Walaupun
Rasul Allah s.a.w. telah mengadakan perjanjian perdamaian dengan musyrikin
Qureiys (Perjanjian Hudaibiyah), namun beliau berfikir, bahwa keamanan dan
keselamatan kaum muslimin belum terjamin, selama masih ada kekuatan-kekuatan
anti Islam yang bercokol di utara Madinah. Kekuatan itu ialah kaum Yahudi
yang mempunyai beberapa benteng di Khaibar.
Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, orang-orang Yahudi memang tidak
dapat dipercaya kejujurannya dalam melaksanakan perjanjian perdamaian.
Peristiwa pengkhianatan itu telah terjadi beberapa kali dilakukan oleh
orang-orang Yahudi dari Banu Quraidah, Bani Qainuqa' dan Bani Nadhir.
Sekarang tibalah saatnya untuk mematahkan kekuatan terakhir kaum Yahudi, yang
selama ini dirasakan sebagai duri di dalam daging. Tanpa membuang-buang
waktu, Rasul Allah mempersiapkan pasukan sebanyak 1600 orang dan 100 pasukan
berkuda guna diberangkatkan ke Khaibar. Setelah berjalan tiga hari tibalah
pasukan muslimin di depan perbentengan Khaibar. Mereka telah berada di depan
benteng Natat.
Esok paginya pertempuran mati-matian mulai berkobar. 50 orang dari pasukan
muslimin gugur dan dari fihak Yahudi lebih banyak lagi, termasuk pemimpin
Yahudi Khaibar, yaitu Salam bin Misykam. Setelah Salam
terbunuh pimpinan
Yahudi dipegang oleh Harits bin Abi Zainab. Ia keluar dari benteng Na'im
bersama sejumlah pasukan dengan maksud hendak menggempur kaum muslimin.
Pasukan Muslimin yang terdiri dari orang-orang Khazraj berhasil memukul
mundur pasukan Harits sampai mereka masuk ke dalam benteng. Pasukan muslimin
makin memperketat pengepungan atas beberapa benteng Khaibar. Pihak Yahudi
bertahan mati-matian. Bagi mereka, jika kali ini kalah, berarti penumpasan
terakhir Bani Israil di negeri Arab.
Pengepungan itu berlangsung selama beberapa hari. Untuk melancarkan serangan,
Rasul Allah s.a.w. menyerahkan panji peperangan kepada Abu Bakar As Shiddiq
r.a. Dengan tugas supaya menyerbu dan merebut benteng Na'im. Setelah terjadi
pertempuran, Abu bakar r.a. kembali tanpa berhasil mendobrak benteng
tersebut. Keesokan harinya, Rasul Allah s.a.w. menugaskan Umar Ibnul Khattab
r.a. Iapun mengalami nasib yang sama seperti Abu Bakar Ash Shiddiq r.a.
Sekarang Imam Ali r.a. dipanggil oleh Rasul Allah s.a.w. seraya berkata:
"Pegang panji ini dan bawa terus sampai Allah memberikan kemenangan
kepadamu!"
Imam Ali r.a. berangkat membawa panji Rasul Allah s.a.w. Setibanya dekat
benteng, penghuni benteng itu keluar serentak menghadapinya. Ketika itu juga
terjadi pertempuran. Salah seorang Yahudi berhasil memukul Imam Ali r.a.
sampai perisai yang ada di tangannya terpental. Tetapi dengan gerakan kilat
Imam Ali r.a. segera menjebol salah sebuah daun pintu yang ada di benteng dan
dengan berperisaikan daun pintu itu terus menerjang dan menggempur. Akhirnya
benteng itu dapat didobrak, dan daun pintu yang dipegangnya dijadikan
jembatan. Dengan jembatan itu kaum muslimin menyeberang serentak dan menyerbu
ke dalam benteng.
Kaum Yahudi bertahan mati-matian. Benteng Na'im itu baru jatuh sepenuhnya,
setelah komandan pasukan Yahudi, Harits bin Abi Zainab mati terbunuh.
Peristiwa pertempuran itu menunjukkan betapa uletnya kaum Yahudi bertahan,
dan menunjukan pula tingginya semangat juang kaum muslimin dalam perang
Khaibar. Dengan jatuhnva benteng Na'im, praktis tidak banyak lagi kesukaran
bagi kaum muslimin untuk menjebol dan mengobrak-abrik benteng-benteng Khaibar
lainnya yang masih tinggal, seperti benteng Qamus, benteng Sha'b dan
lain-lain yang tidak seberapa kokoh.
Dengan jatuhnya semua benteng Yahudi di Khaibar, perasaan putus asa merayap
di dalam hati mereka, kemudian mereka minta damai. Semua harta benda yang ada
di dalam perbentengan diserahkan kepada Rasul Allah s.a.w. sebagai barang
ghanimah, dengan syarat mereka diselamatkan. Rasul Allah s.a.w. menerima usul
dan menyetujui permintaan mereka itu. Mereka dibiarkan tetap tinggal di
kampung-halaman mereka, mengerjakan tanah yang kini menjadi milik kaum
muslimin. Sebagai imbalan mereka mendapat upah separuh dari hasil tanaman.
Jatuhnya Makkah
Belum sampai setahun Perjanjian Hudaibiyah berlaku, terjadi bentrokan senjata
antara Bani Khuza'ah yang bersekutu dengan Rasul Allah s.a.w. dan Banu Bakr
yang bersekutu dengan fihak Qureiys. Bentrokan itu terjadi akibat adanya
seorang dari Banu Bakr yang mengejek-ejek Rasul Allah s.a.w. di depan seorang
dari Banu Khuza'ah. Oleh orang dari Banu Khuza'ah, orang dari Banu Bakr itu
dipukul. Gara-gara pemukulan itu, bergeraklah orang-orang Banu Bakr menyerang
orang-orang Banu Khuza'ah. Permusuhan lama di antara dua qabilah itu memang
sudah ada. Dalam serangan itu, Banu Bakr dibantu langsung oleh musyrikin
Qureiys, hingga jatuh korban tidak sedikit di kalangan Banu Khuza'ah.
Untuk menanggulangi serangan Banu Bakr yang mendapat bantuan Qureiys, Banu
Khuza'ah minta bantuan Rasul Allah s.a.w. Beliau menyatakan kesediaannya
untuk membantu Banu Khuza'ah.
Mendengar ketegasan sikap Rasul Allah s.a.w. yang akan membantu Banu
Khuza'ah, orang-orang Qureiys di Makkah cemas dan takut. Mereka mengirim Abu
Sufyan ke Madinah untuk menghadap Rasul Allah s.a.w. Tujuan Abu Sufyan ialah
untuk memperbaiki keadaan dan mengokohkan perjanjian Hudaibiyah.
Waktu Abu Sufyan menyampaikan permintaan untuk memperkokoh dan memperpanjang
waktu berlaku perjanjian, Rasul Allah s.a.w. menolak. Abu Sufyan belum putus
harapan. Ia menemui Abu Bakar r.a., kemudian Umar r.a. Dua-duanya juga
menolak untuk membantu Abu Sufyan. Abu Sufyan mencoba membujuk anak
perempuannya sendiri, yang sudah menjadi isteri Nabi Muhammad s.a.w. Baru
saja Abu Sufyan masuk dan belum sempat duduk, tikar segera digulung oleh Ummu
Habibah, sambil berkata: "Ini tikar kepunyaan Rasul Allah. Ayah tidak
boleh duduk di atasnya, sebab ayah orang musyrik dan kotor…"
Abu Sufyan belum putus asa. Dicobanya menemui Sitti Fatimah r.a., isteri Imam
Ali r.a. Sitti Fatimah r.a. juga menolak untuk membantu Abu Sufyan. Persoalan
datangnya Abu Sufyan itu disampaikan Sitti Fatimah r.a. kepada suaminya.
Waktu bertemu dengan Abu Sufyan, Imam Ali r.a. berkata: "Mengenai
persoalan itu Rasul Allah sudah mengambil pendirian tegas. Kami tidak dapat
mengajaknya berbicara tentang itu..."
Sekarang habislah harapan Abu Sufyan. Ia pulang ke Makkah dengan tangan
kosong.
Di Madinah, Rasul Allah s.a.w. mempersiapkan kaum muslimin untuk siaga
menghadapi peperangan. Setelah semua persiapan selesai, beliau berangkat
memimpin pasukan muslimin berkekuatan 10.000 orang. Setibanya dekat Makkah
kaum muslimin diperintahkan supaya setiap orang menyalakan obor, sehingga
waktu malam di tengah gurun pasir terang benderang seperti siang.
Pada malam itu juga Abu Sufyan bersama sejumlah orang Qureiys berangkat ke
luar kota Makkah untuk mencari informasi tentang keadaan kaum muslimin. Sejak
beberapa waktu yang lalu ia tidak mendengarnya lagi, karena Rasul Allah
s.a.w. dan para sahabatnya benar-benar merahasiakan rencana keberangkatan,
agar jangan sampai diketahui oleh Qureiys sebelum tiba di Makkah.
Melihat ribuan obor menyala-nyala dari kejauhan, Abu Sufyan ketakutan. Ia
berniat hendak kembali masuk kota sambil mempercakapkan ribuan obor dengan
teman-temannya. Mereka sama sekali tidak mengerti maksudnya.
Pada malam hari itu juga Abbas bin Abdul Mutthalib keluar dari pemusatan
pasukan muslimin mencari orang-orang dari kaum musyrikin Qureiys, untuk
diberi tahu tentang kedatangan kaum muslimin dengan kekuatan yang besar.
Dengan cara itu Abbas bermaksud hendak menekan kaum musyrikin Qureiys supaya
menyerah sebelum kaum muslimin masuk ke dalam kota Makkah.
Waktu itu dari kejauhan Abbas mendengar sayup-sayup suara Abu Sufyan sedang
bercakap-cakap dengan teman-temannya tentang obor yang ribuan jumlahnya. Ia
mengenal baik suara Abu Sufyan. Dengan teriakan keras sekali Abbas memanggil-manggil:
"Hai Abu Handhalah !"
Terdengar suara Abu Sufyan menyahut dengan teriakan bertanya: "Abu
Fadhl…?"
"Ya," jawab Abbas.
"Demi ayah dan ibuku...., ada kabar apa? Tanya Abu Sufyan yang tampak
agak terkejut bercampur takut.
"Inilah Rasul Allah datang membawa pasukan yang tak mungkin dapat kalian
hadapi!" Jawab Abbas menakut-nakuti Abu Sufyan.
"Lantas apa yang kau perintahkan kepadaku ...?" Abu Sufyan bertanya
untuk mencari tahu apa yang diinginkan kaum muslimin. "Ayolah turut naik
untaku!" teriak Abbas menghimbau.
Terdorong oleh ketakutannya, tanpa banyak berfikir lagi Abu Sufyan segera
mendekati Abbas, lalu naik ke atas unta, duduk di belakang Abbas. Setibanya
di depan Rasul Allah s.a.w., Abbas minta supaya beliau memberi jaminan
keselamatan Abu Sufyan. Nabi Muhammad menjawab: "Pergilah. Dia kujamin
keselamatannya sampai datang lagi besok pagi!"
Pagi-pagi Abbas datang rnembawa Abu Sufyan menghadap Rasul Allah. Kepada Abu
Sufyan beliau bertanya setengah menegor dengan tandas: "Celakalah engkau,
hai Abu Sufyan! Apakah belum juga engkau mengerti bahwa tidak ada tuhan
selain Allah!"
"Demi ayah-ibuku", jawab Abu Sufyan. " Itu samasekali tidak
ada dalam fikiranku!"
Mendengar jawaban seperti itu Abbas membentak Abu Sufyan: "Celaka sekali
engkau! Ucapkan syahadat sebelum lehermu dipenggal!"
Melihat sikap Abbas sekeras itu barulah Abu Sufyan mengucapkan dua kalimat
syahadat. Ia mengucapkan dua kalimat syahadat pada saat kaum musyrikin
Qureiys tidak berdaya lagi melawan kaum muslimin. Ucapan yang keluar dari
hati yang tidak tulus.
Meskipun begitu Rasul Allah s.a.w. tetap bijaksana. Beliau memerintahkan
Abbas pergi membawa Abu Sufyan, dan ditahan di sebuah lembah yang akan
dilalui pasukan muslimin dalam gerakan memasuki kota Makkah.
Gelombang demi gelombang, kelompok demi kelompok pasukan muslimin bergerak
masuk ke Makkah. Dengan suara gemuruh mereka mengumandangkan takbir,
bertahlil dan bersyukur ke hadirat Allah Tabaraka wa Ta'ala. Waktu Abu Sufyan
melihat pasukan yang langsung dipimpin Nabi Muhammad s.a.w. lewat, yang
terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar, ia bertanya kepada Abbas tentang
kelompok itu. Abbas menjelaskan: "Itu kelompok pasukan Rasul Allah.....
Itulah beliau, Rasul Allah s.a.w… dan itulah mereka kaum Muhajirin dan
Anshar…!"
"Hai Abu Fadl", kata Abu Sufyan yang nampak kagum terhadap kelompok
pasukan itu, "putera saudaramu sudah menjadi raja yang hebat
sekali!"
"Itu kenabian ....bukan kerajaan!" bentak Abbas menjelaskan.
"Oh . . . ya", sahut Abu Sufyan.
Pada saat itu ada dua orang dari kaum musyrikin Qureiys, Hakim bin Hizam dan
Badil bin Warqa, datang menjumpai Rasul Allah s.a.w. untuk menyatakan diri
masuk Islam. Kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat di depan beliau.
Pada saat mulai masuk kota Makkah, Rasul Allah s.a.w. mengeluarkan pernyataan
yang berisi jaminan keselamatan bagi kaum Qureiys. Antara lain dikatakan:
"Barang siapa masuk ke rumah Abu Sufyan (terletak di bagian atas kota
Makkah), ia terjamin keselamatannya! Barang siapa masuk ke rumah Hakim bin
Hizam (terletak di bagian bawah kota Makkah), ia terjamin keselamatannya.
Barang siapa menutup pintu rumahnya dan tidak mengangkat senjata, ia terjamin
keselamatannya…!"
Untuk menyebar-luaskan pernyataan itu kepada orang-orang Qureiys, Rasul Allah
mengutus Abu Sufyan dan Hakim.
Setelah itu Rasul Allah s.a.w. masuk ke dalam kota Makkah. Semua pasukan
muslimin yang datang melalui berbagai jurusan dipusatkan dalam kota, guna
menghindari terjadinya konflik senjata dengan kelompok-kelompok musyrikin.
Rasul Allah s.a.w. bertekad keras untuk jangan sampai ada setetes darah pun
yang mengalir. Oleh karena itu beliau cepat-cepat memberhentikan Sa'ad bin
Ubadah dari jabatannya sebagai komandan pasukan karena diketahui Sa'ad telah
mengeluarkan pernyataan hendak menumpas orang-orang Qureiys; "Hari ini
hari pertarungan. Hari ini wanita-wanita Qureiys boleh dirampas dan
diperbudak!"
Sebagai gantinya, Rasul Allah s.a.w. mengangkat Imam Ali r.a. menjadi
komandan pasukan. Setibanya dekat Ka'bah Rasul Allah s.a.w. berdiri di depan
pintu sambil berseru kepada orang orang Qureiys:
"Tiada Tuhan selain Allah tanpa sekutu apa pun juga. Dia telah memenuhi
janji-Nya. Dia telah memenangkan hamba-Nya, dan Dia sendirilah yang telah
mengalahkan pasukan Ahzab. Ketahuilah, bahwa kemuliaan keturunan dan kekayaan
terletak di bawah telapak kakiku. Demikian pula pengurusan Ka'bah dan
penyediaan air untuk jema'ah haji!"
"Hai orang Qureiys", kata Nabi Muhammad s.a.w. selanjutnya,
"sesungguhnya Allah hendak menghapuskan adat jahiliyah dari kalian
termasuk kebiasaan mengagung-agungkan nenek-moyang. Semua manusia berasal
dari Adam dan Adam terbuat dari tanah."
"Hai manusia, Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang
wanita, kemudian kalian Kami jadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar
kalian saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi
Allah ialah yang paling bertaqwa di antara kalian. Sesungguhnya bahwa Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal…" (S. Alhujurat: 13).
Selesai mengucapkan ayat tersebut, Rasul Allah s.a.w. bertanya: "Hai
orang-orang Qureiys, apakah yang hendak kalian katakan? Apa yang kalian duga
akan kuperbuat?"
Mereka menjawab serentak: "Kami harap kebaikan akan diperbuat oleh
saudara yang mulia, putera dari saudara yang mulia."
Menanggapi jawaban mereka, Rasul Allah s.a.w. berkata lagi: "Yang
kukatakan sama seperti yang dikatakan oleh saudaraku, Yusuf a.s.: Tak ada
marabahaya menimpa kalian. Semoga Allah megampuni kalian, karena Dia adalah
Maha Pengasih dan Penyayang. Pergilah, kalian semua bebas merdeka!"
Dengan kebijaksanaan seperti itu Rasul Allah s.a.w. mengetuk hati manusia
untuk berbondong-bondong memeluk agama Islam.
Kemudian Nabi Muhammad s.a.w. menghancurkan berhala-berhala, dan menghapuskan
dua buah gambar yang ada pada dinding Ka'bah dengan baju beliau sendiri.
Kepada orang-orang Qureiys yang ada di sekitar tempat itu, beliau
memerintahkan supaya menghancurkan berhala mereka masing-masing. Saat itu
beliau mengucapkan sebuah ayat Al Qur'an, yang artinya: "Bilamana
kebenaran telah tiba, musnahlah kebatilan. Sesungguhnya kebatilan itu pasti
musnah." (S. Al Isra:81).
Dalam pekerjaan menghancurkan berhala-berhala itu, Imam Ali r.a. menyertai
beliau. Ketika melihat sebuah berhala milik Banu Khuza'ah masih terletak di
atas Ka'bah, Rasul Allah s.a.w. memerintahkan Imam Ali r.a. supaya
menghancurkannya. Untuk
dapat naik ke atas, Imam Ali r.a. beliau angkat. Kemudian berhala tersebut
oleh Imam Ali r.a. dijebol dan dibanting ke tanah sampai hancur
berkeping-keping.
Tengah hari berbondong-bondong kaum pria dan wanita Qureiys menghadap Rasul
Allah s.a.w. untuk menyatakan diri memeluk Islam, dan berjanji akan taat dan
setia kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dengan jatuhnya kota Makkah ke tangan Rasul Allah s.a.w., berarti hancurlah
sudah benteng terkuat kaum musyrikin. Benteng yang paling keras dan paling
gigih melancarkan seranganserangan terhadap Islam dan kaum Muslimin. Dengan
jatuhnya Makkah, kini kota itu telah masuk ke dalam pangkuan kaum muslimin.
Di Makkah, Rasul Ailah s.a.w. tinggal selama 15 hari untuk mengatur urusan
pemerintahan setempat. Beliau mengangkat Hubairah bin Asy Syibl sebagai
kepala daerah Makkah. Sedangkan Mu'adz bin Jabal ditugaskan mengajarkan A1
Qur'an dan hukumhukum Islam. Setelah selesai semuanya, beliau bersama pasukan
menuju ke Taif untuk menghabisi kantong terakhir pertahanan kaum Musyrikin.
|
0 komentar:
Posting Komentar