1.
Peraturan Hukum Terkait dengan BMT
BMT
dapat didirikan dalam bentuk KSM (kelompok Swadaya Masyarakat) atau Koperasi.
Sebelum menjalankan usahanya, KSM mesti mendapatkan sertifikat operasi dari
PINBUK (Pusat Inkubasi bisnis Usaha Kecil). Sementara PINBUK itu sendiri mesti
mendapat pengakuan dari Bank Indonesia (BI) sebagai Lembaga Pengembang Swadaya
Masyarakat (LPSM) yang mendukung Program Proyek Hubungan Bank
dengan Kelompok
Swadaya Masyarakat yang dikelola oleh Bank Indonesia (PHBK-BI). Selain dengan
badan hukum kelompok Swadaya Masyarakat, BMT juga bisa didirikan dengan
menggunakan badan hukum koperasi, baik Koperasi Serba Usaha diperkotaan,
Koperasi Unit Desa di pedesaan, maupun Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) di
lingkunan pesantren.
Berkenaan
dengan Koperasi Unit Desa dapat mendirikan BMT telah diatur dalam Petunjuk
Menteri Koperasi dan PPK tanggal 20 Maret 1995 yang menetapkan bahwa bila
disuatu wilayah dimana telah ada KUD dan KUD tersebut telah berjalan baik dan
organisasinya telah diatur dengan baik, maka BMT bisa menjadi Unit Usaha Otonom
(U2O) atau Tempat Pelayanaan Koperasi (TPK) dari KUD tersebut. Sedangkan bila
KUD yang telah berdiri itu belum berjalan dengan baik, maka KUD tersebut dapat
di operasikan sebagai BMT.
DI
wilayah-wilayah berbasis pesantren, masyarakat dapat mendirikan BMT dengan
menggunakan badan hukum Koperasi Pondok Pesantren. Dalam hal penggunaan
Kopontren sebagai badan hukum BMT, keberadaan BMT di Kopontren tersebut adalah
senbagai Unit Usaha Otonom atau tempat Pelayanaan Koperasi sebagaimana dalam
KUD. Apabila di pesantren itu belum terbentuk Kopontren, maka civitas
peasantren dapat mendirikan Kopontren dan BMT secara bersama-sama. Untuk itu,
panitia penyiapan pendirian BMT dapaat bekerja sama dengan Puskopontren, Kantor
Departeman Agama, Kantaor Departemen Koperasi dan PPK di kabipaten setempat.
Penggunaan
badan hukum KSM dan Koperasi untuk BMT itu disebabkan karena BMT tidak termasuk
kepada lembaga keuangan formal yang dijelaskan UU nomor 7 tahun 1992 dan UU
nomor 10 Tahun 1998 tyentang Perbankan, yang dapat diopersikan untuk menghimpun
dan menyalurkan dana masyarakat. Menurut UU pihak yang berhak menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat, baik
dioperasikan dengan cara konvensional maupun syariah atau bagi hasil. Namun
demikian, kalau BMT dengan badan hukum KSM atau Koperasi itu telah berkembang
dan telah memenuhi syarat-syarat BPR, maka pihak menajemen dapat mengusulkan
diri kepada Pemerintah agar BMT itu dijadikan sebagia BPRS (Bank Perkreditan
Rakyat Syariah) dengan badan huukum koperasi atau perseroan terbatas.
Selain itu BMT dalam menjalankan dan menggunakan
produk-produknya mengacu kepada Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI) yang dijelaskan dalam uraian berikut:
Implementasi akad bagi hasil dalam produk BMT di bidang penghimpunan dana
sebagaimana disebut di atas dalam bentuk simpanan, sedangkan implementasinya
dalam produk penyaluran dana adalah pada produk Pembiayaan Mudharabah
dan Pembiayaan Musyarakah. Secara teknis mengenai penerapan akad mudharabah
dalam bentuk pembiayaan dapat dibaca dalam Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000
tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) dan untuk penerapan akad musyarakah
dalam produk pembiayaan dapat dibaca dalam Fatwa DSN MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000
tentang Pembiayaan Musyarakah.
Sedangkan implementasi akad murabahah,
salam, dan istishna, khususnya dalam praktik BMT secara teknis
dapat dibaca dalam Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah,
Fatwa DSN MUI No. 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam, dan Fatwa DSN MUI
No. 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna. Sewa-menyewa merupakan
perjanjian yang obyeknya adalah manfaat atas suatu barang atau pelayanan,
sehingga bagi pihak yang menerima manfaat berkewajiban untuk membayar uang sewa/upah
(ujrah). Selain itu BMT juga menerapkan sistem sewa menyewa. Dalam
praktik BMT akad sewa-menyewa ini diterapkan dalam produk penyaluran dana
berupa pembiayaan ijarah dan pembiayaan ijarah muntahia bit tamlik
(IMBT), yang penjelasannya adalah sebagai berikut:
1) Ijarah adalah transaksi sewa-menyewa
atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu
melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa. Secara teknis mengenai penerapan
akad ijarah di BMT dapat mengacu pada Fatwa DSN MUI No.
09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
2) Ijarah Muntahia Bit Tamlik (IMBT),
adalah transaksi sewa-menyewa yang memberikan hak opsi di akhir masa sewa bagi
pihak penyewa untuk memiliki barang yang menjadi obyek sewa melaluai mekanisme
hibah ataupun melalui mekanisme beli. Secara teknis mengenai implementasi IMBT
ini dapat dibaca dalam ketentuan Fatwa DSN MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang
Al-Ijarah Al-Mutahiyah bi Al-Tamlik.
Dalam operasional BMT transaksi pinjam-meminjam yang bersifat sosial diman
kegiatan pinjam-meminjam ini dikenal dengan nama pembiayaan qardh, yaitu
pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam
mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu
tertentu. Ada juga qardh al-hasan (pinjaman kebajikan), yang pada
dasarnya dalam hal nasabah tidak mampu mengembalikan, maka seyogyanya pihak
pemberi pinjaman bisa mengikhlaskannya. Secara teknis mengenai pembiayaan qardh
ini mengacu pada Fatwa DSN MUI No. 19/DSN-MUI/IX/2000 tentang al Qardh.
2.
Perkembangan dan pertumbuhan BMT di Indonesia
Perkembangan BMT di Indonesia dewasa ini ukup
mencengangkan, tumbuh ratusan BMT, bahkan mungki ribuan. Menurut catatan BMT
Center Indonesia (semacam induknya BMT se-Indonesia) anggotanya ada sekitar 138
unit dengan 348 kantor cabang (niriah.com). Itu baru yang menginduk atau
menjadi anggota BMT Center, padahal yang tidak menjadi anggota, sangat jauh
lebih banyak. Artinya, masyarakat sangat membutuhkan sebuah lembaga keuangan
seperti ini, lembaga keuangan yang sederhana dalam pengaksesan pembiayaan
(kredit) dengan tidak meninggalkan aspek prudential, dengan bagi hasil (margin)
yang jauh lebih rendah dari rentenir. Masyarakat usaha kecil selama ini merasa
kesulitan untuk mengakses kredit ke perbankan, karena usahanya belum tertata.
0 komentar:
Posting Komentar