Categories

Lesson 6

Blog Archive

Follower

Statistik

Get Gifs at CodemySpace.com

EKONOMI ISLAM SOLUSI KRISIS FINANSIAL


Dalam beberapa dekade, fakta empiris menunjukkan bahwa tidak ada satupun  negara muslim yang berstatus negara berkembang memiliki rezim moneter konvensional yang stabil. Krisis demi krisis terus terjadi  dan  berulang, seperti di tahun  1930, 1940, 1950, 1960  1970, 1980, 1997 dan 2001.
Memang sejak tahun 1960-1997 ekonomi Asia menunjukkan kemajuan yang spektakuler. Banyak penulis yakin bahwa fase ini merupakan ‘Abad Asia”. Pada tahun 2020 Asia  diperkirakan akan memproduksi  40 % GDP dunia, sementara Amerika dan Eropa turun menjadi hanya 18 5 dan 14 %. Riset pasar meramalkan bahwa kelas bawah dan menengah Asia
akan tumbuh lebih dari 1 milyard orang setelah pergantian abad dan ini akan menjadi konsumen terbesar dunia yang pernah terjadi dalam sejarah.[1]
Namun, pada pertengahan musim panas, 1997, kemajuan ekonomi yang mulai memuncak  tersebut terjungkal. Pujian yang selama ini berikan kepada macan-macan Asia berubah drastis. Dimulai dari Thailand, lalu menular ke Malaysia, Pihlipine, Korea dan Indonesia. Pasar saham dan kurs  uang tersungkur jatuh secara dahsyat. Bank sentral terpaksa turun tangan dengan mencetak uang baru, melakukan transaksi forward dan menaikkan tingkat bunga yang tidak terduga. Volatilitas krisis  menimbulkan badai yang kuat menuju kehancuran dan sistem perbankan yang rapuh yang merupakan tulang punggung perusahaan manufacturing yang selama ini mengandalkan bunga rendah. Selama tahun pertama krisis  kurs mata uang di lima negara terdepresiasi  35 – 80 %, bahkan Indonesia, mencapai 400 %. Hal ini menyebabkan menciutnya nilai kekayaan dari negara-negara tersebut khususnya Indonesia. (lihat tabel di bawah ini)

Dalam menganalisa penyebab utama timbulnya krisis moneter tersebut, para pakar ekonomi berkonklusi bahwa kerapuhan fundamental ekonomi (fundamental economic fragility) adalah merupakan penyebab utama munculnya krisis ekonomi. Hal ini seperti disebutkan oleh Michael Camdessus (1997), Direktur International Monetary Fund (IMF) dalam kata-kata sambutannya pada Growth-Oriented Adjustment Programmes (kurang lebih) sebagai berikut: "ekonomi yang mengalami inflasi yang tidak terkawal, defisit neraca pembayaran yang besar, pembatasan perdagangan yang berkelanjutan, kadar pertukaran mata uang yang tidak seimbang, tingkat bunga yang tidak realistik, beban hutang luar negeri yang membengkak dan pengaliran modal yang berlaku berulang kali, telah menyebabkan kesulitan ekonomi, yang akhirnya akan memerangkapkan ekonomi negara ke dalam krisis ekonomi"[2].
Para ekonom ini menyimpulkan bahwa defisit neraca pembayaran (deficit balance of payment), beban hutang luar negeri (foreign debt-burden) yang membengkak--terutama sekali hutang jangka pendek, investasi yang tidak efisien (inefficient investment), dan banyak indikator ekonomi lainnya telah berperan aktif dalam mengundang munculnya krisis ekonomi.
Tetapi sangat disayangkan sangat langka, atau bahkan belum ada analisa  yang  mendalam yang meninjaunya dari perspektif ekonomi Islam lyang meliputi perspektif prinsip ekonomi Islam, aspek etika ekonomi (economic ethical aspects), aspek tingkah laku para pelaku ekonomi (economic behavioral agents), dan aspek-aspek kualitatif lainnya. Oleh karena itu, tulisan ini diharapkan dapat mengisi kelangkaan  tersebut dengan menganalisa sebab-sebab timbulnya krisis ekonomi ditinjau dari perpektif  ekonomi Islam
Tulisan ini akan menyoroti ekonomi ribawi, nilai uang, sistem currency, inflasi dan pembiayaan anggaran defisit, hutang luar negeri, dan beberapa faktor penyebab krisis ekonomi yang ditinjau dalam perspektif ekonomi Islam. Karena langka dan pentingnya tulisan ini, maka tulisan ini akan dibagi ke dalam empat  bahagian. Bagian pertama tulisan ini coba menyingkapi dampak negatif ekonomi ribawi dan pengaruhnya terhadap nilai mata uang.  Bahagian kedua tulisan ini akan melihat konsep ekonomi Islam dalam mengatasi inflasi dan mengoptimalkan sistim pembiayaan negara defisit serta dampak negatif hutang luar negeri terhadap ekonomi umat. Bagian ketiga akan membahas sistem currency kontemporer yang menimbulkan kerawanan krisis bagi banyaka negara. Bagian terakhir (keempat) membahas strategi implementasi stabilitas ekonomi, yaitu langkah-langkah strategis konsepsional untuk menciptakan ekonomi yang stabil di negara-negara muslim  dan dunia internasional
Akar krisis dan faktor penyebabnya
Terjadinya krisis ekonomi dalam persepktif Islam tidak terlepas dari praktek-praktek ekonomi yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, seperti perilaku  riba (dalam makna yang luas), monopoli, korupsi, dan tindakan malpraktek lainnya. Bila pelaku ekonomi telah terbiasa bertindak di luar tuntunan ekonomi Ilahiah, maka tidaklah berlebihan bila krisis ekonomi yang melanda kita adalah suatu malapetaka yang sengaja diundang kehadirannya akibat ulah tangan jahil manusia sendiri.
Hal ini seperti disinyalir Allah SWT dalam Surat Ar-Rum ayat 40: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mareka sebahagian dari (akibat) perbuatan mareka, agar mareka kembali (ke jalan yang benar)".
Kejahilan manusia ini terjadi tidaklah terlepas dari sifat ketamakan atau kerakusan manusia yang lebih mementingkan diri sendiri ketimbang kemaslahatan umat sehingga mareka tidak mahu mendengar panduan Ilahi, seperti disebutkan dalam dua ayat berikut ini: "...Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berjalan di muka bumi Allah dengan berbuat kerusakan" (Q.S. Al-Baqarah: 60)."....dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan"(Q.S. Asy-Syu'ara: 183) ".
Melakukan praktek ekonomi yang bertentangan dengan syari'at Islam seperti disebutkan dalam ayat-ayat di atas merupakan suatu tindakan yang tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga akan merusak sendi-sendi kehidupan ekonomi umat secara menyeluruh. Karena setiap aturan Ilahiah senantiasa mengandung kemaslahatan bagi umat baik di dunia mahupun di akhirat kelak.
Sebaliknya, pelanggaran syari'at Islam baik yang dilakukan dengan sengaja maupun tidak, pasti akan mengundang malapetaka (ganjaran setimpal) langsung atau tidak langsung dari Allah swt. Krisis ekonomi adalah merupakan salah satu contoh malapetaka atau cobaan Tuhan terhadap makhluk-Nya yang telah terlalu jauh melaksanakan aktivitas ekonomi menyimpang  dari ajaran al-Qur'an dan Sunnah, seperti melegalkan riba merajelala berlaku di tengah-tengah ekonomi umat.
  

0 komentar:

Posting Komentar