Categories

Lesson 6

Blog Archive

Follower

Statistik

Get Gifs at CodemySpace.com

Jenis Evaluasi Kinerja Modern dan Tradisional


·  Evaluasi Kinerja Modern (Balanced Scoredcard)
       Suatu konsep untuk mengukur apakah aktivitas-aktivitas operasional suatu perusahaan dalam skala yang lebih kecil sejalan dengan sasaran yang lebih besar dalam hal visi dan strategi. BSC pertama kali dikembangkan dan digunakan pada perusahaan Analog Devices pada tahun 1987. Dengan tidak berfokus hanya pada berfokus pada hasil finansial melainkan juga masalah manusia, BSC membantu memberikan
pandangan yang lebih menyeluruh pada suatu perusahaan yang pada gilirannya akan membantu organisasi untuk bertindak sesuai tujuan jangka panjangnya. Sistem manajemen strategis membantu manajer untuk berfokus pada ukuran kinerja sambil menyeimbangkan sasaran finansial dengan perspektif pelanggan, proses, dan karyawan.

  
                       
1.  Ukuran finansial
            Sangat penting dalam memberikan ringkasan konsekuensi tindakan ekonomis yang sudah diambil. Ukuran kinerja finansial memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi, dan pelaksanaannya memberikan kontribusi atau tidak kepada peningkatan laba perusahaan. Tujuan finansial biasanya berhubungan dengan profitabilitas melalui pengukuran laba operasi, return on capital employed (ROCE) atau economic value added. Tujuan finansial lainnya mungkin berupa pertumbuhan penjualan yang cepat atau terciptanya arus kas.
2. Perspektif Pelanggan
            Dalam perspektif pelanggan Balanced Scorecard, manajemen perusahaan harus mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar di mana unit bisnis tersebut akan bersaing dan berbagai ukuran kinerja unit bisnis di dalam segmen sasaran. Perspektif pelanggan menggunakan ukuran berapa “nilai” yang diberikan kepada pelanggan dilihat dari segi waktu, kualitas, performansi dan layanan, dan biaya. Contohnya ukuran kecepatan waktu mulai dari permintaan sampai dengan pengiriman sampai ditangan pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk kita, tingkat penjualan terhadap produk baru, dan atau banyaknya service call yang dilayani.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
            Dalam perspektif proses bisnis internal, para eksekutif mengidentifikasi berbagai proses
internal penting yang harus dikuasai dengan baik oleh perusahaan. Proses ini memungkinkan unit bisnis untuk:
-     Memberikan preposisi nilai yang akan menarik perhatian dan mempertahan pelanggan dalam segmen pasar sasaran, dan
-     Memenuhi harapan keuntungan financial yang tinggi para pemegang saham. Ukuran proses bisnis internal berfokus kepada berbagai proses internal yang akan berdampak besar kepada kepuasan pelanggan dan pencapaian tujuan finansial perusahaan.
Pada perspektif internal dapat mengevaluasi ekspektasi yang diharapkan pelanggan dapat terpenuhi melalui perbaikan proses di internal organisasi tersebut. Disini juga kita dapat mengukur tingkat keahlian dan produktifitas karyawan, kualitas yang dihasilkan oleh organisasi tersebut, dan atau sistem informasi yang baik yang berjalan dalam organisasi.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
            Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan mengidentifikasi infra struktur yang harus dibangun perusahaan dalam menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Sumber utama pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan adalah manusia, sistem, dan prosedur perusahaan. Untuk mencapai tujuan perspektif finansial, pelanggan, dan proses bisnis internal, maka perusahaan harus melakukan investasi dengan memberikan pelatihan kepada karyawannya, meningkatkan teknologi dan sistem informasi, serta menyelaraskan berbagai prosedur dan kegiatan operasional perusahaan yang merupakan sumber utama perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
          Balanced Scorecard menekankan bahwa semua ukuran finansial dan non financial harus menjadi bagian sistem informasi untuk para pekerja di semua tingkat perusahaan. Tujuan dan ukuran dalam Balanced Scorecard lebih dari sekedar sekumpulan ukuran kinerja finansial dan non finansial khusus; semua tujuan dan ukuran ini diturunkan dari proses atas ke bawah (top-down) yang digerakkan oleh misi dan strategi unit bisnis.
          Balanced Scorecard menyatakan adanya keseimbangan antara berbagai ukuran eksternal para pemegang saham dan pelanggan, dengan berbagi ukuran internal proses bisnis penting, inovasi, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Keseimbangan juga dinyatakan antara semua ukuran hasil – apa yang dicapai oleh perusahaan pada waktu yang lalu – dengan semua ukuran faktor pendorong kinerja masa depan perusahaan.
·         Evaluasi Kinerja Tradisional
1. ROI (return on investment)
            Dalam dunia keuangan rate of return (ROR) atau return on investment (ROI), atau terkadang biasa disebut dengan return, adalah suatu ratio peroleh atau kehilangan uang dari sebuah investasi berhubungan dengan jumlah uang yang telah di investasikan. Jumlah perolehan ataupun kehilangan uang merujuk kepada bunga, profit/loss, gain/loss atau net income, sedangkan uang yang telah di investasikan merujuk pada asset, modal/capital, uang pokok/principal atau basis biaya/cost basis dari investasi tersebut.
            ROI adalah juga dikenal sebagai tingkat laba (rate of profit). ROI adalah hasil di suatu investasi saat ini atau masa lampau, atau hasil yang diperkirakan di suatu investasi masa depan. ROI pada umumnya dinyatakan sebagai persentase dibanding/bukannya nilai sistim desimal. ROI tidak mengindikasikan berapa lama suatu investasi dikelola. Bagaimanapun, ROI paling sering dinyatakan sebagai suatu tingkat pengembalian tahunan, dan paling sering dinyatakan untuk suatu tahun fiskal atau penanggalan.
            Pada metodologi perhitungan cost-benefit, perhitungan ROI (Return On Investment) tersebut dilakukan berdasarkan perkiraan manfaat implementasi sistem aplikasi ERP (Enterprise Resources Planning) yang dinyatakan dalam ukuran keuangan atau finansial seperti dalam rupiah atau dolar Amerika. Perkiraan manfaat tersebut didasari pada sejumlah asumsi yang berhubungan dengan harapan manfaat (expected return) yang akan diperoleh perusahaan seandainya sebuah sistem ERP (Enterprise Resources Planning) digunakan atau diaplikasikan.
          Dalam perhitungan yang lebih akurat, nilai manfaat yang diharapkan tersebut sebenarnya harus dikalikan dengan sejumlah probabilitas agar sesuai dengan kenyataan yang ada. Rumus atau formula yang kerap dipergunakan untuk hal tersebut adalah sebagai berikut:
                        Expected Return = Estimated Return x ERP Investment Equation
dimana nilai sebenarnya dari manfaat yang akan diperoleh perusahaan adalah merupakan hasil perkalian antara besarnya nilai yang diharapkan dengan sebuah nilai probabilitas tertentu, yang pada dasarnya merupakan persamaan dari investasi teknologi informasi. Adapun persamaan dari investasi sistem aplikasi ERP tersebut dapat dinyatakan sebagai:
                        ERP Investment Equation = P(ROI Type) x P(Conversion Success)
dimana,
ERP Investment Equation = P(Success|Return)
yang berarti bahwa probabilitas kesuksesan dalam sebuah investasi sistem aplikasi ERP sehingga mendatangkan atau memberikan manfaat tertentu, akan sangat bergantung dari probabilitas tercapainya ROI dari sistem aplikasi ERP terkait dan probabilitas suksesnya proses pengembangan dan sistem aplikasi ERP tersebut.

Contoh kasus sebagai penggambaran penghitungan ROI dapat di ilustrasikan sebagai berikut:
            Sebuah perusahaan bermaksud untuk membeli dan mengimplementasikan sistem ERP untuk membantu manajemen dalam memonitor dan mengawasi pekerjaan karyawannya. Alasan sistem ini diimplementasikan karena melihat kenyataan bahwa produktifitas penjualan tidak berkembang yang diakibatkan karena banyak pengurusan administrasi penjualan barang yang memakan waktu lama. Sehingga perusahaan mengalami ”kehilangan” banyak uang karena harus membiayai penalti kepada pelanggan yang diakibatkan karena hal tersebut. Diharapkan dengan diimplementasikannya sistem ERP tersebut, perusahaan dapat menghemat misalnya sekitar Rp 75 juta per bulan, hasil dari proses penalti terhadap keterlambatan administrasi yang tidak perlu.

            Berdasarkan keterangan yang didapat bahwa probabilitas terjadinya pengembalian investasi atau ROI dari implementasi sistem ERP di perusahaan adalah sekitar 0.75, sementara diperoleh data yang mengatakan bahwa 8 dari 10 proyek implementasi sistem ERP berhasil dilakukan. Artinya adalah bahwa:
Expected Return         = Estimated Return x ERP Investment Equation
                                    = Rp 75 juta x ERP Investment Equation
                                    = Rp 75 juta x P(Success|Return)
                                    = Rp 75 juta x P(ROI Type) x P(Conversion Success)
                                    = Rp 75 juta x 0.75 x 0.8
                                    = Rp 45 juta
Maka nilai yang harus dimasukkan sebagai value manfaat dari implementasi sistem ERP tersebut adalah Rp 45 juta per bulan, bukan Rp 75 juta per bulan seperti yang diperkirakan sebelumnya.
2.   Profit Margin
         Profit margin merupakan hasil perbandingan antara laba sebelum pajak dengan penjualan bersih yang dipengaruhi biaya-biaya dan harga jual pada volume penjualan tertentu. Margin keuntungan banyak digunakan untuk perbandingan internal. Sulit untuk secara akurat membandingkan rasio laba bersih untuk entitas yang berbeda. Usaha perorangan 'kesepakatan pembiayaan operasi dan bervariasi sehingga terikat entitas yang berbeda memiliki tingkat pengeluaran yang berbeda, sehingga perbandingan antara satu dengan yang lain bisa memiliki sedikit arti. Margin keuntungan yang rendah menunjukkan margin yang rendah keselamatan: resiko tinggi bahwa penurunan penjualan akan menghapus keuntungan dan mengakibatkan kerugian bersih.
         Profit margin adalah indikator perusahaan kebijakan harga dan kemampuannya untuk mengendalikan biaya. Perbedaan dalam strategi kompetitif dan bauran produk menyebabkan margin keuntungan untuk bervariasi di antara perusahaan yang berbeda. Untuk menghitung marjin laba bersih, beberapa buku keuangan, situs, dan sumber daya kirim investor untuk mengambil setelah pajak laba bersih dibagi dengan penjualan. Sementara ini standar dan umumnya diterima, beberapa analis lebih memilih untuk menambahkan minoritas kembali ke dalam persamaan, untuk memberikan gambaran tentang berapa banyak uang perusahaan yang dibuat sebelum membayar keluar untuk minoritas "pemilik". Either way dapat diterima, meskipun Anda harus konsisten dalam perhitungan Anda. Semua perusahaan harus dibandingkan dengan dasar yang sama.

Opsi 1: Laba Bersih Setelah Pajak ÷ Pendapatan = Net Profit Margin
Opsi 2: (Net Income + Hak Minoritas + Pajak-Disesuaikan Interest) ÷ Pendapatan
            Dalam beberapa kasus, margin keuntungan yang lebih rendah merupakan strategi harga. Beberapa bisnis, terutama pengecer, mungkin dikenal dengan biaya rendah, volume tinggi pendekatan. Dalam kasus lain, yang rendah margin laba bersih mungkin merupakan perang harga yang menurunkan keuntungan, seperti yang terjadi dengan industri komputer perjalanan kembali pada tahun 2000.
   Marjin Laba Bersih Contoh
            Pada tahun 2009, Donna Manufaktur dijual 100.000 widget sebesar $ 5 masing-masing, dengan harga pokok penjualan sebesar $ 2 masing-masing. Itu memiliki $ 150.000 dalam biaya operasi, dan dibayar $ 52.500 dalam pajak penghasilan. Apa itu margin keuntungan bersih?
            Pertama, kita perlu mencari pendapatan atau total penjualan. Jika Donna dijual 100.000 widgets at $ 5 masing-masing, itu menghasilkan total $ 500.000 pendapatan. Perusahaan harga pokok penjualan adalah $ 2 per widget; 100.000 widget pada $ 2 masing-masing adalah sama dengan $ 200.000 dalam biaya. Ini meninggalkan laba kotor sebesar $ 300.000 ($ 500k pendapatan - $ 200k harga pokok penjualan). Mengurangkan $ 150.000 dalam biaya operasi dari laba kotor $ 300,000 daun kita dengan $ 150.000 pendapatan sebelum pajak. Mengurangkan tagihan pajak $ 52.500, kita dibiarkan dengan laba bersih $ 97.500.
Memasukkan informasi ini ke dalam rumus, kita mendapatkan:
Laba bersih $ 97.500 ÷ $ 500.000 pendapatan = 0,195 marjin laba bersih

3.   Rasio Operasi
            Rasio operasi merupakan rasio perbandingan dari penjualan bersih dengan total biaya, semakin tinggi rasio operasi semakin baik karena biaya operasi yang digunakan semakin efisien.
Contoh kasus :
            Perusahaan Listrik Negara (PLN) belum bisa meraih keuntungan pada semester pertama tahun ini. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dinilai sebagai faktor utama yang menjadi penyebab kerugian tersebut.
            Direktur Keuangan PT PLN (Persero), Parno Isworo, mengatakan pihaknya belum berhasil memperoleh pendapatan sesuai dengan target dalam Rencana Kerja Angaran Perusahaan (RKAP).
            Kendati demikian, berdasarkan perhitungan, perseroan masih bisa meraih laba operasi. Sayangnya, Parno tidak bersedia menyebutkan angka kerugian yang diderita maupun laba operasi yang dimaksud. "Saya belum bisa buka sekarang. Mungkin besok atau lusa laporan keuangan akan dikeluarkan," ujarnya di Jakarta, Rabu (15/9).
            Berdasarkan catatan Tempo, PLN menargetkan penerimaan sedikitnya Rp 54 triliun tahun 2004. Dengan tarif dasar listrik rata-rata Rp 600 per kWh, tanpa kenaikan, diyakini target penerimaan itu bisa tercapai. Pendapatan tersebut berasal dari penjualan kilowatthour (kWh) listrik yang mencapai 90 miliar kWh, dari volume produksi yang direncanakan sekitar 100 miliar kWh.
            Itu belum termasuk pendapatan dari biaya beban atau penyambungan tenaga listrik. Pemasukan di luar penjualan listrik memang tidak banyak memberikan kontribusi bagi penerimaan perusahaan, hanya sekitar dua persen atau rata-rata sekitar Rp 1-2 triliun. Diperkirakan, perseroan juga akan memperoleh pendapatan tambahan sebesar Rp 2,5 trilun dari 1,5 juta pelanggan baru.
            Tahun 2003 PLN merugi sekitar Rp 6,63 triliun. Dari pendapatannya sekitar Rp 58,68 triliun (dari penjualan listrik Rp 52 triliun), harus dipotong biaya produksi sekitar Rp 65,31 triliun. Sedangkan tahun 2002, PLN membukukan pendapatan Rp 44 triliun (dari penjualan listrik Rp 39 triliun), tetapi biaya produksinya mencapai Rp 52 triliun. Sehingga perusahaan masih merugi sekitar Rp 6 triliun.
            Parno menambahkan, meski secara keseluruhan terhitung merugi, kondisi keuangan perseroan kali ini masih lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu. "Dulu kan masih negatif, rugi operasi. Sekarang sudah laba operasi."
            Menurutnya, kerugian yang diderita perseroan dikarenakan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Penentuan Tarif Dasar Listrik (TDL) didasarkan atas asumsi nilai tukar dolar Rp 8 ribu. Namun, belakangan rupiah tertekan hingga ke level Rp 9.300. Padahal biaya produksi yang harus dikeluarkan PLN sebagian besar menggunakan dolar. Selain itu, utang perusahaan dalam bentuk dolar juga menjadi beban tersendiri.
            Kendati terganggu oleh kurs, PLN mencatat angka rasio operasi sebesar 95,5 persen. Rasio operasi merupakan perbandingan antara biaya operasi dengan pendapatan, yang nilainya harus kurang dari 1 persen. Semula, perseroan mentargetkan angka rasio sebesar 97,5 persen. "Artinya, meski kondisi kurs berat, kita bisa lebih baik pada semester pertama ini," kata Parno.
D. metode evaluasi kinerja
·      Analisis Biaya Manfaat
Analisis ini dilakukan dengan mengidentifikasi item -item yang menjadi benefits (manfaat) dan item -item yang merupakan costs (biaya); yang dapat bersifat tangible (nyata) dan intangible (tidak nyata), dengan analisis cost-benefit ini masalah diperhatikan adalah item-item yang dipilih dan pemberian nilai atau harga terhadap item tersebut.
·      Metode Evaluasi Program dan Kebijakan
Terdiri atas tiga jenis, yaitu :
a. Evaluasi Semu à Evaluasi yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap perseorangan, kelompok maupun masyarakat.
b. Evaluasi Formal à Evaluasi yang menggunakan deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, dengan melakukan evaluasi atas dasar tujuan program kebijakan yang secara form al telah diumumkan oleh para pembuat kebijakan dan administrator program
c. Evaluasi Keputusan Teoritis à Evaluasi yang menggunakan pendekatan deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai pelaku kebijakan.

0 komentar:

Posting Komentar