Menurut Syekh Syaukat Hussain (1996), hak asasi manusia (HAM) yang dijamin oleh agama Islam dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu :
1. HAM dasar yang telah diletakkan oleh Islam bagi seseorang sebagai manusia; dan
2. HAM yang dianugerahkan oleh Islam bagi kelompok rakyat yang berbeda dalam situasi
tertentu,
status, posisi dan lain-lainnya yang mereka miliki. Hak-hak asasi manusia
khusus bagi nonmuslim, kaum
wanita, buruh/pekerja, anak-anak, dan lainnya merupakan beberapa contoh dari
kategori hak asasi manusia-hak asasi manusia ini.
Hak-hak dasar yang terdapat dalam HAM menurut Islam ialah :
Hak-hak dasar yang terdapat dalam HAM menurut Islam ialah :
1.
Hak
Hidup
2.
Hak-hak
Milik
3.
Hak
Perlindungan Kehormatan
4.
Hak
Keamanan dan Kesucian Kehidupan Pribadi
5.
Hak
Keamanan Kemerdekaan Pribadi
6.
Hak
Perlindungan dari Hukuman Penjara yang Sewenang-wenang
7.
Hak
untuk Memprotes Kelaliman (Tirani)
8.
Hak
Kebebasan Ekspresi
9.
Hak
Kebebasan Hati Nurani dan Keyakinan
10. Hak Kebebasan Berserikat
11. Hak Kebebasan Berpindah
12. Hak Persamaan Hak dalam Hukum
13. Hak Mendapatkan Keadilan
14. Hak Mendapatkan Kebutuhan Dasar Hidup
Manusia
15. Hak Mendapatkan Pendidikan.
Hak
asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum
dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang
tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas
kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri
dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan
menjamin hak-hak ini.
Sebagai
contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu
tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim.
Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara
diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum
muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak mau membayar
zakat.
Negara
juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu.
Sebab pemerintah mempunyai tuga sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti
tidak berhak untuk tetap memerintah. Allah berfirman:
"Yaitu
orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka
menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah
perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan." (QS. 22: 4)
Jaminan Hak Pribadi
Jaminan pertama hak-hak pribadi
dalam sejarah umat manusia adalah dijelaskan Al-Qur’an:
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu
sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya... dst." (QS. 24: 27-28)
Dalam
menjelaskan ayat ini, Ibnu Hanbal dalam Syarah
Tsulatsiyah Musnad Imam Ahmad menjelaskan bahwa orang yang melihat melalui
celah-celah ointu atau melalui lubang tembok atau sejenisnya selain membuka
pintu, lalu tuan rumah melempar atau memukul hingga mencederai matanya, maka
tidak ada hukuman apapun baginya, walaupun ia mampu membayar denda.
Jika
mencari aib orang dilarang kepada individu, maka itu dilarang pula kepada
negara. Penguasa tidak dibenarkan mencari-cari kesalahan rakyat atau individu
masyarakat. Rasulullah saw bersabda: "Apabila
pemimpin mencari keraguan di tengah manusia, maka ia telah merusak
mereka." Imam Nawawi dalam Riyadus-Shalihin
menceritakan ucapan Umar:
"Orang-orang dihukumi dengan wahyu pada masa rasulullah saw. Akan tetapi
wahyu telah terhenti. Oleh karenanya kami hanya menghukumi apa yang kami lihat
secara lahiriah dari amal perbuatan kalian."
Muhammad
Ad-Daghmi dalam At-Tajassus wa Ahkamuhu
fi Syari’ah Islamiyah mengungkapkan bahwa para ulama berpendapat bahwa
tindakan penguasa mencari-cari kesalahan untuk mengungkap kasus kejahatan dan
kemunkaran, menggugurkan upayanya dalam mengungkap kemunkaran itu. Para ulama
menetapkan bahwa pengungkapan kemunkaran bukan hasil dari upaya mencari-cari
kesalahan yang dilarang agama.
Perbuatan
mencari-cari kesalahan sudah dilakukan manakala muhtasib telah berupaya menyelidiki gejala-gejala kemunkaran pada
diri seseorang, atau dia telah berupaya mencari-cari bukti yang mengarah kepada
adanya perbuatan kemunkaran. Para ulama menyatakan bahwa setiap kemunkaran yang
berlum tampak bukti-buktinya secara nyata, maka kemunkaran itu dianggap
kemunkaran tertutup yang tidak dibenarkan bagi pihak lain untuk
mengungkapkannya. Jika tidak, maka upaya pengungkapan ini termasuk tajassus yang dilarang agama.
Ø
Nash Qur’an dan Sunnah tentang HAM
Meskipun
dalam Islam, hak-hak asasi manusia tidak secara khusus memiliki piagam, akan
tetapi Al-Qur’an dan As-Sunnah memusatkan perhatian pada hak-hak yang diabaikan
pada bangsa lain. Nash-nash ini sangat banyak, antara lain:
- Dalam al-Qur’an terdapat sekitar empat puluh
ayat yang berbicara mengenai paksaan dan kebencian. Lebih dari sepuluh
ayat bicara larangan memaksa, untuk menjamin kebebasan berfikir,
berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi. Misalnya: "Kebenaran itu datangnya dari Rabb-mu, barangsiapa yang
ingin beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir,
biarlah ia kafir." (QS. 18: 29)
- Al-Qur’an telah mengetengahkan sikap menentang
kedzaliman dan orang-orang yang berbuat dzalim dalam sekitar tiga ratus
dua puluh ayat, dan memerintahkan berbuat adil dalam lima puluh empat ayat
yang diungkapkan dengan kata-kata: ‘adl,
qisth dan qishas.
- Al-Qur’an mengajukan sekitar delapan puluh ayat
tentang hidup, pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana hidup. Misalnya: "Barangsiapa yang membunuh seorang
manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena
membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia
seluruhnya." (QS. 5: 32). Juga Qur’an bicara kehormatan dalam
sekitar dua puluh ayat.
- Al-Qur’an menjelaskan sekitar seratus lima
puluh ayat tentang ciptaan dan makhluk-makhluk, serta tentang persamaan
dalam penciptaan. Misalnya: "...
Orang yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertawa diantara
kamu." (QS. 49: 13)
- Pada haji wada’ Rasulullah menegaskan secara
gamblang tentang hak-hak asasi manusia, pada lingkup muslim dan
non-muslim, pemimpin dan rakyat, laki-laki dan wanita. Pada khutbah itu
nabi saw juga menolak teori Yahudi mengenai nilai dasar keturunan.
Manusia di mata Islam semua sama, walau berbeda
keturunan, kekayaan, jabatan atau jenis kelamin. Ketaqwaan-lah yang membedakan
mereka. Rakyat dan penguasa juga memiliki persamaan dalam Islam. Yang demikian
ini hingga sekarang belum dicapai oleh sistem demokrasi modern. Nabi saw
sebagai kepala negara juga adalah manusia biasa, berlaku terhadapnya apa yang
berlaku bagi rakyat. Maka Allah memerintahkan beliau untuk menyatakan: "Katakanlah bahwa aku hanyalah manusia
biasa, hanya saja aku diberi wahyu, bahwa Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa."
(QS. 18: 110).
Ø
Rumusan HAM dalam Islam
Apa yang
disebut dengan hak asasi manusia dalam aturan buatan manusia adalah keharusan (dharurat) yang mana masyarakat tidak
dapat hidup tanpa dengannya. Para ulama muslim mendefinisikan masalah-masalah
dalam kitab Fiqh yang disebut sebagai Ad-Dharurat Al-Khams, dimana
ditetapkan bahwa tujuan akhir syari’ah Islam adalah menjaga akal, agama, jiwa,
kehormatan dan harta benda manusia.
Nabi saw
telah menegaskan hak-hak ini dalam suatu pertemuan besar internasional, yaitu
pada haji wada’. Dari Abu Umamah bin Tsa’labah, nabi saw bersabda: "Barangsiapa merampas hak seorang
muslim, maka dia telah berhak masuk neraka dan haram masuk surga." Seorang
lelaki bertanya: "Walaupun itu
sesuatu yang kecil, wahay rasulullah ?" Beliau menjawab: "Walaupun hanya sebatang kayu
arak." (HR. Muslim).
Islam
berbeda dengan sistem lain dalam hal bahwa hak-hak manusia sebagai hamba Allah
tidak boleh diserahkan dan bergantung kepada penguasa dan undang-undangnya.
Tetapi semua harus mengacu pada hukum Allah. Sampai kepada soal shadaqah tetap
dipandang sebagaimana hal-hal besar lain. Misalnya Allah melarang bershadaqah
(berbuat baik) dengan hal-hal yang buruk. "Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari
padanya..." (QS. 2: 267).
1. Hak-hak Alamiah
Hak-hak alamiah manusia telah
diberikan kepada seluruh ummat manusia sebagai makhluk yang diciptakan dari
unsur yang sama dan dari sumber yang sama pula (lihat QS. 4: 1, QS. 3: 195).
a. Hak Hidup
Allah menjamin kehidupan,
diantaranya dengan melarang pembunuhan dan meng-qishas pembunuh (lihat QS. 5:
32, QS. 2: 179). Bahkan hak mayit pun dijaga oleh Allah. Misalnya hadist nabi: "Apabila seseorang mengkafani mayat
saudaranya, hendaklah ia mengkafani dengan baik." Atau "Janganlah kamu mencaci-maki orang yang
sudah mati. Sebab mereka telah melewati apa yang mereka kerjakan." (Keduanya
HR. Bukhari).
b. Hak Kebebasan Beragama
dan Kebebasan Pribadi
Kebebasan pribadi adalah hak paling
asasi bagi manusia, dan kebebasan paling suci adalah kebebasan beragama dan
menjalankan agamanya, selama tidak mengganggu hak-hak orang lain. Firman Allah:
"Dan seandainya Tuhanmu menghendaki,
tentulah beriman orang di muka bumi seluruhnya. Apakah kamu memaksa manusia
supaya mereka menjadi orang beriman semuanya?" (QS. 10: 99).
Untuk menjamin kebebasan kelompok,
masyarakat dan antara negara, Allah memerintahkan memerangi kelompok yang
berbuat aniaya terhadap kelompok lain (QS. 49: 9). Begitu pula hak beribadah
kalangan non-muslim. Khalifah Abu Bakar menasehati Yazid ketika akan memimpin
pasukan: "Kamu akan menemukan kaum
yang mempunyai keyakinan bahwa mereka tenggelam dalam kesendirian beribadah
kepada Allah di biara-biara, maka biarkanlah mereka." Khalid bin Walid
melakukan kesepakatan dengan penduduk Hirah untuk tidak mengganggu tempat
peribadahan (gereja dan sinagog) mereka serta tidak melarang
upacara-upacaranya.
Kerukunan hidup beragama bagi
golongan minoritas diatur oleh prinsip umum ayat "Tidak ada paksaan dalam beragama." (QS. 2: 256).
Sedangkan dalam masalah sipil dan
kehidupan pribadi (ahwal syakhsiyah)
bagi mereka diatur syari’at Islam dengan syarat mereka bersedia menerimanya
sebagai undang-undang.
Firman Allah: "Apabila mereka (orang Yahudi) datang kepadamu minta keputusan,
berilah putusan antara mereka atau biarkanlah mereka. Jika engkau biarkan
mereka, maka tidak akan mendatangkan mudharat bagimu. Jika engkau menjatuhkan
putusan hukum, hendaklah engkau putuskan dengan adil. Sesungguhnya Allah
mengasihi orang-orang yang adil." (QS. 5: 42). Jika mereka tidak
mengikuti aturan hukum yang berlaku di negara Islam, maka mereka boleh
mengikuti aturan agamanya - selama mereka berpegang pada ajaran yang asli.
Firman Allah: "Dan bagaimana mereka
mengangkat kamu sebagai hakim, sedangkan ada pada mereka Taurat yang di
dalamnya ada hukum Allah? Kemudian mereka tidak mengindahkan keputusanmu.
Sesungguhnya mereka bukan orang-orang yang beriman ." (QS.5: 7).
c. Hak Bekerja
Islam tidak hanya menempatkan
bekerja sebagai hak tetapi juga kewajiban. Bekerja merupakan kehormatan yang
perlu dijamin. Nabi saw bersabda: "Tidak
ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang daripada makanan yang
dihasilkan dari usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari). Dan Islam
juga menjamin hak pekerja, seperti terlihat dalam hadist: "Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya."
(HR. Ibnu Majah).
2. Hak Hidup
Islam melindungi segala hak yang
diperoleh manusia yang disyari’atkan oleh Allah. Diantara hak-hak ini adalah :
a. Hak Pemilikan
Islam menjamin hak pemilikan yang
sah dan mengharamkan penggunaan cara apapun untuk mendapatkan harta orang lain
yang bukan haknya, sebagaimana firman Allah: "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain
diantara kamu dengan jalan bathil dan janganlah kamu bawa urusan harta itu
kepada hakim agar kamu dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan
jalan berbuat dosa padahal kamu mengetahuinya." (QS. 2: 188). Oleh
karena itulah Islam melarang riba dan setiap upaya yang merugikan hajat
manusia. Islam juga melarang penipuan dalam perniagaan. Sabda nabi saw: "Jual beli itu dengan pilihan selama
antara penjual dan pembeli belum berpisah. Jika keduanya jujur dalam jual-beli,
maka mereka diberkahi. Tetapi jika berdusta dan menipu berkah jual-bei mereka
dihapus." (HR. Al-Khamsah)
Islam juga melarang pencabutan hak
milik yang didapatkan dari usaha yang halal, kecuali untuk kemashlahatan umum
dan mewajibkan pembayaran ganti yang setimpal bagi pemiliknya. Sabda nabi saw: "Barangsiapa mengambil hak tanah orang
lain secara tidak sah, maka dia dibenamkan ke dalam bumi lapis tujuh pada hari
kiamat." Pelanggaran terhadap hak umum lebih besar dan sanksinya akan
lebih berat, karena itu berarti pelanggaran tehadap masyarakat secara
keseluruhan.
b. Hak Berkeluarga
Allah menjadikan perkawinan sebagai
sarana mendapatkan ketentraman. Bahkan Allah memerintahkan para wali
mengawinkan orang-orang yang bujangan di bawah perwaliannya (QS. 24: 32).
Aallah menentukan hak dan kewajiban sesuai dengan fithrah yang telah diberikan
pada diri manusia dan sesuai dengan beban yang dipikul individu.
Pada tingkat negara dan keluarga
menjadi kepemimpinan pada kepala keluarga yaitu kaum laki-laki. Inilah yang
dimaksudkan sebagai kelebihan laki-laki atas wanita (QS. 4: 34). Tetapi dalam
hak dan kewajiban masing-masing memiliki beban yang sama. "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan
kelebihan dari istrinya." (QS. 2: 228)
c. Hak Keamanan
Dalam Islam, keamanan tercermin
dalam jaminan keamanan mata pencaharian dan jaminan keamanan jiwa serta harta
benda. Firman Allah: "Allah yang
telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan
mereka dari ketakutan." (QS. Quraisy: 3-4).
Diantara jenis keamanan adalah
dilarangnya memasuki rumah tanpa izin (QS. 24: 27). Jika warga negara tidak
memiliki tempat tinggal, negara berkewajiban menyediakan baginya. Termasuk
keamanan dalam Islam adalah memberi tunjangan kepada fakir miskin, anak yatim
dan yang membutuhkannya. Oleh karena itulah, Umar bin Khattab menerapkan tunjangan
sosial kepada setiap bayi yang lahir dalam Islam baik miskin ataupun kaya. Dia
berkata: "Demi Allah yang tidak ada
sembahan selain Dia, setiap orang mempunyai hak dalam harta negara ini, aku
beri atau tidak aku beri." (Abu Yusuf dalam Al-Kharaj). Umar jugalah
yang membawa seorang Yahudi tua miskin ke petugas Baitul-Maal untuk diberikan
shadaqah dan dibebaskan dari jizyah.
Bagi para terpidana atau tertuduh
mempunyai jaminan keamanan untuk tidak disiksa atau diperlakukan semena-mena.
Peringatan rasulullah saw: "Sesungguhnya
Allah menyiksa orang-orang yang menyiksa manusia di dunia." (HR.
Al-Khamsah). Islam memandang gugur terhadap keputusan yang diambil dari
pengakuan kejahatan yang tidak dilakukan. Sabda nabi saw: "Sesungguhnya Allah menghapus dari ummatku kesalahan dan lupa
serta perbuatan yang dilakukan paksaan" (HR. Ibnu Majah).
Diantara jaminan keamanan adalah
hak mendpat suaka politik. Ketika ada warga tertindas yang mencari suaka ke
negeri yang masuk wilayah Darul Islam. Dan masyarakat muslim wajib memberi
suaka dan jaminan keamanan kepada mereka bila mereka meminta. Firman Allah: "Dan jika seorang dari kaum musyrikin
minta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar
firman Allah, kemudian antarkanlah ke tempat yang aman baginya." (QS.
9: 6).
d. Hak Keadilan
Diantara hak setiap orang adalah
hak mengikuti aturan syari’ah dan diberi putusan hukum sesuai dengan syari’ah
(QS. 4: 79). Dalam hal ini juga hak setiap orang untuk membela diri dari
tindakan tidak adil yang dia terima. Firman Allah swt: "Allah tidak menyukai ucapan yang diucapkan terus-terang kecuali
oleh orang yang dianiaya." (QS. 4: 148).
Merupakan hak setiap orang untuk
meminta perlindungan kepada penguasa yang sah yang dapat memberikan
perlindungan dan membelanya dari bahaya atau kesewenang-wenangan. Bagi penguasa
muslim wajib menegakkan keadilan dan memberikan jaminan keamanan yang cukup.
Sabda nabi saw: "Pemimpin itu sebuah
tameng, berperang dibaliknya dan berlindung dengannya." (HR. Bukhari
dan Muslim).
Termasuk hak setiap orang untuk
mendapatkan pembelaan dan juga mempunyai kewajiban membela hak orang lain
dengan kesadarannya. Rasulullah saw bersabda: "Maukah kamu aku beri tahu saksi yang palng baik? Dialah yang
memberi kesaksian sebelum diminta kesaksiannya." (HR. Muslim, Abu
Daud, Nasa’i dan Tirmidzi). Tidak dibenarkan mengambil hak orang lain untuk
membela dirinya atas nama apapun. Sebab rasulullah menegaskan: "Sesungguhnya pihak yang benar memiliki
pembelaan." (HR. Al-Khamsah). Seorang muslim juga berhak menolak
aturan yang bertentangan dengan syari’ah, dan secara kolektif diperintahkan
untuk mengambil sikap sebagai solidaritas terhadap sesama muslim yang
mempertahankan hak.
e. Hak Saling Membela dan
Mendukung
Kesempurnaan iman diantaranya
ditunjukkan dengan menyampaikan hak kepada pemiliknya sebaik mungkin, dan
saling tolong-menolong dalam membela hak dan mencegah kedzaliman. Bahkan rasul
melarang sikap mendiamkan sesama muslim, memutus hubungan relasi dan saling
berpaling muka. Sabda nabi saw: "Hak
muslim terhadap muslim ada lima: menjawab salam, menjenguk yang sakit,
mengantar ke kubur, memenuhi undangan dan mendoakan bila bersin." (HR.
Bukhari).
f. Hak Keadilan dan
Persamaan
Allah mengutus rasulullah untuk
melakukan perubahan sosial dengan mendeklarasikan persamaan dan keadilan bagi
seluruh umat manusia (lihat QS. Al-Hadid: 25, Al-A’raf: 157 dan An-Nisa: 5).
Manusia seluruhnya sama di mata hukum. Sabda nabi saw: "Seandainya Fathimah anak Muhammad mencuri, pasti aku potong
tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada masa rasulullah banyak kisah
tentang kesamaan dan keadilan hukum ini. Misalnya kasus putri bangsawan dari
suku Makhzum yang mencuri lalu dimintai keringanan hukum oleh Usamah bin Zaid,
sampai kemudian rasul menegur dengan: "... Apabila orang yang
berkedudukan di antara kalian melakukan pencurian, dia dibiarkan.
Akan tetapi bila orang lemah yang melakukan pencurian, mereka memberlakukan
hukum kriminal..." Juga kisah raja Jabalah
Al-Ghassani masuk Islam dan melakukan penganiayaan saat haji, Umar tetap
memberlakukan hukum meskipun ia seorang raja. Atau kisah Ali yang mengadukan
seorang Yahudi mengenai tameng perangnya, dimana Yahudi akhirnya memenangkan
perkara.
Umar pernah berpesan kepada Abu
Musa Al-Asy’ari ketika mengangkatnya sebagai Qadli: "Perbaikilah manusia di hadapanmu, dalam majlismu, dan dalam
pengadilanmu. Sehingga seseorang yang berkedudukan tidak mengharap kedzalimanmu
dan seorang yang lemah tidak putus asa atas keadilanmu."
Ø
Tentang Kebebasan Mengecam Syari’ah
Sebagian
orang mengajak kepada kebebasan berpendapat, termasuk mengemukakan kritik
terhadap kelayakan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pegangan hidup manusia modern.
Disana terdengar suara menuntut persamaan hak laki-laki dengan wanita, kecaman
terhadap poligami, tuntutan akan perkawinan campur (muslim-non muslim). Dan
bahkan mereka mengajak pada pemahaman Al-Qur’an dengan mengubah inti misi
Al-Qur’an.
Orang-orang
dengan pandangan seperti ini pada dasarnya telah menempatkan dirinya keluar
dari agama Islam (riddah) yang ancaman
hukumannya sangat berat. Namun jika mayoritas ummat Islam menghendaki hukuman
syari’ah atas mereka, maka jawaban mereka adalah bahwa Al-Qur’an tidak
menyebutkan sanksi riddah. Dengan
kata lain mereka ingin mengatakan bahwa sunnah nabi saw. Tidak memiliki
kekuatan legal dalam syari’ah, termasuk sanksi riddah itu.
Untuk menjawab hal ini ada beberapa
hal penting yang harus dipahami, yaitu :
- Kebebasan yang diartikan dengan kebebasan tanpa
kendali dan ikatan tidak akan dapat ditemukan di masyarakat manapun.
Ikatan dan kendali ini diantaranya adalah tidak dibenarkannya keluar dari
aturan umum dalam negara. Maka tidak ada kebebasan mengecam hal-hal yang
dipandang oleh negara sebagai pilar-pilar pokok bagi masyarakat.
- Islam tidak memaksa seseorang untuk masuk ke
dalam Islam, melainkan menjamin kebebasan kepada non-muslim untuk
menjalankan syari’at agamanya meskipun bertentangan dengan ajaran Islam.
Oleh sebab itu, manakala ada seorang muslim yang mengklaim bahwa agamnya
tidak sempurna, berarti ia telah melakukan kesalahan yang diancam oleh
rasulullah saw: "Barangsiapa
mengganti agamanya, maka bunuhlah ia." (HR. Bukhari dan Muslim).
- Meskipun terdapat kebebasan dalam memeluk
Islam, tidak berarti bagi orang yang telah masuk Islam mempunyai kebebasan
untuk merubah hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
- Dalam Islam tidak ada konsep rahasia di tangan
orang suci, dan tidak ada pula kepercayaan yang bertentangan dengan
penalaran akal sehat seperti Trinita dan Kartu Ampunan. Dengan demikian,
tidak ada alasan bagi penentang Islam untuk keluar dari Islam atau
melakukan perubahan terhadap Islam.
- Islam mengakui bahwa agama Ahli Kitab. Dari
sini Islam membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita Ahli Kitab, karena
garis nasab dalam Islam ada di tangan laki-laki.
- Sanksi riddah tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an
sebagaimana ibadah dan muamalah lainnya. Al-Qur’an hanya menjelaskan
globalnya saja dan menugaskan rasulullah saw menjelaskan rincian hukum dan
kewajiban. Firman Allah: "Dan
telah Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menjelaskan kepada ummat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkannya." (QS. 16: 44).
0 komentar:
Posting Komentar