Adalah kebahagiaan seorang laki-laki ketika Allah
menganugrahkannya seorang istri yang apabila ia memandangnya, ia
merasa semakin sayang. Kepenatan selama di luar rumah terkikis
ketika memandang wajah istri yang tercinta. Kesenangan di luar tak
menjadikan suami merasa jengah di rumah. Sebab surga ada di
rumahnya; Baiti Jannati (rumahku surgaku).
Kebahagiaan ini lahir dari istri yang apabila suami memandangnya,
membuat suami bertambah kuat jalinan perasaannya. Wajah istri
adalah keteduhan, telaga yang memberi kesejukan ketika suami
mengalami kegerahan. Lalu apakah yang ada pada diri seorang istri,
sehingga ketika suami memandangnya semakin besar rasa sayangnya?
Konon, seorang laki-laki akan mudah terkesan oleh kecantikan
wajah. Sempurnalah kebahagiaan seorang laki-laki jika ia memiliki
istri yang berwajah memikat.
Tapi asumsi ini segera dibantah oleh dua hal. Pertama, bantahan
berupa fakta-fakta. Dan kedua, bantahan dari sabda Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Konon, Christina Onassis, mempunyai wajah yang sangat cantik. Ia
juga memiliki kekayaan yang sangat besar. Mendiang ayahnya
meninggalkan harta warisan yang berlimpah, antara lain kapal pesiar
pribadi, dan pulau milik pribadi juga. Telah beberapa kali menikah,
tetapi Christina harus menghadapi kenyataan pahit. Seluruh
pernikahannya berakhir dengan kekecewaan. Terakhir ia menutup
kisah hidupnya dengan satu keputusan: bunuh diri.
Kecantikan wajah Christina tidak membuat suaminya semakin sayang
ketika memandangnya. Jalinan perasaan antara ia dan
suami-suaminya tidak pernah kuat.
Kasus ini memberikan ibroh kepada kita bahwa bukan kecantikan
wajah secara fisik yang dapat membuat suami semakin sayang ketika
memandangnya. Ada yang bersifat psikis, atau lebih tepatnya
bersifat qalbiyyah!
Bantahan kedua, sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:
“Seorang wanita dinikahi karena empat hal; karena hartanya,
keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah yang
taat beragama niscaya kamu akan beruntung.” (HR. bukhari, Muslim)
Hadist di atas sebagai penguat bahwa kesejukan ketika memandang
sehingga perasaan suami semakin sayang, letaknya bukan pada
keelokan rupa secara zhahir. Ada yang bersifat bathiniyyah.
Dengan demikian wahai saudariku muslimah, tidak mesti kita harus
mempercantik diri dengan alat kosmetik atau dengan menggunakan
gaun-gaun aduhai yang akhirnya akan membawa kita pada sikap
berlebihan pada hal yang halal bahkan menyebabkan kita menjadi
lalai dan meninggalkan segala yang bermanfaat dalam
perkara-perkara akhirat, wal ‘iyadzubillah. Namun tidak berarti kita
meninggalkan perawatan diri dengan menjaga fitrah manusia,
dengan menjaga kebersihan, kesegaran dan keharuman tubuh yang
akhirnya melalaikan diri dalam menjaga hak suami. Ada yang lebih
berarti dari semua itu, ada yang lebih penting untuk kita lakukan
demi mendapatkan cinta suami.
Sesungguhnya cinta yang dicari dari diri seorang wanita adalah
sesuatu pengaruh yang terbit dari dalam jiwa dengan segala
kemuliaannya dan mempunyai harga diri, dapat menjaga diri, suci,
bersih, dan membuat kehidupan lebih tinggi di atas egonya.
Untuk itulah saudariku muslimah… Tuangkanlah di dalam dada dan
hatimu dengan cinta dan kasih sayang serta tanamkanlah kemuliaan
wanita muslimah seperti jiwamu yang penuh dengan kebaikan,
perhatian serta kelembutan. Bukankah kita telah melihat
contoh-contoh yang gemilang dari pribadi-pribadi yang kuat dari para
shahabiyyah radiyallahu ‘anhunna…?
Janganlah engkau penuhi dirimu dengan ahlak yang selalu sedih dan
gelisah, banyak pengaduan dan keluh kesah dan selalu mengancam,
karena hal tersebut akan menggelapkan hatimu. Tersenyumlah untuk
kehidupan. Seperti kuatnya para shahabiyyah dalam menghadapi
kehidupan yang keras dan betapa kuatnya wanita-wanita yang
lembut itu mempertahankan agamanya…
Perhiasan jiwa, itulah yang lebih utama. Yaitu sifat-sifat dan budi
pekerti yang diajarkan Islam, yang diawali dengan sifat keimanan.
Sebagaimana firman Allah, (yang artinya) “Tetapi Allah menjadikan
kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam
hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan,
dan kedurhakaan.” (QS. Al-Hujaraat: 7)
Apabila keimanan telah benar-benar terpatri dalam hati, maka akan
tumbuhlah sifat-sifat indah yang menghiasi diri manusia, mulai dari
Ketakwaan, Ilmu, Rasa Malu, Jujur, Terhormat, Berani, Sabar,
Lemah Lembut, Baik Budi Pekerti, Menjaga Silaturrahim, dan
sifat-sifat terpuji lainnya yang tidak mungkin disebut satu-persatu.
Semuanya adalah nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diberikan
kepada hamba-hambanya agar dapat bahagia hidup di dunia dan
akhirat.
Wanita benar-benar sangat diuntungkan, karena ia memiliki
kesempatan yang lebih besar dalam hal perhiasan jiwa dengan arti
yang sesungguhnya, yaitu ketika wanita memiliki sifat-sifat terpuji
yang mengangkat derajatnya ke puncak kemuliaan, dan jauh dari
segala sesuatu yang dapat menghancurkanya dan menghilangkan rasa
malunya….!
Saudariku… jika engkau telah menikah, maka nasihat ini untuk
mengingatkanmu agar engkau selalu menampilkan kecantikan dirimu
dengan kecantikan sejati yang berasal dari dalam jiwamu, bukan
dengan kecantikan sebab yang akan lenyap dengan lenyapnya sebab.
Saudariku… jika saat ini Allah belum mengaruniai engkau jodoh
seorang suami yang sholeh, maka persiapkanlah dirimu untuk
menjadi istri yang sholihah dengan memperbaiki diri dari kekurangan
yang dimiliki lalu tutuplah ia dengan memunculkan potensi yang
engkau miliki untuk mendekatkan dirimu kepada Yang Maha Rahman,
mempercantik diri dengan ketakwaan kepada Allah yang dengannya
akan tumbuh keimanan dalam hatimu sehingga engkau dapat
menghiasi dirimu dengan akhlak yang mulia.
Category:
Gaya Hidup
0
komentar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar