Manajemen moneter menurut Islam adalah manajemen yang efesien dan adil, tetapi tidak berdasarkan mekanisme suku bunga, melainkan dengan menggunakan strategi yang berdasarkan tiga instrumen utama. Instrumen yang pertama adalah value judgments yang dapat menciptakan suasana yang memungkinkan alokasi dan distribusi resources yang sesuasi dengan ajaran Islam. Pada dasarnya resources merupakan amanah dari Allah yang pemanfaatannya harus efesien dan adil. Berdasarkan nilai-nilai Islam, money demand harus dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan investasi yang produktif, sama sekali bukan untuk conspicuous consumption,pengeluaran-pengeluaran non produktifdan spekulatif.[1]
Instrumenn yang kedua adalah
kelembagaan yang berkaitan dengan kegiatan sosial, ekonomi dan politik, yang
salah satunya adalah mekanisme harga yang dapat meningkatkan efesiensi dalam
pemanfaatan resources. Walaupun mekanisme harga tidak menjamin pencapaian
tujuan-tujuan ekonomi suatu negara, namun disadari sepenuhnya bahwa mekanisme
harga yang disertai dengan nilai-nilai sistem yang ada dapat memudahkan
pencapaian tujuan.
Selanjutnya
instrumen yang ketiga adalah financial
intermediation yang berdasarkan sistem profit-and-loss
sharing. Dalam sisitem ini money
demand dialokasikan dengan syarat hanya untuk proyek-proyek yang bermanfaat
dan hanya kepada debitur yang mampu mengelola proyek secara efisien. Dengan
persyaratan seperti itu, diharapkan dapat meminimisasi money demand untuk pemnafaatan yang tidak nerguna, non-produktif
dan spekulatif. Selain daripada itu, persyaratan tersebut dapat menciptakan
masyarakat yang memiliki entrepreneurship
sekalipun diantara golongan miskin, sedangkan golongan kaya dapat berkontribusi
sehingga para entrepreneur tersebut
dapat menghasilkan output, perluasan kesempatan kerja dan pemenuhan kebutuhan
dasar.
Persyaratan
pemanfaatan money demand yang
sedemikian rupa juga berlaku bagi sektor pemerintah, sehingga kreditor akan
mempertimbangkan kelayakan proyek dan kemampuan pemerintah mengelola proyek
tersebut. Dengan persyaratan tersebut, pemerintah tidak akan dapat memperoleh
pemiayaan yang berlebihan yang digunakan untuk proyek-proyek publik yang tidak
menguntungkan.Aplikasi dari persyaratan tersebut, cenderung dapat menciptakan
kesulitan-kesulitan jangka pendek, namun untuk jangka panjang dapat mengurangi
ketidak seimbangan anggaran maupun makro-ekonomi, serta dapat menciptakan
kondisi perekonomian yang lebih baik.
Oleh
karena konsumsi untuk kebutuhan pokok dan investasi yang lebih stabil
dibandingkan konsumsi yang tidak bermanfaat dan investasi yang spekulatif, maka
pemanfaatan money demand untuk hal-hal yang disebutkan
terdahulu akan lebih stabil dalam perekonomian Islam. Selain daripada itu profit- sharing ratio antara pemakai dan penyedia
dana tidak akan berflukturasi sepert suku bunga, karena hal tersebut ditentukan
berdasarkan prinsip keadilan dan sekali ratio tersebut ditetapkan tidak akan
berubah selama periode pembiayaan. Dengan demikian bisnis akan berjalan
berdasdarkan faktor-faktor yang tidak banyak mengalami perubahan sehungga ekspektasi profit juga tidakm akan
berfluktuasi secara tajam. Maka financial
intermediation yang berdasarkan
equity sharing cenderung akan lebih kondusif dalam menciptakan stabilitas
perekonomian dibandingkan dengan financial
intermediation yang berdasarkan pinjaman.
Dengan
berbagai elemen sistem ekonomi Islam tidak hanya dapat meminimisasi ketidak
stabilan permintaan uang agregat, tetapi juga mempengaruhi berbagai komponen money demand yang pada gilirannya akan
meningkatkan efisiensi dan pemerataan penggunaan dana. Dengan lebih stabilnya money demand di dalam perekonomian Islam
akan meningkatkan stabilitas yang lebih baik bagi velocity of circulation of money. Money demand dalam perekonomian
Islam tercemin dalam equation sebagai
berikut:
Md = f (Ys.
S. T )
dimana Ys merupakan
barang dan jasa yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar dan investasi
produktif yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, S merupakan nilai-nilai moral
dan sosial dan kelembagaan (termasuk zakat) yang mempengaruhi alokasi dan
distribusi resources yang tidak
digunakan untuk konsumsi yang tidak bermanfaat, investasi yang tidak produktif
dan juga tidak untuk motif-motif spekulasi dan T adalah profit-and-loss sharing.
Umumnya
termasuk dibeberapa negara-negara Islam, Y merupakan output yang termasuk untuk
pemenuhan konsumsi yang tidak bermanfaat dan investasi yang non produktif.
Sedangkan karakteristik Ys, merupakan sesuatu yang normatif yang belum
mencermikan sesuatu kenyataan saat ini, namun bukan sesuatu hal yang tidak
mungkin untuk dicapai. Selanjutnya S merupak nilai-nilai dan kelembagaan yang
kompleks yang tidak harus dapat dikuatifikasi. Hal penting yang harus
diperhatikan adalah aktualisasipencapaiantujuan-tujuan dimana Y harus
dibersihkan dari hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan
unsur-unsur yang dapat menggagalkan pencapaian tujuan pembangunan
ekonomi.Selain dari pada itu, penting pula diperhatikan bahwa dengan adanya
nilai-nilai dan kelembagaan tersebut maka tidak ada alasan untuk menggunakan
suku bunga yang pada dasarnya telah terbukti
tidak efektif dalam mempengaruhi money
demand.
Ketika money demand selalu dikaitkan dengan
kesejahteraan masyarakat dan pembangunan, diharapkan money demand akan stabil. Selanjutnya, perlu diperhatikan bagaimana
menggiring aggregate money supply
bertemu dengan money demand sehingga terjadi equilibrium. Hal ini penting untuk
diperhatikan karena dua instrumen utama dalam manajemen moneter sistem
kapitalis, yaitu discount rate dan
oporasi pasar terbuka yang mengandung suku bunga yang tidak dapat dipakai dalam
ekonomim Islam. Selanjutnya, yang perlu juga diperhatikan adalah bagaimana
mengalokasikan money supply sehingga
pencapaian tujuan-tujuan ekonomi dapat berlangsung dengan baik.
Di dalam pencapaian pertumbuhan money supply
yang sesuai target, diperlukan instrumen-instrumen yang digunakan oleh bank
sentral untuk menciptakan keselarasan antara pertumbuhan money supply yang
ditargetkan dan aktual yang terjadi.
Oleh karena dekatnya hubungan antara pertumbuhan kredit dengan pertumbuhan Mo
atau high-powered mone, maka bank
sentral berkewajiban untuk mengtur dengan ketat pertumbuhan Mo.
Terdapat
tiga sumber utama dari high-powered
money, yaitu pinjaman pemerintah kepada bank sentral, kredit bank sentral
kepada bank komersial dan surplus neraca pemabayaran. Setelah perang dunia
kedua, sumber pertama merupakan yang terbesar bagi high-powered money karena besarnya defit anggaran pemerintah.
Berlebihnya defisit pada anggaran pemerintah mengakibatkan beban yang sangat
berat bagi sektor moneter untuk menjaga stabilitas serta kebijakan moneter yang
sehat sangat sulit diciptakan. Ekspansi moneter hanya dapat dikontrol bila
sumber utama dari haig-powered money dapat diatur dengan baik. Merupakan suatu hal
yang tidak realistik bagi negara Islam membicarakan meng-Islamkan
perekonomiannya tanpa ada usaha serius untuk mengatur defisit anggaran
pemerintah yang sesuai dengan azas manfaat.[2]
Selanjutnya,
dimungkinkan bagi bank sentral untuk mengendalikan penyaluran kredit kepada
bank-bank komersial. Penerapan
profit-and-loss sharing yang mengantikan suku bunga akan lebih dapat
meningkatkan kemampuan bank sentral untuk mengendalikan penyaluran pinjaman
tersebut. Penyaluran pinjaman oleh bank sentral kepada bank komersial bisa
dalam bentuk mudharabah (ber-bagi hasil), yang berarti bank sentral harus lebih
berhati-hati dalam menyalurkan pinjaman kepada bank komersial. Dilain pihak
bank komersial juga harus lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit kepada
debiturnya baik sektor pemerintah maupun swasta, guna menghindari pemanfaatan
kredit pada kegiatan-kegiatan spekulasi dan non produktif. Oleh karena itu,
manajemen perbankan yang konservatif sangat diperlukan, namun tetap menjaga
momentum pertumbuhan ekonomi (Prasetiantono,1998).
Untuk
pengendalian surplus neraca pembayaran, dapat dilakukan dengan melakukan sterilisasi.
Sterilisasi dapat dilaksanakan dengan menggunakan instrument moneter tersedia
pada suatu negara.
0 komentar:
Posting Komentar