Categories

Lesson 6

Blog Archive

Follower

Statistik

Get Gifs at CodemySpace.com

Sejarah Hadist


ILMU HADIS DAN SEJARAH PERKEMBANGAN
A.    Pengertian Ilmu Hadis
Ilmu hadis (‘ulum Al Hadis ), secara bahasa berarti ilmu-ilmu tentang hadis. Secara etimologi ,seperti yang di ungkapkan oleh As-Suyuthi ,ilmu hadis adalah :
Ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadis sampai kepada Rosul Saw .dari segi hal ikhwal para rawiyah ,yang menyangkut ke dhabitan dan keadilan nya dan dari bersambung dan terputus nya sanad ,dan sebagai nya
Secara garis besar ,ulama’ hadis me ngelompokan ilmu hadis tersebut ke dalam dua bidang pokok ,yakni ilmu hadis mengelompokan ilmu hadis tersebut ke dalam dua bidang pokok ,yakni ilmu hadis riwayat dan ilmu hadits dir ayah


1.      Ilmu Hadists Riwayat
Kata riwayat artinya periwayatan atau cerita Ilmu hadis’riwayat secara bahasa berarti ilmu hadits yang berupa periwayatan .
Para ulama,berbeda-beda pendapat dalam mendepinisikan ilmu hadi riwayat ,namun yang paling terkenal diantara depinisi-depinisi tersebut adalah depinisi ibnu Al-Akhpani, yaitu :
***

Ilmu hadis riwayat adalah yang membahas ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan Nabi SAW, periwayatanny, pencatatanya, dan penelitian lafazh-lafazhnya.
Objek kajian ilmu hadis riwayah adalah segala sesuatu yang dimisbatkan kepada Nabi Saw, Sahabat, dan tabi’in yang meliputi :
a.       Cara periwayatannya, yakni cara penerimaan dan penyampaian hadis dari seorang periwayat (rawi) kepada periwayat lain :
b.      Cara pemeliharaan, yakni penghapalan, penulisan, dan pembukuan hadis.  
Ilmu hadis riwayah bertujuan memelihara hadis Nabi SAW, dari kesalahan dalam proses periwayaan atau dalam penulisan dan pembukuannya.
Ulama yang terkenal dan dipandang sebagai pelopor ilmu hadis riwayah adalah Abu Bakar Muhamamd bin Syihab Az-Zuhri (51-124 H), seorang imam dan ulama besar di Hijaz dan Syar. Dalam sejarah perkembangan hadis, Az-Zuhri tercatat sebagai SAW, atas perintah khalifah umar bin Abdul Aziz atau Khalifah Umar II (memerintah 99H/717 M – 102 H/ 720 M).
Usaha penghimpunan, penyeleksian, penulisan dan pembukaan hadis secaa besar-besaran dilakukan oleh ulama hadis pada abad ke-3 H, seperti iman Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam At-Tirmidzi, dan ulama-ulama hadis lainya melalui kitab hadis masing-masing.
2.      Ilmu Hadis Dirayah
At-Turmuczi mendefinisikan
“Kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan, sifat-siat perawi, dan lain-lain. [1]
Ibnu Al-Akhfani mendefinisikan ilmu ini sebagai berikut :
**
“Ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam, dan hokum-hukum hadis serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik syarat-syaratnya, macam-macam hadis yang diriwayatkan dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya.”[2]
Sedangkan ‘Izzuddin bin jama’ah mendefinisikan, sebagai berikut :
****
‘Ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan”.[3]
Dari beberapa pengertian diatas, dapat diketahui bahwa objek pembahasan ilmu hadis dirayah adalah keadaan para perawi dan maewinya. Keadaan para perawt, yaitu menyangkut pribadinya, seperti akhlak, tabiat, dan keadaan hapalannya, maupun yang menyangkut persambungan dan terputusnya sanad. Adapun keadaan marwi, yaitu dari sudut kesahihan dan kedaifannya, maupun dari sudut lain yang berkaitan dengan matan.
Tujuan dan faedah ilmu hadis dirayah adalah :
a)      Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadis dan ilmu hadis dari masa kemasa sejak masa Rasulullah SAW. Sampai sekarang.
b)      Mengetahui tokoh-tokoh dan usaha-usaha yang telah dilakukan dalam mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadis.
c)      Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama’ dalam mengklasifikasikan hadis lebih lanjut dan
d)     Mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dna kriteri-kriteria hadis sebagai pedoman dalam menetapkan suatu hokum syara’.
B.     Cabang-cabang Ilmu Hadits
Ilmu hadits terus berkembang menuju kesempurnaannya. Dalam perkembangan selanjutnya munculah beberapa cabang ilmu hadis yang khusus yang berpangkalan pada sanad, matan dan keduanya. Biarpun pembahasan ilmu-ilmu itu lebih mengarah kepada suatu objek tertentu, tetapi saling diperlukan dan erat hubunganya satu sama lain.
Cabang-cabang yang berpangkal pada sanad, antara lain :
1.      Ilmu Rijal Al-Hadits
2.      Ilmu Thabaqat Al-Ruwah
3.      Ilmu Tarikh Rijal AL-Hadits
4.      Ilmu Jarh wa Ta’dil
Cabang-cabang yang berpangkal pada matan, antara lain :
1.      Ilmu Gharib AL-Hadits
2.      Ilmu Asbab wurud Al-Hadits
3.      Ilmu Tawarikh Al-Mutun
4.      Ilmu Nasikh wa mansukh
5.      Ilmu Talfiq AL-Hadits
Cabang-cabang yang berpangkal pada sanad dan matan, ialah :
Ilmu ilal Al-hadits
C.    Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits
Dalam tataran praktiknya, ilmu hadis sudah ada sejak periode awal islam atau sejak periode Rasulullah SAW., paling tidak, dalam arti dasar-dasarnya. Ilmu ini muncul bersamaan dengan mulainya periwayatan hadis yang disertai dengan tingginya perhatian dan selektivitas sahabat dalam menerima riwayat yang sampai kepada mereka. Berawal dengan cara yang sangat sederhana, ilmu ini berkembang sedemikian rupa seiring dengan berkembangnya masalah yang dihadapi.
Pada periode Rasulullah SAW., kritik ata u penelitian terhadap suatu riwayat (hadis) yang menjadi cikal bakal ilmu hadis terutama ilmu hadis dirayah dilakukan dnegan cara yang sederhana sekali. Apabila seorang sahabat ragu-ragu menerima suatu riwayat dari sahabat lainnya, ia segera menemui Rasulullah SAW atau sahabat lain yang dapat dipercaya utnuk mengonfirmasikannya. Setelah itu, barulah ia menerima dan mengamalkan hadis tersebut.
Pada periode sahabat, penelitian hadis yang menyangkut sanad maupun matan hadis semakin menampakkan wujudnya. Abu Bakar Ash-Shiddiq (573-634 H; khalifah pertama dari Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun atau empat khalifah Besar), misalnya, tidak mau menerima suatu hadis yang disampaian oleh seseorang, kecuali yang bersangkutan maupun mendatangkan saksi untuk memastikan kebenaran riwayat yang disampaikannya.
Demikian pula, Umar bin Al-Khathathab (581-644 H; khalifah kedua dari Al-Khulafa ‘Ar-Rasyidun). Bahkan, Umar mengancam akan memberi sanksi terhadap siapa saja yang meriwayatkan hadis jika tidak mendatangkan saksi. Ali bin Abi Thalib (603-661 ; khalifah terakhir dari Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun) menetapkan persyaratan tersendiri. Ia  tidak mau menerima suatu hadis yang disampaikan oleh seseorang, kecuali orang yang menyampaikannya bersedia diambil sumpah atas kebenaran riwayat tersebut. Meskipun demikian, ia tidak menurut persyaratan tersebut terhadap sahabat-sahabat yang paling dipercaya kejujuran dan kebenaranya, seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Kritik matan juga tampak jelas pada periode sahabat. ‘Aisyah binti Abu Bakar r.a., misalny, pernah mengkritik hadis dari Abu Hurairah (w. 57 H) dengan mantan, ‘Inna-mayyita yu’zzabu bi buka’I ahlihi ‘alaihi” (Sesuangguhnya mayat diazab disebebkan ratapan keluarganya). ‘Aisyah mengatakan bahwa periwayat telah salah dalam menyampaikan hadis tersebut sambil menjelaskan matan yang sesungguhnya. Suatu ketika, Rasulullah SAW. Melewati sebuah kuburan orang Yahudi dan beliau melihat keluarga si mayat sedang meratap di atasnya.
Melihat hal tersebut, rasulullah SAW bersabda, “Mereka sedang meratapi si mayit, sementara si mayat sendii sednagkan diazab dalam kuburanya”. Lebih lanjut ‘Aisyah berkata, “Cukuplah Al-Qur’an sebagai bukti ketidakbenaran matan hadis yang dating dari Abu Hurairrah karena maknanya bertentangan denga Al-Qur’an.” Ia mengutip Surat Al-An’am (6) ayat 16 yang artinya, “….dan seornag yang berdosa tidak akan memikul dosa lain…..”.
Pda aklhir abad ke-12 H, barulah penelitian atau pengkritikan hadis mengambil bentuk sebagai ilmu hdis teoretis, di samping bentuk praktis seperti dijelaskan di atas. Iamam Asy-Syfi’i adalah ulama pertama yang mewariskan teori-teori ilmu hadisnya seara tertulis sebagaimana terdapat dalam karya monumentalnya Ar-Risalah (kitab usul fiqih) dan Al-Umm (kitab fiqh).
Dalam catatan sejarah perkembangan hadis, diketahui bahwa ulama yang pertama kali berhasil menyusun ilmu hadis dalam suatu disiplin ilmu lengkap adalah Al-Qadi Abu Muhammad AL-Hasan bin Abd. Ar-Rahman bin Khalad Ar-Ramahurmuzi (265-360 H) dalam kitabnya, Al-Muhaddits AL-Fashil bin Ar-Rawi wa Al-Wa’i.
Kemudian, muncul Al-Hakim Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah An-Naisaburi (w. 405 H/1014 m) dengan sebuah kitab yang lebih sistematis, ma’rifah ‘Ulum AL-Hadits.
Kemudin, Abu Nu’ami Ahmad bin Abdillah Ash-Asfahani (w. 430 H/1038 M), muhaddits (ahli hadis) dari Astalun (Persia), berusaha melengkapi kekurangan tersebut melalui kitabnya, Al-Mustkhraj ‘Ala Ma’rifah ‘Ulum Al-hadits.
Setelah itu, muncul Abu Bakr Ahmad Al-Khathib AL-badhdadi (392 H/1002 M-463 H/1071 m) yang menulis dua kitab ilmu hadis, yakni AL-Kifayah fi Qawanin Ar-Riwayah dan Al-Fami’li Adab Asy-Syekh wa As-Sami’.
Sedang beberapa waktu, menyusul AL-Qadhi’Iyadh bin Musa Al-Yahshibi (w. 544 H) dengan kitabnya Al-Ilma fi Dabath Ar-Riwayah wa Taqyid Al-Asma’. Berikutnya adalah Abu Amr ‘Usaman bin Shalah atau Ibnu Shalah (ahli hadis; w. 642 H/1246 M) dengan kitabnya, ‘Ulum Al-hadis yang dikenal dengan Muqaddimah ibn Ash-Shalah.
Kitab lainnya yang cukup terkenal di antaranya Tadrib Ar-Rawi oleh Jalaluddin As-Syuthi, Tauhid Al-Afkar oleh Muhammad bin Isma;il Al-Kahlani As-San’ani (1099 H/1688 M-1182 H/1772 M), dan Qowa’id At-Tahdis karya Muhamamd jamaluddin bin Muhammad bin Sa’id bin Qaim AL-Qasimi (1283-1332 H).


[1] Drs. H. Mudasir. Ilmu Hadis, Bandung : Pustaka Setia. 1999. hlm. 43 
[2] Ibid. Hlm. 3-44
[3] Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag. AGus Suyadi. LC. M. Ag. Ulumul Hadis. Bandung : Pustaka Setia. 2009. hlm. 109 

0 komentar:

Posting Komentar