Categories

Lesson 6

Blog Archive

Follower

Statistik

Get Gifs at CodemySpace.com

Rencana Penerapan Basel II


Sekitar tiga tahun sejak diumumkannya API sebagai blueprint
perbankan nasional, BI mensosialisasikan apa yang disebut sebagai
Basel II. Basel II adalah suatu panduan atau best practices, yang berisi
pengaturan permodalan bagi bank-bank. Jika API lebih menekankan
kepada bangunan perbankan nasional yang ingin diwujudkan, maka
Basel II adalah satu bagian kerangka aturan (khususnya mengenai
permodalan) dalam proses pembangunan tersebut.
Arti pentingnya pengaturan terhadap permodalan bagi suatu
bank mudah difahami mengingat Bank merupakan suatu perusahaan
yang menjalankan fungsi intermediasi atas dana yang diterima
dari nasabah. Jika suatu bank mengalami kegagalan, dampak yang

ditimbulkan akan dapat meluas mempengaruhi nasabah dan
lembaga-lembaga yang menyimpan dananya atau menginvestasikan
modalnya di bank. Jika bank itu berskala operasi yang cukup besar,
akan berpotensi menciptakan dampak ikutan secara nasional
(domestik), bahkan bisa mempengaruhi pasar internasional. Dengan
kata lain, peraturan mengenai permodalan bank yang berfungsi
sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian,
sehingga kepercayaan nasabah terhadap aktivitas perbankan tetap
dapat dipelihara.
Sebagaimana API, wacana Basel II juga dipromosikan oleh BIS.
Urgensi soal permodalan bagi perbankan, membuat BIS memiliki
komite khusus yang selalu memantau dan menganalisis perkembangannya
di seluruh dunia secara terus menerus. Komite itu dikenal
sebagai Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) atau
Komite Basel, yang antara lain merumuskan dan mensosialisasikan
berbagai panduan atau best practices perbankan, terutama yang
dinilai harus dijalankan oleh bank sentral.
Arsitektur Perbankan Indonesia dan Implementasi Bassel II 171
Basel II itu sendiri adalah kelanjutan dari Basel I, yaitu Basel
Capital Accord atau yang dikenal pula sebagai Accord 88. Basel I
diperkenalkan BCBS pada tahun 1988 dan diadopsi oleh Bank
Indonesia pada tahun 1993. Revisi yang cukup mendasar dari Basel I
dikeluarkan oleh BCBS pada tahun 1996, yang dikenal dengan
Market Risk Amandments. BI kemudian menyesuaikan aturannya
dengan perkembangan itu pada tahun 2003. Publikasi Basel II
dilakukan oleh BCBS pada Juni 2004, dan diadopsi oleh BI untuk
dilaksanakan mulai tahun 2008.
Berikut ini akan diuraikan beberapa hal berkaitan dengan implementasi
Basel II di Indonesia. Sebagian besar sumber pembahasan
adalah publikasi Bank Indonesia mengenai basel II, seperti: Sekilas
Basel II (2006), Consultative Paper I (2006) dan Tayangan Basel II.
1. Dari Basel I ke Basel II
International Convergence of Capital Measurement And
Capital Standards: A Revised Framework atau yang lebih dikenal
sebagai Basel II, merupakan penyempurnaan dari dokumen Basel I
beserta amandemennya. Dalam Basel I dimuat berbagai rekomendasi
antara lain mengenai perlunya bank (khususnya internationally
active banks) untuk memiliki rasio modal minimum sebesar 8%.
Penetapan rasio permodalan sebesar 8% diyakini dapat menurunkan
risiko insolvabilitas serta memperkecil perbedaan yang bersifat
kompetitif sehingga tercipta kesetaraan dalam industri perbankan
internasional.
Meskipun disusun sebagai suatu standar yang telah mengadopsi
berbagai praktek yang telah diterapkan di berbagai negara, Basel I
dianggap masih memiliki beberapa kelemahan. Kritik yang utama
kurang dapat mencerminkan profil risiko perbankan yang sebenarnya.
Kategorisasi risiko yang dibuat bersifat sangat luas sehingga
tidak mencerminkan gradasi risiko yang sebenarnya. Basel I juga
172 BANK BERSUBSIDI BEBANI RAKYAT
dianggap terlampau fokus pada risiko kredit, sementara perkembangan
dalam sistem keuangan dan perbankan menunjukkan
adanya peningkatan risiko-risiko lain, seperti : risiko pasar, risiko
operasional, risiko likuiditas, dan lain sebagainya.
Dengan kata lain, Basel I merupakan standar yang relatif sederhana.
Sebagai contoh, eksposur kepada nasabah dengan tipe yang
sama (seperti eksposur kepada semua nasabah korporasi) akan
memiliki persyaratan modal yang sama, tanpa memperhatikan
perbedaan yang potensial pada kemampuan pembayaran kredit dan
risiko yang dimiliki oleh masing-masing individu nasabah. Dengan
semakin berkembangnya produk-produk yang ada di dunia perbankan,
diperlukan konsep yang lebih kompleks, meskipun masih
dibuat berdasarkan struktur dasar Basel I itu. Perubahan yang utama
adalah peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko di bank,
dengan mengakomodasi perhitungan risiko-risiko yang lebih luas.
Menurut Bank Indonesia, dengan didasari oleh berbagai pertimbangan,
Komite Basel memprakarsai penyempurnaan terhadap
Basel Capital Accord, yang antara lain bertujuan untuk (i)
meningkatkan stabilitas dan kesehatan sistem perbankan melalui
ketersediaan dan kecukupan permodalan perbankan, (ii)
meningkatkan kesetaraan dalam persaingan perbankan (level
playing field), serta (iii) menciptakan pendekatan yang lebih
komprehensif dalam mengantisipasi risiko serta menyediakan
alternatif pendekatan perhitungan kecukupan modal yang sesuai
dengan profil risiko bank. Meskipun rekomendasi Komite Basel
tersebut lebih ditujukan bagi bank-bank yang berkiprah secara aktif
dalam lingkup internasional (internationally active banks), namun
prinsip-prinsip dasar kerangka Basel II dinilai layak untuk diterapkan
pada berbagai jenis bank sesuai tingkat kompleksitasnya.
Arsitektur Perbankan Indonesia dan Implementasi Bassel II 173
Dengan kata lain, tujuan utama Basel II adalah untuk
meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem keuangan melalui
peningkatan kesetaraan dalam persaingan (level playing field)
dengan menciptakan alternatif pendekatan yang lebih komprehensif
dalam perhitungan kecukupan modal bank sesuai dengan
profil risikonya. Meskipun diakui bersifat lebih kompleks, namun
prinsip-prinsip dasar yang digunakan dalam Basel II dianggap akan
dapat diadopsi oleh berbagai jenis bank dengan tingkat kerumitan
dan kompleksitas bisnis yang berbeda-beda.
Tujuan Basel II bisa pula jabarkan sebagai: untuk menciptakan
struktur permodalan yang lebih berorientasi pada risiko dalam
rangka menciptakan sistem keuangan yang stabil, agar modal bank
lebih mencerminkan pada perubahan risk profile bank (risk sensitive),
memotivasi bank untuk meningkatkan kemampuan manajemen
risiko, mengadopsi ruang lingkup yang lebih komprehensif,
serta meningkatkan kesepahaman antara pengawas dan bank
khususnya dalam penggunaan internal model Bank.
Kerangka Basel II juga diklaim telah disusun berdasarkan
forward-looking approach yang memungkinkan dilakukannya
penyempurnaan dan penyesuaian dari waktu ke waktu sehingga
memungkinkan rezim permodalan ini mengikuti perubahan yang
terjadi di pasar maupun perkembangan-perkembangan dalam
manajemen risiko.
Ada tiga aktivitas utama yang harus dilakukan dalam kombinasi
optimal bagi penerapan Basel II yaitu pelaksanaan pengawasan yang
efektif, disiplin pasar yang konsisten serta operasional bank
berdasarkan prinsip kehati-hatian. Penerapan Basel II difokuskan
pada kesesuaian antara kecukupan modal bank dikaitkan dengan
elemen-elemen risiko yang dihadapi dengan memberikan insentif
bagi peningkatan kemampuan manajemen risiko. Hal ini diwakili
174 BANK BERSUBSIDI BEBANI RAKYAT
oleh ketiga pilarnya, yaitu: Minimum Capital Requirements,
Supervisory Review Process dan Market Discipline.
Apabila Basel Capital Accord lebih terfokus pada perhitungan
kecukupan permodalan bank untuk mengatasi masalah solvabilitas,
maka Basel II memberikan spektrum yang lebih luas. Dalam perhitungan
kecukupan modal seperti terdapat dalam minimum capital
requirement (Pilar 1), maka berbeda dengan Basel Capital Accord
yang hanya memberikan satu pilihan pendekatan, Basel II memberikan
beberapa pilihan pendekatan (approaches) bagi bank untuk
menghitung beban modal (capital charge) untuk setiap risiko, mulai
dari yang sederhana hingga yang kompleks. Untuk risiko kredit
(credit risk) misalnya, bank dapat menggunakan Pendekatan
Standar (standardised approach-SA) atau Pendekatan Berdasarkan
Internal Rating (Internal Rating-based Approach-IRBA). Demikian
juga untuk risiko operasional (operational risk), bank dapat menggunakan
Pendekatan Indikator Dasar (Basic Indicator Approach-BIA),
Pendekatan Standar (Standardised Approach-SA) atau pendekatan
yang lebih kompleks (Advanced Measurement Approach-AMA).
Basel II memberikan pengakuan yang lebih luas terhadap teknikteknik
mitigasi risiko kredit dibandingkan Accord 88 yang memungkinkan
bank untuk mengakui agunan-agunan dalam bentuk kas,
surat hutang tertentu (khususnya yang diterbitkan oleh pemerintah,
public sector entities, bank, perusahaan dan perusahaan sekuritas),
sekuritas ekuitas tertentu yang dapat diperdagangkan, reksadana
dan emas. Penggunaan teknik-teknik mitigasi risiko kredit dilakukan
dengan menggunakan 2 pendekatan, yaitu: simple approach yang
memungkinkan tagihan yang dijamin menerima bobot risiko yang
dikenakan kepada instrumen agunan dengan batasan terendah sebesar
20%; dan Comprehensive approach yang terfokus pada nilai tunai
dari agunan. Pendekatan ini menggunakan haircut untuk memperhi-
Arsitektur Perbankan Indonesia dan Implementasi Bassel II 175
tungkan volatilitas nilai agunan. Haircut dapat berupa haircut standar
yang telah ditetapkan oleh Basel Committee atau menggunakan
estimasi volatilitas agunan yang disusun oleh bank.
Penggunaan simple approach tidak berlaku bagi bank-bank yang
menggunakan pendekatan IRB. Sementara itu, komponen LGD akan
disesuaikan untuk menggambarkan manfaat penggunaan agunan
untuk mengurangi kerugian.
Pilar 1 juga mengatur mengenai sekuritisasi aset. Sekuritisasi
adalah teknik yang digunakan untuk memindahkan risiko kredit
dari sekelompok aset sekaligus mendapatkan likuiditas secara
bersamaan. Secara tradisional, praktek sekuritisasi dilakukan dengan
memasukkan aset-aset dengan kategori tertentu kedalam satu
kelompok yang selanjutnya dijual dengan menerbitkan sekuritas
yang dijamin dengan kelompok aset tersebut. Dalam Basel II, bank
harus menggunakan kerangka sekuritisasi dalam menetapkan perhitungan
kebutuhan modal terhadap eksposur yang berasal dari sekuritisasi
tradisional dan sintetis atau struktur lain yang memuat fiturfitur
tersebut. Bank dapat berperan sebagai kreditur asal atau
investor dari aset yang disekuritisasi dan peran bank dalam dua
kategori sekuritisasi tersebut sangat bervariasi.
Oleh karena sekuritisasi dapat dilakukan dalam berbagai cara,
penetapan modal dalam eksposur sekuritisasi harus ditetapkan
berdasarkan muatan ekonomis dibandingkan bentuk legalnya
(economics substance over the form). Hal yang sama juga harus
dilakukan pengawas yaitu lebih menitikberatkan pada muatan
ekonomis dalam menetapkan apakah hal tersebut termasuk dalam
kerangka sekuritisasi dalam perhitungan kebutuhan modal bank.
Pada intinya, Basel II menekankan bahwa bank harus mengalokasikan
modal terhadap berbagai bentuk sekuritisasi.
176 BANK BERSUBSIDI BEBANI RAKYAT
Melengkapi sisi perhitungan kecukupan modal bank, maka Basel
II juga menyentuh aspek pengawasan oleh otoritas pengawas (Pilar
2) untuk memastikan bahwa perhitungan modal bank sudah sesuai
dengan profil risiko bank, serta aspek transparansi (Pilar 3) yang
memperluas keikutsertaan publik untuk menciptakan disiplin pasar
di industri perbankan. Jika Pilar 1 fokus pada permodalan bank maka
Pilar 2 dan Pilar 3 lebih menekankan pada proses pengawasan dan
transparansi. Kedua elemen ini juga merupakan faktor penting dalam
implementasi Basel II. Pilar 2 menekankan pada proses review dalam
rangka pengawasan yang bertujuan untuk memastikan bahwa bank
memelihara tingkat permodalan yang sepadan dengan profil risiko
mereka. Sementara Pilar 3 mempersyaratkan bank untuk mengungkapkan
informasi yang mencukupi untuk memfasilitasi pelaku
pasar memahami risiko-risiko yang dihadapi bank yang memungkinkan
penerapan disiplin pasar.
Proses review dalam rangka pengawasan bertujuan untuk
memastikan bahwa perhitungan kecukupan modal telah dikaitkan
dengan profil risiko yang mereka hadapi. Pengawas menilai dan
mengambil tindakan yang diperlukan untuk merespon perhitungan
modal yang dilakukan bank. Pengawas dapat meminta bank untuk
menyediakan modal melebihi rasio permodalan minimum atau
melakukan langkah-langkah perbaikan seperti memperkuat manajemen
risiko atau hal-hal lainnya jika pengawas beranggapan bahwa
proses perhitungan permodalan yang digunakan bank belum
memadai dan tidak sepadan dengan profil risiko bank.
Pilar 2 mempersyaratkan bank untuk selalu melakukan stress test
untuk memperkirakan besarnya kebutuhan modal pada kondisi krisis.
Hasil dari tes tersebut harus digunakan bank dan pengawas untuk
memastikan bahwa permodalan bank berada pada tingkatan yang
aman. Pilar 2 memiliki empat prinsip utama yaitu:
Arsitektur Perbankan Indonesia dan Implementasi Bassel II 177
n Bank harus memiliki proses untuk menghitung kecukupan modal
secara keseluruhan berdasarkan profil risiko mereka termasuk
strategi untuk memelihara tingkat permodalan;
n Pengawas harus mereview dan mengevaluasi strategi dan perhitungan
kecukupan modal yang dilakukan secara internal oleh
bank, dan kemampuan bank untuk memonitor dan memastikan
kepatuhan terhadap rasio permodalan yang ditetapkan;
n Pengawas dapat meminta lembaga keuangan untuk beroperasi
diatas rasio permodalan yang ditetapkan dan memiliki kemampuan
untuk meminta bank menyediakan modal diatas batas
minimum; dan
n Pengawas dapat melakukan intervensi secara dini untuk mencegah
menurunnya modal bank dibawah batas minimum dan
memastikan bahwa bank melakukan langkah-langkah perbaikan
jika tingkat permodalan tidak dijaga atau kembali keposisi semula.
Pilar 3 menetapkan persyaratan pengungkapan yang memungkinkan
pelaku pasar untuk menilai informasi-informasi utama mengenai
cakupan risiko, modal, eksposur risiko, proses pengukuran
risiko dan kecukupan modal bank. Dalam beberapa kasus, pengungkapan
merupakan kriteria khusus dalam Pilar 1 untuk mendapatkan
pembobotan risiko yang lebih rendah dan/atau untuk dapat
menerapkan metodologi tertentu. Pilar 3 juga mendiskusikan
peranan dari informasi yang bersifat material, frekuensi pengungkapan
dan isu mengenai informasi rahasia atau yang bersifat khusus.
2. Rencana Penerapan
Komite Basel secara resmi tidak memberikan tenggat waktu
kapan Basel II akan diimplementasikan secara keseluruhan untuk
berbagai negara anggotanya. Bahkan, penerapan Basel II oleh suatu
178 BANK BERSUBSIDI BEBANI RAKYAT
negara pada dasarnya tidak bersifat mengikat sama sekali. Negaranegara
G-10 memang telah mulai menerapkan Basel II secara
keseluruhan pada tahun 2007. Adapun penerapan Basel II di negaranegara
non G-10 diserahkan kepada kebijakan otoritas setempat
dengan mempertimbangkan prioritas, kesiapan dan infrastruktur
yang tersedia.
Meskipun Basel II telah menjadi standar internasional yang akan
diterapkan oleh banyak negara, namun pilihan strategi dan cara
penerapan yang dilakukan oleh otoritas lokal sangat bervariasi dan
berbeda satu sama lain. Untuk kawasan European Economic Area
(EEA), seluruh bank dan lembaga keuangan yang beroperasi di
kawasan tersebut harus memenuhi ketentuan Basel II atau ketentuan
sebagaimana diatur dalam Capital Requirements Directive
(CRD) yang dikeluarkan oleh Committee of European Banking
Supervisor (CEBS). Strategi ini dimaksudkan untuk memastikan
penerapan standar pengaturan yang fleksibel, proporsional dan
konsisten di kawasan Uni Eropa dan negara-negara yang tergabung
dalam G-10. Adapun jadwal penerapan Basel II untuk kawasan Eropa
dimulai pada bulan Januari 2007 untuk parallel run (yaitu penerapan
ketentuan permodalan yang berlaku saat ini dan Basel II secara
bersamaan) dan penerapan Basel II sepenuhnya akan dimulai pada
bulan Januari 2008.
Sekalipun penerapannya tidak bersifat mengikat, namun opini
dan wacana akan urgensinya telah diakui luas. Penerapan Basel II
dianggap penting oleh banyak bank sentral, termasuk oleh Bank
Indonesia. Bank Indonesia telah bertekad mulai menerapkannya dan
berlaku kepada seluruh bank umum mulai tahun 2008, meskipun
secara bertahap. Dalam sambutannya pada awal tahun 2006,
Gubernur Bank Indonesia mengatakan:
Arsitektur Perbankan Indonesia dan Implementasi Bassel II 179
“Basel II adalah sebuah best practices yang tidak dapat kita
hindari ketika kita sebagai bangsa harus menghadapi kecenderungan
global. Sebuah kecenderungan yang menempatkan kita harus
berposisi sejajar dengan mitra-mitra kita kalau kita ingin diterima dan
‘dihormati’ dalam pergaulan kita. Kita tentu sebagai bangsa tidak
ingin dianggap oleh bangsa lain sebagai ‘titik lemah’ dalam tatanan
perekonomian global, khususnya dalam tata pergaulan di industri
perbankan. Bank Indonesia, ingin agar perbankan nasional dapat
berbicara dengan bahasa yang sama dengan perbankan negara lain,
setidaknya di dengan negaranegara di kawasan regional kita.”
Untuk menerapkan Basel II di Indonesia Bank Indonesia telah
menyusun serangkaian kegiatan dan target waktu dalam rangka
persiapan penerapan Basel II dalam bentuk Roadmap Implementasi
Basel II di Perbankan Indonesia.
Secara umum, pendekatan yang akan digunakan adalah
pendekatan yang paling sederhana yaitu Standardised Approach
untuk perhitungan risiko kredit dan Basic Indicator Approach
untuk perhitungan risiko operasional. Apabila pemenuhan seluruh
prakondisi dan persyaratan telah memadai, bank yang telah siap
dapat beralih ke pendekatan yang lebih maju setelah mendapat
persetujuan Bank Indonesia. Seluruh pilar dalam Basel II diharapkan
dapat diterapkan sepenuhnya pada tahun 2010.
Terkait dengan roadmap tersebut, beberapa langkah persiapan
yang sedang dilakukan oleh Bank Indonesia diantaranya mencakup:
n Perumusan Ketentuan; Salah satu area pengaturan yang diperkirakan
akan mengalami perubahan signifikan adalah ketentuan
mengenai permodalan bank. Perubahan ketentuan mengenai
permodalan akan menjadi acuan utama dalam mensinergikan
180 BANK BERSUBSIDI BEBANI RAKYAT
beberapa ketentuan lainnya. Sementara itu, beberapa ketentuan
teknis terkait akan disusun sebagai subordinasi dari ketentuan
permodalan.
n Monitoring Kesiapan Perbankan; Setiap bank diminta untuk membentuk
tim monitoring yang akan berperan sebagai konsultan
bagi manajemen dalam menyusun langkah-langkah yang diperlukan
terkait dengan kesiapan bank untuk menerapkan Basel II.
n Penyempurnaan Laporan Bulanan Bank Umum; Penyempurnaan
Laporan Bulanan Bank Umum dilakukan sebagai bagian dari
proses adopsi International Accounting Standards di perbankan
Indonesia, serta mendukung penyediaan data yang memadai.
Diharapkan pada Triwulan II tahun 2008 dapat diterapkan secara
paralel sebelum diimplementasikan sepenuhnya pada tahun 2009.
n Program Komunikasi; Bank Indonesia secara kontinu melakukan
kegiatan diseminasi informasi kepada masyarakat. Melalui
kegiatan ini diharapkan kesalahan pemahaman dan misinterpretasi
terhadap Basel II dapat dikurangi.
n Peningkatan Kompetensi dan Ketrampilan Pengawas Bank; Pada
prinsipnya, Bank Indonesia memberikan keleluasaan bagi bank
untuk dapat menerapkan pendekatan yang lebih maju sepanjang
memenuhi berbagai prasyarat kualitatif dan kuantitatif sebagaimana
ditetapkan dalam dokumen Basel II. Pada tahap awal
implementasi Basel II, bank harus mengikuti tahapan-tahapan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pada saatnya nanti, jika
bank yang berniat menerapkan internal model telah menunjukkan
kesiapan dan kemampuan yang memadai maka bank
dimaksud dapat mengajukan permohonan kepada Bank
Indonesia. Pada tahapan ini, Bank Indonesia akan melakukan
proses validasi terhadap kesiapan bank dimaksud sebelum
diizinkan untuk menggunakan internal model dalam perhitungan
Arsitektur Perbankan Indonesia dan Implementasi Bassel II 181
kecukupan modalnya. Untuk mengantisipasi hal tersebut,
diperlukan antara lain peningkatkan kompetensi dan ketrampilan
para pengawas bank.

0 komentar:

Posting Komentar