Pemikiran dan buku tokoh-tokoh mereka, semacam Hasan Al-Banna, Sayyid Quthub,
Said Hawwa, Fathi Yakan, Yusuf Al-Qardhawi, At-Turabi tersebar luas dengan
berbagai bahasa, sehingga sempat mewar-nai gerakan-gerakan dakwah di berbagai
negara.
Ikhwanul Muslimin, gerakan ini tidak bisa lepas dari sosok pendirinya, Hasan
Al-Banna. Dialah gerakan Ikhwanul Muslimin dan Ikhwanul Muslimin adalah dia.
Karismanya benar-benar tertanam di hati pengikut dan simpatisannya, yang
kemudian senantiasa mengabadikan gagasan dan pemikiran Al-Banna di medan dakwah
sepeninggalnya.
Untuk mengetahui lebih dekat hakikat gerakan ini, mari kita simak sejarah
singkat Hasan Al-Banna dan berdirinya gerakan Ikhwanul Muslimin.
Kelahirannya
Hasan Al-Banna dilahirkan pada tahun 1906 M, di sebuah desa bernama
Al-Mahmudiyyah, yang masuk wilayah Al-Buhairah. Ayahnya seorang yang cukup
terkenal dan memiliki sejumlah peninggalan ilmiah seperti Al-Fathurrabbani Fi
Tartib Musnad Al-Imam Ahmad Asy-Syaibani, beliau adalah Ahmad bin Abdurrahman
Al-Banna yang lebih dikenal dengan As-Sa’ati.
Pendidikannya
Ia mulai pendidikannya di Madrasah Ar-Rasyad Ad-Diniyyah dengan menghafal
Al-Qur`an dan sebagian hadits-hadits Nabi serta dasar-dasar ilmu bahasa Arab,
di bawah bimbingan Asy-Syaikh Zahran seo-rang pengikut tarekat shufi
Al-Hashafiyyah. Al-Banna benar-benar terkesan dengan sifat-sifat gurunya yang
mendidik, sehingga ketika Asy-Syaikh Zahran menyerahkan kepemimpinan Madrasah
itu kepada orang lain, Hasan Al-Banna pun ikut meninggalkan madrasah.
Selanjutnya ia masuk ke Madrasah I’dadiyyah di Mahmudiyyah, setelah berjanji
kepada ayahnya untuk menyelesaikan hafalan Al-Qur`an-nya di rumah. Tahun ketiga
di madrasah ini adalah awal perke-nalannya dengan gerakan-gerakan dakwah
melalui sebuah organisasi, Jum’iyyatul Akhlaq Al-Adabiyyah, yang dibentuk oleh
guru matematika di madrasah tersebut. Bahkan Al-Banna sendiri terpilih sebagai
ketuanya. Aktivitasnya terus berlanjut hingga ia bergabung dengan organisasi
Man’ul Muharramat.
Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Madrasah Al-Mu’allimin Al-Ula di kota
Damanhur. Di sinilah ia berkenalan dengan tarekat shufi Al-Hashafiyyah. Ia
terkagum-kagum dengan majelis-majelis dzikir dan lantunan nasyid yang
didendangkan secara bersamaan oleh pengikut tarekat tersebut. Lebih tercengang
lagi ketika ia dapati bahwa di antara pengikut tarekat tersebut ada guru
lamanya yang ia kagumi, Asy-Syaikh Zahran. Akhirnya Al-Banna bergabung dengan
tarekat tersebut. Sehingga ia pun aktif dan rutin mengamalkan dzikir-dzikir
Ar-Ruzuqiyyah pagi dan petang hari. Tak ketinggalan, acara maulud Nabipun rutin
ia ikuti: “…Dan kami pergi bersama-sama di setiap malam ke masjid Sayyidah
Zainab, lalu melakukan shalat ‘Isya di sana. Kemudian kami keluar dari masjid
dan membuat barisan-barisan. Pimpinan umum Al-Ustadz Hasan Al-Banna maju dan
melantunkan sebuah nasyid dari nasyid-nasyid maulud Nabi, dan kamipun
mengikutinya secara bersamaan dengan suara yang nyaring, membuat orang melihat
kami,” ujar Mahmud Abdul Halim dalam bukunya. (Al-Ikhwanul Muslimun Ahdats
Shana’at Tarikh, 1/109)
0 komentar:
Posting Komentar