1. MANUSIA DAN AGAMA
A.
Pandangan
Islam Tentang Manusia
Dari sudut pandang manusia, yang ada adalah Allah Sang
Pencipta dan alam semesta yang diciptakan Allah. Sebelum Allah menciptakan Adam
sebagai manusia pertama, alam semesta telah diciptakan-Nya dengan tatanan kerja
yang teratur, rapi, dan serasi. Keteraturan, kerapian, dan keserasian yang kita
yakini sebagai Sunnatullah yakni ketentuan dan hukum yang ditetapkan
Allah. Seperti pada matahari sebagai pusat dari sistem tata surya, berputar
pada sumbunya dan memancarkan energinya kepada alam semesta secara teratur dan
tetap.
Ada tiga sifat utama Sunnatullah yang disinggung
dalam Al-Qur’an, yaitu: pasti, tetap, dan obyektif. Sifat yang pertama, yaitu
pasti, tentu menjamin dan memberi kemudahan kepada manusia membuat rencana,
sehingga dapat membuat perhitungan yang tepat menurut Sunnatullah. Sifat
yang kedua adalah tetap, tidak berubah-ubah. Sifat yang ketiga adalah obyektif:
1.
Manusia
Menurut Agama Islam
Al-Qur’an
tidak menggolongkan manusia ke dalam kelompok hewan selama manusia
mempergunakan akal dan karunia Tuhan lainnya. Namun bila manusia tidak
mempergunakan akal dan berbagai potensi pemberian Tuhan yang sangat tinggi
nilainya seperti: pemikiran, kalbu, jiwa, raga, serta pancaindera secara baik
dan benar, ia akan menurunkan derajatnya sendiri menjadi hewan:
"… Mereka (manusia) punya hati
tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah), punya mata tetapi
tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), punya telinga
tetapi tidak mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka (manusia) yang seperti itu
sama (martabatnya) dengan hewan bahkan lebih rendah (lagi) dari binatang."
(QS 7:179)
Berdasarkan studi isi Al-Qur’an dan Al-Hadits,
manusia (al-insan) adalah
makhluk ciptaan Allah yang memiliki
potensi untuk beriman kepada Allah dan dengan mempergunakan akalnya mampu
memahami dan mengamalkan wahyu serta mengamati gejala-gejala alam, mempunyai rasa
tanggung jawab atas segala perbuatannya dan berakhlak. Berdasarkan hal
tersebut, manusia mempunyai berbagai ciri sebagai berikut:
1. Makhluk yang paling unik, dijadikan
dalam bentuk yang sangat baik, ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
- Manusia memiliki potensi (daya
atau kemampuan yang mungkin dikembangkan) beriman kepada Allah.
- Manusia diciptakan Allah untuk
mengabdi kepada-Nya.
- Manusia diciptakan Tuhan untuk
menjadi khalifahnya di bumi.
- Manusia dilengkapi akal,
perasaan, dan kemauan atau kehendak.
- Manusia secara individual
bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
- Manusia itu berakhlak.
Manusia
menurut agama Islam, terdiri dari dua unsur, yaitu unsur materi berupa tubuh
yang berasal dari tanah dan unsur immateri berupa roh yang berasal dari alam
gaib. Al-Qur’an mengungkapkan proses penciptaan manusia:
"Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal dari) tanah. Kemudian Kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan ia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci-lah Allah, Pencipta Yang Paling
Baik. Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang
memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya
dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan
meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi Kamu
pendengaran, penglihatan, dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali
bersyukur." (QS 23:12-14, 32:7-9)
Tujuan Manusia Diciptakan
Tujuan penciptaan
manusia adalah untuk beribadah kepada Allah sebagai pencipta alam semesta.
Allah sendiri yang mencipta dan memerintahkan ciptaan-Nya untuk beribadah
kepada-Nya, juga menurunkan panduan agar dapat beribadah dengan benar. Panduan
tersebut diturunkan Allah melalui nabi-nabi dan rasul-rasul-Nya, dari Adam AS
hingga Muhammad SAW. Nabi-nabi dan rasul-rasul tersebut hanya menerima Allah
sebagai Tuhan mereka dan Islam sebagai panduan kehidupan mereka. Beribadah
diartikan secara luas meliputi seluruh hal dalam kehidupan yang ditujukan hanya
kepada Allah. Kita meyakini bahwa hanya Islamlah panduan bagi manusia menuju
kebahagiaan dunia dan akherat. Islam telah mengatur berbagai perihal dalam
kehidupan manusia. Islam merupakan sistem hidup, bukan sekedar agama yang
mengatur ibadah ritual belaka.
B. Tanggung
Jawab Manusia Terhadap Alam Semesta
Manusia sebagaimana makhluk lainnya, memiliki keterkaitan dan
ketergantungan terhadap alam dan lingkungannya. Namun demikian, pada
akhir-akhir ini, manusia justru semakin aktif mengambil langkah-langkah yang
merusak, atau bahkan menghancurkan lingkungan hidup.
Hampir setiap hari kita mendengar berita menyedihkan tentang
kerusakan alam yang timbul pada sumber air, gunung, laut, atau udara. Bencana
lumpur lapindo yang tak kunjung usai, banjir,
demam berdarah, flu burung, kekeringan, dan sebagainya selalu menghiasi
berita di televisi maupun di koran-koran.
Pemanfaatan alam lingkungan secara serampangan dan tanpa
aturan telah dimulai sejak manusia memiliki kemampuan lebih besar dalam
menguasai alam lingkungannya. Dengan mengeksploitasi alam, manusia menikmati
kemakmuran hidup yang lebih banyak. Namun sayangnya, seiring dengan kemajuan
ilmu dan teknologi, alam lingkungan malah dieksploitasi sedemikian rupa
sehingga menimbulkan kerusakan yang dahsyat.
Kerusakan alam yang ditimbulkan oleh manusia bersumber dari
cara pandang manusia terhadap alam lingkungannya. Dalam pandangan manusia yang
oportunis, alam adalah barang dagang yang menguntungkan dan manusia bebas untuk
melakukan apa saja terhadap alam. Menurutnya, alam dapat dimanfaatkan
semaksimal mungkin bagi kesenangan manusia. Sebaliknya, manusia yang religius
akan menyadari adanya keterkaitan antara dirinya dan alam lingkungan. Manusia
seperti ini akan memandang alam sebagai sahabatnya yang tidak bisa
dieksploitasi secara sewenang-wenang.
Selain
berhak memanfaatkan alam semesta, manusia juga diberi tanggung jawab untuk
menjaga agar alam semesta tidak mengalami kerusakan. Allah SWT berfirman (QS..
Ar-Ruum: 41),, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut yang disebabkan
oleh perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki supaya mereka merasakan
sebagian dari perilaku mereka itu supaya mereka kembali (ke jalan yang benar).”
C. KEBUTUHAN MANUSIA
TERHADAP AGAMA
Manusia
mempunyai 2 (dua) fungsi; individu dan sosial. Dalam fungsinya sebagai makhluk
individu, manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, misalnya
pendidikan, kesehatan, kebahagiaan dan sebagainya. Di sisi lain, manusia juga
harus memerankan fungsinya sebagai makhluk sosial yang hidup dan berinteraksi
dengan masyarakat. Dalam proses interaksi ini, tentu saja masyarakat memerlukan
suatu pedoman yang mengatur lajur dinamika yang ada. Sehingga aktifitas manusia
akan menjadi teratur sesuai dengan aturan yang ada.
Bisa
dibayangkan kalau kehidupan bermasyarakat tidak ada aturan. Problem akan datang
silih berganti. Ketika manusia hidup di dunia, maka di sana ia akan dihadapkan
kepada beragam problematika dan tuntutan hidup. Banyak keinginan dan kesenangan
yang diinginkan. Juga, aktifitas menerjang syariat –seiring dengan tuntutan
yang ada- bukanlah perkara yang mustahil.
Di
sinilah syariat datang menyapa umat dan memberikan pedoman hidup yang mengatur
dinamika umat manusia. Keragaman yang ada, hendaknya diposisikan sebagai
keragaman yang positif untuk saling berinteraksi dan mengenal.
2. Makna Agama Islam
A.
Pengertian dan Teori Agama
Agama dalam pengertiannya dapat
dikelompokkan pada dua bagian yaitu agama menurut bahasa dan agama menurut
istilah. Beberapa persamaan arti kata“agama’’ dalam berbagai bahasa :
1. Ad din (Bahasa Arab dan Semit)
2. Religion (Inggris)
3.La religion (Perancis)
4. De religie (Belanda)
5. Die religion (Jerman)
Secara
bahasa, perkataan ‘’agama’’ berasal dari bahasa Sangsekerta yang erat
hubungannya dengan agama Hindu dan Budha yang berarti ‘’tidak pergi’’ tetap di
tempat, diwarisi turun temurun’’. Adapun kata din mengandung arti
menguasai, menundukkan, kepatuhan, balasan atau kebiasaan.
Din juga membawa peraturan-peraturan berupa
hukum-hukum yang harus dipatuhi baik dalam bentuk perintah yang wajib
dilaksanakan maupun berupa larangan yang harus ditinggalkan. Kata
din dalam Al Qur’an disebut sebanyak 94kali dalam berbagai makna dan kontek,
antara lain berarti :
1.
Pembalasan (Q.S Al Fatihah (1) ayat 4.
2.
Undang-undang duniawi atau peraturan yang dibuat oleh raja (Q.S Yusuf (12)ayat
76.
3.
Agama yang datang dari Allah SWT, bila dirangkaikan dengan kata Allah (Q.SAli
Imran (3) ayat 83.
4.
Agama yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW sebagai agama yang benar, yakni
Islam, bila kata din dirangkaikan dengan kata al-haq (Q.S AtTaubah (9) ayat 33
5.
Agama selain Islam (Q.S Al Kafirun(109) ayat 6 dan Q.S Ash Shaf (61) ayat 9.
Agama
menurut istilah adalah undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengikat
manusia dalam hubungannya dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama
manusia dan hubungan manusia dengan alam. Maka orang yang beragama adalah orang
yang teratur, orang yang tenteram dan orang yang damai baik dengan dirinya
maupun dengan orang lain dari segala aspek kehidupannya.
Unsur-unsur
yang ada dalam sebuah agama.
1.
Adanya keyakinan pada yang gaib
2.
Adanya kitab suci sebagai pedoman
3.
Adanya Rasul pembawanya
4.
Adanya ajaran yang bisa dipatuhi
5.
Adanya upacara ibadah yang standar
B. Sumber Ajaran Agama Islam
Sumber
ajaran agama Islam terbagi menjadi 3, yaitu: Al Qur’an, Al Hadist, dan Ijtihad.
1.
Al-Qur’an adalah wahyu Allah SWT yang berfungsi sebagai mu’jizat bagi
Rasulullah Muhammad SAW yang diturunkan melalui perantara malaikat Jibil secara
berangsur-angsur sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim dan sebagai
penyempurna terhadap kitab-kitab Allah yang sebelumnya.
Isi kandungan Al Qur’an :
1. Doktrin atau pengetahuan tentang struktur kenyataan dan posisi manusia didalamnya.
2. Ringkasan sejarah manusia baik para raja, orang-orang suci, nabi, kaum dsb.
3. Mukjizat.
1. Doktrin atau pengetahuan tentang struktur kenyataan dan posisi manusia didalamnya.
2. Ringkasan sejarah manusia baik para raja, orang-orang suci, nabi, kaum dsb.
3. Mukjizat.
2.
Hadist menurut bahasa berarti kabar, berita atau laporan. Dalam tradisi ilmu
Islam, Hadist adalah berita atau laporan tentang perkataan (qawl), perbuatan
(fi’l), dan persetujuan (taqrir) Nabi Muhammad SAW.
Bentuk dan
penjelasan hadist :
I. Bayan Taqrir yaitu memperkuat ketentuan yang sudah dijelaskan Al Qur’an.
II. Bayan Tafsir yaitu memerinci apa dalam Al Qur’an disebutkan secara umum.
III. Bayan Tasyri yaitu menetapkan hukum yang tidak terdapat dalam Al Qur’an.
IV. Bayan Tabdil yaitu menggantikan ketentuan Al Qur’an dengan yang baru.
I. Bayan Taqrir yaitu memperkuat ketentuan yang sudah dijelaskan Al Qur’an.
II. Bayan Tafsir yaitu memerinci apa dalam Al Qur’an disebutkan secara umum.
III. Bayan Tasyri yaitu menetapkan hukum yang tidak terdapat dalam Al Qur’an.
IV. Bayan Tabdil yaitu menggantikan ketentuan Al Qur’an dengan yang baru.
3.
Ijtihad berasal dari bahasa Arab yang artinya berusaha dengan sungguh-sungguh.
Menurut istilah dalam ilmu fikih, Ijtihad berarti mengerahkan tenaga dan
pikiran dengan sungguh-sungguh untuk menetapkan hukum sesuatu yang tidak
ditemukan dalil hukumnya secara pasti di dalam Al Quran dan Hadist.
Bentuk-bentuk
Ijtihad:
1) Ijma yaitu
kebulatan pendapat semua ahli ijtihad pada suatu masa atas suatu masalah yang
berkaitan dengan syariat.
2) Qiyas yaitu
menetapkan hukum atas suatu perbuatan yang belum ada ketentuannya, berdasarkan
sesuatu yang sudah ada ketentuan hukumnya dengan memperhatikan kesamaan antara
kedua hal itu.
3) Istihab yaitu
melanjutkan berlakunya hukum yag telah ada dan yang telah ditetapkan karena ada
suatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan hukum tersebut.
4) Maslahah Mursalah
yaitu kebaikan yang tidak disinggung-singgung syara’ untuk mengerjakan atau
meninggalkannya, sedangkan apabila dilakukan akan membawa kemanfaatan terhindar
dari keburukan.
5) ‘Urf yaitu
kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, baik dalam
kata-kata atau perbuatan.
C. Ruang Lingkup Ajaran Agama Islam.
Ruang
lingkup ajaran Islam itu di antaranya: Aqidah, ibadah, akhlak dan mu’amalah
duniawiyah.
1.
Aqidah
Aqidah merupakan ajaran islam tentang ketuhanan dan kepercayaan.
Aqidah secara harfiah berarti
”sesuatu yang tersimpul secara erat/ikatan”
sehingga dalam
islam mengandung pengertian ”pandangan”, pemahaman dalam pengembangan diri menuju kesempurnaan
keyakinan atau iman.
Keyakinan-keyakinan dasar islam yang harus diyakini oleh
setiap muslim mencakup didalamnya 3 pengenalan yaitu:
1.
Pengenalan
terhadap sumber keyakinan
2.
Pengenalan
terhadap hal-hal yang dijanjikan akan keberadaannya
3.
Pengenalan
terhadap penyampaian ajaran agama
ketiga bidang ini harus diyakini keberadaanya,
kemudian dinyatakan dalam bentuk ungkapan dan
dipraktekkan dalam kehidupan nyata
2.
Ibadah
Ibadah
berasal dari kata العبد yang berarti hamba. Kemudian dari kata ini muncul kata
العبادة yang berarti إظهار التذلل (memperlihatkan/ mendemonstrasikan
ketundukan dan kehinaan). Secara istilah ibadah berarti usaha menghubungkan
dan mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai Tuhan yang disembah.
Ulama fiqh
mendefenisikan ibadah sebagai ketaatan yang disertai dengan ketundukan dan
kerendahan diri kepada Allah SWT.
3.
Akhlak
Akhlaq
merupakan bentuk jamak dari (al-khuluq) yang berarti kekuatan jiwa dan
perangai yang dapat diperoleh melalui pengasahan mata bathin. Dari
pengertian lughawi ini, terlihat bahwa akhlaq dapat diperoleh dengan melatih
mata bathin dan ruh seseorang terhadap hal yang baik-baik. Secara istilah
akhlaq berarti tingkah laku yang lahir dari manusia dengan sengaja, tidak
dibuat-buat dan telah menjadi kebiasaan. Al-Qur’an memberi kebebasan kepada
manusia untuk bertingkah laku baik atau berbuat buruk sesuai dengan
kehendaknya. Atas dasar kehendak dan pilihannya itulah manusia akan dimintai
pertanggungjawabannya di akhirat atas segala tingkah lakunya. Di samping itu,
akhlaq seorang muslim harus merujuk kepada al-Qur’an dan sunnah sebagai
pegangan dan pedoman dalam hidup dan kehidupan.
d.
Mu’amalah
Secara
etimologi muamalah semakna dengan مفاعلة yang berarti saling berbuat. Kata ini
menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan orang lain atau
beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing. Secara terminologi kata
ini lebih dikenal dengan istilah fiqh muamalah, yaitu hukum-hukum yang
berkaitan dengan tindak-tanduk manusia dalam persoalan-persoalan keduniaan.
3. Sejarah Agama Islam
A.
Asal-Usul Agama Islam
3.1. Masa Khulafaur Rasyidin
Dalam Ensiklopedi Tematik Islam manusia digolongkan sebagai khalifah.
Khalifah didefinisikan sebagai wakil, pengganti, duta Tuhan di muka bumi, sedangkan kelak manusia akan
dimintai tanggung jawab di hadapan-Nya tentang bagaimana ia melaksanakan tugas
suci kekhalifahan itu. Sedangkan dalam konteks Khulafaur Rasyidin, kata khalifah
mengandung makna “pengganti Nabi Muhammad SAW dalam fungsinya sebagai kepala
Negara”, yaitu pengganti Nabi SAW dalam jabatan kepemerintahan dalam Islam,
baik untuk urusan agama maupun urusan dunia.
Keberadaan Khulafaur Rasyidin menjadi jawaban atas ketiadaan Rasulullah SAW
sebagai pemimpin Ummat Islam. Maka Jumhur ‘Ulama menjadikan hukum mengangkat
khalifah adalah wajib dan semua Ummat Islam berdosa atas ketiadaan khalifah
sebagai Amirul Mukminin (pemimpin ummat). Sedangkan golongan Mu’tazilah dan
Khawarij mengatakan bahwa yang wajib adalah menegakkan syara’.
Dalam sejarah Islam, ada empat khalifah yang disebut sebagai Khulafaur
Rasyidin. Keempatnya merupakan sahabat terdekat Rasulullah SAW, sekaligus
terpercaya. Mereka adalah Abu Bakar As Shiddiq, Umar bin Khattab, Ustman bin
Affan, dan
Ali bin Abi Thalib.
Abu Bakar As Shiddiq
Abu Bakar adalah termasuk dalam Assabiqunal
Awwalun (yang pertama-tama masuk Islam) aan digelari As Shiddiq oleh Nabi
SAW karena Abu Bakar lah yang pertama kali membenarkan Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW. Beliau diangkat sebagai khalifah
sekitar tahun 632 masehi, beberapa saat setelah Rasulullah SAW meninggal. Abu
Bakar memerintah hanya sekitar 2 tahun, dan dalam masa yang singkat beliau
dianggap memiliki prestasi gemilang seperti pembuatan struktur pemerintahan, baitul maal, dan yang terpenting adalah
pemberantasan nabi-nabi palsu dan pencegahan terhadap orang-orang yang Riddah (berpaling dari Islam).
Umar bin Khattab
Umar bin Khattab adalah khalifah kedua yang memrintah tahun 634 masehi.
Dalam kepemimpinannya Umar memiliki prestasi seperti desentralisasi /
pembentukan 8 propinsi di wilayah kekuasaan Islam, pembentukan majelis
perwakilan dan lembaga pengadilan. Prinsip pengadilan yang dibuat Umar yang
terkenal adalah “Dustur Umar” yang
beliau tujukan kepadan Abu Musa Al Asy’ari. Beliau wafat disebabkan oleh
tikaman seseorang pada waktu shubuh. Sebelum meninggal, beliau mengutus enam
orang terpercaya yang menjadi panitia musyawarah untuk menunjuk Khalifah
pengganti setelah beliau. Beliau meninggal pada tahun 644 masehi.
Ustman bin Affan
Terpilihnya Ustman bin Affan menjadi khalifah ke tiga merupakan hasil
musyawarah yang baik di rumah sahabat Abdurrahman bin Auf. Beliau memiliki
sumbangan penting, yaitu pembentukan tim penyusun mushaf Al Qur’an yang kita
pegang saat ini, yang disebut sebagai Mushaf Ustmani.
Pemerintahan Ustman mulai goyah setelah 6 tahun kejayaannya. Sekitar 6
tahun terakhir pemerintahan beliau, orang-orang kurang menyukai tendensi Utsman
yang memilih keluarga terdekat untuk duduk dalam jabatan-jabatan penting di
pemerintahan.
Ali bin Abi Thalib
Ali bin Ai Thalib adalah khalifah keempat yang selama pemerintahannya
diliputi pemberontakan-pemberontakan. 3 pemberontakan utama yang terjadi
semakin lama semakin menjadi. Yang pertama adalah pemberontakan oleh Thalhah
dan Zubair, yang kedua adalah oleh Mu’awiyah, yang ketiga adalah oleh kaum Khawarij yang tadinya merupakan
pendukung Ali. Pemberontakan yang kedua dan ketiga terjadi dalam waktu yang bersamaan,
tapi Khalifah Ali memilih untuk fokus dalam menangani pemberontakan kaum
khawarij. Sehingga kelengahan pemerintahan Ali dimanfaatkan Mu’awiyah untuk
merebut kepemimpinan Khalifah Ali.
3.2. Madzhab-Madzhab Setelah
Kekhalifahan Khulafaur Rasyidin
Pendapat suatu aliran yang bermula dari pemikiran seorang imam dalam
memahami sesuatu, baik filsafat, hukum (fiqih), teologi, maupun politikdisebut
madzhab. Pada dasarnya, madzhab timbul antara lain karena perbedaan dalam Al
Qur’an dan Sunnah yang tidak bersifat absolut. Perbedaan pendapat mengenai maksud
ayat yang pengertiannya masih dapat ditafsirkan adalah salah satu penyebab
timbulnya madzhab. Jadi, pada hakekatnya madzhab adalah satu aliran pemahaman
tertentu terhadap Al Qur’an dan Sunnah. Sifatnya tidak mengikat. Macam-macamnya
meliputi: tauhid (kalam/teologi),ibadah, hokum, politik, filsafat, tasawuf, dan
sebagainya.
Seorang ahli ushul fiqih menyebutkan sebab munculnya perbedaan yang
menimbulkan lahirnya madzhab, sebab tersebut antara lain:
1. Perbedaan pemikiran
2. Ketidakjelasan masalah yang menjadi tema pembicaraan
3. perbedaan kesenangan dan kecenderungan
4. Perbedaan cara pandang
5. Taklid pendahulunya
6. Perbedaan kemampuan
7. Masalah kepemimpinan dan cinta kepada penguasa
8. Fanatisme kelompok yang berlebihan
Karena madzhab tersebut hanya berbeda dalam penafsiran tentang ayat yang
tidak jelas artinya dan bukan mengenai ajaran dasar Islam, perbedaan madzhab
itu dapat diterima sebagai sesuatu yang benar dan tidak keluar dari Islam,
meskipun kadang-kadang perbedaan antara madzhab satu dan lainnya cukup besar
atau bertentangan. Dalam teologi, terdapat lima madzhab, yaitu Khawarij,
Murji’ah, Muktazilah, Asy’ariah, dan Maturidiyah. Aliran Khawarij adalah
pengikut Ali bin Abi Thalib yang meninggalkan barisannya sebagai protes
terhadap sikap Ali yang menerima arbitrase (tahkim) dengan Muawiyah bin Abi
Sufyan pada saat peperangan Arab badui (badawi) yang pada umumnya bersifat
sederhana dalam cara hidup dan pemikiran, tapi bersikap merajalela, keras hati,
berani, dan tidak bergantung pada orang lain. Dalam soal teologi dianggap
sebagai aliran yang tegas dan keras.
Madzhab Murji’ah lahir sebagai reaksi terhadap Khawarij. Bagi kelompok ini
yang penting adalah iman. Mereka yang dianggap kafir oleh Khawarij belum tentu
dianggap kafir oleh Murji’ah. Murji’ah terbagi atas golongan moderat dan
ekstrim. Tokoh yang moderat antara lain Hafidz bin Muhammad bin Ali bin Abi
Thalib, Imam Hanafi, dan lain lain. Golongan ekstrim adalah Jahm bin Sofwan dan
pengikutnya.
Madzhab Mu’tazilah membawa masalah teologi lebih dalam dan filosofis. Bagi
mereka orang yang berdosa besar adalah tidak kafir dan tidak mukmin, tapi
mengambil posisi diantara keduanya.
Madzhab Asy’ariah didirikan oleh Abu Hasan Ali bin Ismail Al Asy’ari.
Semula, selama 30 tahun Ia menjadi pengikut paham Muktazilah, tapi Ia keluar
dan membangun madzhab sendiri sebagai pemihakannya kepada kelompok mayoritas
dan berpegang kepada Sunnah.
Madzhab Maturidiyah banyak menggunakan rasio dalam pandangan keagaman dan
teologinya, meskipun tidak setinggi muktazilah dalam penghargaan kepada akal.
Madzhab ini terbagi atas Madzhab Maturidiyah Samarkhand yang merupakan pengikut
Al Maturidi dan Maturidiyah Bukhara yang merupakan pengikut Al Badawi.
Dalam fiqih atau hukum terdapat 4 madzhab besar, yakni Hanafi, Maliki,
Syafii, dan Hanbali. Madzhab Hanafi didirikan oleh Nu’man bin Tsabit yang lebih
dikenal sebagai Abu Hanifah. Pemikiran hukumnya bersifat rasional. Madzhab ini
bermula di kota yang hidup masyarakatnya telah mencapai kemajuan yang tinggi,
sehingga persoalan yang muncul banyak dipecahkan melalui peendapat, analogi,
dan istihsan.
Madzhab Syafii didirikan oleh Abdullah Muhammad bin Idris Asy-Syafii yang
melalui masa hidupnya di Baghdad, Madinah, dan Mesir. Karena itu corak
pemikirannya tradisionalis dan rasionalis. Madzhab Syafii banyak dianut di
pedesaan Mesir, Palestina, Suriyah, Libanon, Irak, Hijaz, India, Persia, Yaman,
dan Indonesia.
Madzhab Hanbali didirikan oleh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Pemikirannya
bercorak tradisionalis. Selain ahli hukum, Ia juga seorang ahli hadist.
Penganut Madzhab Hanbali banyak terdapat di Irak, Mesir, Suriyah, Palestina,
dan Arab Saudi.
Madzhab dalam politik, filsafat, dan tasawuf pada dasarnya dipelopori ulama
hukum dan kalam. Dalam politik, terdapat Madzhab Khawarij, Syiah, Sunni. Dalam
filsafat terdapat Madzhab Syi’ah dan Sunni. Kemudian dalam pengembangan
terdapat aliran tradisional dan progresif.
3.3. Islam di Indonesia
Masuknya Islam di Indonesia, para sejarawan memperkirakan
islam masuk ke Indonesia pada abad 7-8 Masehi. Hal ini dapat dibuktikan dengan
adanya kerajaan perlak. Kerajaan
Perlak adalah kerajaan Islam
terbesar di Asia Tenggara pada masa itu. Cara penyebaran Islam di Indonesia
yaitu dengan membentuk
kader-kader yang bertugas sebagai mubaligh (Ulama) yang berdakwah ke daerah-daerah yang lebih luas.
Sebagai tindaklanjut, dengan cara membuat
pesantren di Jawa, dayah di Aceh, surau di Minangkabau, dsb.
Selain itu adalah melalui
karya-karya yang tersebar luas dan dibaca oleh masyarakat umum.
Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
1. Sumatra :
·
Samudera
Pasai (kerajaan Islam tertua di Indonesia)
·
Kerajaan
Aceh berdiri setelah kerajaan Samudera Pasai runtuh.
2.
Di
Pulau Jawa:
·
Kerajaan
Demak ( dengan dukungan Wali Songo, Raden Fatah mendirikan
kerajaan ini)
Kemudian Agama
Islam dapat dengan cepat menyebar hingga wilayah Indonesia bagian Timur.
1. Sulawesi : Kerajaan Gowa-Tallo (Raja pertama yang memeluk Islam : Sultan Alaudin
(kerajaan Gowa))
2. Kepulauan Maluku :
·
Kerajaan
Ternate
(Raja pertama yang memeluk Islam
: Bayang Ulah)
·
Tidore:
(yang
rajanya adalah Raja Bacan)
3. Pulau Kalimantan: Bermula pada saat pemerintahan Sultan Giri Kusuma, raja
kerajaan Tanjung Pura.
4. Papua : Di Papua banyak kepala-kepala suku yang memeluk Agama Islam
Melalui jalur perdagangan Makasar-Nusa Tenggara Islam
masuk ke Sumbawa .
Tokoh-tokoh
Penyebaran Islam
Berdasarkan ruang lingkup wilayah:
1.
Sumatra :
orang Islam pertama di Indonesia: Syekh Abdullah Arief. Penyebaran oleh raja
Sayid Abdul Azziz ( kerajaan Islam Perlak ). Abad 9M/3 Hijriah.
2.
Jawa-Madura : Maulana Malik Ibrahim, Wali Songo.
3.
Kalimantan
: Syekh Hussein (Ulama Arab) di turunkan kepada raja Sorgi (kerajaan Tanjung Pura).
4.
Kepulauan
lain :
Raja Gowa IX, diperkenalkan oleh Sultan Baabullah.
4.4.
Penyimpangan
Ajaran Islam di Indonesia
Islam Jama’ah
Islam Jama’ah adalah suatu nama jama’ah sempalan
yang sangat identik dengan khawarij. Kelompok ini pusatnya di Indonesia dan
hampir tidak terdengar namanya di luar Indonesia, walaupun mereka mengaku-ngaku
bahwa jama’ah mereka ini telah mendunia. Jama’ah ini didirikan oleh seorang
yang bernama Nur Hasan Ubaidah, yang menurut pengakuannya bahwa jema’ah ini
telah ada sejak tahun 1941. Namun yang benar ia baru dibai’at pada tahun 1960.
Kelompok ini berdiri pertama kalinya dengan nama Darul Hadist. Lalu kemudian
berganti-ganti nama menjadi YPID (Yayasan Pendidikan Islam Djama’ah), lalu
LEMKARI dan pada tahun 1991 menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia).
Penggantian ini dalam rangka menyesuaikan dengan keadaan dan supaya tidak
ketahuan jejak mereka jika mulai timbul ketidaksukaan dari masyarakat.
Al-Masih Versi Al-Qiyadah Al-Islamiyah
Adalah salah satu kelompok yang memanfaatkan
keyakinan akan munculnya Al-Masih. Pencetus aliran ini mengaku bahwa dirinya
telah mendapat wahyu di gunung Bunder, Bogor, dan menjadi Al-Masih, atau yang
diistilahkan Mesias yang dijanjikan sebagai penyelamat. Dia sebut dirinya
sebagai Al-Masih Al-Maw’ud, artinya Al-Masih yang dijanjikan.
Cara yang mereka lakukan
adalah dengan mengelabui pelajar muslim untuk mempelajari Al-Qur’an, namun
mereka tafsirkan sesuai dengan misi mereka. Lantas mereka kait-kaitkan dengan
ajaran Yesus dan ujung-ujungnya mencampur-adukkan antara ajaran Islam dan
Kristen. Nampak dari luar Islam tapi dalamnya Kristen.
Mereka sendiri tidak melaksanakan Syariat Islam,
termasuk yang terpentingnya yaitu shalat lima waktu. Mereka menganggap orang
yang shalat sebagai orang musyrik dan bercita-cita memerangi orang-orang yang
shalat.
Faham islam yang berkembang di Indonesia mulai muncul
pada awal abad ke-18. Pada umumnya faham
tersebut berkembang karena Syekh yang berasal dari Indonesia menuntut ilmu
Islam ke Negri Arab, kemudian mereka kembali ke Indonesia dan menyebarkan ilmu
Islam yang dia miliki kepada rakyat Indonesia.
Para Syekh tersebut antara lain: Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab, Syekh
Ahmad Khatib al minangkabawy. Pada awal
abad ke-20 mulai muncul berbagai organisasi dan kelembagaan Islam yang lebih
terorganisir. Organisasi-organsasi tersebut antara lain jamiatul khoir,
mahammadiyah, al irsyad, PERSIS, SDI, NU, dll.
0 komentar:
Posting Komentar