Categories

Lesson 6

Blog Archive

Follower

Statistik

Get Gifs at CodemySpace.com

Doktrin Zionisme dan Pancasila



Elastisitas idiologi Pancasila, telah memunculkan persoalan dilematis dalam tafsir dan aplikasinya. Orientasinya, mau kemana, juga tidak jelas. Sebagai idiologi dan dasar negara, tanpa adanya kitab rujukan yang jelas dan baku, men-dorong setiap penguasa di Indonesia, bebas menaf-sirkan dasar negara ini menurut seleranya masing-masing, sehingga sangat terbuka kemungkinan untuk bertindak diktator dan berbuat zalim tanpa merasa bersalah. Dan itulah yang selama ini terjadi.
Menyaksikan berbagai dampak negatif akibat penerapan Pancasila, dan munculnya kekacauan pemahaman terhadap Pancasila itu sendiri, meng-undang beragam pertanyaan.
Benarkah Pancasila merupakan produk dalam negeri, atau made in Indonesia, sebagaimana dipa-hami banyak orang selama ini? Sebagai peletak dasar negara Pancasila, Bungkarno mengakui banyak terpengaruh pemikiran dari luar, seperti
Dr. Sun Yat Sen dan A. Baars, seorang sosialis Belanda, dalam merumuskan dasar-dasar idiologi kebang-saannya? Oleh karena itu, adakah kaitan historis dan idiologis antara doktrin Zionisme dengan Pancasila? Ternyata masih banyak misteri dalam Pancasila yang perlu diungkapkan secara terbuka dan terus terang oleh para ahli di bidang ini.

Buku berjudul “Doktrin Zionisme dan Idiologi Pancasila. Menguak Tabir Pemikiran Politik Founding Father Republik Indonesia”, yang sekarang berada di hadapan pembaca ini, memang dimaksudkan untuk mengungkap sejarah Pancasila dan penerapannya di Indonesia. Dalam iklim di mana euphoria reformasi sedang dikumandangkan gegap gempita, kehadiran buku ini menjadi hal yang amat penting.
Selain alasan-alasan politis dan sosial, buku yang merupakan kompilasi dari berbagai karya tulis, yang validitas dan keshahihan-nya tidak perlu diragukan ini, juga diharapkan dapat menjadi motivasi untuk mengungkapkan berbagai misteri Pancasila. Setelah menyaksikan secara gamblang, prilaku politik penguasa orla dan orba dalam menerapkan idiologi Pancasila, tidak bisa tidak muncul berbagai per-tanyaan, guna mengungkapkan lebih jauh.
Misalnya: Mengapa Soekarno dan Soeharto mengesampingkan Piagam Jakarta, yang merupakan ikatan moral bangsa Indonesia, dan diputuskan melalui sidang PPKI (Panitya Persiapan Kemer-dekaan Indonesia) berbulan-bulan lamanya? Me-ngapa Soekarno menerima kaum mulhid, PKI (Partai Komunis Indonesia) dalam wadah negara Pancasila, padahal dia sendiri seorang muslim, bahkan pernah diangkat sebagai Waliyul Amri ad-Dharuri bis Syaukah, dan pada waktu yang sama membubarkan partai Islam Masyumi?
Pertanyaan yang tidak kalah menarik untuk diajukan. Mengapa Soeharto merehabilitasi tapol PKI, tetapi bersikap diskriminatif terhadap tapol muslim? Dan mengapa aliran kepercayaan di-tumbuh suburkan di zaman orde baru, sementara di sisi lain Soeharto mengadu domba antar umat beragama?
Urgensi dari pertanyaan di atas, dan sekaligus urgensi dari penerbitan buku ini, menjadi semakin penting, apabila kita mengkaitkannya dengan agenda reformasi yang menjadi tuntutan rakyat sekarang ini. Bahwa rakyat menuntut lahirnya pemerintahaan yang bersih dari segala unsur KKN (Korupsi, kolusi dan Nepotisme), mengadili Soeharto dan kroni-kroninya, melakukan aman-demen terhadap UUD 1945 dan menghapuskan dwifungsi ABRI.

0 komentar:

Posting Komentar