Agar
teknologi bukan sekadar alat, atau bahkan “memperalat” kehidupan manusia
seyogianya kita menyadari hubungan antara manusia dengan teknologi itu sendiri.
Menarik adalah pendapat Bambang Sugiharto (2002) yang meyakini bahwa memang
teknologi tidak bisa dilihat sebagai entitas yang terpisah dari realitas hidup
manusia. Menurut Bambang, teknologi bisa ada “di dalam” tubuh manusia,
(teknologi medis, teknologi pangan), “di samping” (telepon, faks, komupter, “di
luar” (satelit), menjadi tempat tinggal (ruangan ber-AC). Relasi mutual ini
tentu membawa realitas yang kompleks. Kenyataan lebih besar juga harus kita
lihat secara jeli: sains, teknologi dan kultur telah bercampur aduk dalam
kesatuan entitas. Dari sinilah kemudian kondisi objektif ini merekomendasikan
pelaku bisnis di era teknologi modern harus mampu menangkap esensi hubungan.
Tanpa kemampuan dan kejernihan melihat realitas itu niscaya gerak bisnis, baik
gerak perusahaan maupun gerak kepemimpinan dan inisiatif tidak akan mencapai
sasaran.
Demikianlah juga
kita sebagai manusia harus tetap mempertimbangkan secara bijaksana agar
penyatuan bermacam-macam aspek tersebut menjadi lebih matematis dan teratur.
Orang harus benar-benar paham apa sebenarnya manfaat teknologi tersebut bagi
hidupnya. Dan jangan sampai teknologi tersebut menjadi penghalang atau
penghambat untuk melakukan sesuatu. Sehingga pemanfaatan teknologi akan
benar-benar terarah pada manfaat yang sebenarnya.
0 komentar:
Posting Komentar