Setiap negara
harus mempunyai dasar negara. Dasar negara merupakan fundamen atau pondasi
dari bangunan negara. Kuatnya fundamen negara akan menguatkan berdirinya
negara itu. Kerapuhan fundamen suatu negara, beraikbat lemahnya negara
tersebut. Sebagai dasar negara Indonesia, Pancasila sering disebut sebagai
dasar falsafah negara (filosofische gronslag dari negara), Staats
fundamentele norm, weltanschauung dan juga diartikan sebagai ideologi negara
(staatsidee).
Negara kita Indonesia. Dalam
pengelolaan atau pengaturan kehidupan bernegara ini dilandasi oleh filsafat
atau ideologi pancasila. Fundamen negara ini harus tetap kuat dan kokoh serta
tidak mungkin diubah. Mengubah fundamen, dasar, atau ideology berarti
mengubah eksistensi dan sifat negara. Keutuhan negara dan bangsa bertolak
dari sudut kuat atau lemahnya bangsa itu berpegang kepada dasar negaranya.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar
negara yaitu Pancasila sebagai dasar dari penyelenggaraan kehidupan bernegara
bagi negara Republik Indonesia. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara
seperti tersebut di atas, sesuai dengan apa yang tersurat dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alenia 4 antara lain menegaskan: “….., maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalm permusyawaratan perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dengan kedudukan yang istimewa
tersebut, selanjutnya dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara
memiliki fungsi yang kuat pula. Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945
menggariskan ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi pancasila dalam
proses penyelenggaraan kehidupan bernegara. Berikut ini dikemukakan
ketentuan-ketentuan yang menunujukkan fungsi dari masing-masing sila
pancasila dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara.
Ketentuan-ketentuan yang
menunjukkan fungsi sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu: kehidupan bernegara
bagi Negara Republik Indonesia berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama serta untuk
beribadah menurut agama dan kepercayaannnya, negara menghendaki adanya
toleransi dari masing-masing pemeluk agama dan aliran kepercayaan yang ada
serta diakui eksistensinya di Indonesia, negara Indonesia memberikan hak dan
kebebasan setiap warga negara terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
Selanjutnya ketentuan-ketentuan
yang menunjukkan fungsi sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, antara lain :
pengakuan negara terhadap hak bagi setiap bangsa untuk menentukan nasib
sendiri, negara menghendaki agar manusia Indonesia tidak memeperlakukan
sesame manusia dengan cara sewenang-wenang sebagai manifestasi sifat bangsa
yang berbudaya tinggi, pengakuan negara terhadap hak perlakuan sama dan
sederajat bagi setiap manusia, jaminan kedudukan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan serta kewajiban menjunjung tinggi hokum dan pemerintahan yang
ada bafi setiap warga negara.
Ketentuan-ketentuan yang
menunjukkan fungsi sila Persatuan Indonesia, yaitu: perlindungan negara
terhadp segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiba dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, negara mengatasi segala paham golongan dan segala paham
perseorangan, serta pengakuan negara terhadap kebhineka-tunggal-ikaan dari
bangsa Indonesia dan kehidupannya.
Selanjutnya ketentuan-ketentuan
yang menunjukkan fungsi sila Kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawarata perwakilan, yaitu: penerapan kedaulatan
dalam negara Indonesia yang berada di tangan rakyat dan dilakukan oleh MPR,
penerapan azas musyawarah dan mufakat dalam pengambilan segala keputusan
dalam negara Indonesia, dan baru menggunakan pungutan suara terbanyak bila
hal tersebut tidak dapat dilaksanakan, jaminan bahwa seluruh warga
negara dapat memperoleh keadlan yang sama sebagai formulasi negara hokum dan
bukan berdasarkan kekuasaan belaka, serta penyelenggaraan kehidupan bernegara
yang didasarkan atas konstitusi dan tidak bersifat absolute.
Yang terakhir adalah
ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Keadlan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia, antara lain: negara menghendaki agar perekonomian Indonesia
berdasarkan atas azas kekeluaraan, penguasaan cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara serta menguasai hajat hidup orang banyak oleh negara,
negara menghendaki agar kekayaan alam yang terdapat di atas dan di dalam bumi
dan air Indonesia dipergunakan untuk kemakmuran rakyat banyak, negara
menghendaki agar setiap warga negara Indonesia mendapat perlakuan yang adil
di segala bidang kehidupan, baik material maupun spiritual, negara
menghendaki agar setiap warga negara Indonesia memperoleh pengajaran secara
maksimal, negara Republik Iindonesia mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pengajaran nasional yang pelaksanaannya ditur berdasarkan
Undang-Undang, pencanangan bahwa pemerataan pendidikan agar dapat dinikmati
seluruh warga negara Indonesia menjadi tanggung jawab bersama antara
pemerintah, masyarakat dan keluarga, dan negara berusaha membentuk manusia
Indonesia seutuhnya.
Sebagai dasar negara,
Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era reformasi sekarang. Pada bulan
Juni 1945,64 tahun yang lalu, lahirlah sebuah konsepsi kenengaraan yang
sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila.
Sebagai falsafah
negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan
karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi
segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam
memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan
berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia
sehari-hari, dan yang jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta
falsafah negara Republik Indonesia.
Pancasila telah ada
dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi mereka yang
tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus
1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar
berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Sejarah Indonesia
telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr Mohammad
Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila
itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara
ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu
mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia
menentang toleransi.
Kedua, Pancasila
merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-faham positif
yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut
mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga,
karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma
yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta
norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme
dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia
yang bertuhan dan ber-agama.
Diktatorisme juga
ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan berusaha untuk berbudi
luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta akan
kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang sejati
sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak
bertentangan dengan keyakinan serta agamanya.
Dengan demikian bahwa
falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus
diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai,
menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan
khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara
Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
Pengertian
Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD
1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang
menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan
dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara
Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan
Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan
Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.
Inilah sifat
dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara (philosophische
grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea
keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada
tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan
kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.
Dengan syarat
utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan:
kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble) dan memahami
Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah
kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung
tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka Pancasila
merupakanintelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam
masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan.
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism),
tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang
dinyatakan dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.
Mengenai hal itu
pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo:
“Jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan
sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas
aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik … Negara tidak
mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak
mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi
segala golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala
lapisan rakyatnya …”
Penetapan
Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara
Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus
tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh
perundang-undangan. Mengenai hal itu,Kirdi Dipoyudo
(1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang didirikan,
dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan
mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia
(kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak
sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir
batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan
lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan
sosial).”
Pandangan
tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga
merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya,
dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan
mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia.
Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban
negara, yakni dengan memandang manusia qua talis, manusia adalah
manusia sesuai dengan principium identatis-nya.
Pancasila seperti
yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman
sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun
secara hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/
azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain
sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan
mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena
itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh,
yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan
yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan
esensinya sebagai dasar negara.
Sebagai
alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan
utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu
sama lain. Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal Pancasila
dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk piramid
Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila
“Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap
orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah
sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila
sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha
Esa.”
Dengan
demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara
sesungguhnya berisi:
1.
Ketuhanan yang Maha Esa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan
Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan
Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
3.
Persatuan
Indonesia, yang ber-Ketuhanan
yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan
ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4.
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang
ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan
ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan
beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
Isi
Pembukaan UUD 1945 adalah nilai-nilai luhur yang universal sehingga Pancasila
di dalamnya merupakan dasar yang kekal dan abadi bagi kehidupan bangsa.
Gagasan vital yang menjadi isi Pancasila sebagai dasar negara merupakan
jawaban kepribadian bangsa sehingga dalam kualitas awalnya Pancasila
merupakan dasar negara, tetapi dalam perkembngannya menjadi ideologi dari
berbagai kegiatan yang berimplikasi positif atau negatif.
Pancasila
bertolak belakang dengan kapitalisme ataupun komunisme. Pancasila justru
merombak realitas keterbelakangan yang diwariskan Belanda dan Jepang untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Pancasila sudah berkembang menjadi
berbagai tahap semenjak ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945,yaitu :
1. Tahun 1945-1948
merupakan tahap politis. Orientasi Pancasila diarahkan pada Aand character
building. Semangat persatuan dikobarkan demi keselamatan NKRI terutama untuk
menanggulangi ancaman dalam negeri dan luar negeri. Di dalam tahap dengan
atmosfer politis dominan, perlu upaya memugar Pancasila sebagai dasar negara
secara ilmiah filsafati. Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut pandangan
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang dalam karya-karyanya ditunjukkan
segi ontologik, epismologik dan aksiologiknya sebagai raison d’etre bagi
Pancasila (Notonagoro, 1950)
Resonansi Pancasila yang tidak bisa diubah
siapapun tecantum pada Tap MPRS No. XX/MPRS/1966. Dengan keberhasilan
menjadikan “Pancasila sebagai asas tunggal”, maka dapatlah dinyatakan bahwa
persatuan dan kesatuan nasional sebagai suatu state building.
2. Tahun 1969-1994 merupakan tahap
pembangunan ekonomi sebagai upaya mengisi kemerdekaan melalui Pembangunan
Jangka Panjang Pertama (PJP I). Orientasinya diarahkan pada ekonomi, tetapi
cenderung ekonomi menjadi “ideologi”
Secara politis pada tahap ini bahaya yang
dihadapi tidak sekedar bahaya latent sisa G 30S/PKI, tetapi efek PJP 1 yang
menimbulkan ketidakmerataan pembangunan dan sikap konsumerisme. Hal ini
menimbulkan kesenjangan sosial yang mengancam pada disintegrasi bangsa.
Distorsi di berbagai bidang
kehidupan perlu diantisipasi dengan tepat tanpa perlu mengorbankan persatuan
dan kesatuan nasional. Tantangan memang trerarahkan oleh Orde Baru, sejauh
mana pelakasanaan “Pancasila secara murni dan konsekuen” harus ditunjukkan.
Komunisme telah runtuh karena adanya
krisis ekonomi negara “ibu” yaitu Uni Sovyet dan ditumpasnya harkat dan
martaba tmanusia beserta hak-hak asasinya sehingga perlahan komunisme
membunuh dirinya sendiri. Negara-negara satelit mulai memisahkan diri untuk
mencoba paham demokrasi yang baru. Namun, kapitalisme yang dimotori Amerika
Serikat semakin meluas seolah menjadi penguasa tunggal. Oleh karena itu,
Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya sekedar dihantui oleh bahaya
subversinya komunis, melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang
aneksasinya kapitalisme.
3. Tahun 1995-2020 merupakan tahap
“repostioning” Pancasila. Dunia kini sedang dihadapkan pada gelombang
perubahan yang cepat sebagai implikasi arus globalisasi.
Globalisasi
sebagai suatu proses pada hakikatnaya telah berlangsung jauh sebelum abad
ke-20 sekarang, yaitu secara bertahap, berawal “embrionial” di abad 15
ditandai dengan munculnyanegara-negara kebangsaan, munculnya gagasan
kebebasan individu yang dipacu jiwa renaissance dan aufklarung.
Hakikat
globalisasi sebagai suatu kenyataan subyektif menunjukkan suatu proses dalam
kesadran manusia yang melihat dirinya sebagai partisipan dalam masyarakat
dunia yang semakin menyatu, sedangkana kenyataan obyektif globlaisasi
merupakan proses menyempitnya ruang dan waktu, “menciutnya” dunia yang berkembang
dalam kondisi penuh paradoks.
Menghadapi
arus globalisasi yang semakin pesat, keurgensian Pancasila sebagai dasar
negara semakin dibutuhkan. Pancasila dengan sifat keterbukaanya melalui
tafsir-tafsir baru kita jadikan pengawal dan pemandu kita dalam menghadapi
situasi yang serba tidak pasti. Pancasila mengandung komitmen-komitmen
transeden yang memiliki “mitosnya” tersendiri yaitu semua yang “mitis
kharismatis” dan “irasional” yang akan tertangkap arti bagi mereka yang sudah
terbiasa berfikir secara teknis-positivistik dan pragmatis semata.
Nilai-nilai
luhur yang telah dipupuk sejak pergerakan nasional kini telah tersapu oleh
kekuasaan Orde Lama dan Orde Baru. Orde Lama mengembangkan Pancasila sebagai
dasar negara tidak sebagai sesuatu substantif, melainkan
di-instumentalisasi-kan sebagai alat politik semata. Demikian pula di Orde
Baru yang “berideologikan ekonomi”, Pancasila dijadikan asas tunggal yang
dimanipulasikan untuk KKN dan kroni-isme dengan mengatasnamakan sebagai
Mandatoris MPR.
Kini
terjadi krisis politik dan ekonomi karena pembangunan menghadapi jalan buntu.
Krisis moral budaya juga timbul sebagai implikasi adanya krisis ekonomi.
Masyarakat telah kehilangan orientasi nilai dan arena kehidupan menjadi
hambar, kejam, gersang dalam kemiskinan budaya dan kekeringan spiritual.
Pancasila malah diplesetkan menjadi suatu satire, ejekan dan sindiran dalam
kehidupan yang penuh paradoks.
Pembukaan
UUD 1945 dengan nilai-nilai luhurnya menjadi suatu kesatuan
integral-integratif dengan Pancasila sebagai dasar negara. Jika itu
diletakkan kembali, maka kita akan menemukan landasan berpijak yang sama,
menyelamatkan persatuan dan kesatuan nasional yang kini sedang mengalami
disintegrasi. Revitalisasi Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna
bahwa Pancasila harus diletakkan utuh dengan pembukaan, di-eksplorasi-kan
dimensi-dimensi yang melekat padanya, yaitu :
Realitasnya:
dalam arti bahwa nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya dikonkretisasikan sebagai kondisi cerminan kondisi
obyektif yang tumbuh dan berkembang dlam masyarakat.
Idealitasnya:
dalam arti bahwa idealisme yang terkandung
di dalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobjektivasikan
sebagai “kata kerja” untuk membangkitkan gairah dan optimisme para warga
masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif, menuju hari esok lebih
baik.
Fleksibilitasnya:
dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang
jadi yang sudah selesai dan mandeg dalam kebekuan oqmatis dan normatif,
melainkan terbuka bagi tafsir-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang
berkembang. Dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya, Pancasila
menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai tiang-tiang penyangga
bagi kehidupan bangsa dan negara dengan jiwa dan semangat “Bhinneka tunggal
Ika”
Revitalisasi
Pancasila Pancasila sebagai dasar negara harus diarahkan pada pembinaan
moral, sehingga moralitas Pancasila dapat dijadikan sebagai dasar dan arah
dalam upaya mengatasi krisis dan disintegrasi. Moralitas juga memerlukan
hukum karena keduanya terdapat korelasi. Moralitas yang tidak didukung oleh
hukum kondusif akan terjadi penyimpangan, sebaliknya, ketentuan hukum disusun
tanpa alasan moral akan melahirkan sesuatu yang bertentangan dengan
nilai-nilai luhur Pancasila.
Dalam
upaya merevitalisasi Pancasila sebagai dasar negara maka disiapkan lahirnya
generasi sadar dan terdidik. Sadar dalam arti generasi yang hati nuraninya
selalu merasa terpanggil untuk melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai
Pancasila, terdidik dalam arti generasi yang mempunyai kemampuan dan
kemandirian dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai sarana pengabdian
kepada bangsa dan negara. Dengan demikian akan dimunculkan generasi yang
mempunyai ide-ide segar dalam mengembangkan Pancasila.
Hanya
dengan pendidikan bertahap dan berkelanjutan, generasi sadar dan terdidik
akan dibentuk, yaitu yang mengarah pada dua aspek. Pertama, pendidikan untuk
memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman akademis, ketrampilan
profesional, dan kedalaman intelektual, kepatuhankepada nilai-nilai (it
is matter of having). Kedua, pendidikan untuk membentuk jatidiri menjadi
sarjana yang selalu komitmen dengan kepentingan bangsa (it is matter of
being).
Bangsa
Indonesia dihadapkan pada perubahan, tetapi tetap harus menjaga budaya-budaya
lama. Sekuat-kuatnya tradisi ingin bertahan, setiap bangsa juga selalu
mendambakan kemajuan. Setiap bangsa mempunyai daya preservasi dan di satu
pihak daya progresi di lain pihak. Kita membutuhkan telaah-telaah yang
kontekstual, inspiratif dan evaluatif.
Perevitalisasikan
Pancasila sebagai dasar negara dalam, kita berpedoman pada wawasan :
1. Spiritual, untuk
meletakkan landasan etik, moral, religius sebagai dasar dan arah pengembangan
profesi
2. Akademis, menunjukkan
bahwa MKU Pancasila adalah aspek being, tidak sekedar aspek having
3. Kebangsaan, menumbuhkan
kesadaran nasionalisme
4. Mondial, menyadarkan
manusia dan bangsa harus siap menghadapi dialektikanya perkembangan dalam
mayaraka dunia yang “terbuka”.
Dalam
kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang sedang dilanda oleh arus
krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam
gugatan, sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitasnya. Namun perlu kita
sadari bahwa tanpa adanya “platform” dalam dasar negara atau ideologi maka
suatu bangsa mustahil akan dapat bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan
dan ancaman.
Melalui
pemahaman inilah Pancasila dikembangkan dalam semangat demokrasi yang secara
konsensual akan dapat mengembangkan nilai praktisnya yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat yang serba pluralistik. Selain itu melestarikan dan
mengembangkan Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana telah dirintis dan
ditradisikan oleh para pendahulu, merupakan suatu kewajiban etis dan moral
yang perlu diyakinkan oleh generasi sekarang.
|
0 komentar:
Posting Komentar