Dalam era otonomi daerah, Dephan dituntut memiliki peran yang
strategis pro-aktif, terutama dalam hal pengelolaan dan penyelamatan sumber
daya alam yang makin parah. Namun di sisi lain, untuk melaksanakan peran
tersebut, Dephan dihadapkan pada kesulitan yang menyangkut kelembagaan, sumber
daya manusia dll. Hingga saat ini Dephan tidak memiliki aparat di daerah,
kecuali Kodam selaku pelaksana tugas dan fungsi (PTF) Dephan. Sejalan dengan
tuntutan reformasi TNI, Kodam tidak lagi memiliki kewenangan menangani urusan
pemerintahan. Sebagai Kotama kewilayahan TNI Kodam sangat sibuk dengan tugas
pokoknya pembinaan dan operasional satuan TNI di daerah. Dalam hal pembinaan
wilayah (Binwil) yang sekarang dinyatakan sebagai wilayah tugas dan tanggung
jawab pemerintah/Pemda, Kodam/Kodim diposisikan sebagai “peran pembantu”. Namun
demikian dihadapkan dengan kerawanan dan ancaman disintegrasi bangsa,
keberadaan Kodam/Kodim masih sangat diperlukan di era transisi reformasi dan
demokratisasi ini. Pengelolaan Pertahanan Negara (hanneg) merupakan salah satu
fungsi pemerintahan negara yang tidak diotonomikan. Di sisi lain pengelolaan
hanneg ini merupakan tanggung jawab bersama segenap instansi pemerintahan dan
seluruh komponen bangsa. Oleh karena itu, Dephan selaku lembaga pemerintah
pemegang otoritas pengelolaan hanneg menghadapi tugas yang sangat luas dan
berat.
Karena dengan demikian Dephan harus mampu mewujudkan koordinasi
dengan semua pihak (intansi/lembaga departemen, non departemen, swasta, LSM,
dll) yang terkait agar manajemen dan kinerja masing-masing organisasi tersebut
selaras dan serasi dengan kepentingan pertahanan negara sesuai Doktrin
Pertahanan Rakyat Semesta (Hanrata) dan UU No. 3 /2002 tentang Pertahanan
Negara. Tugas Dephan dikatakan luas dan berat karena menyangkut pembinaan semua
aspek sumber daya nasional yang terdiri dari sumber daya manusia (SDM), sumber
daya alam (SDA), sumber daya buatan (SDB), sarana prasarana (sarpras) wilayah
Negara dan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) untuk jangka panjang, yakni
untuk kepentingan hanneg bila saatnya diperlukan. Semua sumber daya tersebut
tersebar di seluruh wilayah daerah NKRI yang dalam keadaan damai sehari-hari
dikelola oleh intansi/lembaga departemen dan non departemen (LPND), Pemda serta
semua komponen masyarakat untuk kepentingan kesejahteraan dan kemakmuran.
Pada saat yang lalu (di era Orba), pemberian tugas, wewenang dan
tanggung jawab Dephan kepada Kodam tidak dipermasalahkan sehingga dapat
berjalan cukup efektif, pada saat itu Kodam (TNI) masih mengemban fungsi sosial
politik (fungsi pemerintahan). Selain itu Dephan(kam); TNI (ABRI) dan Polri
berada dalam satu atap satu kepemimpinan, Menhankam Pangab. Dengan demikian
segala kebijakan umum yang menyangkut pertahanan, TNI dan Polri sudah
terintegrasi. Sekalipun demikian semua kebijakan dan fungsi Dephan tidak dapat
diimplementasikan secara optimal karena keterbatasan Kodam dihadapkan dengan
dua tugas pokok sekaligus. Di era otonomi daerah, beban tugas Dephan dirasakan
semakin berat karena masing-masing daerah memiliki kewenangan untuk mengelola
sumber daya sesuai dengan prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakatnya
dengan fokus tujuan utama mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran (ekonomi)
yang sebesar-besarnya sehingga dengan demikian tujuan dan sasaran mengenai
pertahanan kurang mendapat perhatian publik.
Fokus sorotan kajian pada SDA ini mengingat bahwa pengelolaan SDA
yang terdiri dari tanah, air, mineral tambang, hutan dll, sudah demikian buruk
dan cenderung akan semakin buruk di era Otda sekarang ini. Padahal dampak
negatif dari pengelolaan SDA yang buruk mempunyai pengaruh ganda terhadap
kehidupan masyarakat dan lingkungan serta masa depan generasi bangsa. Sebagai
contoh, pengelolaan hutan yang buruk, maraknya “illegal logging” bukan saja
menghancurkan hutan itu sendiri tetapi juga komunitas makhluk lain yang ada di
kawasan hutan , yakni musnahnya sebagian dari flora dan fauna, terjadinya erosi
yang dapat mengikis lapisan tanah subur dan musnahnya mikro organism.
Semakin rusaknya komunitas hutan berakibat berubahnya hutan menjadi
semak belukar atau padang rumput bahkan tanah gundul. Kondisi demikian mudah
menimbulkan kebakaran, kebakaran hutan yang sering terjadi menyebabkan
memburuknya kualitas tanah dan udara pada daerah yang sangat luas. Menipisnya
hutan juga dapat menyebabkan. rendahnya kemampuan hutan dalam menyimpan air
hujan, semakin “dalamnya” permukaan air tanah dan air sungai menjadi cepat
surut begitu memasuki musim kemarau. Gejala demikian akan semakin memburuk
sejalan dengan bertambahnya penduduk.
Pengelolaan lahan pertanian yang buruk di daerah terlarang, seperti
lereng gunung, hutan tutupan dan daerah mata air mengakibatkan erosi yang terus
menerus sehingga menimbulkan banjir berulang-ulang, kemudian sebagai dampak
lanjutan akan terjadi degradasi lingkungan fisik, terutama sepanjang daerah
aliran sungai (DAS), menimbulkan endapan, pendangkalan dan kerusakan di daerah
hilir sungai, danau serta areal pertanian di dataran rendah. Pengelolaan buruk
sumberdaya hutan, tanah dan air ini tengah terjadi secara masif di hampir
seluruh daerah Indonesia, dan di era Otda ini semakin meningkat. Dalam
eksploitasi sumber daya mineral tambang juga terjadi hal yang sama. Di
mana-mana dijumpai pertambangan emas tanpa izin (Peti) pertambangan batu bara,
pasir besi, timah, dll.
Pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan pemerintah (BUMN/BUMD)
juga tidak dikelola dengan baik. Bekas ekspolitasi tambang timah, bauksit dan
batu bara dibiarkan tanpa upaya reklamasi yang memadai. Banyak zat kimia
beracun yang digunakan dalam proses pengolahan biji tambang dibuang begitu saja
tanpa melalui pengolahan limbah yang memadai. Dampak pengelolaan pertambangan
yang buruk ini sangat merugikan lingkungan dan membahayakan keselamatan
penduduk dalam jangka panjang. Dalam menanggulangi dampak tersebut di atas
Dephan dituntut kepeduliannya dan berperan aktif guna mengatasi,
setidak-tidaknya mengurangi perilaku buruk para pihak yang telibat dalam
pengelolaan SDA, melalui penerbitan kebijakan, dan peraturan
perundang-undangan, bekerja sama dengan semua lembaga/intansi, Pemda, dan pihak
lain yang terkait.
Peran Dephan yang diharapkan. Dephan diharapkan dapat
meng-implementasikan fungsi yang diembannya secara aktif dengan menjalin
koordinasi terus menerus dengan semua pihak terkait. Adapun fungsi yang
dimaksud adalah: “membina dan mendayagunakan SDA untuk kepentingan hanneg”.
Dalam mengimplementasikan fungsi tersebut di atas diperlukan suatu
konsep pengelolaan yang jelas, baik dalam hubungan koordinasi penyiapan
peraturan/perundangan maupun dalam hal pelaksanaan aksi di lapangan. Pembinaan
dan pendaya-gunaan SDA berpangkal pada tiga prinsip pengelolaan SDA yakni:
keserasian, keseimbangan (propor-sionalitas) dan keberlanjutan (sustainable).
Tiga prinsip itulah yang melandasi kebijakan pembinaan dan
pendaya-gunaan SDA. Suatu konsepsi pembinaan dan pendaya-gunaan SDA yang
disarankan adalah sebagai berikut:
a. Strategi:
1). Pendayagunaan SDA diarahkan demi tercapainya kesejahteraan
masyarakat yang diselaraskan dengan kepentingan pertahanan dan keamanan Negara
berdasarkan Doktrin dan Sistem Pertahanan Rakyat Semesta (Sishanrata).
2). Kebijakan dan Rencana Umum yang terpusat dan pelaksanaan yang
terdesentralisasi oleh lembaga pemerintah, Pemda dan pihak terkait lainnya.
3). Pembinaan SDA menyangkut dua sasaran pokok, yaitu pengamanan
dan pengembangan SDA.
dan pengembangan SDA.
b. Sasaran.
Sasaran yang ingin dicapai dari pembinaan dan pendayagunaan SDA
adalah:
1). Tersedianya cadangan material strategis dan sistem logistik
wilayah (Sislogwil) di setiap daerah yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk
kepentingan hanneg.
2).Terpeliharanya kelestarian dan keseimbangan lingkungan melalui
usaha konservasi, rehabilitasi, diversifikasi dan penggunaan teknologi ramah
lingkungan.
3). Terwujudnya daya dukung SDA jangka panjang sebagai sumber utama
logistik wilayah untuk kepentingan Hanneg.
c. Upaya.
1). Menjalin koordinasi yang
intensif dengan semua pihak terkait guna terwujudnya sinkronisasi, keserasian
dan keseimbangan dalam pengelolaan Sumber daya Alam untuk kepentingan
kesejahteraan (jangka pendek) dengan kepentingan pertahanan Negara (jangka
panjang)
2). Merumuskan kebijakan umum
pembinaan dan peraturan perundang-undangan serta merevisi kebijakan dan
peraturan perundang-undangan pengelolaan SDA yang tidak sesuai lagi dengan
tuntutan kebutuhan.
3). Menetapkan kriteria
konservasi dan atau diversifikasi sumber SDA sesuai dengan proyeksi tuntutan
kebutuhan ke depan.
4). Menetapkan alokasi
cadangan material strategis dari setiap daerah dalam rangka mewujudkan sistem
logistik wilayah (sislogwil).
5). Menyelenggarakan
invetarisasi data SDA, khususnya material strategis dari setiap daerah dalam
sistem informasi geografi petahanan negara (SIG/hanneg).
6). Menyelenggarakan sosialisasi kebijakan dan peraturan
perundang-undangan tentang pembinaan dan pendayagunaan SDA secara terprogram.
7). Memantau, mengawasi dan
mengendalikan semua kegiatan implementasi kebijakan dan peraturan
perundang-undangan tentang pengelolaan SDA dalam rangka Hanneg. Dari pihak
lembaga departemen pemerintahan, LPND, LSM dan pihak terkait yang diharapkan
hal-hal sebagai berikut:
Departemen,
Pemda dan LPND
1). Menerapkan kebijakan yang
ketat terhadap pengelolaan kawasan konservasi SDA seperti: hutan lindung, hulu
sungai, sumber mata air, DAS dan hutan pantai tirai gelombang.
2). Konsisten menerapkan
kebijakan dan peraturan perundang-undangan serta memberikan sanksi hukum yang
berat kepada perusak lingkungan.
3). Membuka akses kepada
masyarakat tentang informasi kebijakan pendayagunaan SDA.
4). Membuka ruang partisipasi
masyarakat dalam memperoleh dan menyalurkan informasi, serta mencari solusi
kerusakan SDA sebagai akibat pengelolaan yang salah/ilegal.
5). Menyelenggarakan
pengawasan dan pengendalian pengelolaan SDA yang intensif dan ekstensif.
LSM
dan Tokoh/Anggota Masyarakat
1). Memberikan masukan kepada
pemerintah tentang pendaya-gunaan dan penyelamatan SDA yang benar.
2). Memberikan informasi
secara dini tentang kejadian/peristiwa bencana alam, kerusakan lingkungan dan
pelaku kejahatan lingkungan/SDA.
3). Memberikan kritik dan
koreksi membangun atas kebijakan dan tindakan aparat pemerintah yang merugikan
lingkungan dan SDA.
Kesimpulan
a. Pemberlakuan Otonomi Daerah membawa dampak buruk terhadap
pengelolaan SDA di semua daerah. Penduduk dan atau warga masyarakat
mengeksploitasi SDA dengan semena-mena tanpa dilandasi pertimbangan kearifan
dan kemaslahatan demi kepentingan jangka panjang dan keseimbangan lingkungan.
b. Pendayagunaan SDA yang semena-mena memberikan dampak negatif
ganda (multiple impact) terhadap semua aspek kehidupan dan sumber penghidupan
masyarakat yang pada gilirannya merugikan generasi yang akan datang.
c. Dephan selaku pemegang otoritas pembinaan dan pendayagunaan
sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan negara, di era Otda ini
dituntut untuk meningkatkan kinerja pelaksanaan fungsinya. Khususnya dalam
menyikapi degradasi lingkungan sebagai akibat pengelolaan SDA yang kurang
bertanggung jawab, Dephan dituntut berperan sebagai misiator, pelopor &
koordinator upaya penyelamatan dan rehabilitasi seyogyanya tampil paling depan
untuk memotivasi dan mengajak semua pihak terkait guna membangun kerja sama
yang sinergis, sistemik dan konsepsional, untuk mengamankan, memelihara dan
mengembangkan serta mendayagunakan SDA dalam rangka kesejahteraan masyarakat
dan pertahanan Negara.
0 komentar:
Posting Komentar