· Evaluasi Kinerja Modern (Balanced Scoredcard)
Suatu konsep untuk mengukur apakah aktivitas-aktivitas operasional
suatu perusahaan dalam skala yang lebih kecil sejalan dengan sasaran yang lebih
besar dalam hal visi dan strategi. BSC pertama kali dikembangkan dan digunakan
pada perusahaan Analog Devices pada tahun 1987. Dengan tidak berfokus hanya
pada berfokus pada hasil finansial melainkan juga masalah manusia, BSC membantu
memberikan
pandangan yang lebih menyeluruh pada suatu perusahaan yang pada
gilirannya akan membantu organisasi untuk bertindak sesuai tujuan jangka
panjangnya. Sistem manajemen strategis membantu manajer untuk berfokus pada
ukuran kinerja sambil menyeimbangkan sasaran finansial dengan perspektif
pelanggan, proses, dan karyawan.
1. Ukuran
finansial
Sangat penting dalam memberikan
ringkasan konsekuensi tindakan ekonomis yang sudah diambil. Ukuran kinerja
finansial memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi, dan
pelaksanaannya memberikan kontribusi atau tidak kepada peningkatan laba
perusahaan. Tujuan finansial biasanya berhubungan dengan profitabilitas melalui
pengukuran laba operasi, return on capital employed (ROCE) atau economic value
added. Tujuan finansial lainnya mungkin berupa pertumbuhan penjualan yang cepat
atau terciptanya arus kas.
2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan Balanced
Scorecard, manajemen perusahaan harus mengidentifikasi pelanggan dan segmen
pasar di mana unit bisnis tersebut akan bersaing dan berbagai ukuran kinerja
unit bisnis di dalam segmen sasaran. Perspektif pelanggan menggunakan ukuran
berapa “nilai” yang diberikan kepada pelanggan dilihat dari segi waktu,
kualitas, performansi dan layanan, dan biaya. Contohnya ukuran kecepatan waktu
mulai dari permintaan sampai dengan pengiriman sampai ditangan pelanggan,
tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk kita, tingkat penjualan terhadap
produk baru, dan atau banyaknya service call yang dilayani.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Dalam perspektif proses
bisnis internal, para eksekutif mengidentifikasi berbagai proses
internal penting yang harus dikuasai dengan baik oleh perusahaan. Proses ini memungkinkan unit bisnis untuk:
-
Memberikan preposisi nilai yang akan menarik perhatian dan mempertahan
pelanggan dalam segmen pasar sasaran, dan
-
Memenuhi harapan keuntungan financial yang tinggi para pemegang saham.
Ukuran proses bisnis internal berfokus kepada berbagai proses internal yang
akan berdampak besar kepada kepuasan pelanggan dan pencapaian tujuan finansial
perusahaan.
Pada
perspektif internal dapat mengevaluasi ekspektasi yang diharapkan pelanggan
dapat terpenuhi melalui perbaikan proses di internal organisasi tersebut.
Disini juga kita dapat mengukur tingkat keahlian dan produktifitas karyawan,
kualitas yang dihasilkan oleh organisasi tersebut, dan atau sistem informasi
yang baik yang berjalan dalam organisasi.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif Pembelajaran
dan Pertumbuhan mengidentifikasi infra struktur yang harus dibangun perusahaan
dalam menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Sumber utama pembelajaran dan
pertumbuhan perusahaan adalah manusia, sistem, dan prosedur perusahaan. Untuk
mencapai tujuan perspektif finansial, pelanggan, dan proses bisnis internal,
maka perusahaan harus melakukan investasi dengan memberikan pelatihan kepada
karyawannya, meningkatkan teknologi dan sistem informasi, serta menyelaraskan
berbagai prosedur dan kegiatan operasional perusahaan yang merupakan sumber
utama perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Balanced
Scorecard menekankan bahwa semua ukuran finansial dan non financial harus
menjadi bagian sistem informasi untuk para pekerja di semua tingkat perusahaan.
Tujuan dan ukuran dalam Balanced Scorecard lebih dari sekedar sekumpulan ukuran
kinerja finansial dan non finansial khusus; semua tujuan dan ukuran ini
diturunkan dari proses atas ke bawah (top-down) yang digerakkan oleh misi dan
strategi unit bisnis.
Balanced Scorecard menyatakan adanya
keseimbangan antara berbagai ukuran eksternal para pemegang saham dan
pelanggan, dengan berbagi ukuran internal proses bisnis penting, inovasi, serta
pembelajaran dan pertumbuhan. Keseimbangan juga dinyatakan antara semua ukuran
hasil – apa yang dicapai oleh perusahaan pada waktu yang lalu – dengan semua
ukuran faktor pendorong kinerja masa depan perusahaan.
·
Evaluasi Kinerja Tradisional
1. ROI
(return on investment)
Dalam dunia keuangan rate of return
(ROR) atau return on investment (ROI), atau terkadang biasa disebut dengan
return, adalah suatu ratio peroleh atau kehilangan uang dari sebuah investasi
berhubungan dengan jumlah uang yang telah di investasikan. Jumlah perolehan
ataupun kehilangan uang merujuk kepada bunga, profit/loss, gain/loss atau net
income, sedangkan uang yang telah di investasikan merujuk pada asset,
modal/capital, uang pokok/principal atau basis biaya/cost basis dari investasi
tersebut.
ROI adalah juga dikenal sebagai
tingkat laba (rate of profit). ROI adalah hasil di suatu investasi saat ini
atau masa lampau, atau hasil yang diperkirakan di suatu investasi masa depan.
ROI pada umumnya dinyatakan sebagai persentase dibanding/bukannya nilai sistim
desimal. ROI tidak mengindikasikan berapa lama suatu investasi dikelola.
Bagaimanapun, ROI paling sering dinyatakan sebagai suatu tingkat pengembalian
tahunan, dan paling sering dinyatakan untuk suatu tahun fiskal atau
penanggalan.
Pada metodologi perhitungan
cost-benefit, perhitungan ROI (Return On Investment) tersebut dilakukan
berdasarkan perkiraan manfaat implementasi sistem aplikasi ERP (Enterprise
Resources Planning) yang dinyatakan dalam ukuran keuangan atau finansial
seperti dalam rupiah atau dolar Amerika. Perkiraan manfaat tersebut didasari
pada sejumlah asumsi yang berhubungan dengan harapan manfaat (expected return)
yang akan diperoleh perusahaan seandainya sebuah sistem ERP (Enterprise
Resources Planning) digunakan atau diaplikasikan.
Dalam perhitungan yang lebih akurat,
nilai manfaat yang diharapkan tersebut sebenarnya harus dikalikan dengan
sejumlah probabilitas agar sesuai dengan kenyataan yang ada. Rumus atau formula
yang kerap dipergunakan untuk hal tersebut adalah sebagai berikut:
Expected
Return = Estimated Return x ERP Investment Equation
dimana
nilai sebenarnya dari manfaat yang akan diperoleh perusahaan adalah merupakan
hasil perkalian antara besarnya nilai yang diharapkan dengan sebuah nilai
probabilitas tertentu, yang pada dasarnya merupakan persamaan dari investasi
teknologi informasi. Adapun
persamaan dari investasi sistem aplikasi ERP tersebut dapat dinyatakan sebagai:
ERP
Investment Equation = P(ROI Type) x P(Conversion Success)
dimana,
ERP Investment Equation = P(Success|Return)
yang
berarti bahwa probabilitas kesuksesan dalam sebuah investasi sistem aplikasi
ERP sehingga mendatangkan atau memberikan manfaat tertentu, akan sangat
bergantung dari probabilitas tercapainya ROI dari sistem aplikasi ERP terkait
dan probabilitas suksesnya proses pengembangan dan sistem aplikasi ERP tersebut.
Contoh kasus sebagai penggambaran penghitungan ROI dapat di
ilustrasikan sebagai berikut:
Sebuah perusahaan bermaksud untuk
membeli dan mengimplementasikan sistem ERP untuk membantu manajemen dalam
memonitor dan mengawasi pekerjaan karyawannya. Alasan sistem ini
diimplementasikan karena melihat kenyataan bahwa produktifitas penjualan tidak
berkembang yang diakibatkan karena banyak pengurusan administrasi penjualan
barang yang memakan waktu lama. Sehingga perusahaan mengalami ”kehilangan” banyak
uang karena harus membiayai penalti kepada pelanggan yang diakibatkan karena
hal tersebut. Diharapkan dengan diimplementasikannya sistem ERP tersebut,
perusahaan dapat menghemat misalnya sekitar Rp 75 juta per bulan, hasil dari
proses penalti terhadap keterlambatan administrasi yang tidak perlu.
Berdasarkan keterangan yang didapat
bahwa probabilitas terjadinya pengembalian investasi atau ROI dari implementasi
sistem ERP di perusahaan adalah sekitar 0.75, sementara diperoleh data yang
mengatakan bahwa 8 dari 10 proyek implementasi sistem ERP berhasil dilakukan.
Artinya adalah bahwa:
Expected
Return = Estimated Return x ERP
Investment Equation
= Rp 75 juta
x ERP Investment Equation
= Rp 75 juta
x P(Success|Return)
= Rp 75 juta
x P(ROI Type) x P(Conversion Success)
= Rp 75 juta x 0.75 x 0.8
=
Rp 45 juta
Maka
nilai yang harus dimasukkan sebagai value manfaat dari implementasi sistem ERP
tersebut adalah Rp 45 juta per bulan, bukan Rp 75 juta per bulan seperti yang
diperkirakan sebelumnya.
2. Profit
Margin
Profit
margin merupakan hasil perbandingan antara laba sebelum pajak dengan penjualan
bersih yang dipengaruhi biaya-biaya dan harga jual pada volume penjualan
tertentu. Margin keuntungan banyak digunakan untuk perbandingan internal. Sulit
untuk secara akurat membandingkan rasio laba bersih untuk entitas yang berbeda.
Usaha perorangan 'kesepakatan pembiayaan operasi dan bervariasi sehingga
terikat entitas yang berbeda memiliki tingkat pengeluaran yang berbeda,
sehingga perbandingan antara satu dengan yang lain bisa memiliki sedikit arti.
Margin keuntungan yang rendah menunjukkan margin yang rendah keselamatan:
resiko tinggi bahwa penurunan penjualan akan menghapus keuntungan dan
mengakibatkan kerugian bersih.
Profit
margin adalah indikator perusahaan kebijakan harga dan kemampuannya untuk
mengendalikan biaya. Perbedaan dalam strategi kompetitif dan bauran produk
menyebabkan margin keuntungan untuk bervariasi di antara perusahaan yang
berbeda. Untuk menghitung marjin laba bersih, beberapa buku keuangan, situs,
dan sumber daya kirim investor untuk mengambil setelah pajak laba bersih dibagi
dengan penjualan. Sementara ini standar dan umumnya diterima, beberapa analis
lebih memilih untuk menambahkan minoritas kembali ke dalam persamaan, untuk
memberikan gambaran tentang berapa banyak uang perusahaan yang dibuat sebelum
membayar keluar untuk minoritas "pemilik". Either way dapat diterima,
meskipun Anda harus konsisten dalam perhitungan Anda. Semua perusahaan harus
dibandingkan dengan dasar yang sama.
Opsi 1: Laba Bersih Setelah Pajak ÷
Pendapatan = Net Profit Margin
Opsi 2: (Net Income + Hak Minoritas +
Pajak-Disesuaikan Interest) ÷ Pendapatan
Dalam
beberapa kasus, margin keuntungan yang lebih rendah merupakan strategi harga.
Beberapa bisnis, terutama pengecer, mungkin dikenal dengan biaya rendah, volume
tinggi pendekatan. Dalam kasus lain, yang rendah margin laba bersih mungkin
merupakan perang harga yang menurunkan keuntungan, seperti yang terjadi dengan
industri komputer perjalanan kembali pada tahun 2000.
Marjin Laba Bersih Contoh
Pada tahun 2009, Donna Manufaktur dijual 100.000 widget
sebesar $ 5 masing-masing, dengan harga pokok penjualan sebesar $ 2
masing-masing. Itu memiliki $ 150.000 dalam biaya operasi, dan dibayar $ 52.500
dalam pajak penghasilan. Apa itu margin keuntungan bersih?
Pertama, kita perlu mencari pendapatan atau total
penjualan. Jika Donna dijual 100.000 widgets at $ 5 masing-masing, itu
menghasilkan total $ 500.000 pendapatan. Perusahaan harga pokok penjualan
adalah $ 2 per widget; 100.000 widget pada $ 2 masing-masing adalah sama dengan
$ 200.000 dalam biaya. Ini meninggalkan laba kotor sebesar $ 300.000 ($ 500k
pendapatan - $ 200k harga pokok penjualan). Mengurangkan $ 150.000 dalam biaya
operasi dari laba kotor $ 300,000 daun kita dengan $ 150.000 pendapatan sebelum
pajak. Mengurangkan tagihan pajak $ 52.500, kita dibiarkan dengan laba bersih $
97.500.
Memasukkan
informasi ini ke dalam rumus, kita mendapatkan:
Laba
bersih $ 97.500 ÷ $ 500.000 pendapatan = 0,195 marjin laba bersih
3. Rasio
Operasi
Rasio operasi merupakan rasio
perbandingan dari penjualan bersih dengan total biaya, semakin tinggi rasio
operasi semakin baik karena biaya operasi yang digunakan semakin efisien.
Contoh kasus :
Perusahaan Listrik Negara (PLN) belum
bisa meraih keuntungan pada semester pertama tahun ini. Fluktuasi nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS dinilai sebagai faktor utama yang menjadi penyebab
kerugian tersebut.
Direktur Keuangan PT PLN (Persero),
Parno Isworo, mengatakan pihaknya belum berhasil memperoleh pendapatan sesuai
dengan target dalam Rencana Kerja Angaran Perusahaan (RKAP).
Kendati demikian, berdasarkan
perhitungan, perseroan masih bisa meraih laba operasi. Sayangnya, Parno tidak
bersedia menyebutkan angka kerugian yang diderita maupun laba operasi yang
dimaksud. "Saya belum bisa buka sekarang. Mungkin besok atau lusa laporan
keuangan akan dikeluarkan," ujarnya di Jakarta , Rabu (15/9).
Berdasarkan catatan Tempo, PLN
menargetkan penerimaan sedikitnya Rp 54 triliun tahun 2004. Dengan tarif dasar
listrik rata-rata Rp 600 per kWh, tanpa kenaikan, diyakini target penerimaan
itu bisa tercapai. Pendapatan tersebut berasal dari penjualan kilowatthour
(kWh) listrik yang mencapai 90 miliar kWh, dari volume produksi yang
direncanakan sekitar 100 miliar kWh.
Itu belum termasuk pendapatan dari
biaya beban atau penyambungan tenaga listrik. Pemasukan di luar penjualan
listrik memang tidak banyak memberikan kontribusi bagi penerimaan perusahaan,
hanya sekitar dua persen atau rata-rata sekitar Rp 1-2 triliun. Diperkirakan,
perseroan juga akan memperoleh pendapatan tambahan sebesar Rp 2,5 trilun dari
1,5 juta pelanggan baru.
Tahun 2003 PLN merugi sekitar Rp
6,63 triliun. Dari pendapatannya sekitar Rp 58,68 triliun (dari penjualan
listrik Rp 52 triliun), harus dipotong biaya produksi sekitar Rp 65,31 triliun.
Sedangkan tahun 2002, PLN membukukan pendapatan Rp 44 triliun (dari penjualan
listrik Rp 39 triliun), tetapi biaya produksinya mencapai Rp 52 triliun.
Sehingga perusahaan masih merugi sekitar Rp 6 triliun.
Parno menambahkan, meski secara
keseluruhan terhitung merugi, kondisi keuangan perseroan kali ini masih lebih
baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu. "Dulu kan masih negatif, rugi operasi. Sekarang
sudah laba operasi."
Menurutnya, kerugian yang diderita
perseroan dikarenakan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Penentuan
Tarif Dasar Listrik (TDL) didasarkan atas asumsi nilai tukar dolar Rp 8 ribu.
Namun, belakangan rupiah tertekan hingga ke level Rp 9.300. Padahal biaya
produksi yang harus dikeluarkan PLN sebagian besar menggunakan dolar. Selain
itu, utang perusahaan dalam bentuk dolar juga menjadi beban tersendiri.
Kendati terganggu oleh kurs, PLN
mencatat angka rasio operasi sebesar 95,5 persen. Rasio operasi merupakan
perbandingan antara biaya operasi dengan pendapatan, yang nilainya harus kurang
dari 1 persen. Semula, perseroan mentargetkan angka rasio sebesar 97,5 persen.
"Artinya, meski kondisi kurs berat, kita bisa lebih baik pada semester
pertama ini," kata Parno.
D. metode evaluasi kinerja
·
Analisis Biaya Manfaat
Analisis ini
dilakukan dengan mengidentifikasi item -item yang menjadi benefits (manfaat) dan
item -item yang merupakan costs (biaya); yang dapat bersifat tangible (nyata)
dan intangible (tidak nyata), dengan analisis cost-benefit ini masalah
diperhatikan adalah item-item yang dipilih dan pemberian nilai atau harga
terhadap item tersebut.
·
Metode Evaluasi Program
dan Kebijakan
Terdiri atas tiga jenis, yaitu :
a.
Evaluasi Semu à
Evaluasi yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang
valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk
menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap
perseorangan, kelompok maupun masyarakat.
b.
Evaluasi Formal à Evaluasi
yang menggunakan deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat
dipercaya mengenai hasil kebijakan, dengan melakukan evaluasi atas dasar tujuan
program kebijakan yang secara form al telah diumumkan oleh para pembuat
kebijakan dan administrator program
c.
Evaluasi Keputusan Teoritis à
Evaluasi yang menggunakan pendekatan deskriptif untuk menghasilkan informasi
yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara
eksplisit dinilai oleh berbagai pelaku kebijakan.
0 komentar:
Posting Komentar