Categories

Lesson 6

Blog Archive

Follower

Statistik

Get Gifs at CodemySpace.com

Dinamisme dan Teori Kekuatan Luar Biasa Dalam Al-Qur’an


.            
Perkataan dinamisme berasal dari kata yang terdapat dalam bahasa Yunani, yaitu, dunamos dan diinggriskan menjadi dynamic yang umumnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kekuatan, kekuasaan atau khasiat dan dapat juga diterjemahkan dengan daya.
Selanjutnya dinamisme ada yang mengartikan dengan “sejenis paham dan perasaan keagamaan yang terdapat diberbagai bagian dunia, pada berjenis-jenis bangsa dan menunjukkan banyaknya persamaan-persamaan”. demikian Honig mengartikannya. Dr. Harun Nasution tidak mendefenisikan dinamisme secara tegas hanya menerangkan bahwa “bagi manusia premitif, yang tingkat kebudayaannya masih rendah sekali, tiap-tiap benda yang berada di sekelilingnya bisa mempunyai kekuatan batin yang misterius”.
Dalam Ensiklopedi umum dijumpai defenisi dinamisme sebagai kepercayaan keagamaan premitif pada zaman sebelum kedatangan agama Hindu di Indonesia. Dinamisme disebut juga preanismisme, yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda atau makhluk mempunyai mana (percaya adanya kekuatan yang maha yang berada dimana-mana).


T.S.G. Mulia menerangkan dinamisme sebagai suatu kepercayaan bahwa pada berbagai benda terdapat suatu kekuatan atau kesaktian, misalnya dalam api, batu-batu, tumbuh-tumbuhan, pada beberapa hewan dan juga manusia.
Dinamisme sendiri dapat juga diartikan lebih lanjut sebagai kepercayaan kepada suatu daya kekuatan atau kekuasaan yang teramat dan tidak pribadi, yang dianggap halus maupun berjasad yang dapat dimiliki maupun tidak dapat dimiliki oleh benda, binatang dan manusia.
Kalau kita pindah dari teori kekuatan luar biasa seperti yang dikemukan oleh Max Muller (1823 - 1900) dalam bukunya The Growth of Religion (1880), maka sebenarnya dalam Al-Qur’an banyak kita dapati menyebutkan gejala-gejala alam yang mendasyat dan luar  biasa.
Gejala-gejala yang luar biasa ini mungkin juga ada diisyaratkan dalam Al-Qur’an seperti terdapat dari ayat-ayat berikut :
1.      Diantar tanda adanya Tuhan ialah dia memperlihatkan kepada engkau sekalian kilat, untuk menimbulkan ketakutan dan harapan (Q. 30 : 24).
2.      Guntur menyucikan keagungan Tuhan dan Malaikat-malaikat juga, karena takut kepada-Nya, dan Tuhan menurunkan petir-Nya kemudian menimpakan kepada siapa yang dikehendaki-Nya (Q. 13 : 13).
Bahkan Al-Qur’an tidak hanya mencukupkan dengan mengingatkan peristiwa-peristiwa yang mendasyat dan  terjadi benar-benar, tetapi Al-Qur’an juga memperingatkan kejadian-kejadian mendatang sewaktu-waktu atau hal-hal yang mungkin terjadi tanpa dinantikan. Antara lain disebut dalam ayat berikut ini :
“Tidaklah mereka melihat apa yang ada di depan dan di belakang mereka, berupa langit dan bumi. Kalau kami menghendaki tentu kami membalikkan bumi di atas mereka, atau kami jatuhkan atas mereka gumpalan-gumpalan dari langit”.
Agama dalam arti obyektif ialah segala apa yang kita percayai, sedang agama dalam arti subyektif ialah dengan cara bagaimana kita berdiri di hadapan Tuhan dan bagaimana kita harus berkelakuan mentaati segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya.
Dalam uraian tentang dinamisme terdapat beberapa pengertian atau defenisi yang diberikan terhadap dinamisme itu yang menghubungkannya langsung dengan agama. Ada yang mengatakan dinamisme sebagai sejenis paham dan perasaan keagamaan, ada juga yang mengatakan sebagai kepercayaan keagamaan dan juga sebagai salah satu macam bentuk struktur dari agama premitif.
Semua pengertian ini memperlihatkan suatu sikap yang sama yaitu keragu-raguan dalam menetapkan apakah dinamisme itu termasuk agama atau bukan, dengan kata lain orang tidak berani (tentu dengan alasan-alasan yang objektif) berkata bahwa dinamisme itu adalah agama atau sebaliknya, dinamisme itu bukan agama.

Kembali kepada dinamisme, maka dinamisme timbul dari perasaan takjub, takut dan merasa bahwa dirinya kecil sebagai manusia dan bergantung kepada daya-daya kekuatan sekitarnya. Mereka melihat sesuatu yang bersifat ilahi di dunia ini, tapi tidak dilukiskannya dalam pikiran sebagai sesuatu yang berpribadi.
Oleh sebab itu selamanya tidak terjadi hubungan engkau dan aku, tidak ada hubungan kepribadian antara dia dengan benda pujaannya. Sebab itu segala pengertian khusus yang ada di dalam agama seperti do’a, kurban, puasa dan sebagainya itu dalam arti tertentu, dalam dinamisme diubah bentuknya. Do’a menjadi mantera, suatu perbuatan yang mengandung daya kekuatan dan menimbulkan keajaiban-keajaiban, hilang sifatnya memohonnya kepada Allah. Do’a menjadi rumus yang sakti, yang di Jawa disebut Japamantra. Kurban menjadi suatu perbuatan magis yang mengeluarkan daya kekuatan sendiri, lepas dari ikatan ketuhanan. Begitu juga puasa diganti dengan tarak atau bertapa untuk mendapatkan daya kekuatan yang luar biasa.
Di dalam dinamisme pemujaan dan takut kepada daya-daya gaib yang luar biasa yang terdapat di dunia dan pada benda-benda itu dapat dibandingkan dengan agama pagan (agama suku, agam daerah atau agama etnis-premitif). Akan tetapi jika pemujaan itu berbalik menjadi praktek magis, maka dia menjadi lain sama sekali, karena penyembahan berubah menjadi menggagahi dan atau memperalat secara paksa.
Maka, sepanjang dinamisme tetap kepada kepribadiannya, yaitu memuja dan mempercayai kekuatan gaib, tidak  berbalik menjadi magis yang memperkosa kekuatan gaib itu, dapatlah kiranya dia dimasukkan ke dalam kelompok agama pagan, syirik dan tidak ada ampunan Allah bagi orang-orang yang menyembah selain kepada Allah
Category: 0 komentar

0 komentar:

Posting Komentar