Categories

Lesson 6

Blog Archive

Follower

Statistik

Get Gifs at CodemySpace.com

Peran Dephan dalam Pendayagunaan dan Penyelamatan Sumber Daya Alam



Dalam era otonomi daerah, Dephan dituntut memiliki peran yang strategis pro-aktif, terutama dalam hal pengelolaan dan penyelamatan sumber daya alam yang makin parah. Namun di sisi lain, untuk melaksanakan peran tersebut, Dephan dihadapkan pada kesulitan yang menyangkut kelembagaan, sumber daya manusia dll. Hingga saat ini Dephan tidak memiliki aparat di daerah, kecuali Kodam selaku pelaksana tugas dan fungsi (PTF) Dephan. Sejalan dengan tuntutan reformasi TNI, Kodam tidak lagi memiliki kewenangan menangani urusan pemerintahan. Sebagai Kotama kewilayahan TNI Kodam sangat sibuk dengan tugas pokoknya pembinaan dan operasional satuan TNI di daerah. Dalam hal pembinaan wilayah (Binwil) yang sekarang dinyatakan sebagai wilayah tugas dan tanggung jawab pemerintah/Pemda, Kodam/Kodim diposisikan sebagai “peran pembantu”. Namun demikian dihadapkan dengan kerawanan dan ancaman disintegrasi bangsa, keberadaan Kodam/Kodim masih sangat diperlukan di era transisi reformasi dan demokratisasi ini. Pengelolaan Pertahanan Negara (hanneg) merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara yang tidak diotonomikan. Di sisi lain pengelolaan hanneg ini merupakan tanggung jawab bersama segenap instansi pemerintahan dan seluruh komponen bangsa. Oleh karena itu, Dephan selaku lembaga pemerintah pemegang otoritas pengelolaan hanneg menghadapi tugas yang sangat luas dan berat.

Karena dengan demikian Dephan harus mampu mewujudkan koordinasi dengan semua pihak (intansi/lembaga departemen, non departemen, swasta, LSM, dll) yang terkait agar manajemen dan kinerja masing-masing organisasi tersebut selaras dan serasi dengan kepentingan pertahanan negara sesuai Doktrin Pertahanan Rakyat Semesta (Hanrata) dan UU No. 3 /2002 tentang Pertahanan Negara. Tugas Dephan dikatakan luas dan berat karena menyangkut pembinaan semua aspek sumber daya nasional yang terdiri dari sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam (SDA), sumber daya buatan (SDB), sarana prasarana (sarpras) wilayah Negara dan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) untuk jangka panjang, yakni untuk kepentingan hanneg bila saatnya diperlukan. Semua sumber daya tersebut tersebar di seluruh wilayah daerah NKRI yang dalam keadaan damai sehari-hari dikelola oleh intansi/lembaga departemen dan non departemen (LPND), Pemda serta semua komponen masyarakat untuk kepentingan kesejahteraan dan kemakmuran.
Pada saat yang lalu (di era Orba), pemberian tugas, wewenang dan tanggung jawab Dephan kepada Kodam tidak dipermasalahkan sehingga dapat berjalan cukup efektif, pada saat itu Kodam (TNI) masih mengemban fungsi sosial politik (fungsi pemerintahan). Selain itu Dephan(kam); TNI (ABRI) dan Polri berada dalam satu atap satu kepemimpinan, Menhankam Pangab. Dengan demikian segala kebijakan umum yang menyangkut pertahanan, TNI dan Polri sudah terintegrasi. Sekalipun demikian semua kebijakan dan fungsi Dephan tidak dapat diimplementasikan secara optimal karena keterbatasan Kodam dihadapkan dengan dua tugas pokok sekaligus. Di era otonomi daerah, beban tugas Dephan dirasakan semakin berat karena masing-masing daerah memiliki kewenangan untuk mengelola sumber daya sesuai dengan prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakatnya dengan fokus tujuan utama mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran (ekonomi) yang sebesar-besarnya sehingga dengan demikian tujuan dan sasaran mengenai pertahanan kurang mendapat perhatian publik.
Fokus sorotan kajian pada SDA ini mengingat bahwa pengelolaan SDA yang terdiri dari tanah, air, mineral tambang, hutan dll, sudah demikian buruk dan cenderung akan semakin buruk di era Otda sekarang ini. Padahal dampak negatif dari pengelolaan SDA yang buruk mempunyai pengaruh ganda terhadap kehidupan masyarakat dan lingkungan serta masa depan generasi bangsa. Sebagai contoh, pengelolaan hutan yang buruk, maraknya “illegal logging” bukan saja menghancurkan hutan itu sendiri tetapi juga komunitas makhluk lain yang ada di kawasan hutan , yakni musnahnya sebagian dari flora dan fauna, terjadinya erosi yang dapat mengikis lapisan tanah subur dan musnahnya mikro organism.
Semakin rusaknya komunitas hutan berakibat berubahnya hutan menjadi semak belukar atau padang rumput bahkan tanah gundul. Kondisi demikian mudah menimbulkan kebakaran, kebakaran hutan yang sering terjadi menyebabkan memburuknya kualitas tanah dan udara pada daerah yang sangat luas. Menipisnya hutan juga dapat menyebabkan. rendahnya kemampuan hutan dalam menyimpan air hujan, semakin “dalamnya” permukaan air tanah dan air sungai menjadi cepat surut begitu memasuki musim kemarau. Gejala demikian akan semakin memburuk sejalan dengan bertambahnya penduduk.
Pengelolaan lahan pertanian yang buruk di daerah terlarang, seperti lereng gunung, hutan tutupan dan daerah mata air mengakibatkan erosi yang terus menerus sehingga menimbulkan banjir berulang-ulang, kemudian sebagai dampak lanjutan akan terjadi degradasi lingkungan fisik, terutama sepanjang daerah aliran sungai (DAS), menimbulkan endapan, pendangkalan dan kerusakan di daerah hilir sungai, danau serta areal pertanian di dataran rendah. Pengelolaan buruk sumberdaya hutan, tanah dan air ini tengah terjadi secara masif di hampir seluruh daerah Indonesia, dan di era Otda ini semakin meningkat. Dalam eksploitasi sumber daya mineral tambang juga terjadi hal yang sama. Di mana-mana dijumpai pertambangan emas tanpa izin (Peti) pertambangan batu bara, pasir besi, timah, dll.
Pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan pemerintah (BUMN/BUMD) juga tidak dikelola dengan baik. Bekas ekspolitasi tambang timah, bauksit dan batu bara dibiarkan tanpa upaya reklamasi yang memadai. Banyak zat kimia beracun yang digunakan dalam proses pengolahan biji tambang dibuang begitu saja tanpa melalui pengolahan limbah yang memadai. Dampak pengelolaan pertambangan yang buruk ini sangat merugikan lingkungan dan membahayakan keselamatan penduduk dalam jangka panjang. Dalam menanggulangi dampak tersebut di atas Dephan dituntut kepeduliannya dan berperan aktif guna mengatasi, setidak-tidaknya mengurangi perilaku buruk para pihak yang telibat dalam pengelolaan SDA, melalui penerbitan kebijakan, dan peraturan perundang-undangan, bekerja sama dengan semua lembaga/intansi, Pemda, dan pihak lain yang terkait.
Peran Dephan yang diharapkan. Dephan diharapkan dapat meng-implementasikan fungsi yang diembannya secara aktif dengan menjalin koordinasi terus menerus dengan semua pihak terkait. Adapun fungsi yang dimaksud adalah: “membina dan mendayagunakan SDA untuk kepentingan hanneg”.
Dalam mengimplementasikan fungsi tersebut di atas diperlukan suatu konsep pengelolaan yang jelas, baik dalam hubungan koordinasi penyiapan peraturan/perundangan maupun dalam hal pelaksanaan aksi di lapangan. Pembinaan dan pendaya-gunaan SDA berpangkal pada tiga prinsip pengelolaan SDA yakni: keserasian, keseimbangan (propor-sionalitas) dan keberlanjutan (sustainable).
Tiga prinsip itulah yang melandasi kebijakan pembinaan dan pendaya-gunaan SDA. Suatu konsepsi pembinaan dan pendaya-gunaan SDA yang disarankan adalah sebagai berikut:
a. Strategi:
1). Pendayagunaan SDA diarahkan demi tercapainya kesejahteraan masyarakat yang diselaraskan dengan kepentingan pertahanan dan keamanan Negara berdasarkan Doktrin dan Sistem Pertahanan Rakyat Semesta (Sishanrata).
2). Kebijakan dan Rencana Umum yang terpusat dan pelaksanaan yang terdesentralisasi oleh lembaga pemerintah, Pemda dan pihak terkait lainnya.
3). Pembinaan SDA menyangkut dua sasaran pokok, yaitu pengamanan
dan pengembangan SDA.
b. Sasaran.
Sasaran yang ingin dicapai dari pembinaan dan pendayagunaan SDA adalah:
1). Tersedianya cadangan material strategis dan sistem logistik wilayah (Sislogwil) di setiap daerah yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk kepentingan hanneg.
2).Terpeliharanya kelestarian dan keseimbangan lingkungan melalui usaha konservasi, rehabilitasi, diversifikasi dan penggunaan teknologi ramah lingkungan.
3). Terwujudnya daya dukung SDA jangka panjang sebagai sumber utama logistik wilayah untuk kepentingan Hanneg.
c. Upaya.
1).   Menjalin koordinasi yang intensif dengan semua pihak terkait guna terwujudnya sinkronisasi, keserasian dan keseimbangan dalam pengelolaan Sumber daya Alam untuk kepentingan kesejahteraan (jangka pendek) dengan kepentingan pertahanan Negara (jangka panjang)
2).   Merumuskan kebijakan umum pembinaan dan peraturan perundang-undangan serta merevisi kebijakan dan peraturan perundang-undangan pengelolaan SDA yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan kebutuhan.
3).   Menetapkan kriteria konservasi dan atau diversifikasi sumber SDA sesuai dengan proyeksi tuntutan kebutuhan ke depan.
4).   Menetapkan alokasi cadangan material strategis dari setiap daerah dalam rangka mewujudkan sistem logistik wilayah (sislogwil).
5).   Menyelenggarakan invetarisasi data SDA, khususnya material strategis dari setiap daerah dalam sistem informasi geografi petahanan negara (SIG/hanneg).
6). Menyelenggarakan sosialisasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan tentang pembinaan dan pendayagunaan SDA secara terprogram.
7).   Memantau, mengawasi dan mengendalikan semua kegiatan implementasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan SDA dalam rangka Hanneg. Dari pihak lembaga departemen pemerintahan, LPND, LSM dan pihak terkait yang diharapkan hal-hal sebagai berikut:
Departemen, Pemda dan LPND
1).   Menerapkan kebijakan yang ketat terhadap pengelolaan kawasan konservasi SDA seperti: hutan lindung, hulu sungai, sumber mata air, DAS dan hutan pantai tirai gelombang.
2).   Konsisten menerapkan kebijakan dan peraturan perundang-undangan serta memberikan sanksi hukum yang berat kepada perusak lingkungan.
3).   Membuka akses kepada masyarakat tentang informasi kebijakan pendayagunaan SDA.
4).   Membuka ruang partisipasi masyarakat dalam memperoleh dan menyalurkan informasi, serta mencari solusi kerusakan SDA sebagai akibat pengelolaan yang salah/ilegal.
5).   Menyelenggarakan pengawasan dan pengendalian pengelolaan SDA yang intensif dan ekstensif.
LSM dan Tokoh/Anggota Masyarakat
1).   Memberikan masukan kepada pemerintah tentang pendaya-gunaan dan penyelamatan SDA yang benar.
2).   Memberikan informasi secara dini tentang kejadian/peristiwa bencana alam, kerusakan lingkungan dan pelaku kejahatan lingkungan/SDA.
3).   Memberikan kritik dan koreksi membangun atas kebijakan dan tindakan aparat pemerintah yang merugikan lingkungan dan SDA.
Kesimpulan
a. Pemberlakuan Otonomi Daerah membawa dampak buruk terhadap pengelolaan SDA di semua daerah. Penduduk dan atau warga masyarakat mengeksploitasi SDA dengan semena-mena tanpa dilandasi pertimbangan kearifan dan kemaslahatan demi kepentingan jangka panjang dan keseimbangan lingkungan.
b. Pendayagunaan SDA yang semena-mena memberikan dampak negatif ganda (multiple impact) terhadap semua aspek kehidupan dan sumber penghidupan masyarakat yang pada gilirannya merugikan generasi yang akan datang.
c. Dephan selaku pemegang otoritas pembinaan dan pendayagunaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan negara, di era Otda ini dituntut untuk meningkatkan kinerja pelaksanaan fungsinya. Khususnya dalam menyikapi degradasi lingkungan sebagai akibat pengelolaan SDA yang kurang bertanggung jawab, Dephan dituntut berperan sebagai misiator, pelopor & koordinator upaya penyelamatan dan rehabilitasi seyogyanya tampil paling depan untuk memotivasi dan mengajak semua pihak terkait guna membangun kerja sama yang sinergis, sistemik dan konsepsional, untuk mengamankan, memelihara dan mengembangkan serta mendayagunakan SDA dalam rangka kesejahteraan masyarakat dan pertahanan Negara.

0 komentar:

Posting Komentar