaris Jenderal juga mengatakan bahwa kegiatan CNRT telah dibatasi, akses bagi
media independen terbatas, dan kampanye pro-otonomi telah dimulai sebelum waktu yang telah
ditentukan, dan pegawai pemerintah menggunakan jabatan dan dana untuk melakukan
kampanye pro-otonomi, dan pegawai negeri sipil ditekan untuk memilih pro-otonomi. 750
594. Iklim ketakutan yang diciptakan oleh kelompok milisi dan kelompok pro-otonomi
menyebabkan 40.000 orang mengungsi pada bulan Juni.751 Karena terus berlangsungnya tindak
kekerasan maka jumlah pengungsi bertambah menjadi 60.000 pertengahan pada bulan bulan
Juli (Lihat Bab 7.3.: Pemindahan Paksa dan Kelaparan, seksi tahun 1999). Beberapa di antara
mereka adalah pemimpin pro-kemerdekaan yang rumah dan desanya menjadi sasaran. Banyak
pengungsi yang semata-mata menghindari tindak kekerasan dan intimidasi. Beberapa orang
mencari perlindungan di kota yang agak besar di Timor-Leste, sementara yang lain mencari
perlindungan ke Timor Barat. Dalam situasi keamanan yang rawan, kampanye pendidikan
- 144 -
pemilih oleh UNAMET menekankan pada kerahasiaan pemungutan suara dan janji PBB yang
akan tetap berada di Timor-Leste setelah Konsultasi Rakyat.
595. Meski terdapat permasalahan dan keterlambatan tersebut pendaftaran pemilih oleh
UNAMET tidak dapat mendapat hambatan, dan 451.792 pemilih bisa didaftar, baik di Timor-Leste
maupun di luar negeri.* Hal ini jauh melampaui perkiraan, dan menunjukkan tekad rakyat Timor-
Leste untuk menentukan nasib politik mereka meski harus menghadapi intimidasi dan kekerasan.
Komisi pemilihan menentukan bahwa proses pendaftaran sah, yang menjadi dasar yang kuat
untuk meyelenggarakan Konsultasi Rakyat. 752
Kampanye
Kelompok Pro-Kemerdekaan
596. Dalam situasi ketakutan yang secara terus-menerus diciptakan oleh milisi selama awal
tahun 1999, pimpinan CNRT memilih melakukan kampanye secara diam-diam. Mereka yakin
bahwa rasa nasionalisme warga Timor yang telah dibangun selama 24 tahun masa resistensi
terhadap pendudukan Indonesia membuat kampanye pro-kemerdekaan menjadi tidak perlu.
Sebaliknya, tindakan mereka lebih berpusat pada rekonsiliasi yang dapat menciptakan situasi
yang stabil dan damai dimana UNAMET dapat menyelenggarakan pemungutan suara.
597. Pada Bulan Maret 1999, Xanana Gusm?o meminta mahasiswa untuk ikut berperan
sebagai motor ?penggerak? kampanye, karena jika CNRT sendiri yang melakukannya akan
sangat berbahaya. Pada bulan April, kantor CNRT di Dili dihancurkan oleh milisi dan sebagian
pemimpinnya bergerak secara sembunyi-sembunyi. Selama masa ini, sebanyak 800 mahasiswa
kembali ke Timor-Leste dari universitas di seluruh Indonesia. Banyak kelompok mahasiswa
tergabung dalam Presidium Juventude Loriku Ass?wain Timor Lorosa?e.? Banyak yang kembali ke
kampung halaman mereka atau pun tinggal di Dili. Di Dili, para pelajar memfokuskan diri pada
upaya mengkoordinasikan kampanye informasi dan mempublikasikan lambang CNRT pada
kertas suara. Kegiatan mereka mencakup mendiskusikan rekonsiliasi, informasi terkini mengenai
persiapan Konsultasi Rakyat, dan menyampaikan perintah CNRT. Sebagai medianya adalah
fotokopi bulletin, karena pada awalnya pemilik percetakan tidak mau menanggung risiko untuk
mencetak bahan seperti ini. Presidium juga mendirikan radio Matebian Lian (Suara Matebian),
yang meskipun dicekal, masih terus mengudara.
598. Peran mahasiswa ini menanggung resiko, dan mereka menjadi sasaran selama
kampanye. 753 Pada tanggal 20 Mei, Milisi Aitarak membunuh dua anggota DSMPTT di Hera,
yang diduga melibatkan TNI. 754 Milisi Laksaur membunuh dua mahasiswa lagi di Covalima. 755
Berdasarkan perintah CNRT, para mahasiswa tidak merespon tindak kekerasan yang dilakukan
para milisi. Hal ini dilakukan dalam rangka menghindari meluasnya konflik di antara kelompok
warga Timor yang dapat diklaim oleh TNI sebagai perang saudara.
599. Pada tanggal 1 sampai 4 Juli Xanana Gusmao bertemu dengan delegasi CNRT di rumah
tahanannya di Salemba, yang menghadiri Pertemuan Dare II di Jakarta, bersama anggota CNRT
lainnya membentuk tim kampanye CNRT yang bernama Komisi untuk Perencanaan dan
Koordinasi Kampanye (Comiss?o de Planeomento e Coordinacao de Capanha, CPCC). CPCC
bertemu di Dili tanggal 9 Juli dan merumuskan rencana kampanyenya. Kampanye ini
menekankan pada kampanye diam-diam dari pintu ke pintu, khususnya dimaksudkan untuk
mengenalkan lambang CNRT dan untuk membangun rasa persatuan nasional serta stabilitas.
Bendera CNRT baru saja dikibarkan secara umum di Timor-Leste dan banyak warga yang belum
* Tempat pemungutan suara luar didirikan di lima lokasi di Indonesia, Australia, dan Eropa.
? Dewan Solidaritas Mahasiswan Timor-Leste (ETSSC) merupakan pengecualian utama. Organisasi ini memilih tidak
beraliansi dengan CNRT, yang dianggapnya terlumuri dengan politik partisan tahun 1975.
- 145 -
begitu kenal dengan bendera tersebut. CPCC juga menerbitkan surat kabar Vox Populi, dengan
oplah harian 1,300 dan membuat program radio dengan nama yang sama. 756
Kelompok Aktif Pro-Otonomi
600. Pada awal tahun 1999 sejumlah organisasi terbentuk yang kemudian menjadi sayap
politik kampanye pro-otonomi. Pada tanggal 27 Januari, Forum Persatuan, Demokrasi, dan
Keadilan (FPDK) resmi berdiri, yang dipimpin Walikota Dili, Domingos Soares. Pada bulan April,
Barisan Rakyat Timor Timur (BRTT) berdiri dan dipimpin oleh bekas Presiden UDT Fransisco
Lopes da Cruz. Organisasi lainnya, Front untuk Otonomi Timor Timur (UNIF) berdiri pada tanggal
23 Juni.
601. FPDK dan berbagai organisasi kembarannya yang semuanya pro-otonomi memiliki
kaitan erat dan didanai oleh pemerintahan sipil.757 Mereka secara teratur mengikuti pertemuan
tripartit militer-polisi-pemerintah (Muspida), meskipun mereka tidak punya jabatan resmi. Saat
kedatangan UNAMET, kampanye gabungan kelompok pro-otonomi dan milisi telah berlangsung
selama beberapa waktu. Orang-orang ditekan untuk secara terang-terangan menyatakan
kesetiaannya terhadap Indonesia, dengan mengikuti unjuk rasa maupun menaikkan bendera
merah putih di depan rumah masing-masing. Satu sasaran pemaksaan ini adalah para pegawai
negeri sipil. FPDK melakukan kampanye tersebut untuk mendiskreditkan UNAMET, yang diliput
secara luas di Indonesia dan melalui bermacam saluran diplomatik Indonesia.758
602. Pembentukan UNIF pada tanggal 23 Juni bertujuan untuk menggabungkan berbagai
kelompok pro otonomi di bawah suatu badan, yang dipimpin oleh sejumlah pemimpin senior
Timor Timur pro integrasi. Basilio Ara?jo mengatakan pada Komisi:
UNIF?mencakup kami semua, dan memiliki
kepemimpinan [presidium] kolektif termasuk Lopes [da
Cruz, Duta Besar Khusus Indonesia dan ketua BRTT],
Armindo [Soares, Ketua DPRD Timor Timur], Domingos
[Soares, Walikota Dili dan Ketua FPDK], dan Joao Tavares
[?Kepala Komandan? semua kelompok milisi] dari PPI,*
sehingga kepemimpinan kolektif merupakan kelompok
tunggal, dan saya melanjutkan sebagai juru bicara
kelompok ini, sementara masih menjadi juru bicara
FPDK.759
Pemerintahan sipil Indonesia di Timor-Leste
603. Pemerintahan Sipil di Timor-Leste melakukan kampanye untuk ?mensosialisasikan? paket
otonomi khusus yang bertentangan dengan Kesepakatan Mei, yang telah melimpahkan tanggung
jawab tersebut hanya kepada UNAMET. Pendekatannya merupakan perpaduan antara
pemaksaan dan insentif, mengambil keuntungan dari pengaruh pemerintah terhadap pegawai
negeri sipil. Dalam surat edaran kepada Kepala Instansi Vertikal dan Otonomi tertanggal 28 Mei
1999, Gubernur menginstruksikan bahwa pegawai negeri sipil yang terlibat aktivitas melawan
pemerintah Indonesia harus dipecat.760 Pemerintah juga mendanai demonstrasi pro-otonomi di
seluruh wilayah, di mana milisi bersenjata aktif bergerak dan melakukan pemaksaan pada
masyarakat setempat.761
604. Selain kegiatan kampanye, pemerintah sipil juga terlibat sangat jauh dalam mendanai
dan mengorganisasikan milisi. Pada bulan Mei Gubernur Jos? Abilio Osorio Soares menulis
kepada para Bupati meminta proposal anggaran untuk Pam Swakarsa dan untuk ?pengeluaran
* PPI- Pasukan Perjuangan Integrasi yang dipimpin oleh Jo?o Tavares; kelompok yang menjadi payung bagi
disatukannya kelompok-kelompk milisi bersenjata yang lama dan yang baru muncul pada tahun 1999.
- 146 -
yang berkaitan?dengan rencana otonomi?.762 Tiap distrik menerima bagian dari dana Program
Jaring Pengaman Sosial (JPS), yang mungkin mencakup dana dari Bank Dunia. Penyaluran
dana ini disetujui oleh Gubernur, dan mencakup penyaluran dana untuk polisi, yang digunakan
untuk sosialisasi paket otonomi.763
Periode kampanye resmi
605. Kampanye secara resmi dimulai pada tanggal 14 Agustus, dan hanya berlangsung
singkat. Jadwal kegiatan di seluruh negeri telah disusun melalui kerjasama dengan staf
UNAMET, dalam upaya untuk mengatur berbagai rapat dan kampanye keliling guna menghindari
perpecahan antara para pendukung pro integrasi dan pro otonomi. CNRT tak dapat membuka
kantornya di tiga kabupaten karena ancaman kekerasan,* sedang sejumlah kantor CNRT lainnya
dengan cepat menjadi sasaran dan dipaksa untuk tutup. Diantara kantor yang harus ditutup
termasuk Dili pada 17 Agustus, Manatuto 19 Agustus dan Ainaro 21 Agustus.764 Pelajar dan
kelompok masyarakat sipil memainkan peranan kunci dalam kampanye pro kemerdekaan.
Belakangan sejumlah bukti dokumenter menunjukkan bahwa TNI memasukkan CNRT, DSMPTT
dan OJETIL dalam daftar ?kekuatan musuh? nya dalam rencana operasinya untuk referendum.?
765
606. Pembunuhan terus berlanjut selama masa kampanye, terutama antara tanggal 14 dan 16
Agustus, yang membuat CNRT terpaksa mengakhiri kegiatan kampanyenya di distrik-distrik pada
tanggal 19 Agustus. CNRT melakukan kampanye keliling di Dili pada tanggal 25 Agustus. Ribuan
orang datang dan memberi dukungan, dan suasana di Dili ketika itu aman dan damai. Akan
tetapi, kericuhan terjadi di Dili keesokan harinya, setelah kampanye terakhir oleh kelompok prootonomi.
Delapan orang terbunuh, termasuk Agusto Guterres, pelajar yang ditembak Brimob di
Becora. Malam itu, kantor Renetil dan CNRT dibakar. Gelombang kekerasan oleh para
pendukung pro-otonomi menandai berakhirnya kegiatan kampanye di Dili.
Situasi Keamanan Memburuk: Agustus
607. Penjelasan yang dikemukakan Komandan Militer Timor-Leste Tono Suratman tentang
masa kampanye menunjukkan dua hal, yaitu Indonesia tetap berkeras bahwa TNI telah memikul
tanggung jawab keamanan meskipun ketentuan dalam Kesepakatan 5 Mei secara spesifik
menugaskan polisi memikul tanggung jawab ini, dan tetap dipertahankannya gambaran bahwa
apa yang terjadi di Timor-Leste adalah perang sipil dan bukannya konflik yang direkayasa:
Keamanan harus dibuat kondusif sebelum
referendum?Indonesia, dalam hal ini polisi dan TNI,
menerapkan hal ini dan bertanggung jawab atas
persoalan-persoalan dan turunannya, masalah penegakan
hukum?Secara pribadi saya merasa tanggung jawab
keamanan TNI sangat berat. Waktu untuk menenangkan
situasi sangat singkat?sementara sejarah kekerasan
antar orang Timor-Leste berumur 23 tahun, atau lebih?766
608. Selama masa kampanye, TNI bersikukuh dengan argumentasi bahwa kelompok milisi
bersenjata adalah reaksi warga Timor terhadap Falintil, dengan sepenuhnya mengabaikan peran
TNI dalam membentuk dan mendukung kelompok milisi bersenjata atau bahkan konflik antara
TNI dan Falintil yang berlangsung selama 24 tahun.
* Bobonaro, Ermera, Liquica.
? Operasi Wira Dharma 1999.
- 147 -
609. Penggambaran TNI yang keliru tentang konflik yang terjadi dan penolakan atas status
tentaranya membuat negosiasi untuk perdamaian dan stabilitas menjadi sulit. TNI tidak pernah
sekali pun mengungkap kepada UNAMET MLO tentang jumlah pasukannya di wilayah
tersebut.767 Menghadapi situasi ini, Xanana Gusm?o sebagai Panglima Falintil menuntut
pengurangan minimum pasukan TNI dan penempatan mereka di barak-barak. Sementara itu,
komandan TNI, Wiranto, menuntut agar Falintil dilucuti. Meskipun TNI tidak mengurangi jumlah
pasukannya, Falintil secara sepihak menarik pasukannya ke barak-barak dengan tujuan untuk
membuktikan bahwa Falintil bukanlah sumber kekerasan yang terjadi dan mendesak TNI untuk
menanggapinya dengan mundur ke barak dan melucuti para milisi. Pada tanggal 12 Agustus, ke
670 prajurit Falintil telah berada di barak-barak mereka.*
610. Meski demikian, TNI tidak menarik mundur pasukannya ke berbagai barak di tingkat
kabupaten, dan anggota milisi tetap menebar ancaman dengan bebas di tengah-tengah
masyarakat di seluruh wilayah Timor. Berhari-hari setelah kelompok Falintil mengurung diri di
barak-barak mereka, para pemimpin milisi mengumumkan bahwa mereka akan meletakkan
senjata. UNAMET menyaksikan upacara penyerahan senjata oleh milisi kepada polisi di empat
kabupaten antara tanggal 16 dan 19 Agustus. Tapi UNAMET menyaksikan bahwa jumlah senjata
yang diserahkan itu ?hanyalah sebagian kecil dari yang sebenarnya dimiliki oleh milisi.?768
611. Meskipun para pemimpin pro-integrasi menuduh Falintil sering bertindak melampaui
batas selama periode tersebut, investigasi UNAMET jarang menemukan bukti atas tuduhantuduhan
tersebut. Hanya dua kejadian kekerasan yang dilakukan oleh pro-kemerdekaan dapat
dibuktikan. Dalam satu insiden, seorang pendukung kemerdekaan membunuh seorang
pendukung pro-integrasi pada tanggal 12 Juli, dan seorang anggota milisi Aitarak dibunuh di
Becora pada tanggal 29 Agustus.769
612. Selain berperan dalam Satuan Tugas Pelaksanaan Musyawarah Umum di Timor-Leste,
Mayor Jenderal Zacky Anwar Makarim tampaknya dipercaya dengan tugas menjalankan
kampanye milisi.770 Pada tanggal 18 Agustus Delegasi Kongres Amerika Serikat menyaksikan
terjadinya tindak kekerasan di Suai dan kesaksian mereka kemudian berakibat pada dicopotnya
Makarim dari jabatannya, termasuk Komandan Kodim di Bobonaro dan Covalima. Alasan di balik
pencopotan ini adalah, beberapa prajurit secara terpisah bertanggung jawab atas tindak
kekerasan yang terjadi, suatu pendekatan yang sama sekali tidak membantu mengendalikan
tindakan melebihi batas yang dilakukan oleh TNI sebagai sebuah lembaga. Pada tanggal 13
Agustus, Kolonel Tono Suratman diganti oleh Komandan Korem yang baru yang berlatar
belakang Kopassus, Koloner Noer Muis.771
613. Pada tanggal 24 Agustus, Sekretaris Jenderal PBB memberikan sambutannya di
hadapan Dewan keamanan, dengan mengutip pernyataan Komisi Elektoral independen, bahwa
masa pemilihan ?tak pernah lepas dari intimidasi, kekerasan atau gangguan (sebagaimana yang
disyaratkan dalam Kesepakatan 5 Mei)?.772
Persiapan terakhir Konsultasi Rakyat
614. Masa kampanye formal berakhir pada tanggal 26 Agustus. UNAMET mempekerjakan
4000 warga Timor untuk membantu pelaksanaan Konsultasi Rakyat di 200 TPS di seluruh
negeri.773 Semua staf diminta untuk bersikap netral secara politis dan diatur oleh staf pemilihan
internasional. Kelompok-kelompok pengamat dan media massa internasional tiba dalam jumlah
besar beberapa hari menjelang tanggal 30 Agustus, guna memastikan bahwa pemungutan suara
itu berjalan di bawah pengawasan masyarakat internasional.
* Keempat lokasi pengurungan diri Falintil adalah Uaimori (260 prajurit), Atalari, Baucau (70 prajurit), Poetete, Ermera
(153 prajurit) dan Aiassa, Bobonaro (187 prajurit). Petugas Perantara Militer UNAMET menyaksikan keempat lokasi
tersebut dan bertemu dengan para prajurit Falintil. Lihat Martin, Menentukan Nasib Sendiri, h. 73.
- 148 -
Konsultasi Rakyat
615. Tanggal 30 Agustus 1999 menandai dimulainya hari bersejarah di Timor-Leste. Meski
mengalami intimidasi dan kekerasan selama berbulan-bulan, pada hari itu rakyat di seluruh
negeri keluar rumah dengan penuh semangat untuk memberikan suara mereka. Banyak yang
berdandan dengan memakai pakaian terbaik mereka. Dan di desa-desa, orang berjalan kaki
selama berjam-jam untuk memberikan suara. Menjelang fajar, 50% rakyat yang telah mendaftar
untuk memilih, telah menunggu di luar TPS-TPS yang tersedia, untuk memberikan suara.774
orang-orang menunggu dengan sabar dalam antrian panjang Di sebagian besar TPS, dan segera
pulang setelah selesai memilih. Sejumlah TPS dibuka sejak pukul 6.30 pagi hingga pukul 4.00
sore, meskipun di beberapa tempat Konsultasi Rakyat telah selesai dilakukan menjelang sore.
616. Pengamat dan media internasional mengomentari semangat dan martabat rakyat Timor,
yang setelah mengalami kekerasan selama 24 tahun tidak membiarkan intimidasi dalam
beberapa bulan terakhir untuk mencegah mereka menggunakan hak mereka untuk menentukan
masa depan mereka. Rakyat Timor memberikan suara dalam jumlah besar, yaitu 98,6% dari
jumlah keseluruhan yang mendaftar. Berbeda dengan suasana pada 26 Agustus yang penuh
kekerasan, hari itu suasana tenang di sebagian wilayah. Meski begitu, milisi membunuh dua staf
lokal UNAMET di Atsabe. Seorang saksi dari Civpol (Polisi sipil PBB) melihat TNI di tempat
kejadian775
617. Segera setelah pemungutan suara selesai, sebelum penghitungan dan pengumuman
hasil, Menteri Luar Negeri Indonesia, Ali Alatas, menegaskan pandangan Pemerintah Indonesia
bahwa pemungutan suara tersebut sah:
Saya sangat berbesar hati dan senang hati mengatakan
bahwa [pemungutan suara tersebut] sungguh berjalan
bebas dan damai, dan karenanya keputusan yang adil dari
Konsultasi Rakyat.776
618. Namun Juru Bicara pro integrasi, Basilio Araujo mengeluarkan daftar 37 pelanggaran
yang diduga dilakukan oleh staf UNAMET dan mengklaim bahwa pemungutan suara tersebut
tidak adil. Komisi Pemilihan menanggapi protes para pendukung pro-integrasi dengan
mengadakan musyawarah selama satu setengah hari pada tanggal 2-3 September. Komisi
Pemilihan akhirnya menyimpulkan:
Apapun kebenaran yang mungkin ada dalam pengaduan
oleh orang per orang tentang dugaan pelanggaran
dan/atau keberpihakan yang dilakukan oleh staf pemilihan,
tak satu pun dari pengaduan tersebut, baik secara
perorangan maupun kelompok, menggagalkan proses
tersebut777
Penghitungan dan hasil
619. Untuk memastikan kerahasiaan pemungutan suara, kertas suara dihitung di Dili. Sore
hari, tanggal 30 Agustus, staf UNAMET dari berbagai tempat pemungutan suara membawa
kertas suara ke markas kabupaten di bawah pengawasan polisi PBB. Semua kertas suara
tersebut disimpan di bawah penjagaan ketat polisi PBB, dan dibawa ke pusat penghitungan di Dili
dengan helikopter atau konvoi darat oleh staf UNAMET dan polisi PBB pada tanggal 31 Agustus.
Di Maliana, helikopter yang mengangkut kerta suara ditembak, dan di Gleno dan Atsabe di Distrik
Ermera, tim UNAMET yang membawa kotak suara mendapat intimidasi dari kelompok milisi.778
Penghitungan dilakukan secara terpusat di Dili. Tidak ada laporan hasil tersendiri dari kabupaten
dan daerah, yang ada hanya hasil tunggal untuk seluruh wilayah pemilihan. Ini dilakukan untuk
menjamin keamanan di berbagai daerah yang mungkin menjadi sasaran kekerasan karena
- 149 -
afiliasi politik mereka dan juga untuk membantah saran gerakan pro-otonomi agar wilayah bisa
saja dibagi agar mencerminkan hasil regional.
620. Di pusat penghitungan, yaitu di Museum Dili di Comoro, petugas pemilihan UNAMET di
seluruh Timor berkumpul untuk melakukan penghitungan. Para pengamat internasional termasuk
delegasi resmi dari Indonesia dan Portugis, memiliki akses masuk ke pusat penghitungan dan
turut menyaksikan seluruh tahapan proses penghitungan. Banyak kontingen media internasional
meninggalkan Timor-Leste segera setelah pemilihan yang berjalan damai itu selesai. Begitu juga
para pengamat internasional.
621. Kerusuhan yang didalangi oleh kelompok milisi pecah beberapa hari setelah Konsultasi
Rakyat. Pada tanggal 1 September, kelompok milisi tiba di Dili dan melancarkan serangan
terhadap para pendukung pro-kemerdekaan yang lokasinya berdekatan dengan gedung
UNAMET di Balide. Media internasional berhasil mengambil gambar seorang pria yang sedang
berlari menyelamatkan diri namun tertangkap dan dicincang hingga tewas oleh milisi. Ratusan
warga mengungsi di sekolah yang terletak di sebelah gedung UNAMET. Di Ermera, kerusuhan
pecah, dan UNAMET mengevakuasi stafnya ke Dili. Pada tanggal 2 September di Maliana, milisi
mengepung kantor UNAMET dan melancarkan tembakan dan membakari rumah-rumah. Dua
orang staf UNAMET dari Timor tewas.
622. Penghitungan suara terus berlanjut tanpa henti, di tengah-tengah situasi keamanan yang
kian memburuk. PBB bertekad untuk mengumumkan hasil pemungutan suara secara
bersamaan, masing-masing oleh Sekretaris Jenderal PBB di New York pada tengah malam
tanggal 3 September dan oleh Perwakilan Khusus PBB di Dili, Ian Martin, pada pagi hari tanggal
4 September. Setelah berkonsultasi dengan Satuan Tugas Indonesia, pengumuman pada pagi
hari di Dili dianggap dapat memberikan kontrol yang lebih baik bagi situasi keamananan pada
jam-jam berikutnya.779
623. Pada pukul 9 pagi, Sabtu 4 September, Ian Martin membacakan hasil pemungutan suara
di Hotel Makhota di Dili: 21,5% memilih paket otonomi khusus dan 78,5%menentangnya. Komisi
Pemilihan telah pula menyiapkan pertimbangan akhir mengenai pemungutan suara:
Komisi dapat menyimpulkan bahwa Konsultasi Rakyat
telah terlaksana dengan adil menurut prosedur dan sesuai
dengan Perjanjian New York, dan telah secara akurat
mencerminkan keinginan rakyat Timor. Tidak diragukan
lagi bahwa mayoritas rakyat di daerah konflik ini ingin
memisahkan diri dari Republik Indonesia.780
- 150 -
3.21 Indonesia meninggalkan Timor-Leste: Bumi Hangus
Tinjauan
624. Dengan diumumkannya hasil pemungutan suara, PBB meminta Indonesia untuk
memastikan situasi keamanan di wilayah Timor.781 Tekanan diplomatik pun digunakan untuk
memastikan tercapainya tujuan akhir ini, namun ketentuan untuk memberi perlindungan kepada
rakyat Timor-Leste tetap tak mencukupi. Kejadian pada bulan September dan Oktober 1999
menjadi pembahasan dua proses hukum dan sejumlah laporan investigasi, baik oleh warga
Timor-Leste dan Indonesia, serta organisasi dan lembaga internasional, termasuk PBB.*
625. Militer Indonesia dan milisi diketahui telah membunuh antara 1200 hingga 1500 warga
Timor-Leste pada tahun 1999, 900 orang diantaranya dibunuh setelah Konsultasi Rakyat.
Masing-masing, mereka membunuh 400 orang lewat pembunuhan masal, dan sisanya dibunuh
secara terpisah.782 Para korban tersebut tewas dengan cara yang mengenaskan, banyak yang
ditebas dengan golok, dan di antara mereka yang sempat menyelamatkan diri, banyak yang
kehilangan anggota tubuhnya dan menderita gangguan kesehatan yang berkepanjangan. Secara
khusus, para pembunuh itu mengincar dan mengeksekusi para pemimpin CNRT dan keluarga
mereka.783 Penganiayaan, kererasan seksual, dan pemindahan warga secara paksa terjadi di
seluruh wilayah Timor-Leste.784 Lebih dari separuh penduduk, yaitu 550.000 orang, melarikan diri
dari rumah mereka, termasuk 250.000 orang yang dipaksa atau diintimidasi untuk pindah ke
Timor Barat.785 [Lihat Bab 7.3.: Pemindahan Paksa dan Kelaparan]. Milisi juga membunuh warga
yang mencari perlindungan di gereja. Para pastor dan para biarawati juga menjadi sasaran
pembunuhan. TNI dan milisi bekerja sama untuk menerapkan strategi kekerasan masal di
seluruh wilayah Timor-Leste.
626. Perhatian dunia terpusat pada markas UNAMET di Dili, tempat mengungsi beberapa staf
UNAMET dan wartawan internasional yang masih tersisa di wilayah tersebut. Kegiatan diplomasi
yang sangat gencar terjadi di belakang layar dan kadang-kadang di depan umum untuk menekan
Indonesia agar memenuhi kewajibannya menjaga keamanan atau menyetujui didatangkannya
pasukan internasional untuk memulihkan situasi keamanan di Timor-Leste. Tidak satu negara
pun mau bertindak melindungi rakyat Timor-Leste tanpa persetujuan dari Indonesia. Para
pemimpin Timor-Leste berupaya meyakinkan negara-negara kuat di dunia dan di wilayah ini agar
mau melakukan intervensi demi menyelamatkan rakyat Timor-Leste. Di PBB, di KTT APEC yang
diadakan di New Zealand, di Portugal dan Roma, di Jakarta dan Australia, para pemimpin itu
tidak berhenti bekerja.
627. Karena TNI menunjukkan sikap enggan mengendalikan kerusuhan yang terjadi,
sementara tim Dewan Keamanan telah berada di Dili dan Jakarta, pada tanggal 12 September
Presiden Indonesia, Habibie, akhirnya menyetujui hadirnya pasukan internasional. Seminggu
kemudian, komandan pasukan internasional untuk Timor-Leste atau Interfet asal Australia, Mayor
Jenderal Peter Cosgrove, tiba di Dili, yang diikuti oleh pasukannya sehari kemudian. Saat TNI
meninggalkan Timor-Leste, mereka menghancurkan 70% infrastuktur utama, rumah-rumah, dan
bangunan, mereka juga menghancurkan seluruh desa dan menjarah harta benda rakyat Timor-
Leste.786
628. Xanana Gusm?o kembali ke Timor-Leste pada tanggal 22 Oktober, dan pada tanggal 25
Oktober Dewan Keamanan PBB membentuk Pemerintahan Transisi PBB atau UNTAET (United
Nations Transitional Administration for East Timor), yang dipimpin oleh S?rgio Vieira de Mello.
* Komisi Para Ahli PBB tahun 1999-2000, Unit Kejahatan Berat dan panel hakim di Timor-Leste, Pengadilan Ad Hoc HAM
di Jakarta, laporan KPP-HAM Indonesia dan laporan Profesor Geoffrey Robinson untuk Komisi Tinggi PBB untuk Hak
Asasi Manusia mungkin merupakan laporan terbaru yang paling penting.
- 151 -
Tugas menangani krisis kemanusiaan dan membangun kembali negara Timor-Leste yang
tercabik-cabik, telah menunggu.
Tindak Kekerasan sesudah pengumuman hasil pemungutan suara
629. Tindak kekerasan pasca Konsultasi Rakyat yang mulai terjadi pada tanggal 30 Agustus
sore hari dan terus berkembang selama hari-hari penghitungan suara semakin meningkat setelah
pengumuman hasil Konsultasi Rakyat pada tanggal 4 September. Di Dili, karena takut akan
ancaman adanya pembalasan terhadap mereka yang memilih pro-kemerdekaan, rakyat
berduyun-duyun pergi ke Dare di kaki bukit di belakang kota untuk mengungsi di berbagai tempat
seperti markas ICRC, rumah Uskup Belo, dan komplek keuskupan Dili, dan sekolah yang terletak
di sebelah markas UNAMET. Sementara staf UNAMET pindah ke markas Balide setelah hasil
Konsultasi Rakyat diumumkan.
630. Pada tanggal 5 September, Milisi Aitarak, TNI dan polisi, menyerbu kantor keuskupan
Dili, memisahkan dengan paksa staf UNAMET orang Timor dan anggota CNRT, dan membunuh
antara 15 dan 20 dari 300 orang yang mengungsi di tempat tersebut.787 Militer memindahkan
wartawan yang tersisa dan menyelamatkan para pengungsi lokal ke markas Balide, tempat
orang-orang internasional berkumpul hingga evakuasi mereka. Pada tanggal 6 September
kelompok milisi dengan sangat kejam memaksa keluar 7.000 orang yang sedang mengungsi di
dalam markas ICRC dan di rumah Uskup Belo yang terletak di tepi pantai Dili, yang kemudian
mereka hancurkan. Belakangan, orang-orang tersebut dibawa ke Timor Barat sebagai bagian
dari rencana darurat yang disebut Hanoin Lorosae II (Operasi Mengenang Lorosae II) yang
disusun oleh polisi beberapa bulan sebelumnya, sebagaimana disebutkan di atas.
631. Pada hari yang sama di pantai selatan Suai, milisi Laksaur, dengan disaksikan
pemerintah daerah dan polisi daerah serta pimpinan militer, membunuh antara 27 dan 200 orang
dari 2.000 pengungsi yang tersisa di dalam gereja.788 Di antara mereka yang pertama kali
dibunuh adalah tiga Pastor Katolik, yang ditebas dengan golok oleh anggota milisi. Penggalian
tubuh korban yang dilakukan kemudian menunjukkan di antara yang terbunuh itu terdapat wanita
dan anak-anak.789 penyelidikan dan kesaksian dari para saksi menunjukkan adanya keterlibatan
pasukan teritorial TNI.790
632. Pembunuhan Pastor Katolik menandakan bahwa Gereja Katolik menjadi sasaran. Gereja
telah lama mempunyai hubungan yang tegang dengan otoritas Indonesia yang berkuasa, tetapi
hingga kerusuhan pasca Konsultasi Rakyat, anggota gereja belum pernah menjadi sasaran
pembunuhan. Hari-hari setelah penyerangan di Suai, tindakan menjadikan Pastor Katolik sebagai
sasaran tampaknya menjadi pola yang juga terlihat di distrik-distrik lain. Komisi mendengar
kesaksian oleh saksi mata tentang para pastor yang sengaja dijadikan sasaran ketika mereka
mencoba mencegah terjadinya kekerasan:
Saya melihat Padre Francisco mengangkat tangan dan
berkata kepada Milisi Laksaur/Mahidi, ?Cukup. Berhenti
menembak. Kita semua orang Timor. Hentikan ini semua.?
Dia berteriak karena melihat begitu banyak korban yang
jatuh, tetapi milisi Laksaur/Mahidi mengabaikan
permintaan beliau. Kemudian salah satu anggota
milisi?mendekati Padre. Dia pura-pura memeluk Padre,
kemudian membawa beliau dari tempat tinggalnya ke Gua
Maria dan kembali lagi. Kemudian dia menembak Padre
Francisco, tetapi beliau tidak langsung meninggal, jadi dia
mengambil pedangnya dan menikam beliau satu kali di
dada. Padre Francisco meninggal saat itu juga.791
- 152 -
633. Ketika ketegangan dan kekerasan meningkat di seluruh negeri, orang-orang melarikan
diri dari rumah-rumah mereka mencari keselamatan di sejumlah hutan dan gunung. Ribuan orang
berjejal mencari perlindungan di berbagai barak pertahanan Falintil.
634. Secara umum, tindak kekerasan yang dilakukan oleh TNI dan milisi paling parah terjadi
di beberapa distrik di bagian barat. Di distrik-distrik tersebut dekat dengan perbatasan Timor
Barat di mana jumlah Falintil lebih sedikit, hubungan TNI dan milisi justru paling kuat. Pada
tanggal 7 September, Wakil Komandan Falintil Taur Matan Ruak merasa sangat putus asa, dan
mengancam akan melancarkan pembalasan dari markasnya di Uaimori. Berbicara dengan Taur
Matan Ruak melalui telepon satelit, Xanana Gusm?o melarangnya melakukan tindakan balas
dendam tanpa mempedulikan jumlah nyawa dan penderitaan, dengan alasan bahwa setiap
tindakan balas dendam akan menciptakan perang sipil yang memang telah lama dicoba
direkayasa oleh TNI, apalagi jika harus kehilangan dukungan internasional yang merupakan satusatunya
harapan untuk selamat.792 Sikap disiplin Falintil secara umum tetap utuh meskipun ada
begitu banyak provokasi. Sejumlah pembunuhan yang dilakukan oleh para pendukung
kemerdekaan atau anggota Falintil yang dilaporkan terjadi pasca Konsultasi Rakyat, kebanyakan
terjadi di distrik-distrik di bagian barat.793
TNI Resmi Mengambil Kendali
635. Pada tanggal 4 September TNI melakukan reorganisasi kepemimpinan di Timor di bawah
komando Mayor Jenderal Adam Damiri dari Kodam IX Udayana, yang mengambil kendali secara
resmi dari pihak polisi. Pada tanggal 5 September, Jenderal Wiranto bertemu dengan para milisi
dan pimpinan TNI di Timor-Leste, dan kemudian dengan Uskup Belo, yang meminta agar
Wiranto mengendalikan para milisi.794 Pada tanggal 6 September, Utusan Pribadi Sekretaris
Jenderal Jamsheed Marker mendesak agar pihak Indonesia mengundang pasukan internasional,
namun permintaan ini ditolak dengan keras. Presiden Habibie mengumumkan pemberlakuan
darurat militer pada hari berikutnya, dengan menunjuk Mayor Jenderal Kiki Syahnakri sebagai
Komandan. Ia kemudian menggantikan satuan teritorial dengan pasukan Kostrad, teori yang ada
adalah tentara teritorial ini telah bertindak karena hubungan emosi dengan wilayah tersebut dan
tentara baru diharapkan dapat bertindak dengan cara yang lebih profesional.
636. Kejahatan terhadap kemanusiaan terus terjadi setelah TNI mengambil alih kendali secara
resmi. Berbagai serangan ini mengikuti pola pembunuhan yang sama oleh milisi yang melibatkan
TNI, seringkali disaksikan langsung oleh personel senior TNI. Banyak pembunuhan memiliki pola
yang sama: sejumlah pembunuhan itu terjadi setelah meningkatnya kekerasan, dengan sasaran
para individu yang telah dipilih, dan mereka mempunyai kesamaan prosedur yang berlanjut
dengan pembuangan mayat secara sistematis dengan menggunakan truk dimana semua bukti
menunjukkan adanya dukungan oleh pihak militer.795 Pola yang lain termasuk persenjataan, yang
mengandalkan senjata rakitan, pisau, pedang, dan beberapa senjata otomatis.796 Ancaman,
pemukulan, perkosaan dan pembakaran rumah yang dilakukan pada bulan-bulan sebelumnya
kini dilakukan secara sistematis dalam skala besar. Milisi membakar Timor-Leste dengan bensin
yang disediakan oleh militer, yang seringkali dibawa dengan mobil pemadam kebakaran tetapi
tangki kendaraan diisi dengan bensin. Mereka mengangkut barang-barang hasil jarahan ke atas
truk-truk militer. Tidak mungkin pemenuhan kebutuhan logistik yang luar biasa banyaknya ini
terjadi tanpa keterlibatan TNI.797
637. Komisi juga menerima sebuah submisi yang berisi kesaksian tentang artefak budaya
Timor- Leste yang tak bernilai yang telah dibawah oleh pejabat Indonesia dari gedung yang
dikenal sebagai Museum Dili di Comoro selama kekerasan pada September 1999.798 Museum
tersebut telah dibuka oleh pejabat Indonesia pada tahun 1995 dan menyimpang lebih dari 3000
obyek, termasuk tais kuno, keramik tradisional, keranjang tradisional serta pahatan di batu dan
kayu yang dikeramatkan. Subimisi ini mengutip hasil wawancara dengan Virgilio Simith, anggota
senior CNRT pada tahun 1999 yang bertanggungjawab untuk Urusan Kebudayaan. Pada
susunan Kabinet pertama RDTL setelah 20 Mei 2002, Virgilio Simith adalah Sekretaris Negara
- 153 -
untuk Budaya, Pemuda dan Olahraga. Virgilio mengatakan bahwa kebanyakan obyek-obyek
tersebut telah dibawa ke Museum di Kupang, dan terdapat sekitar 68 kain tais Timor. Dia
menuturkan bahwa selama perundingan untuk isu-isu tidak terbahas antara Indonesia dan Timor-
Leste selama masa Administrasi UNTAET, perwakilan Indonesia telah menjelaskan bahwa
dipindahkannya artefat-artefat tersebut ? karena tidak menentunya suasana politik di Timor-Leste,
sehingga obyek-obyek tersebut ?diamankan??. Namun demikian Virgilio mengatakan bahwa dia
mengerti bahwa para pejabat di Kupang tetap menjaga obyek-obyek tersebut yang ?dibeli dengan
dana dari Indonesia dan oleh sebab itu menjadi bagian dari hak milik Indonesia?. Virgilio Simith
mengatakan bahwa dia percaya banyak obyek, khususnya tais telah di jual di beberapa kota
Indonesia, seperti Ubud, di Bali sejak 1999.799
638. Kekerasan dan perbudakan seksual meluas pada masa ini. Komisi mendengar
khususnya dari banyak perempuan di Suai yang menceritakan pengalaman mereka setelah
terjadinya pembantaian masal di gereja pada tanggal 6 September, ketika mereka dibawa ke
dekat sekolah dan diperkosa berulang kali sebelum dipaksa melewati perbatasan. Banyak juga
yang ditahan sebagai budak pemuas nafsu seksual.800
639. Pembunuhan yang terjadi tanggal 8 September di Maliana menggambarkan pola
tersebut dengan baik. Setelah kekerasan meningkat truk TNI membawa milisi ke kantor Polres,
yang menjadi tempat mengungsi ratusan orang. Di hadapan petugas TNI dan polisi, milisi
memilih dan mengeksekusi 13 pimpinan CNRT di antara mereka yang mencari perlidungan itu.801
Tiga belas orang yang lolos dari pembunuhan masal diburu dan dibunuh dengan golok pada hari
berikutnya. Beberapa hari kemudian insiden yang serupa terjadi jauh dari pengetahuan orang
lain, di daerah terisolasi yakni Distrik Oecusse. Milisi Sakunar memisahkan dan membunuh
pimpinan CNRT di Passabe. Setelah itu, diperkirakan sebanyak 170 orang terbunuh pada bulan
setelahnya, korban terakhir dibunuh hanya dua hari sebelum tibanya pasukan Interfet yang
terlambat di distrik tersebut.802
Markas UNAMET
640. Sementara kekerasan terus terjadi di daerah tersebut, personel UNAMET yang tidak
bersenjata mengungsi ke markas regional mereka. Ian Martin bersaksi di hadapan Komisi
mengenai situasi di markas selama periode ini, dan mengenai usaha-usaha PBB untuk
mengupayakan campur tangan internasional. Ia menceritakan tentang serangan langsung
terhadap personel dan kantor UNAMET di distrik, serta keputusan untuk menarik tim regional
UNAMET ke markas Dili. Seorang polisi PBB ditembak oleh milisi dengan menggunakan senjata
berdaya ledak tinggi di Liqui?a dan hanya diselamatkan oleh jaket anti peluru yang
dikenakannya; di Baucau polisi menembakkan senjata api otomatis selama lebih dari dua puluh
menit setinggi dada ke kantor UNAMET, tempat lebih dari 70 staf mengungsi. Ketika staf kantor
regional Baucau dievakuasi ke lapangan udara, TNI dan milisi berusaha mencegah dilakukannya
evakuasi staf UNAMET yang asal Timor ke Dili. Pada tanggal 5 September sebagian besar tim
reginal UNAMET telah menarik diri dari distrik ke Markas Dili. Ia mengingat bahwa staf UNAMET
asal Timor menjadi sasaran khusus, dan menceritakan hal itu kepada Komisi:
Staf lokal UNAMET termasuk orang-orang pertama yang
dibunuh setelah TPS ditutup dan di hari-hari sesudahnya.
Lima belas staf UNAMET orang Timor diketahui atau
dipercaya kehilangan nyawa mereka?Saya memohon
pada Komisi untuk mencatat keberanian yang ditunjukkan
oleh staf lokal UNAMET, yang mana tanpa jasa mereka
PBB tidak akan bisa memenuhi mandatnya untuk
menjalankan pemilihan.803
641. Staf UNAMET terperangkap di markasnya di Balide. Tim yang meninggalkan markas di
Dili untuk mencari makanan dan minuman di gudang UNAMET ditembaki. Segelintir orang asing
- 154 -
yang masih di Dili melarikan diri ke markas ini, bersama sejumlah orang Timor yang mencari
tempat perlindungan. Pada tanggal 5 September, tembakan senjata otomatis yang terjadi secara
terus menerus terdengar dari dekat markas dan setelah dua puluh menit serangan, orang-orang
dalam jumlah besar yang mencari perlindungan di sekolah mulai melompati tembok berkawat
menuju markas UNAMET. Ada sekitar 1500 orang dalam kelompok ini. Ini berarti terdapat lebih
dari 3.000 orang yang berada di markas UNAMET, dengan sedikit makanan, dan air serta kondisi
kebersihan yang sangat kurang.
642. Pada tanggal 6 September, selain staf Gereja, tidak ada lagi orang asing di Timor-Leste
di luar markas UNAMET. TNI mengepung markas tersebut, sehingga mereka berhasil melakukan
langkah pertama untuk menutup Timor-Leste dari dunia luar. Di antara yang terperangkap di
markas adalah beberapa wartawan internasional. Dengan menggunakan telepon genggam dan
sambungan satelit mereka menceritakan keadaan ke seluruh dunia. Namun sementara media
dunia terfokus pada masalah pengepungan markas UNAMET di Dili, media tidak mempunyai foto
tentang kekerasan dan perusakan sistematis yang terjadi di seluruh daratan Timor-Leste.
Meningkatnya Tekanan Internasional
643. Para tokoh Timor-Leste yang berada di luar sangat sibuk melakukan aktivitas diplomasi
untuk meminta campur tangan internasional. Xanana Gusm?o akhirnya dibebaskan dari penjara
oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 7 September, dan diserahkan kepada UNAMET di
Jakarta. Untuk menghindari adanya upaya pembunuhan, ia dibawa ke Kedutaan Besar Inggris di
Jakarta, kemudian dari sini diterbangkan ke Darwin, Australia. Uksup Belo dievakuasi ke Baucau
setelah tempat tinggalnya diserang, dan dari sana ia kemudian diterbangkan ke Darwin pada
tanggal 7 September dengan menggunakan pesawat udara milik PBB. Ia terbang ke Roma dan
Lisbon untuk mencari dukungan. Jos? Ramos-Horta dan yang lainnya pergi ke Auckland, di
Selandia Baru, dimana para pemimpin regional dan dunia berkumpul untuk mengikuti pertemuan
tahunan APEC. Di seluruh dunia, khususnya di Australia dan Portugal, demonstrasi masa, yang
digerakkan oleh gerakan solidaritas non-pemerintah dan orang-orang Timor yang berada di
pengasingan, mengusahakan campur tangan internasional. Lewat foto-foto yang kuat kesannya
walau terbatas jumlahnya dari markas UNAMET di Dili, dan pesan dari wartawan serta orangorang
lain di markas tersebut, informasi mereka mendominasi berita internasional dan terus
menekan Indonesia dan meminta pemimpin dunia untuk melakukan campur tangan.804
644. Sekjen PBB, Kofi Annan, melakukan diplomasi pribadi yang sifatnya mendesak. Upaya
pertamanya bertujuan meminta Indonesia untuk memenuhi kewajiban keamanan. Presiden
Habibie menentang gagasan Sekjen PBB untuk melibatkan pasukan pemelihara perdamaian
internasional, yang dilakukan dengan hubungan langsung lewat telepon pada tanggal 5
September, dan sebagai pengganti mengeluarkan Kepres pemberlakuan darurat militer di
wilayah ini. Sekjen PBB meningkatkan tekanan pada Indonesia dengan mengumumkan kepada
publik bahwa tindakan lebih lanjut harus dipertimbangan jika keadaan tidak membaik di Timor-
Leste dalam jangka waktu 48 jam.805
645. Sebelum diadakan Konsultasi Rakyat, dan sekali lagi pada tanggal 1 September,
Portugal meminta pengerahan pasukan perdamaian internasional. Australia telah melakukan
persiapan secara diam-diam seandainya diperlukan intervensi militer, dengan menyiagakan
pasukan sejak akhir tahun 1998. Selandia Baru juga mempersiapkan diri. Namun demikian, tidak
ada satu negarapun yang siap melakukan intervensi militer tanpa seizin Indonesia.806 Pada
tanggal 4 September, Menteri Luar Negeri Australia, Alexander Downer, mengumumkan secara
terbuka keinginannya untuk memimpin pasukan internasional ke Timor-Leste, jika Indonesia
setuju dan jika Australia menerima mandat dari Dewan Keamanan PBB. Sekjen PBB, Kofi Annan
dan Perdana Menteri Australia John Howard mengadakan kontak secara terus menerus untuk
mengupayakan hal ini, mencari persetujuan Indonesia atas pengiriman pasukan internasional
dan pengumpulan koalisi untuk membentuk pasukan yang dapat ditempatkan segera.
- 155 -
646. Pada tanggal 5 September Dewan keamanan PBB mengirim Misi ke Jakarta dan Timor-
Leste.* Utusan ini meninggalkan New York pada tanggal 6 September, diiringi oleh Francesc
Vendrell, Utusan Pribadi Sekjen PBB. Utusan ini mulai mengadakan pertemuan pada tanggal 8
September. Mereka bertemu dengan Presiden Habibie, Megawati Soekarnoputri, yang
kemungkinan calon penggantinya, seorang staf delegasi UNAMET yang telah meninggalkan
markas Dili dan langsung terbang ke Jakarta, serta Jenderal Wiranto. Mereka juga bertemu
dengan Xanana Gusm?o, yang baru saja dibebaskan. Utusan ini mendesak agar mereka dapat
terbang menuju Timor-Leste.
647. Pada tanggal 10 September, Komisi Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Mary
Robinson, terbang ke Darwin untuk menemui staf UNAMET asal Timor dan pengungsi yang telah
dievakuasi. Ia berbicara kepada publik tentang perlunya pihak-pihak yang bertanggung jawab
untuk dibawa ke pengadilan.807
648. Sementara itu, berkumpulnya para pemimpin politik dan ekonomi dunia dalam pertemuan
puncak APEC secara tidak sengaja menjadi ajang yang baik untuk membicarakan situasi Timor-
Leste. Pernyataan yang berpengaruh datang dari Bank Dunia dan IMF. Presiden Bank Dunia
James Wolfensohn menulis langsung kepada Presiden Habibie pada tanggal 8 September yang
menekankan perlunya Indonesia memulihkan keamanan dan ketertiban serta menghormati hasil
Konsultasi Rakyat. Indonesia, masih rentan dari segi ekonomi setelah terjadinya krisis ekonomi
yang melanda Asia tahun 1997, semakin mendapatkan banyak tekanan. Ketika Presiden
Amerika Serikat tiba di pertemuan puncak APEC pada tanggal 11 September, ia mengumumkan
penangguhan penjualan senjata ke Indonesia. Inggris dan Uni Eropa juga mengumumkan hal
yang sama.
649. Pada tanggal 11 September Misi Dewan Keamanan PBB terbang ke Dili. Jenderal
Wiranto terbang ke Timor-Leste mendahului Misi PBB tersebut. Ketika utusan tiba, situasi Dili
relatif tenang, yang menunjukkan kemampuan TNI untuk menjaga keamanan apabila ia memilih
untuk melakukannya.808 Misi Dewan Keamanan ini mendapat penjelasan singkat di markas TNI,
dan bertemu dengan staf UNAMET serta orang-orang Timor-Leste yang terusir yang berada di
markas tersebut. Misi ini kembali ke Jakarta pada hari itu juga, karena Dewan Keamanan sedang
mengadakan rapat di New York untuk membahas situasi di Timor-Leste. Rapat Dewan
Keamanan berakhir hampir enam jam, dengan lima puluh delegasi yang turut berbicara.809
Dukungan bagi intervensi internasional di Timor-Leste menjadi tinggi, dengan banyak negara
yang meminta persetujuan Indonesia atas tindakan ini.
650. Pengasingan Indonesia karena kejadian di Timor-Leste benar-benar mencapai
puncaknya. Pada tanggal 12 September, dengan Misi Dewan Keamanan masih berada di
Jakarta, Presiden Habibie mengadakan rapat Kabinet. Setelah itu, ia menelpon Sekjen PBB
untuk meminta bantuan guna memulihkan perdamaian dan keamanan di Timor-Leste, dan
segera setelah itu mengumumkan hal ini melalui saluran TV dan radio nasional Indonesia.
651. Dengan mendapat izin dari Indonesia, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi
1264 (1999) pada tanggal 15 September, yang memberikan mandat kepada pasukan
multinasional dengan kekusaan Bab VII penuh untuk memulihkan perdamaian dan keamanan di
Timor-Leste. Ian Martin memberikan kesaksian kepada Komisi bahwa hanya setelah adanya
komitmen internasional inilah ia kemudian membuat keputusan untuk menutup markas UNAMET
Dili. Ia menjelaskan kepada Komisi bahwa sebelumnya, pada tanggal 8 September, ia
menyarankan agar UNAMET menarik diri tetapi pertemuan dengan staf senior menunjukkan
bahwa mereka bersedia tinggal selama orang Timor-Leste bersama mereka di markas.810 Pada
tanggal 10 September evakuasi pertama memindahkan sebagian besar staf UNAMET, termasuk
beberapa staf asal Timor, meninggalkan 80 sukarelawan untuk tinggal bersama orang Timor-
* Kelima anggota utusan adalah Martin Andjabal dari Namibia, Dubes Jeremy Greenstock dari Inggris, Dubes Danilo T?rk
dari Slovenia, Dubes Hasmy Agam dari Malaysia, dan Menteri Alphons Hamer, Wakil Presiden Dewan Keamanan dari
Belanda.
- 156 -
Leste yang mencari perlindungan di markas. Banyak di antara mereka adalah staf Konsultasi
Rakyat UNAMET lokal, dan pasti akan dijadikan sasaran jika ditinggal.
652. Ketika Indonesia mengumumkan pada tanggal 12 September bahwa Indonesia akan
menerima intervensi internasional, ada kekhawatiran bahwa TNI dan milisi akan melakukan balas
dendam terhadap staf UNAMET dan orang-orang yang bersama dengan mereka di markas
UNAMET sebelum pasukan mendarat di Dili.811 Aktivitas diplomatik yang intensif meminta izin
Presiden Habibie dan Perdana Menteri Howard untuk melakukan evakuasi terhadap 1500 orang
Timor yang mengungsi di markas UNAMET, dan pada tanggal 14 September mereka dievakuasi
ke Darwin. Ian Martin ikut terbang bersama mereka. Markas UNAMET ditutup, dan tim kecil yang
terdiri atas 12 staf UNAMET dipindah ke konsulat Australia yang dijaga untuk menunggu
kedatangan Interfet, dan dikepung oleh tentara Kostrad.
Evakuasi penduduk secara paksa
653. Di balik upaya diplomatik yang gencar dan foto-foto yang terbatas mengenai Timor-Leste
yang dikirim oleh orang-orang yang masih berada di markas UNAMET, perusakan dan
pemindahan paksa yang telah mulai pada hari-hari setelah pengumuman hasil Konsultasi Rakyat
semakin meningkat. Meskipun pada umumnya lebih buruk dan dengan waktu lebih lama di
wilayah bagian barat di mana TNI-milisi lebih kuat, kekerasan terjadi di seluruh wilayah.812
654. Sebelum Konsultasi Rakyat, TNI dan polisi telah merencanakan evakuasi massal
penduduk. Mereka mempunyai rencana darurat rinci untuk menyelamatkan penduduk dari
perang sipil yang diperkirakan Indonesia akan terjadi setelah Konsultasi Rakyat. Ini merupakan
bagian dari kebijakan yang direncanakan sebelumnya, seperti disebutkan di atas.813 Ada
perbedaan pendapat mengenai apakah ini merupakan evakuasi untuk melindungi orang Timor-
Leste, atau pemindahan paksa di bawah intimidasi dan kekerasan. Sementara sebagian orang
benar-benar ingin meninggalkan wilayah tersebut, kondisi kekerasan diciptakan oleh TNI dan
milisi, pelaku yang sama yang melakukan evakuasi. Setelah Konsultasi Rakyat, 250.000 orang,
atau lebih dari seperempat penduduk, dipindahkan dari Timor-Leste, paling banyak ke Timor
Barat (lihat Bab 7.3: Pemindahan Paksa dan kelaparan). Baik militer maupun polisi keduanya
terlibat dalam upaya pemindahan ini, dan polisi serta Kodim digunakan sebagai tempat transit
untuk evakuasi.814 Karena takut terhadap milisi yang menyerang, banyak orang mencari
perlindungan kepada militer atau polisi dan setelah itu mereka dibawa ke Timor Barat. Saksi
mata mengatakan bahwa orang-orang diusir dari rumah mereka oleh TNI dan milisi, kemudian
rumah mereka dirusak.815 Pengusiran paksa terus terjadi hingga kedatangan Interfet pada
tanggal 20 September.816 Banyak orang Timor-Leste terbang dengan pesawat menuju Jawa
beberapa hari setelah Konsultasi Rakyat, karena takut pecahnya kekerasan.
655. Sekitar 400.000 orang diperkirakan melarikan diri untuk menghindari kekerasan di kota
dan desa menuju bukit di pedalaman Timor-Leste yang keadannya relatif aman (lihat Bab 7.3.:
Pemindahan Paksa dan Kelaparan). Karena mereka tidak mempercayai Militer atau Polisi
Indonesia, banyak yang lari mencari perlindungan di markas Falintil di gunung-gunung. Puluhan
ribu orang meninggalkan kota-kota besar. Sekitar 10.000 meninggalkan Ermera, dan antara
30.000 dan 40.000 orang meninggalkan Dili menuju wilayah di sekitar kompleks Gereja di kaki
bukit sekitar Dare. Di dare orang-orang yang memiliki telepon seluler mengadakan kontak ke
seluruh dunia dan menjelaskan langsung apa yang mereka lihat dari atas bukit dengan mata
kepala mereka mengenai perusakan kota Dili. Makanan, air dan obat-obatan tidak mencukupi,
dan ketakutan akan adanya serangan TNI dan milisi tinggi.
Interfet datang: TNI ditarik
656. Pada tanggal 19 September, Komandan Interfet dari Australia Mayor Jenderal Peter
Cosgrove, wakilnya dari Thailand, dan Kepala dari kontingen negara lain terbang dari Darwin
- 157 -
menuju Dili, yang ditemani oleh kepala UNAMET, Ian Martin. Pada tanggal 20 September,
tentara Interfet tiba di Timor-Leste.*
657. Militer Indonesia dalam proses penarikan. Pada tanggal 20-21 September, Battalion 745
ditarik dari Laut?m ke Dili, dan diketahui membunuh hingga 17 orang saat mengundurkan diri
(lihat Bab 7.2.: Pembunuhan Tidak Sah dan Penghilangan Paksa). Selain pembunuhan oleh TNI
pada periode pasca Konsultasi Rakyat, kelompok-kelompok milisi tertentu masih terus aktif. Pada
tanggal 23 September milisi membunuh 12 orang di Ainaro. Pada tanggal 25 September, lima
hari setelah Interfet tiba di Timor-Leste, milisi Tim Alfa, yang telah lama menjalin hubungan
dengan Kopassus, melakukan menghadang dan mengeksekusi, dengan menggunakan pedang,
anggota iring-ringan kemanusiaan yang dipimpin oleh Biarawati Katolik di tikungan di dekat
sungai Sika di kabupaten Laut?m. Sembilan orang, termasul lima orang Biarawati, seorang
wartawan Indonesia, dan dua orang lainnya terbunuh.817
658. Sadar akan kemarahan TNI atas intervensinya, serta adanya potensi bahaya dari
kelompok milisi, Interfet menempatkan pasukan dengan hati-hati. Interfet butuh waktu satu bulan
untuk mencapai daerah terisolasir seperti Oecusse. Setelah keamanan dapat dipulihkan orangorang
yang tadinya bersembunyi di gunung-gunung atau mencari perlindungan pada Falintil
kembali ke puing-puing kota dan desa mereka. Banyak di antara orang-orang yang kembali dari
gunung dan tempat lainnya karena mengungsi berada dalam keadaan lapar dan sakit, dan
umumnya dalam kondisi sangat jelek. Pada tanggal 30 Oktober militer Indonesia yang terakhir
telah ditarik.818 Komandan Falintil ? Xanana Gusm?o hadir di lapangan terbang Dili untuk
menyaksikan pemberangkatan tentara terakhir yang ditarik.
659. Pengalaman 250.000 pengungsi di Timor Barat benar-benar berbeda dengan para
pengungsi yang masih berada di wilayah Timor-Leste. Sebagian besar dari mereka tinggal di
kamp sepanjang perbatasan dan di dekat Kupang. Komisi mendengarkan kesaksian langsung
dari koalisi LSM Indonesia dari Timor Barat, yang bekerja dengan pengungsi Timor-Leste.819
Koalisi menceritakan tentang kamp-kamp yang dikontrol oleh TNI dan kelompok milisi, di mana
orang-orang sipil hidup di bawah ketakutan dan intimidasi. Perempuan dewasa dan anak-anak
perempuan khususnya tidak berdaya dan rentan. Kesaksian pada Komisi dari perempuan yang
menjadi korban menceritakan tentang perbudakan seksual oleh para anggota milisi.
660. Fasilitas di Timor Barat tidak layak dan tidak dapat menampung jumlah pengungsi yang
besar tersebut. Saat tiba, banyak pengungsi menandatangani formulir yang menyatakan
keinginan mereka untuk menjadi WNI dan bersedia dimukimkan di wilayah manapun di
Indonesia. Beberapa orang kemudian mengatakan bahwa mereka menandatangani karena
dipaksa.820 Kelompok milisi berkuasa di kamp pengungsi, dan terus mencari tokoh-tokoh CNRT.
Mau Hodo, yang telah mencoba berdialog dengan KPS setelah Konsultasi Rakyat, hilang di
Atambua.821 Lama setelah referendum, milisi terus melakukan pelecehan dan mengintimidasi
pengungsi, dan menyebarkan informasi bohong mengenai situasi di Timor-Leste. Mereka juga
turut campur dengan orang-orang Timor yang ingin kembali.822
Pembentukan UNTAET: Resolusi Dewan Keamanan 1272, 25 Oktober 1999
661. Sejumlah kecil staf UNAMET kembali ke Timor-Leste bersama Interfet. Petugas
penghubung militer merupakan orang-orang yang pertama kembali, kemudian disusul oleh polisi
dan petugas urusan sipil. Perhatian utama mereka adalah keamanan dan stabilitas, dan
menangani krisis kemanusiaan yang dianggap mendesak. Dengan penempatan pasukan Interfet
dan pengamanan wilayah Timor-Leste, intervensi kemanusiaan internasional dalam jumlah besar
* Dengan kekuatan penuh, Interfet terdiri dari kurang lebih 11.000 pasukan dari dua puluh negera yang berbeda. Australia
bertindak sebagai pemimpin pasukan, dan memiliki 5.000 pasukan. Diperlukan waktu beberapa lama untuk mencapai
kekuatan maksimum, dan pada awalnya, jumlah pasukan TNI masih melebihi jumlah pasukan Interfet [Dunn, East
Timor,hal. 361].
- 158 -
mulai berdatangan. Konferensi donor diadakan pada bulan November di Tokyo di mana janji
sebesar $ 522 juta diterima.823 Badan-badan PBB, IMF dan Bank Dunia, serta LSM internasional
melakukan mobilisasi bantuan keadaan darurat. CNRT menyiapkan jaringannya untuk membantu
operasi ini. LSM Timor aktif dalam bantuan kemanusiaan dan koordinasi, meskipun mereka
menghadapi tantangan besar mengurusi lembaga mereka sendiri sementara operasi
internasional yang besar berlangsung. Gereja Katolik memainkan peranan penting dalam
melakukan koordinasi di banyak tempat.
662. Indonesia tetap berkeras bahwa secara de jure ia mengontrol Timor-Leste sampai MPR
membuat keputusan resmi mengenai hasil Konsultasi Rakyat. Namun demikian, Indonesia setuju
bahwa PBB dapat memegang kekuasaan secara de facto.824 Pada tanggal 19 Oktober MPR
mencabut Undang-Undang tahun 1976 tentang penggabungan Timor-Leste sebagai sebuah
provinsiTimor-Leste), dan pada tanggal 25 Oktober Dewan Keamanan PBB mengeluarkan
Resolusi 1272 (1999) yang membentuk Pemerintahan Transisi PBB untuk Timor-Leste
(UNTAET), yang, anjadikan PBB sebagai pemegang otoritas pemerintahan resmi untuk Timor-
Leste.
Pulang ke Rumah
663. Bagi orang Timor yang berada di Timor Barat, di daerah lain di Indonesia, di Portugal,
Australia dan belahan dunia yang lain, orang-orang yang terusir baru-baru ini, mereka yang
dibebaskan dari berbagai penjara Indonesia, dan mereka yang lama berada dalam pengasingan,
pertanyaannya ialah kapan dan bagaimana mereka dapat kembali ke Timor-LesteUskup Belo
adalah tokoh yang pertama yang kembali pada tanggal 5 Oktober setelah sebulan berada di luar
wilayah Timor-Leste. Xanana Gusm?o kembali di tengah-tengah sambutan yang meriah pada
tanggal 22 Oktober. Setelah 24 tahun berada di luar negeri Jos? Ramos-Horta tiba dengan
Pemerintahan Transisi PBB yang baru diangkat dan Utusan Khusus Sekjen PBB, S?rgio Vieira
de Mello, pada tanggal 1 Desember. Pengungsi Timor-Leste mulai kembali dari Timor Barat pada
bulan-bulan akhir tahun 1999, dibantu oleh UNHCR, IOM dan LSM internasional. Yang lain,
sebagian berada di pengasingan sejak 1975, kembali dan menemukan kampung halaman
mereka menjadi abu.
664. Hak untuk menentukan nasib sendiri akhirnya dihormati dan ditegakkan oleh masyarakat
internasional, namun hanya setelah orang-orang Timor-Leste menunjukkan keberanian besar
untuk menghadapi intimidasi dan kekerasan masal dan setelah mereka memberikan suara
mereka. Tugas membangun negara didasarkan atas penghormatan hak asasi manusia,
penegakan hukum serta prinsip demokrasi,
Category:
Pengetahuan
0
komentar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar