Categories

Lesson 6

Blog Archive

Follower

Statistik

Get Gifs at CodemySpace.com

Sejarah Perkembangan Ajaran Trinitas


KONTROVERSI TRINITAS
1. Latar Belakang
Kontroversi Trinitas, yang menimbulkan pertentangan pendapat
antara Arius dan Athanasius berakar pada masa lampau.
Seperti diketahui bahwa para Bapak Gereja dulu, tidak
mempunyai konsepsi yang jelas tentang Trinitas. Sebagian di
antara mereka membenarkan Logos sebagai "akal nonmanusiawi"
(impersonal reason), yang menjadi manusiawi pada saat
penciptaan, sementara yang lain memandang Dia sebagai
manusia yang ko-eternal dengan Bapak yang memiliki sifat
esensi kekekalan, dan sebagian lagi memandangnya sebagai
suruhan (subordination) atau kedudukannya di bawah Bapak Roh
Kudus tidak mendapat tempat penting dalam pembicaraan
mereka. Mereka membicarakan Dia (Yesus Kristus) dalam
kaitannya dengan pekerjaan penebusan jiwa dan hidup manusia.
Sebagian orang memandang Dia sebagai "yang tunduk" bukan
hanya kepada Bapak tetapi juga kepada Anak. Tertullian
adalah orang pertama yang secara gamblang menyatakan
tri-personalitas Tuhan serta mempertahankan pendapat tentang
keesaan substansial ketiga person tersebut. Namun dia belum
mampu menerangkan dengan jelas tentang doktrin Trinitas.
Sementara itu muncullah aliran Monarkianisme yang menekankan
keesaan Tuhan dan sifat ketuhanan Kristus, yang meliputi
penyangkalan Trinitas (jadi Trinitas tidak diartikan seperti
yang terkandung dalam arti kata tersebut). Tertullian dan

Hippolytus memperjuangkan pandangan-pandangan mereka di
Barat sementara Origen menentangnya habis-habisan di Timur.
Mereka membela kedudukan kaum trinitarian sebagaimana
diperlihatkan dalam keyakinan rasul (Kisah Rasul). Walaupun
demikian, pandangan Origen tentang Trinitas tidak seluruhnya
memuaskan. Dia berkeyakinan kuat bahwa baik Bapak maupun
anak merupakan hipostases abadi (kekal) atau personal
subsistence di dalam Tuhan. Sementara dia adalah orang
pertama yang menerangkan hubungan Bapak dengan anak dengan
menggunakan ide eternaI generation, dia menganggap hal ini
meliputi subordinasi orang kedua (second person) terhadap
orang pertama (first person) dalam kaitannya dengan esensi.
Bapak berkomunikasi dengan anak dan anak adalah sebagai
spesies sekunder kekekalan, yang dinamakan Theos, tetapi
bukan Ho Theos. Bahkan anak kadang-kadang dipanggil sebagai
Theos Deuteros. Ini merupakan cacat paling radikal dalam
doktrin Origen tentang Trinitas dan memberikan batu loncatan
bagi Arius. Cacat lain yang terdapat dalam pendapatnya
bahwa, penciptaan anak bukanlah perbuatan perlu (necessary
act) dari Bapak tetapi bersumber pada kehendak-Nya yang
berdaulat. Akan tetapi dia tidak melontarkan ide suksesi
temporal. Dalam doktrinnya tentang Roh Kudus dia masih
mengesampingkan representasi Kitab Injil. Dia bukan nanya
menempatkan Roh Kudus sebagai "bawahan" terhadap anak,
tetapi dia juga mengartikannya sebagai ciptaan anak. Bahkan
salah satu pernyataannya berimplikasi bahwa Dia hanyalah
sebagai suata ciptaan belaka.
2. Hakikat Kontroversi
a. Arius dan Arianisme
Perselisihan pendapat terbesar di kalangan pemikir Trinitas
adalah kontroversi pandangan Arius, karena
pandangan-pandangan "anti-trinitas" yang dilontarkan Arius,
seorang presbyter Alexandrux yang daya debatnya besar
walaupun jiwanya atau imannya diragukan. Ide dominan Arius
adalah asas monoteistis aliran Monarkianisme bahwa hanya ada
satu Tuhan (tidak mempunyai anak). Ada yang tidak mempunyai
asal usul, tanpa keberadaan sebelumnya. Dia membedakan
antara Logos yang tetap ada di dalam Tuhan, yang merupakan
kekuatan yang kekal dengan Anak atau Logos yang pada
akhirnya berinkarnasi. Anak atau Logos terakhir ini
diciptakan oleh Bapak yang dalam pandangan Arius berarti
bahwa dia diciptakan. Dia diciptakan sebelum alam semesta
ini diciptakan, dan dengan alasan ini berarti dia bukanlah
esensi yang kekal. Dia hanyalah yang terbesar dan pertama di
antara ciptaan-ciptaan lainnya dan melalui dialah alam
semesta ini diciptakan. Karena itu dia dapat diganti, tetapi
dia dipilih Tuhan demi keselamatan umat manusia, dan dia
dinamakan anak Tuhan. Dalam pengangkatannya sebagai anak
dialah yang disembah oleh manusia.
Dalam mendukung pandangan-pandangannya, Arius mencari;
sejumlah ayat Alkitab yang memperlihatkan anak berkedudukan
di bawah atau inferior terhadap Bapak seperti "Prov 8:22,
Mateus 28:18, Markus 13:32, Lukas 18:19, Johannes
5:19;14:28,1 Korintus 15:28."
b. Bantahan terhadap Arianisme
Arius mendapat bantahan pertama dari bishop Alexander yang
meyakini sifat ketuhanan yang sesungguhnya dimiliki anak dan
dalam waktu yang sama mempertahankan doktrin anak kekal yang
diciptakan. Akan tetapi sesuai dengan perjalanan waktu,
penentangnya ternyata adalah uskup Alexandria sendiri, yakni
Athanasius, yang dalam sejarah dikenal sebagai tokoh
kebenaran yang tegar, kukuh, dan tidak pernah ragu-ragu,
Seeberg mengemukakan tiga kekuatan atau kelebihan utama
Athanasius, yakni:
1. Keteguhan dan keaslian atau kemurnian karakternya;
2. Landasannya yang pasti di atas mana dia susun konsepsi
tentang keesaan Tuhan;
3. Kebijaksanaannya dalam menerangkan kepada umatnya agar
mengakui hakikat dan makna Kristus.
Dia berpendapat bahwa memandang Kristus sebagai ciptaan sama
dengan menyangkal pandangan bahwa iman terhadap dia membawa
keselamatan bagi umat manusia.
Dia sangat menekankan keesaan Tuhan dan mau mengakui doktrin
Trinitas yang tidak membahayakan konsep keesaan ini.
Sementara bapak dan anak sama-sama memiliki sifat atau
esensi kekekalan yang sama, sesungguhnya tidak ada pembagian
atau pemisahan dalam The essential being of God, dan adalah
salah bila disebutkan Theos Deuteros. Tetapi di samping
menekankan keesaan Tuhan, dia juga mengakui adanya tiga
hipostases dalam Tuhan. Dia menolak untuk meyakini "Anak
yang diciptakan sebelum yang lain diciptakan" seperti yang
dianut Arius dan mempertahankan eksistensi kekal dan
independen anak. Dalam waktu yang sama dia berpendapat bahwa
ketiga hipostases dalam Tuhan jangan dilihat sebagai hal
yang sendiri-sendiri, karena jika demikian, bisa bermuara
kepada politeisme. Menurut dia, keesaan Tuhan maupun
perbedaan-perbedaan dalam keberadaan-Nya paling tepat
dinyatakan dengan "keesaan esensi." Ini berarti bahwa anak
mempunyai substansi sama dengan substansi Bapak, tetapi juga
berarti bahwa keduanya bisa berbeda dalam aspek lain,
misalnya dalam personal subsistensinya. Seperti Origen, dia
mengajarkan bahwa anak adalah hasil penciptaan (begotten by
generation), tetapi berbeda dari Origen, dia menerangkannya
penciptaan ini merupakan tindakan kerahasiaan Tuhan, bukan
sebagai tindakan yang semata-mata bergantung kepada
kedaulatan Tuhan.
3. Dewan Nicaea
Dewan Nicaea dibentuk tahun 325 untuk memecahkan
pertentangan pandangan ini. Persoalan atau kontroversi ini
diperjelas agar pembahasannya lebih mudah. Pengikut Arius
menolak pandangan tentang penciptaan eternal (penciptaan
yang bebas dari dimensi waktu), sementara Athanasius
mempertahankannya. Pengikut Arius mengatakan bahwa anak
diciptakan dari tidak ada, sementara Athanasius mengatakan
bahwa dia diciptakan dari esensi Bapak. Pengikut Arius
berpendapat bahwa anak tidak sama substansinya dengan Bapak
sementara Athanasius berpendapat bahwa anak adalah
homoousios dengan Bapak.
Di samping kedua pihak yang bertentangan itu masih ada pihak
tengah yang merupakan mayoritas yang dipimpin oleh ahli
sejarah gereja, yakni Eusebius dari Caesarea, dan juga
dikenal sebagai pihak Origenistik dan landasan pandangannya
adalah asas-asas yang dikemukakan Origen. Pihak ini condong
kepada pihak Arius dan menentang doktrin bahwa anak sama
substansinya dengan Bapak (homoousios). Pihak ini mengajukan
suatu pernyataan yang telah diketengahkan Eusebius, yang
menyerahkan segala sesuatunya kepada pihak Alexander dan
Athanasius dengan satu pengecualian yakni doktrin di atas;
dan menyatakan bahwa istilah homoousios hendaknya diganti
dengan homoiousios; jadi mereka mengajarkan bahwa anak sama
substansinya dengan Bapak. Setelah melalui perdebatan yang
panjang akhirnya pihak Athanasius berhasil memenangkannya.
Dewan Nicaea akhirnya mengeluarkan pernyataan: Kita percaya
kepada Tuhan Yang Esa, Bapak yang Mahabisa, Pencipta yang
tampak maupun tidak tampak. Dan percaya pada satu tuhan
Yesus Kristus yang sama substansinya (homoousios) dengan
Bapak dan seterusnya. Ini merupakan pernyataan yang tegas,
dimana esensi anak dinyatakan identik dengan esensi Bapak;
sama tingginya dengan Bapak serta mengakui Kristus sebagai
autotheos.
4. Akibat-akibatnya
a. Dampak negatif keputusan tersebut
Keputusan yang dihasiIkan Dewan Nicaea tidak menyelesaikan
kontroversi Trinitas, bahkan ternyata merupakan awal dari
kontroversi tersebut. Penyelesaian yang diberlakukan Gereja
dengan dukungan kerajaan tidaklah memuaskan dan juga
diragukan tidak akan bertahan lama. Hal ini berakibat
penentuan keimanan orang Kristen bergantung kepada
pandangannya atau kekuasaan kerajaan dan bahkan bergantung
kepada intrik-intrik pengadilan. Athanasius sendiri,
walaupun memenangkan perdebatan, tidak puas dengan cara atau
metode pemecahan masalah kegerejaan atau kerohanian seperti
itu. Dia cenderung berusaha meyakinkan para penentangnya
dengan kekuatan argumen-argumen yang diajukan karena dari
kenyataan di atas nyatalah bahwa pergantian kaisar atau
raja, perubahan suasana, bisa mengubah seluruh aspek
kontroversi tersebut. Pihak yang dimenangkan sekarang bisa
menjadi pihak yang dikalahkan atau dipersalahkan di kemudian
hari oleh kerajaan. Dan inilah yang sering terjadi dalam
sejarah selanjutnya.
b. Para penganut temporer semi-arianisme dalam Gereja
Timur
Figur sentral terbesar dalam masalah kontroversi Trinitas
pasca-Nicaea adalah Athanasius. Dia merupakan tokoh terbesar
pada zaman tersebut; dia seorang cendekiawan yang pintar,
karakternya teguh, dan teguh terhadap keyakinannya, serta
rela mati atau menderita demi kebenaran. Gereja semakin
cenderung menerima pandangan Arianisme, tetapi masih
didominasi pandangan semi-arianisme, dan penguasa (kerajaan)
biasanya berpihak kepada pandangan kaum mayoritas, sehingga
akibatnya timbullah pernyataan atau desas-desus Unus
Athanasius contra orbem yang artinya "Satu Athanasius
melawan dunia." Lima kali hamba Tuhan ini mendapat hukuman
pengasingan serta mendapat perlakuan-perlakuan buruk, serta
dikucilkan dari gereja.
Tantangan terhadap Pernyataan Nicaea (Nicene Creed) berasal
dari beberapa pihak yang berbeda. Ujar Cunningham: "Para
pengikut Arius yang lebih ekstrim mengatakan bahwa anak
adalah heteroousios, substansinya tidak sama dengan
substansi Bapak; yang lain menyatakan bahwa anak adalah
anomoios, tidak seperti Bapak, dan sebagian lagi, yang
biasanya dinamakan semi-arianisme menyatakan bahwa: dia
adalah homoiousios, artinya substansinya mirip substansi
Bapak; tetapi mereka semuanya menolak fraseologi Nicaea
karena mereka menentang doktrin Nicaea tentang ketuhanan
anak dan mereka melihat serta berkeyakinan bahwa fraseologi
tersebut secara akurat dan tegas menyatakan hal itu,
walaupun mereka kadang-kadang menambah-nambahkan keberatan
lain terhadap pemakaian fraseologi tersebut (lihat
Historical Theology I halaman 290). Aliran semi-arianisme
mendapat pengikut di daerah Timur wilayah Gereja. Akan
tetapi, daerah Barat mempunyai pandangan yang berbeda
tentang masalah tersebut, dan mereka setia kepada Dewan
Nicaea. Hal ini terutama dapat kita lihat dari kenyataan
bahwa sementara Gereja Timur didominasi oleh pandangan
Origen bahwa anak lebih rendah daripada Bapak, Gereja Barat
sebagian besar dipengaruhi oleh pandangan Tertullian serta
mengembangkan suatu jenis teologi yang lebih serasi dengan
pandangan-pandangan yarg diperjuangkan oleh Athanasius. Akan
tetapi, di samping itu persaingan atau rivalitas antara Roma
dan Konstantinopel hendaknya diperhitungkan juga. Pada waktu
Athanasius diusir dari Timur, dia diterima dengan tangan
terbuka di Barat; dan Dewan Roma (341) dan Sardica (343)
secara tanpa syarat mengesahkan doktrin yang diperjuangkan
oleh Athanasius.
Akan tetapi, kehadirannya di Barat diperlemah serta dihambat
oleh naiknya posisi Marcellus dan Ancyra dalam tokoh-tokoh
teologi Nicaea. Dia kembali meyakini perbedaan antara
eternal Logos dan impersonal Logos yang terdapat dalam
hakikat Tuhan, yang menyatakan diri di dalam bentuk kekuatan
kekal (divine energy) dalam pekerjaan penciptaan, dan Logos
menjadi personal pada saat reinkarnasi; menyangkal bahwa
istilah generation (kelahiran) dapat diterapkan terhadap
Logos yang tidak ada sebelumnya (pre-existent Logosi) dan
karena itu membatasi penggunaan nama "Anak Tuhan" hanya
kepada Logos yang berinkarnasi; dan berkeyakinan bahwa pada
akhir masa hidup inkarnasinya, Logos akan kembali kepada
hubungan premundanenya (premundane relation) dengan Bapak.
Teorinya ini jelas membenarkan tindakan para pengikut atau
penganut paham Origenis atau Eusebius dalam menghadapi
pandangan sabellianisme, dan karena itu juga merupakan
faktor yang memperlebar perbedaan antara Barat (Roma) dengan
Timur (Konstantinopel).
Ada berbagai usaha yang telah dilakukan untuk menyelesaikan
perbedaan pendapat atau perselisihan tersebut. Berbagai
Dewan telah mengadakan persidangan di Antiokia; yaitu
dewan-dewan yang mengakui definisi-definisi yang dikeluarkan
Dewan Nicaea, walaupun dengan dua pengecualian penting.
Mereka mengakui konsepsi homoiousios dan kelahiran anak
sebagai perbuatan kehendak Bapak. Hal ini, sudah tentu tidak
memuaskan pihak Barat. Sinode-sinode dan Dewan-dewan lain
mengikut, di mana pengikut Eusebius mencari pengakuan Barat
akan deposisi Athanasius, dan membentuk mazhab-mazhab lain
sebagai perantara. Tetapi, semua usaha ini sia-sia sampai
naiknya Constantius sebagai kaisar tunggal dan dengan
berbagai taktik cerdik dalam menarik para bishop Barat ke
garis Eusebius pada Sinode di Arles dan Milan (355).
c. Pembalikan pasang
Sekali lagi terbukti bahwa kemenangan adalah hal yang
berbahaya jika landasan kemenangan itu adalah keburukan.
Ternyata hal serupa merupakan sinyal atau pertanda bagi
kekacauan pihak anti-Nicene (penentang doktrin Nicaea).
Unsur-unsur heterogen yang membentuk pihak ini, dipersatukan
oleh sikap menentang mereka terhadap pihak Nicene (Nicaea).
Tetapi, segera setelah tekanan-tekanan dari luar mereda,
kelemahannya; yakni tidak adanya kesatuan intern menjadi
semakin nyata dan menonjol. Penganut paham Arianisme dan
semi-arianisme mulai berselisih, sementara kelompok terakhir
ini sendiri tidak mampu bersatu. Pada Dewan Sirmium (357)
ada usaha untuk mempersatukan semua pihak dengan
mengesampingkan masalah-masalah penggunaan istilah-istilah
tertentu seperti ousia, homoousios, dan homoiousios, dengan
menyatakannya sebagai di luar jangkauan pengetahuan manusia.
Tetapi perpecahan sudah terlanjur terjadi. Para penganut
Arianisme sejati mulai memperlihatkan belangnya, dan mereka
memaksa penganut semi-arianisme yang paling konservatif ke
dalam kamp Nicene.
Sementara itu muncullah suatu pihak baru di Nicene, yang
terdiri atas orang-orang yang merupakan murid Mazhab
Origenis, tetapi cenderung dikelompokkan sebagai pengikut
Athanasius dan Nicene Creed (Pernyataan Nicaea) karena
mereka mempunyai interpretasi yang lebih sempurna tentang
kebenaran. Tokoh-tokohnya antara lain adalah Tiga Bersaudara
yaitu: Cappadocians, Basil yang Agung, Gregory dari Nyssa,
dan Gregory dari Nazianzus. Mereka melihat sumber
kesalahpahaman di dalam pemakaian istilah hipostases;
istilah ini dianggap sinonim dengan ousia (esensi) maupun
prosopon (person), dan karena itu mereka membatasi
penggunaan istilah ini hanya untuk arti personal subsistence
dari Bapak dan anak (personal subsistence of Father and
Son). Tidak seperti Athanasius yang mengambil titik tolak
keesaan ousia abadi dari Tuhan (one divine ousia of God),
mereka mencari titik tolak dari ketiga hipostases (person)
dalam ada-kekal (divine being), dan mereka berusaha
memasukkannya di dalam konsepsi ousia kekal atau ousia abadi
(divine ousia). Gregory memperbandingkan hubungan ketiga
person dalam Godhead dengan ada-kekal dengan hubungan ketiga
orang tersebut dan dengan humanitasnya.
Dengan penekanan mereka terhadap ketiga hipostases dalam
ada-kekal nyatalah bahwa mereka membebaskan doktrin Nicaea
dari noda Sabellianisme di mata pengikut Eusebius, dan bahwa
personalitas Logos adalah cukup jelas. Bersamaan dengan itu
dipertegas dan dipertahankannya ide keesaan ketiga person
tersebut di dalam Godhead serta mengilustrasikan pengertian
ini dengan berbagai cara.
d. Perselisihan tentang roh kudus
Hingga kini, roh kudus belum banyak mendapat perhatian dan
pembahasan, walaupun telah muncul berbagai opini yang
simpang-siur tentang subyek tersebut. Arius berpendapat
bahwa roh kudus adalah sesuatu yang pertama diciptakan oleh
anak, suatu pendapat yang dalam banyak hal sesuai dengan
pandangan Origen. Athanasius berpendapat bahwa esensi roh
kudus sama dengan esensi Bapak tetapi pernyataan Nicene
hanya mengeluarkan satu pernyataan yang tidak pasti tentang
hal ini, "Dan (saya percaya) di dalam roh kudus." Kelompok
Cappadocian mengikuti atau menganut opini atau pandangan
Athanasius dan dengan penuh semangat mempertahankan opini
yang menyatakan homoousios roh kudus. Hilary dari Poitiers
di Barat berpendapat bahwa roh kudus sebagai pencarian ke
dalam Tuhan, bukanlah sesuatu yang di luar esensi kekal
(divine essence). Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh
Macedonius, bishop Kota Konstantinopel, yang menyatakan
bahwa roh kudus adalah suatu ciptaan yang lebih rendah
(subordinate) daripada anak (tunduk terhadap anak), akan
tetapi pendapat ini pada umumnya dianggap heretik (berbau
murtad), dan para pengikutnya digelari aliran Pneumatokis
(pneuma = spirit, machomai = ucapan iblis). Pada waktu Dewan
Umum Konstantinopel mengadakan pertemuan pada tahun 381,
dewan ini mengumumkan bahwa mereka mengakui pernyataan
Nicaea, yang dipimpin Gregory dari Nazianzus menerima
perumusan berikut tentang roh kudus: "Dan kami percaya di
dalam roh kudus, Tuhan Pemberi Kehidupan, yang berasal dari
Bapak yang akan dimenangkan oleh Bapak dan anak, dan yang
berbicara melalui para nabi."
e. Penyempurnaan doktrin Trinitas
Pernyataan Dewan Konstantinopel ternyata tidak lengkap dalam
dua hal: pertama, istilah homoousios tidak digunakan,
sehingga konsubstansialitas roh dengan Bapak tidak
dipastikan secara langsung; kedua, hubungan roh kudus dengan
kedua person lain tidak didefinisikan. Pernyataan ini
berimplikasi bahwa roh kudus berasal dari Bapak, sementara
tidak ada sangkalan maupun pembenaran bahwa dia (roh kudus)
juga berasal dari anak. Tidak ada kesepakatan pendapat
tentang masalah ini. Mengatakan bahwa roh kudus berasal dari
Bapak saja, seakan-akan menyangkal keesaan anak dengan
Bapak; dan mengatakan roh kudus juga berasal dari anak,
bagaikan menempatkan roh kudus pada kedudukan yang lebih
dependen daripada kedudukan anak dan sekaligus merupakan
sangkalan akan sifat ketuhanan roh kudus itu sendiri.
Athanasius, Basil dan Gregory dari Nyssa meyakini
keberasalan roh kudus dari Bapak tanpa menentang doktrin
bahwa roh itu juga berasal dari anak. Tetapi Epiphanius dan
Marcellus dari Ancyra secara positif membenarkan doktrin
ini.
Ahli-ahli teologi Barat meyakini bahwa roh kudus berasal
dari Bapak dan anak; dan pada sinode di Toledo pada tahun
589, filioque yang terkenal itu ditambahkan ke dalam lambang
aliran Konstantinopel (Constantinopolitan Symbol). Di Timur,
perumusan akhir doktrin itu dibuat oleh Johannes dari
Damascus (John of Damascus). Menurut dia, hanya ada satu
esensi kekal (divine essence), tetapi ada tiga person atau
hipostases. Ketiga hipostases atau person ini dipandang
sebagai realitas dalam ada-kekal (divine being), tetapi satu
sama lain berhubungan tidak seperti tiga orang. Mereka
(ketiga orang) tersebut adalah satu dalam segala hal,
kecuali dalam cara penampakannya (pola eksistensinya). Bapak
dicirikan oleh non-generation, anak dicirikan oleh
generation dan roh kudus dicirikan oleh prosesi
(procession). Hubungan antarperson itu disebutkan sebagai
satu mutual interprenetation (circumincession). Dengan tidak
menyangkal penolakannya atas pandangan subordinasionisme,
Johannes dari Damascus masih menyebutkan Bapak sebagai
sumber Godhead, dan menggambarkan roh kudus sebagai yang
dianugerahkan Bapak melalui Logos. Ini masih tetap merupakan
subordinasionisme dalam tafsir Yunani. Gereja Timur tidak
pernah memberlakukan filioque Sinode Toledo. Inilah sumber
perbedaan pandangan antara gereja Timur dan Barat.
Konsepsi Barat tentang Trinitas mencapai fase akhir di
tangan Augustine melalui karya besarnya yang berjudul De
Trinitate. Dia juga menekankan atau menitikberatkan keesaan
esensi dan trinitas person tersebut. Masing-masing person
tersebut memiliki esensi keseluruhan dan sebegitu jauh
identik dengan esensi person lainnya. Mereka tidak seperti
tiga manusia, karena masing-masing manusia hanya memiliki
sebagian dari sifat generik manusia. Lebih lanjut, satu
person tidak, dan tidak akan pernah terpisah dari person
yang lain; hubungan kebergantungan di antara ketiga person
tersebut adalah hubungan mutual. Esensi kekal dimiliki
ketiga person itu dilihat dari sudut yang berbeda; yakni
sebagai yang menimbulkan, yang ditimbulkan, atau yang diberi
jiwa. Di antara ketiga hipostases tersebut terjalin suatu
hubungan interpenetrasi dan saling-pendiaman mutual. Istilah
person menurut Augustine tidak cocok untuk menyatakan
hubungan di mana ketiga person itu ada saling menempati; dia
tetap menggunakan istilah itu bukan untuk menggambarkan
hubungan itu, tetapi untuk tidak berdiam. Dalam konsepsi ini
tentang Trinitas, roh kudus diakui sebagai berasal
(proceeding) bukan hanya dari Bapak, tetapi juga dari anak.
KONTROVERSI KRISTOLOGIS
Masalah Kristologis dapat didekati dari segi teologi dan
dari segi soteriology. Walaupun Bapak Gereja yang terdahulu
tidak kehilangan pandangan mengenai landasan soteriologis
mengenai doktrin Kristus, tetapi mereka tidak menonjolkan
hal tersebut dalam pembahasan-pembahasan pokoknya. Napas
dari kontroversi trinitarian merupakan landasan pendekatan
studi mengenai Kristus dari segi teologi saja.
Keputusan-keputusan yang menimbulkan kontroversi
trinitarian, yakni bahwa Kristus sebagai putra Allah (Allah
anak) adalah konsubstansial dengan Father (Allah Bapak) dan
oleh karena itu merupakan very God, hal ini menimbulkan
pertanyaan mengenai hubungan antara ketuhanan dan
kemanusiaan dalam Kristus
Kontroversi Kristologis yang terdahulu tidak menyajikan
suatu pembaharuan yang mendatangkan kebaikan. Nafsu sering
dituruti, intrik-intrik yang tidak layak juga sering
memainkan suatu bagian penting, dan bahkan kekerasan juga
kadang-kadang dilakukan. Jadi dapat dilihat bahwa suasana
seperti tersebut di atas hanya dapat menimbulkan error, dan
kontroversi ini menimbulkan suatu formulasi mengenai doktrin
dari person of Christ yang masih dianggap sebagai standar
sekarang ini. Holy Spirit (Rohul Kudus) telah membimbing
Gereja, ke dalam suasana kebenaran yang nyata, walaupun
bimbingan tersebut sering shame dan confuse (membingungkan).
Ada beberapa klaim bahwa Gereja tersebut terlalu banyak
berusaha mendefinisikan atau menjelaskan misteri yang
berasal dari seluruh definisi terdahulu. Namun demikian,
akan lahir dalam pemikiran bahwa early Church (Gereja
terdahulu) tidak mengklaim mampu untuk menembus kedalaman
dari doktrin yang maha besar ini, dan tidak berpura-pura
untuk memberikan suatu solusi mengenai masalah inkarnasi
dalam rumusan Chalcedon. Hal tersebut hanya merupakan
kebenaran terhadap kesalahan teori saja, dan untuk
memberikan suatu rumusan mengenai konstruksi kebenaran yang
sejati.
Gereja melakukan penelitian mengenai konsepsi tentang
Kristus, yang dipertimbangkan terhadap hal-hal berikut:
(a) Kebenaran tentang kematian Kristus;
(b) Kebenaran mengenai kemanusiaan Kristus;
(c) Gabungan dan kematian dan kemanusiaan dalam
satu person, dan
(d) Perbedaan nyata dari kematian dan kemanusiaan
dalam satu person.
Jelas bahwa sepanjang requirement ini tidak dipenuhi atau
hanya sebagian dipenuhi maka konsepsi mengenai Kristus akan
menjadi tidak sempurna (defective). Seluruh bid'ah
Kristologis yang timbul dalam Gereja terdahulu berasal dari
kegagalan untuk menggabungkan seluruh elemen-elemen ini
dalam doctrinal statement mengenai kebenaran. Ada beberapa
orang yang menyangkal secara keseluruhan atau sebagian
mengenai kebenaran kematian Kristus, dan ada yang membantah
secara keseluruhan atau sebagian mengenai kebenaran dari
kemanusiaan Kristus. Beberapa orang menekankan keesaan dari
person dengan mengorbankan dua nature lainnya, dan yang
lainnya menekankan perbedaan karakter dari dua nature dalam
Kristus dengan mengorbankan keesaan dari person.
1. Kontroversi Tahap Pertama
a. Latar Belakang
Kontroversi ini juga mempunyai akar-akar di masa lalu.
Monarki-monarki Ebionites, Alogi, dan Dynamic membantah
kematian Kristus, dan monarki Docetae, Gnostics serta
Modalests menolak kemanusiaan Kristus. Secara sederhana
mereka menolak salah satu bentuk problem. Sedangkan yang
lainnya, yang kurang radikal, membantah baik kematian maupun
kemanusiaan yang sempurna dari Kristus. Bangsa Aria
membantah bahwa Son-Logos , yang berinkarnasi dalam diri
Kristus, memiliki Ketuhanan yang mutlak. Sebaliknya
Apollinaries, yang merupakan seorang Bishop dari Laodicea
(390 dc), membantah kebenaran kemanusiaan dari Yesus
Kristus. Dia (Apollinaries) membuat konsep mengenai man
(manusia) yang terdiri atas raga, jiwa dan roh, dan
merupakan solusi masalah mengenai dua nature dalam Kristus
menurut teori yang ditempatkan Logos pada human pneuma
(spirit). Menurut pendapatnya lebih mudah untuk
mempertahankan keesaan dari person of Christ, jika Logos
diakui sebagai orang yang lebih banyak menempatkan prinsip
rasional dalam man. Terhadap Arius dia mempertahankan
kebenaran dari ketuhanan Kristus, dan mempertahankan atau
memperkokoh ketidakberdosaan Kristus dengan jalan
mensubstitusi Logos pada human pneuma yang dianggapnya
sebagai tempat dosa. Menurut pendapatnya suatu human nature
yang lengkap secara alamiah haruslah sinfulness (penuh
dengan dosa). Lagi pula, dia berusaha untuk membuat
inkarnasi yang dapat dipikirkan dengan jalan mengasumsikan
suatu kecenderungan eternal pada kemanusiaan dalam Logos
himself sebagai archetypal man. Tetapi solusi dari
Apollinares ini tidak memuaskan, oleh karena sebagaimana
yang dikatakan Shedd "bilamana bagian rasional dipisahkan
dari bagian manusia, maka manusia tersebut menjadi idiot dan
brutal." Namun demikian tujuannya dapat dipuji dalam hal
usahanya untuk memperkokoh keesaan dari person dan
ketidakberdosaan Kristus.
Akan tetapi ada oposisi terhadap solusi permasalahan yang
diajukan oleh Apollinaries. Cappadocians dan Hilary of
Poitiers mempertahankan bahwa jika logos tidak dianggap
human nature dalam integritasnya, maka dia tidak mungkin
menjadi redeemer yang sempurna bagi kita. Sejak seluruh
orang yang berdosa diperbaharui (ditebus), maka Kristus
dianggap sebagai human nature secara keseluruhan, dan bukan
merupakan bagian sederhana yang tidak penting dari human
nature tersebut.
Mereka juga menunjukkan bagian atau unsur docetic dalam
pengajaran Apollinaries. Jika tidak ada real human dalam
diri Kristus, maka tidak akan ada real probation dan tidak
ada real advance dalam kemanusiaan Kristus. Akan tetapi,
para penentang Apollinaries bahkan menekankan kemanusiaan
yang lengkap dari Kristus, membuat konsep atau menganggap
hal ini sebagai yang tertutupi oleh bayang-bayang Ketuhanan
dari Kristus. Gregory of Nyssa berkata bahwa daging Kristus
telah diubah dan hilang seluruh sifat-sifat awalnya karena
bersatu dengan Ketuhanan.
Salah satu hasil dari preliminary dari kekecauan ini adalah
bahwa Synod of Alexandria pada tahun 362 menunjukkan adanya
jiwa manusia dalam Kristus. Kata "jiwa" (soul) dipergunakan
oleh Synod sebagai unsur nasional yang inklusif, yang
disebut oleh Apo,llinaries sabagai pneum atau nous.
b. Pembagian Kontroversi
1. Nestorian Party
Beberapa di antara Gereja terdahulu mempergunakan ekspresi
yang tampaknya menyangkal adanya dua nature dalam Kristus
dan mempostulasikan suatu nature yang tunggal yakni
"inkarnasi yang menarik." Dari segi pandangan ini Maria
sering dinamakan sebagai theotokos, ibu dari tuhan. Sekolah
Alexandria khususnya menolak kecenderungan ini. Sebaliknya,
sekolah Antioch berada pada kutub pandangan yang lain.
Hal ini khususnya terjadi dalam pengajaran dari Theodore of
Mopsuestia. Dia mengambil titik awalnya dalam kemanusiaan
yang utuh dari Kristus serta realita sempurna dari
pengalaman kemanusiaan Kristus. Menurut pendapatnya
(Theodora), sebenarnya Kristus berjuang dengan human
passion, melalui berbagai godaan, dan keluar sebagai
pemenang. Dia (Kristus) mempunyai kekuasaan untuk mencegah
dirinya dari dosa atau membebaskan dirinya dari dosa melalui
(a) kelahirannya yang suci, dan (b) kesatuan dari
kemanusiannnya dengan ketuhanan Logos. Theodora menyangkal
perlunya indwelling dari Kristus, dan membolehkannya hanya
untuk indwelling moral. Dia tidak melihat adanya perbedaan
yang penting tetapi hanya ada perbedaan derajat antara
indwelling of God dalam Kristus dan yang percaya (believer).
Pandangan ini benar-benar mensubstitusi inkarnasi moral
indwelling pada Logos dalam diri Yesus. Meskipun begitu,
Theodore enggan untuk membuat kesimpulan apakah pandangannya
tak dapat dihindarkan, bahwa ada personalitas yang ganda
dalam Kristus, dua person di mana terdapat suatu gabungan
moral. Dia berkata bahwa gabungan tersebut sangat erat
sehingga kedua-duanya dapat berbicara sebagai satu person,
sebagaimana halnya suami dan istri dapat disebut satu tubuh.
Pengembangan logika dari pandangan Antiochian dapat dilihat
dalam Nestorianism. Nestorius mengikuti jejak Theodore yang
menyangkal bahwa bentuk theotokos dapat benar-benar
diterapkan pada Maria dengan alasan yang sederhana bahwa dia
hanya melahirkan seorang anak laki-laki yang telah
ditetapkan oleh Logos. Walaupun Logos tidak melukiskan
kesimpulan yang layak bahwa diikuti dari posisi ini, namun
penentangnya yaitu Cyril memberikan kepadanya tanggung jawab
atas kesimpulan tersebut. Dia menunjukkan bahwa, (a) jika
Maria bukan theotokos, yakni ibu seorang, dan orang itu
adalah tuhan maka asumsi dari seorang human being tunggal
pada fellowship dengan Logos disubstitusikan dari inkarnasi
dari God; (b) jika Maria bukan theotokos, maka hubungan
antara Kristus dengan kemanusiaan akan berubah, dan dia
tidak lebih dari redeemer of mankind. Para pengikut
Nestorius tidak ragu-ragu untuk membuat kesimpulan tersebut
di atas.
Nestorianism adalah defektif (tidak sempurna),
ketidaksempurnaan ini bukan dalam doktrin dari dua nature
dalam Kristus, tetapi dalam satu person. Baik kebenaran dari
kematian ataupun kebenaran dari kemanusiaan adalah diakui,
tetapi kedua hal tersebut tidak dikonsep dengan suatu cara
sebagaimana halnya membentuk suatu kesatuan yang nyata dan
mengkonstitusi seorang person yang tunggal. Kedua nature
tersebut juga merupakan dua person. Pentingnya perbedaan
antara nature sebagai substansi yang dimiliki secara umum
dan person sebagai suatu substansi yang relatif independen
dari nature tersebut, adalah benar-benar tidak diakui.
Perihal perpaduan dua nature (sifat) dalam kesadaran akan
diri yang tunggal, maka Nestorianism menempatkan perpaduan
tersebut berdampingan dengan setiap lainnya tanpa melebihi
gabungan moral dan simpatik di antaranya. The man Christ
bukanlah God, tetapi God-bearer, theophoros, yaitu pemilik
Godhead. Kristus dipuja, bukan karena Kristus adalah God,
tetapi karena God ada dalam diri Kristus. Pendirian
Nestorianism yang kuat ini yaitu pendirian yang melakukan
pencarian keadilan sepenuhnya akan kemanusiaan Kristus. Pada
waktu yang bersamaan tersebut pendirian itu bertolak
belakang dengan seluruh scriptural proofs untuk kesatuan
person dalam mediator. Pendirian tersebut mengabaikan Gereja
dengan contoh agung akan kesalehan sejati dan moralitas akan
human person of Yesus, tetapi menggali pendirian divine
human Redeemer, menggali sumber seluruh kekuasaan atau
kekuatan spiritual, keagungan, dan penyelamatan.
2. The Cyrillian Party
Oponen Nestorianism yang paling menonjol adalah Cyril of
Alexandria. Menurutnya Logos mengasumsikan sifat itu dalam
keesaannya, agar mendapatkan kembali, walaupun demikian
hanya membentuk personal subject dalam Godman.
Terminologinya tidak selalu jelas atau benar. Di salah satu
pihak dia menjelaskan kesederhanaan bahwa Logos
mengasumsikan sifat kemanusiaan, agar ada dua sifat dalam
diri Kristus, yang menyimpulkan gabungan mereka yang tak
dapat dipisahkan dalam satu person of the logos, tanpa
adanya perubahan dalam sifat-sifat tersebut. Tetapi dia juga
menggunakan pernyataan dengan menekankan kesatuan dua sifat
dalam Kristus dengan menggunakan mutual communication of
attributes, dan penjelasan akan person of Christ seakan-akan
merupakan keesaan resultan. Pengertiannya ini sungguh jelas
menentang Nestorianism, karena dia menekankan keesaan person
of Christ. Sesungguhnya tiga ketentuan di atas yang dia
jelaskan tersebut sesuai dengan catholic doctrine of the
day, yaitu: (a) the inseparable conjunction of the two
natures; (b) the impersonality and dependence of the
manhood, di mana Logos menggunakannya sebagai His
instrument; dan (c) keesaan dan keabadian person in Christ.
Walaupun kadang-kadang dia menyatakan, untuk
mempertimbangkan kesalahan Eutychian selanjutnya. Dia
menggunakan istilah phusis (nature) hanya pada Logos, dan
tidak pada kemanusiaan Kristus, sehingga penggunaannya
sebagai sinonim hypostases. Ini memberikan beberapa
kesempatan untuk menggunakan doktrinnya, setelah inkarnasi,
yaitu hanya ada satu sifat divine human Kristus dan
memungkinkannya bagi Monophysites mempertimbangkan dirinya,
apabila mereka ingin untuk membuktikannya, sebagaimana
adanya hanya satu person, maka oleh karena itu ada juga
hanya sifat mediator yang tunggal. Mereka melanjutkan
pertimbangan atas dirinya walaupun penolakan kuat akan
beberapa gabungan sifat tersebut.
The Council of Ephesus melakukan suatu kompromi dengan
mempertahankan bahwa di satu pihak theotokos dapat
diberlakukan bagi Maria dan di lain pihak menegaskan doktrin
mengenai dua nuture Kristus yang berbeda.
3. Eutycian Party
Banyak di antara pengikut Cyrill merasa tidak puas. Banyak
di antara mereka yang tidak menghargai doktrin mengenai dua
nature yang berbeda. Eutyches mendukung penyebab dari teolog
Alexandrian di Konstantinopel, Euthyches merupakan seorang
rahib tua yang mempunyai pendirian yang tidak seimbang dan
merupakan seorang antinestorian. Menurut Theodora dia
mempertahankan pengaruh atribut manusia yang berassimilasi
dengan Tuhan dalam Kristus baik dengan jalan penyerapan
human nature dalam Ketuhanan maupun fusi dari dua nature
tersebut, dengan demikian maka dia (Kristus) punya tubuh
tidak konsubstansial dengan apa yang kita miliki (tubuh) dan
dia (Kristus) bukan merupakan human yang seperti dalam
pengertian sehari-hari. Dia memohon kepada Leo yang
merupakan seorang Bishop di Roma karena dia dihukum
(dikucilkan) oleh Council of Constantinople pada tahun 448.
Setelah Leo menerima laporan lengkap mengenai kasus ini dari
Flavian yang merupakan Bishop Konstantinopel dan telah
mengemukakan pendapatnya maka dia mengalamatkan atau
menunjukkan celebrated tome-nya kepada Plavian. Oleh karena
tome ini sangat berpengaruh kepada formula Kaledonia, maka
perlu diketahui poin-poin utamanya yakni sebagai berikut:
(a) Ada dua nature dalam Kristus, kedua nature ini berbeda
secara permanen;
(b) Kedua nature tersebut bersatu dalam satu person, masingmasing
nature tersebut memiliki fungsi sendiri-sendiri
dalam kehidupan inkarnasi;
(c) Dari kesatuan nature dalam person tersebut terjadi
komunikasi (comunicatio idio-matum);
(d) Pekerjaan atau tugas penebusan membutuhkan suatu
mediator baik manusia dan Tuhan, passible dan impassible,
mortal dan immortal. Inkarnasi merupakan suatu tindakan
merendahkan diri dari Tuhan, tetapi dalam merendahkan
diri tersebut Logos tidak berlaku seperti very God.
Forma servi tidaklah mengurangi atau menurunkan formadei;
(e) Kemanusiaan dari Kristus adalah permanen,
dan penyangkalannya mengimplikasikan suatu
penyangkalan docetic yang realitas dari penderitaan
Kristus. Hal ini benar-benar merupakan suatu ikhtisar
dari Kristologi Barat.
4. Keputusan dari Council Chalcedon
Setelah beberapa Council lokal menemukan, membenarkan, dan
menyalahkan Eutyches, maka ecumenical Chalcedon
(Council-nya) melakukan sidang pada tahun 451, dan
permasalahan utama dalam sidang tersebut adalah doktrin
mengenai person of Christ. Hal ini dibaca sebagai berikut:
"Kita, pengikut Holy Father's seluruhnya dengan satu
consent, mengajar orang untuk mengakui satu dan Same Son
yakni Yesus Kristus (Tuhan Yesus Kristus), yang sempurna
dalam Godhead dan juga sempurna dalam manhood; dia merupakan
truly God dan juga merupakan truly man, karena mempunyai
jiwa dan tubuh; konsubstansial dengan Father menurut
Godhead, dan konsubstansial dengan kita menurut manhood;
dalam segala hal dia sama dengan kita, tapi dia tanpa dosa;
diperanakkan sebelum all ages dari Father sesuai dengan
Godhead, dan pada hari-hari terakhir ini, untuk kita dan
untuk keselamatan kita, maka dia dilahirkan dari perawan
Maria, yakni Mother of God, sesuai dengan manhood; one and
the same Christ, Son, Lord, (hanya diperanakkan untuk berada
dalam dua nature, inconfusedly (assugutos), kekal (tidak
berubah-ubah/atreptos), tak dapat dipisahkan (adiairetos),
inseparable (tidak dapat dipisahkan = archoristos),
perbedaan dari nature tersebut tidak berarti oleh karena
mereka bersatu, tetapi sifat-sifat dari masing-masing nature
tetap tampak dan bergabung dalam satu person dan satu
substansi, tidak terpisah atau terbagi dalam dua person
tetapi hanya dalam one and the same Son, yang hanya
dilahirkan, God the Word, the Lord Yesus Christ sebagai
rasul telah diberitakan dari sejak mula, dan Lord Yesus
Christ Himself memikirkan manusia dan Creed of Holy Fathers
telah menurunkan dia untuk kita!"
Implikasi-implikasi yang paling penting dalam statement ini
adalah sebagai berikut:
(1) Sifat-sifat dari kedua nature tersebut disandang oleh
satu person, misalnya keterbatasan pengetahuan dan
kemahatahuan.
(2) Penderitaan dari Godman dapat dianggap sebagai
penderitaan yang truly dan really infinited,
sedangkan menurut nature ketuhanan hal tersebut
tidaklah mungkin;
(3) Yang merupakan dasar dari basis yang membentuk
personalitas Kristus adalah divinity (ketuhanan)
bukan humanity (kemanusiaan);
(4) Logos tidak bersatu dalam seorang human individual
yang berbeda, tetapi bersatu dengan satu human nature.
Tidak ada seorang individual man yang pertama dengan
siapa second person dalam Godhead bersatu dalam diri-Nya.
Kesatuan tersebut dipengaruhi dengan substansi humanitas
dalam diri perawan.
2. Kontroversi Tahap Kedua
a. Kekacauan setelah keputusan Council
Council Chalcedon tidak menetapkan akhir dari perselisihan
Kristologis, berbeda dengan Council of Nicaea yang berhenti
pada kontroversi trinitarian. Mesir, Syria dan Palestina
merupakan tempat tinggal banyak di antara pengikut fanatik
dari penentang Eutychian, sedangkan Roma bahkan semakin
menjadi pusat Orthodoxy. Dalam kenyataannya, proses
perkembangan dogmatis pertama-tama berasal dari Timur dan
berkembang ke Barat. Setelah Council Chalcedon mengikuti
Cyrill dan Eutychus, maka mereka disebut Monophysites, oleh
karena mereka mengakui union Christ mempunyai suatu nature
yang komposit, tetapi menolak bahwa Kristus mempunyai dua
nature karena mereka menganggap bahwa dua nature yang
berbeda tersebut haruslah melibatkan suatu dualitas person.
Ada suatu perjuangan yang berkepanjangan dan berliku-liku
antara kedua pihak yang berbeda ini. Bahkan kaum Monophisit
tidak seluruhnya sepakat atau sependapat dengan mereka
sendiri. Oleh karena itu mereka terbagi-bagi dalam beberapa
sekte, yang mempunyai nama sendiri-sendiri kata Dr. Orr,
"hal tersebut telah cukup memberikan cold shifer kepada
seseorang." Theophaschisitis menekankan kenyataan bahwa God
menderita; Phthartolatrists adalah sekte yang paling dekat
dengan formulasi Chalcedon, dan menekankan fakta bahwa human
nature dari Kristus sama dengan human nature yang kita
miliki yaitu yang dapat menderita, dan oleh karena itu
dikatakan bahwa merupakan human nature dapat disuap; dan
sekte Aphthartodocetists adalah sekte yang mewakili
pandangan sebaliknya, katakanlah bahwa pandangan tersebut
menganggap human nature dari Kristus tidak konsubstansial
dengan human nature kita tetapi merupakan human nature yang
diberkati dengan nama tuhan, dan oleh karena itu merupakan
human nature yang tidak berdosa, imperishable dan tidak
dapat disuap.
Yang paling gigih mempertahankan Teologi Chalcedon adalah
Leontius of Bizantium. Dia menambahkan suatu unsur ke dalam
konstruksi dogmatis dari doktrin Kristus, hal ini lebih
banyak dilakukan oleh John of Damascus. Point-point dari hal
tersebut adalah penolakan atas Nestorianism akan menimbulkan
ide mengenai adanya impersonal independent dalam human
nature dari Kristus. Hal tersebut dilaksanakan dengan
menggunakan bentuk-bentuk Anuposthasis dan Anupostesia. Oleh
karena itu Leontias menegaskan bahwa human nature dari
Kristus adalah Enupostasia, bukan impersonal tetapi
inpersonal, memiliki substansi personalnya dalam Person of
the Son of God dari inkarnasi yang singkat.
Pada tahun 553 kaisar Justinianus memanggil oikumene
(konsultannya) ke V di Konstantinopel, yang merupakan
monophisites dalam pengucilannya dalam tulisan Theodore,
tetapi tidak disukai karena dikutuk oleh penganggap bahwa
konsul Kaledonia melakukan hal yang sangat salah dengan
pengucilan tersebut.
b. Asas tunggal yang bertentangan
Di dalam asas tunggal selalu ada pertentangan-pertentangan,
pada lembaga-lembaga tersebut terdapat tanda yang menjadikan
di sekitar itu adanya suatu percakapan atau diskusi yang
tidak harmonis. Setiap pertanyaan yang penting tidak dapat
dijawab, bukan saja mengenai alam tetapi juga masalah
pembangkitan di dalam Kristen, masalah ini yang harus
dipecahkan di setiap pertanyaan yang seringkali disampaikan
oleh seseorang dan sering pula yang disampaikannya itu
tentang alam.
Dalam hubungan ini atau keadaan yang semacam ini sangat
penting pertanyaan tersebut selalu dilontarkan sekalipun
yang sudah lampau apalagi yang baru terjadi, hal ini adalah
suatu pertanyaan yang wajar meskipun di sana terdapat dua
Kristen (KP-KK), apabila kita yang mengatakan hal semacam
itu berarti sama saja dengan merampas hak mereka (jemaat
Kristen) yang betul-betul sudah ada dalam asasi itu, lagi
akan mempengaruhi dan merindukan terhadap alam tersebut.
Itulah salah satu hal kemanusiaan Kristen yang telah
menjadikan suatu inkarnasi pada Tuhan.
c. Bentuk doktrin yang dicetuskan oleh John of Damascus
John Damascus adalah seorang ahli agama dari gereja Yunani
dan dia mencapai puncaknya dalam perkembangan sesuatu agama
yang terpenting untuk dibuat sebagaimana yang telah
dilakukan dari doktrin pribadi Kristen. Menurut dia bahwa
logos itu adalah salah satu pemasukan dari kemanusiaan alam
dan tidak ragu-ragu bahwa Yesus bukan pemasukan dari logos
(bukan simbol), artinya logos itu adalah satu formalitas
untuk mengoreksi pada kesatuan dari dua alam tadi, Logos
juga bukan pemasukan dari kemanusiaan perorangan dan bukan
pemasukan kemanusiaan alam yang utama, akan tetapi,
merupakan suatu kemanusiaan pribadi, kemanusiaan alam
tatkala seseorang yang jiwanya belum berkembang atau sebagai
hipotesis mereka, melalui persatuan pada Logos tadi adalah
sesuatu kekuatan kepada orang bahwa Logos itu datangnya dari
Bunda Maria. Kemudian kekuatan wujud manusia dalam diri
Kristus mempunyai kemerdekaan pribadi bagi mereka, wujud
pribadi itu melalui Logos dan ilustrasi dua alam tersebut
dalam Kristen.
Menyatukan badan dengan jiwa pada seseorang, itulah asal
mulanya ibadah dalam kemanusiaan Kristen yang menghubungkan
tanda-tanda ibadah pada perikemanusiaan alam kelak kemudian
mereka boleh berkata bahwa Tuhan itu yang menghukum atau
mengazab disebabkan ibadah tersebut.
Alam perikemanusiaan itu hanya mempunyai efek yakni
mendapatkan kemurnian secara pasif (ibadah yang tidak sampai
karena kurang khusuk, anak Tuhan itu mempunyai suatu hal
yang lengkap dalam pribadi kemanusiaannya, maka dia itu
adalah menjadi pujian atau pujaan dalam Gereja. Menurut
pendapat itu adalah suatu ikatan yang besar dari kemanusiaan
pada Yesus bagaikan kedudukan suatu organ, hal itu diizinkan
atau disepakati oleh dua kajian alam tadi dimana
undang-undang dari salah satunya akan menyangkut pada setiap
alam dan hal ini pula segala sesuatu yang ada di dalam agama
Kristen adalah hak kemanusiaannya. Selain dari itu, kedua
yang sama tadi dianggap benar oleh Prosodium Nastarion.
Akibatnya atau hasil permasalahan itu akan membangkitkan
atau membuahkan ilmu "Asas Tunggal" sebagai indikasi mereka
yang memulai dari satu persatuan pribadi menjadi sesuatu hal
yang dikehendakinya. Doktrin ini juga mengambil dari bentuk
kemanusiaan yang akan dianugerahkan sebagai tanda ucapan
terima kasih di dalam memuja kelak kemudian hari, maka
ucapan itu akan mendapat pahala atau diterima jika
benar-benar dan akan ada sanksinya jika salah atau tidak
khusuk, hal itu adalah suatu cara dari mereka beribadah yang
mengandung perikemanusiaan, ilmu dari asas tunggal itu
disebut Duothlites. Hal itu mereka ambil dari dua keyakinan,
keyakinan alam dan keyakinan yang terpilih pada waktu
sekarang dalam dua keinginan atau anugerah dalam Kristen.
Jadi ilmu dari asas tunggal tadi adalah suatu peluang dari
mereka untuk mempersatukan dari kehidupan seseorang dalam
umat Kristen.
Pada suatu waktu, bentuk kekuatan yang dipakai dalam
kontroversi dalam penyempurnaan kehendak hal itu akan segera
menjelma sebagai bentuk yang lebih definitif, hal itu akan
timbul di dalam pikiran tetapi, kata-kata will (kabul)
dipakai dalam hayalan di luar dugaan segeralah diucapkan
artinya kabul atau will itu merasa sudah menjelma untuk
menentukan hal itu, maka kita pilih di antara benar dan
salah. Sekalipun sering kali menggunakan istilah will di
luar hayalan semata-mata hanyalah untuk mengisi insting,
nafsu biasa atau juga nafsu yang berlebihan, yang membawa
efek bagi mereka itu terserah mana yang ingin dilakukannya.
Semuanya itu diliputi dalam bentuk rasa selalu dikabulkan,
pada kontroversi kuno dengan demikian akan menimbulkan suatu
pertanyaan, apakah Kristen itu sempurna sepanjang zaman,
tidak menakutkan atau mengagetkan dalam penderitaan dan
mati. Di dalam jenis kemanusiaan maka Kristen itu akan
memberikan perikemanusiaan di dalam tingkah laku mereka.
Pada abad ke 6 salah satu lembaga di Konstantinopel (680)
merupakan salah satu anjuran dari Pastur di Roma, dia
mengadakan doktrin tentang dua keinginan dan dua kekuatan
sebagaimana kedudukan pada masa Ortodox, akan tetapi juga
diputuskan bahwa kemanusiaan harus selalu disamakan sebagai
induk ibadah. Pendapat yang dicetuskan di dalam kemanusiaan
atau persatuan ini dengan ibadah tidak menjadi kurang dalam
kemanusiaan tetapi tingkat kesempurnaannya dari persatuan
itu pun selalu menjadi pemegang peranan untuk menyempurnakan
keharmonisan.
d. Ilmu kekristenan dalam Gereja Barat
Perbandingan Gereja Barat masih kurang sempurna tanpa adanya
kajian oleh bangsa Timur. Seluruh pemikiran Barat tidak
memuaskan di dalam hubungannya baik di waktu mendiskusikan
pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab secara mendalam
oleh berbagai macam ahli filosof Barat yang terampil dan
tidak diragukan keaktifannya beribadah di dunia Barat.
Perpindahan baru dari ilmu Kristen telah ditemukan dan
timbul di Spanyol pada abad ke 7 & 8, namanya disebut
Adoptionist Controversy, bentuk itu memaparkan keakraban
orang Prancis sejak utusan dari Toloda mengumumkan pada
tahun 676, bahwa Kristen adalah salah satu perintis
pengangkatan Doktrin Kelix, salah seorang Pastur dari
Urgela, dia mengatakan bahwa Kristen merupakan pelaksanaan
ibadah manusia secara alami (agama tauhid) bahwa itu adalah
Logos. Dia hanya sebagai anak dari Tuhan dalam bayangan alam
saja tetapi Kristen adalah kemanusiaan di samping anak Allah
yang diangkat atau dinobatkan. Kini ia dicari oleh
sekelompok manusia atau oleh perorangan pribadi dan pada
kenyataannya merupakan suatu penekanan dari waktu ke waktu,
padahal, kenyataannya dia itu adalah anak manusia dan
diambil sebagai pribadi anak Allah. Teori ini membuat suatu
perdebatan di antara alam dan anak Allah dahulu, jadi hal
ini dapat dijelaskan tujuan mereka itu adalah untuk
melestarikan yang dua tadi, agar dirinya diakui sebagai anak
Allah. Di dalam tuntunan naskah yang menunjukkan bahwa
Kristen itu adalah seorang anak kepada ayahnya dan pada
kenyataannya kepercayaan itu dijadikan anak pada ayah dan
selalu disebut persaudaraan atau persahabatan pada Kristen.
Umumnya di dalam Kristen disebut anak Allah dan itu hanya
bayangan belaka, supaya penerangan tersebut dapat dimengerti
dan diterima. Dan supaya menerangkan dalam arti lebih lanjut
serta menimbulkan rasa kepercayaan atau keyakinan pada umat
manusia, tatkala Kristus dilahirkan di Betlehem dan sebagai
tempat kelahirannya agama itu maka pada waktu itu pula
dibaptis; Baptisan itu mengandung pengertian bahwa Kristus
diangkat sebagai anak Allah.
ASAL USUL DAN SEJARAH KRISTEN
Pendiri agama Kristen adalah seorang Yahudi bernama Yesus,
yang lahir di Betlehem, Palestina, antara tahun 8 hingga 4
SM. Tradisi biasanya menyebutkan bahwa dia lahir dalam bulan
Desember tahun pertama era Kristen yaitu, tahun 1 M, akan
tetapi telah diketahui sekarang bahwa hal ini salah. Dalam
catatan-catatan yang menyangkut Yesus -yakni Injil, empat di
antaranya terdapat dalam perjanjian baru yang ditulis
Matius, Markus, Lukas, dan Yahya- kita diberi tahu bahwa dia
lahir selama berkuasanya Raja Herodes dan pada saat Kerajaan
Romawi melaksanakan sensus penduduk. Kerajaan Romawi
melaksanakan sensus penduduk empat belas tahun sekali.
Sensus pertama berlangsung tahun 6 M; ini berarti bahwa
sensus sebelumnya dimulai tahun 8 SM, selama pemerintahan
Kaisar Augustus dan tanah Judea diperõntah Kerenius yang
dapat kita baca dalam Lukas 2:1-5. Kita juga diberi tahu
tentang bintang yang menuntun orang Majus ke tempat Yesus
berada, dan astronom Keppler, menghitung bahwa timbul
konjungsi antara Saturnus, Jupiter, dan Mars kira-kira tahun
7 SM yang menampakkan kesan sebagai bintang baru yang terang
benderang. Semua data ini mendukung kesimpulan bahwa Yesus
lahir antara tahun 8 hingga 4 SM. Kita juga dapat menentang
pendapat bahwa Yesus lahir bulan Desembers karena dalam
Injil Lukas terdapat gembala yang menggembalakan ternaknya
pada malam hari (2:8). Namun di Palestina pun cuaca dingin
dan turun sadju, jadi saat kelahiran itu pastilah di luar
musim dingin karena para gembala tidak akan keluar pada saat
tersebut. Musim yang lebih mungkin adalah musim semõ atau
musim rontok.
Penganut ajaran Kristen percaya bahwa ibu Yesus, yakni
Maria, melahirkan Yesus dalam keadaan masih perawan dan
belum bersetubuh dengan suaminya yaitu Yusuf. Anak tersebut
lahir karena kekuasaan Tuhan melalui roh kudus. Kaum Katolik
bahkan berkeyakinan bahwa Maria tetap perawan setelah
kelahiran Yesus. Saudara laki-laki dan perempuan Yesus yang
disebutkan dalam Markus 6:1-6 adalah anak-anak Yusuf dari
perkawinannya yang terdahulu.
Tidak banyak yang kita ketahui tentang Yesus di masa
kanak-kanak; kisahnya mulai banyak diungkapkan untuk
perjalanan hidupnya setelah berusia tigapuluhan, saat
dibaptis oleh Yahya. Yahya membaptis manusia sebagai
persiapan mereka untuk menerima kedatangan "juru selamat;"
pada waktu Yesus datang, dia menolak membaptis Yesus dengan
menyatakan bahwa Yahya tidak pantas membaptis Yesus, bahkan
sebaliknya dialah yang pantas dibaptis. Namun Yesus tetap
meminta Yahya membaptis dirinya; setelah dibaptis dia
mengasingkan diri selama 40 hari dan memikirkan "juru
selamat" yang bagaimanakah sebenarnya. Selama itu iblis
menggoda dia, membujuk Yesus agar menjadi pahlawan bagi
bangsa Yahudi, atau memenangkan dukungan bangsanya lewat
perbuatan kegaiban atau dengan memenuhi kepuasan material
bangsa Yahudi. Yesus menolak godaan ini, karena Dia sadar
bahwa Dia haruslah "juru selamat" yang menderita, yang akan
mati demi bangsanya.
Setelah meninggalkan gurun, dia memilih dua belas orang
sebagai teman dan muridnya. Murid-murid ini mempunyai latar
belakang yang beragam: Petrus dan Andreas adalah bersaudara
dan nelayan miskin; Yacob dan Yahya, juga bersaudara, adalah
nelayan juga, namun lebih makmur; Matius (atau Levi) adalah
pengumpul pajak yang bekerja bagi orang Romawi; ada anggota
kelompok Zealot yang fanatik; dan Yudas Iskariot, orang yang
pada akhirnya mengkhianati Yesus dan menyerahkannya kepada
musuhnya. Dari kedua belas muridnya, Petrus, Yacob dan Yahya
merupakan teman Yesus yang paling dekat.
Dalam Markus 6:1-6 Yesus disebut "tukang kayu," dan dari
sini diasumsikan bahwa sebelum terkenal, Yesus meneruskan
profesi ayahnya sebagai tukang kayu. Kita tidak mengetahui
latar belakang pendidikannya walaupun mungkin dia memperoleh
pendidikan dari cendekiawan monastik Yahudi, yakni kaum
Essenes, yang ajarannya banyak mirip dengan ajaran Kristen.
Namun dari kitab-kitab Injil dapat kita lihat bahwa dia
adalah manusia yang cerdas, arif dan penuh humor. Ajarannya
dia sampaikan lewat perumpamaan, dongeng, kisah-kisah pendek
yang mengandung makna mendalam. Teknik pengajaran seperti
inilah yang ditempuh para rabbi karena lebih mudah menangkap
makna lewat kisah-kisah pendek dibandingkan lewat
kisah-kisah panjang, atau lewat diskusi formal yang panjang.
Kisah-kisah atau perumpamaan Yesus adalah sederhana dan
langsung kena, kisah yang mudah disimak oleh siapa pun. Akan
tetapi, dia juga menggunakan kotbah, dan kotbah yang
terkenal adalah kotbah bukit (kotbah ini bukanlah satu
kotbah panjang, melainkan adalah intisari yang diambil dari
ucapan-ucapan Yesus dalam berbagai kejadian).
Di samping memberikan ajaran, Yesus juga menyembuhkan banyak
penyakit dan bahkan menghidupkan kembali orang mati.
Perlahan-lahan namanya termasyhur ke seluruh negeri dan
orang mulai berbisik-bisik mempersoalkan siapakah dia.
Pertama kali Yesus mengaku sebagai "juru selamat" yang telah
lama dinanti-nantikan di Caesarea Phillippi. Setelah dia
menanyakan kepada murid-muridnya tentang siapakah dia
disebut khalayak ramai, dia bertanya tentang siapakah dia di
mata para muridnya? Petrus, yang merupakan orang pemberani,
menjawab, "Engkau adalah juru selamat." Semenjak itu Yesus
mulai memperkenalkan ajaran-ajaran dan perintah-perintahnya
kepada kedua belas muridnya tentang tujuan kedatangannya.
Lalu dia diberi nama Kristus yang berarti "orang yang
diurapi." Segera setelah pengakuan oleh Petrus tentang dia
(Yesus) sebagai "juru selamat," dia mengajak Petrus, Yahya
dan Yacob ke suatu bukit, di mana pakaian dan wajah Yesus
menjadi bercahaya putih mengkilap dan dia berkomune dengan
Nabi Elisa dan Musa. Peristiwa ini disebut Transfigurasi
(perubahan tubuh).
Namun selama tiga tahun misi Yesus, tantangan terhadap
ajarannya meningkat terutama dari pihak Parisi dan Saduki.
Kaum Saduki adalah kelompok kecil aristokrat yang sangat
berpengaruh yang mengaku sebagai keturunan Sulaiman.
Kelompok Parisi terbentuk pada saat Kekaisaran Yunani ingin
menanamkan pengaruhnya di Palestina, dan Kaum Parisilah yang
sangat menentang pengaruh (Helenisasi) ini. Kedua kelompok
ini, dengan alasan yang berbeda, memusuhi Yesus; kaum Parisi
menolak karena ajaran-ajaran Yesus menentang sikap kaum
Parisi. Kita tahu orang Yahudi sangat berpegang erat kepada
10 perintah Allah, sementara Yesus memperbaharui penafsiran
tentang makna kesepuluh perintah tersebut. Selama
bertahun-tahun hukum itu berubah menjadi doktrin yang
mendasari ajaran Yudaisme, yang menjadi dasar bagi orang
Yahudi untuk mengasihi Tuhan dan sesamanya. Bagi kebanyakan
orang Parisi, tradisi lebih penting daripada hukum, dan
Yesus sangat lantang menentang sikap orang Parisi ini. Kaum
Saduki menentang Yesus karena mereka bekerja sama dengan
bangsa Romawi, dan karena itu mereka sangat berpengaruh dan
menikmati hak-hak istimewa. Mereka khawatir Yesus bisa
menimbulkan kesulitan yang berakhir pada situasi yang
mengancam pada prestise dan kekuasaan mereka.
Setelah kira-kira tiga tahun, Yesus pergi ke Yerusalem
menunggang keledai dan disambut sebagai pembebas dan "juru
selamat," karena saat itu bertepatan dengan berlangsungnya
pesta paskah dan Yerusalem dipadati oleh banyak manusia.
Paskah adalah hari yang ditunggu-tunggu bagi kedatangan
"juru selamat" bangsa Yahudi, sehingga suasana saat Yesus
memasuki kota amatlah eksplosif. Lalu dia masuk ke Bait
Allah dan mengusir semua pedagang, pembunga uang dan
orang-orang lain yang dia anggap mengotori tempat suci
tersebut. Penduduk menunggu tindakannya yang selanjutnya,
yakni hal mengumumkan dirinya sebagai Raja yang akan
mengusir penjajah Romawi; namun tindakan yang
ditunggu-tunggu itu tidak pernah muncul. Sebaliknya Yesus
mengadakan perjamuan dengan murid-muridnya, yang dinamakan
perjamuan terakhir (sebagian cendekiawan menyebutnya
perjamuan paskah), sesudah itu dia pergi ke Taman Getsemane.
Di sana dia ditangkap serdadu yang dipimpin oleh Yudas
Iskariot.
Pertama kali setelah ditangkap, Yesus diajukan ke hadapan
para imam dan dituduh menghujat Allah, suatu kejahatan besar
dalam hukum Yahudi, namun karena mereka tidak dapat
menjatuhkan hukuman mati, keputusan mereka harus disahkan
oleh penguasa Romawi. Lalu Yesus dihadapkan kepada penguasa,
Pontius Pilatus, dan dituduh melakukan pemberontakan
subversi dan menghindari pajak; Pilatus tidak ingin
menghukum orang yang tidak bersalah, namun disebabkan
tekanan para imam dan amarah bangsa Yahudi -yang merasa
tertipu kalau Yesus tidak memperlihatkan dirinya sebagai
"juru selamat" dalam arti penuh kemenangan dalam peperangandia
terpaksa membuat keputusan yang tidak menyenangkan dan
Yesus dihukum dengan penyaliban. Putusan itu dilaksanakan,
dan Yesus mati setelah penuh penderitaan selama tiga jam di
kayu salib.
Akan tetapi, bagi Gereja Kristen, itu bukanlah akhir,
melainkan adalah awal. Tiga hari kemudian Yesus bangkit dari
kematian (tiga hari berdasarkan perhitungan Yahudi -Yesus
meninggal hari Jumat dan bangkit hari Minggu). Para wanita
yang pergi ke makamnya pada Minggu pagi menemukan makamnya
sudah kosong, namun pakaiannya masih terlipat di dalam
kubur. Kemudian Yesus sendiri menampakkan dirinya kepada
mereka; kemudian mereka berlari untuk memberitahukan hal itu
kepada murid-murid Yesus yang sebelumnya meragukan
kebangkitan Yesus; namun kemudian mempercayainya. Beberapa
saat kemudian Yesus mengajak mereka ke suatu bukit,
memberkati mereka lalu mereka terangkat ke surga. Semenjak
itu Yesus tidak pernah menampakkan diri lagi di bumi ini.
Sementara itu murid-murid Yesus tidak bisa menentukan
langkah-langkah mereka seterusnya. Namun pada hari
Pantekosta, pada saat mereka semua berkumpul di Yerusalem,
Roh Kudus turun dari surga dan hinggap pada masing-masing
mereka. Sejak itu mereka diubahkan, tidak lagi cemas dan
takut, melainkan sudah menjadi rasul-rasul yang berani yang
menjelajahi dunia ini untuk menyampaikan kabar gembira
tentang Tuhan Yesus Kristus. Pada awalnya mereka berharap
Yesus segera muncul kembali, namun hal itu tidak terjadi
demikian.
Iman baru ini segera menyebar di seluruh dunia lama.
Hebatnya, misi penyebaran Injil yang paling spektakuler
bukanlah oleh salah satu murid Yesus melainkan adalah oleh
Saul (Paulus) dari Tarsus, yang mengalami pertobatan pada
saat dia dalam perjalanan ke Damascus untuk menangkapi
orang-orang Kristen; sebagai hasil pertobatan ini, dia
banyak melakukan perjalanan untuk pekabaran Injil, mengalami
penderitaan yang berat, bahkan mati martir demi imannya Dia
menuliskan banyak surat nasihat dan penguatan iman kepada
gereja-gereja baru yang dia dirikan, dan dokumen-dokumen
ini, yang terdapat dalam PerjanJian Baru, sangat penting
karena merupakan salah satu tulisan Kristen pertama yang
kita miliki.
Pada tahun-tahun awal tersebut, ajaran baru ini masih dianut
orang Yahudi, namun ternyata agama baru ini segera
menghilang dari antara orang-orang Yahudi dan dianut oleh
orang-orang di luar Yahudi. Pemisahan antara ajaran Yahudi
dan Kristen mulai nyata dan akhirnya tak dapat dihindarkan;
para penganut Kristen tidak lagi merayakan hari-hari besar
Yahudi serta tidak mempertahankan tradisi dan budaya Yahudi.
Pemisahan ini diakui pada Dewan Yerusalem pada tahun 48 M,
pada saat pembatasan-pembatasan Yudaistis terhadap
orang-orang Kristen yang bukan Yahudi diberlakukan.
Mula-mula dengan enggan diberi toleransi oleh Kerajaan
Romawi, faham Kristen di bawah masa pemerintahan Kaisar Nero
yang sangat membenci ajaran Kristen. Nero berusaha
memojokkan orang Kristen dengan menuduh bahwa kebakaran
besar kota Roma disebabkan oleh orang Kristen (64 M), serta
membunuh orang-orang Kristen, di antaranya Petrus dan
Paulus. Banyak orang Kristen berkeyakinan bahwa dengan
kematian rasul-rasul ini, dan kematian orang-orang yang
secara pribadi mengenai Kristus, perlu dibuat rekaman
tertulis tentang kehidupan Kristus. Selama empat puluh tahun
berikutnya masih banyak tulisan tentang Yesus, namun hanya
empat di antaranya diakui dalam Perjanjian Baru. Akan tetapi
tindakan pembunuhan ini bukanlah yang terakhir, bahkan
meningkat selama pemerintahan Kaisar Domitian (81-96 M).
Selama dua ratus tahun ajaran Kristen merupakan doktrin yang
ilegal hingga akhirnya Kaisar Konstantin, setelah melihat
cahaya terang di malam hari sebelum melakukan suatu
pertempuran, yang meliputi salib dengan tulisan "dengan
tanda ini kamu ditaklukkan," memberikan hak legal kepada
orang-orang Kristen pada tahun 313 M dan menjadikan agama
Kristen sebagai agama negara Kekaisaran Romawi.
Apa yang terjadi kepada gereja muda ini selama masa yang
penuh kesulitan tersebut? Tantangan muncul dari berbagai
arah, namun penyebarannya makin pesat. Walaupun pada mulanya
Yerusalem dianggap sebagai pusat suci, namun sikap
permusuhan yang diperlihatkan orang-orang Yahudi yang
menguasai Yerusalem mendorong pemindahan pusat Kristen;
mula-mula ke Antiokia, bergeser ke Roma. Selama periode
Konstantine, Agama Kristen makin kuat dan melembaga.
Salah satu masalah pertama yang harus dipecahkan adalah
masalah Trinitas, keyakinan umat Kristen akan Bapak, Anak,
dan Roh Kudus, yang pada hakikatnya identik namun terpisah
satu sama lain. Banyak pendapat yang berbeda diajukan untuk
menjawab masalah Trinitas, dan tahun 325 Konstantin meminta
Dewan Pertama Nicaea untuk membahas masalah ini dengan
saksama, yakni 'Aryan Heresy' yang menyatakan bahwa Kristus
diciptakan Tuhan untuk membantu dalam penciptaan dunia ini,
dan menerima status ketuhanan dari Tuhan, jadi tidak sama
esensinya dengan Tuhan. Status ketuhanannya dapat dicabut
Tuhan. Dewan ini melahirkan Nicene Creed suatu bentuk yang
digunakan hingga dewasa ini dan mencakup kata-kata:
- Kami percaya akan satu Tuhan, Tuhan Yang Mahakuasa,
pencipta langit dan bumi, yang kelihatan maupun yang
tidak kelihatan.
- Kami percaya akan Yesus Kristus, anak tunggal Allah,
yang diturunkan oleh Allah Bapak, bukan diciptakan,
yang satu dengan Allah Bapak.
- Kami percaya akan Roh Kudus, Tuhan, pemberi kehidupan,
yang diturunkan dari Allah Bapak dan anak.
Lalu gereja dihadapkan dengan sekumpulan masalah, terutama
masalah intern. Romawi Barat dan Timur mulai terpisah
semakin jauh dan akhirnya benar-benar terpisah. Memang sebab
pemisahan ini bukan hanya hal di atas, karena masih banyak
titik-titik perpecahan antara Barat dan Timur. Dibandingkan
dengan Kristen Barat, Kristen Timur lebih menekankan
ikon-ikon. Ikon merupakan gambar flat pada kayu, gading atau
bahan-bahan lain, yang memperlihatkan Yesus, Perawan Maria,
atau orang suci yang lain dan melembaga dalam Gereja Yunani.
Selama abad kedelapan, ikon-ikon dilarang oleh Kaisar Leo
III, namun protes keras menyebabkan larangan ini dicabut
pada Sidang Umum ketujuh yang berlangsung di Nicaea tahun
787. Ini tampaknya merupakan kemenangan Gereja Timur. Namun
perpecahan di antara keduanya tidak akan diatasi oleh sidang
tersebut dan masalah ini mengemuka pada abad ke 11 pada
waktu Roma menerima pemberian suatu tambahan ke dalam Nicene
Creed, suatu hal yang tidak disetujui Gereja Timur. Tambahan
itu adalah "dan anak" setelah frasa "kami percaya dalam Roh
Kudus, Tuhan pemberi kehidupan, yang diturunkan dari Allah
Bapak ..." Jadi, Gereja-gereja Timur tidak menerima bahwa
Roh Kudus diturunkan dari Allah Bapak dan Anak, melainkan
hanya dari Allah Bapak. Tentang masalah ini Timur dan Barat
sama sekali tidak mempunyai titik temu dan menimbulkan
pemisahan tahun 1054, karena wakil Paus menempatkan
surat-surat ekskomunikasi pada altar St. Sophia di
Konstantinopel. Sejak itulah muncul Gereja Katolik Roma dan
Gereja Ortodoks Yunani. Unsur-unsur doktrinal membuat mereka
tetap terpisah: Gereja Katolik dipimpin oleh satu tampuk
pimpinan yang disebut Paus, sementara Gereja Ortodoks
menyerahkan kepemimpinan di tangan para bishop atau
patriark; pandangan tentang Roh Kudus juga berbeda, Gereja
Ortodoks tetap memberikan kedudukan penting bagi ikon-ikon
dalam pemujaan, para pelayan gerejanya dibolehkan menikah,
dan lain-lain.
Segera kemudian, yakni tahun 1096, Paus Urbanus II
mengorganisasi Gereja Katolik ke dalam satu pola seragam
yang bertahan selama hampir 200 tahun -tentara salib.
Mula-mula dibentuk untuk dua tujuan, yakni mengurangi
tekanan Turki atas Kekaisaran Timur dan untuk menjamin
keamanan para peziarah yang berkunjung ke Yerusalem, tentara
salib segera mengalami degradasi cita-cita; mereka ingin
membebaskan Yerusalem dari kekuasaan Muslim.
Gereja Katolik tetap berperan penting hingga abad
pertengahan. Berpusat di Roma, Paus memegang kekuasaan
tertinggi, yang melampaui kekuasaan raja dan ratu. Namun
sejak akhir abad keempat belas mulailah timbul tantangan
terhadap kekuasaan Paus yang begitu besar. Timbullah gerakan
reformasi yang dimulai Lollards dan Hussites; gerakan ini
berubah menjadi ancaman serius terhadap supremasi Gereja
Katolik ketika tahun 1617, seorang imam bernama Martin
Luther menentang keras penjualan surat aflat oleh gereja.
Dia lalu menolak supremasi Paus, menyangkal
transubstantiation, serta mendorong para bangsawan Jerman
untuk memberontak dan memisahkan kekuasaan mereka. Para
bangsawan, yang sebelumnya terdisilusi dengan kontrol oleh
Gereja dan Paus, membutuhkan sedikit dorongan dan banyak di
antara mereka segera bergabung dengan Martin Luther.
Tindakan Luther merupakan awal tumbuhnya berbagai sekte yang
didasari kepada doktrin pokok Luther namun berkembang sesuai
dengan jalan yang ditempuh masing-masing sekte. Pandangan
Luther mendapat formalisasi dalam Gereja Lutheran yang
tumbuh subur di Jerman, Skandinavia dan Amerika. Namun
Luther pun bertentangan dengan bekas sekutunya menentang
Paus. Salah satu bekas pendukungnya, Zwingli, mengembangkan
pandangan Eukaristi yang menyebabkan Luther dan Zwingli
berpisah.
Pengaruh Reformasi menyebar ke seluruh Eropa. Pembaharu yang
lain, John Calvin, memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma
tahun 1533. Pandangannya hampir sama dengan Luther, namun
dia yakin akan adanya karunia tertentu untuk kelompok
tertentu. Pengikut Calvin menyebar di Jerman, Negeri
Belanda, Skotlandia, Swiss, Amerika Utara dan cukup
berpengaruh di Inggris.
Inggris juga mengikuti anjuran para pembaharu namun dengan
motif yang agak berbeda. Tahun 1521 Raja Henry VIII telah
mengeluarkan suatu traktat yang menyerang Luther yang
menyebabkan dia mendapat titel 'Pembela Iman" dari Paus.
Akan tetapi Raja Henry VIII sangat ingin menikahi putri Anne
Boleyn namun sebelum bisa menikahi Anne, dia harus
menceraikan Catherine of Aragon. Sayangnya Paus tidak
merestui perceraian itu (Roma dipengaruhi oleh
saudara-saudara Catherine yang ada di Spanyol, negeri asal
Catherine) dan Henry terpaksa mengabaikan kekuasaan Paus
pada tahun 1534. Lalu dia menyatakan dirinya sebagai kepala
Gereja Inggris, dan dapat membatalkan perkawinannya dengan
Catherine. Ajaran "Tiga puluh sembilan pasal," yang
menyangkut hal-hal yang kontroversial serta mengungkapkan
bagaimana kedudukan Gereja Inggris mengenai masalah
perceraian tersebut, dikeluarkan tahun 1571 selama
pemerintahan Ratu Elizabeth I, anak perempuan Henry. Gereja
Inggris mengakui kerajaan sebagai kepala gereja, bukan Paus,
juga menolak transubstantiation, meniadakan biara serta
menggantikan bahasa Latin dengan bahasa Inggris untuk
dipakai di Gereja.
Tetapi reaksi terhadap Roma masih belum mencapai bentuknya
yang paling ekstrim. Dalam abad ketujuh belas, George Fox,
dari Leicestershire (Inggris), mulai menyebarkan ajaran
bahwa manusia dapat berhubungan dengan Tuhan tanpa melakukan
suatu 'hiasan' (upacara) ritualis yang ditetapkan oleh
gereja-gereja Katolik, dan bahwa gereja-gereja yang telah
diperbaharui belum cukup jauh melangkah dalam penolakan
mereka terhadap upacara dan hierarki gerejawi. Seorang
kristen, menurut George Fox tidak membutuhkan imam atau
pendeta/pastor, dan juga tidak membutuhkan bait suci. Tidak
ada gunanya ketujuh sakramen Gereja Katolik; tidak
dibutuhkan suatu sakramen apa pun. Fox lalu mulai
menyebarkan ajarannya dan melakukan berbagai perjalanan ke
daerah-daerah pedalaman. Pada umumnya, saat berdirinya
gerakan Fox ini dianggap terjadi pada tahun 1652, yakni saat
terjadinya kebaktiannya yang sangat berhasil untuk pertama
kalinya. Pengikutnya disebut "Quakers," atau "Perkumpulan
Sahabat-sahabat." Sampai sekarang juga mereka tidak
mempunyai bait suci kecuali rumah-rumah kebaktian, dan dalam
kebaktian mereka tidak ada liturgy, tetapi sebaliknya,
setiap orang dapat berbicara bila mereka merasa bahwa mereka
mempunyai sesuatu yang bermanfaat untuk diutarakan, tanpa
memperhatikan atau mempedulikan berapa usia yang mau
berbicara tersebut dan apa kedudukannya dalam masyarakat.
Berbagai perkembangan baru telah terjadi di Inggris pada
periode setelah Perang Saudara. Banyak orang merasa tidak
senang dengan penyatuan gereja dan negara yang dilakukan
oleh Henry VIII, tetapi selama periode persemakmuran
(Commonwealth period) di Inggris, mereka menjadi lega
melihat bahwa kedua hal tersebut (gereja dan negara) telah
dipisahkan kembali. Akan tetapi, dengan naiknya Charles II
menjadi pangeran, Undang-undang Uniformitas dikeluarkan pada
tahun 1662 yang memulihkan status quo tersebut dan
memerintahkan semua pastor untuk menerima "Buku Doa
Bersama." Imam-imam yang menolak untuk menerima (oleh karena
itu disebut Non-Conformis) ketentuan-ketentuan Undang-undang
ini akan dikeluarkan dari Jemaah mereka dan dianiaya. Hal
ini berlangsung sampai dengan keluarnya Undang-undang
Toleransi pada tahun 1689 yang memberikan mereka beberapa
hak hukum (legal). Akibatnya, perkembangan Gereja Baptis dan
Gereja Reformasi bersatu mengalami perkembangan cepat.
Gereja Baptis, yang didirikan oleh John Smith, menganggap
bahwa pembaptisan bayi adalah melawan perintah Alkitab.
Hanya orang dewasa yang telah mengerti makna sumpah yang
diucapkannyalah yang dapat dibaptis. Mereka juga mencoba
untuk meyakinkan bahwa jemaat ikut aktif dalam perjalanan
Gereja, dan mencontoh Kisah rasul-rasul dengan mengangkat
deakonis dari antara jemaatnya (lihat Kisah Rasul-Rasul 6:
1-6) untuk membantu mengarahkan dan menuntun gereja
tersebut. Gereja Reformasi Bersama adalah suatu koalisi dari
GereJa Presbiterian Inggris (yang dikembangkan dari ajaran
Calvin) dan gereja-gereja Jemaat Inggris dan Wales yang
didasarkan pada ajaran-ajaran dari tokoh pembaharu lainnya
yang telah menyebarkan ajarannya pada zaman Calvin, yakni
Robert Browne (1550-1633). Terlepas dari pandangan-pandangan
mereka yang sangat sama, tetapi usaha-usaha untuk menyatukan
kelompok-kelompok ini barulah berhasil pada tahun 1972
dengan pembentukan Gereja Reformasi Bersatu.
Gereja Metodis pada mulanya adalah merupakan suatu gerakan
dalam Gereja Inggris. Pendirinya, John Wesley (1703-1791),
tetap menolak untuk berpisah dari gereja induknya. Akan
tetapi, setelah kematiannya, disadari bahwa Gereja Metodis
tidak dapat lagi dimasukkan dalam Gereja Inggris, dan lalu
memisahkan diri pada tahun 1795. John Wesley dan saudaranya
Charles, melalui studi mereka yang ketat dan metodis
terhadap InJil (sehingga mereka disebut dengan nama
Metodis), merasa bahwa keselamatan diperoleh hanya karena
kasih dan karunia Tuhan, bukan karena suatu perbuatan atau
kebaikan manusia.
Menjelang akhir abad kesembilan belas, ada gelombang atau
kegairahan lain mengenai perhatian keagamaan. Hal ini
sebagian disebabkan penemuan-penemuan ilmiah dalam abad
tersebut yang mengancam berbagai keyakinan yang hingga waktu
itu telah diterima sebagai kebenaran religius yang tidak
dapat dibantah (misalnya, mengenai taman firdaus dan masalah
penciptaan). Dalam hal ini, reaksi dari Pencerahan
(Enlightement) dalam tahun-tahun sebelumnya turut berperan.
Akibatnya adalah bermunculannya banyak sekte yang memisahkan
diri dari gereja induk mereka, sebagaimana yang terjadi
dalam Reformasi yang memunculkan gereja-gereja yang
diperbaharui yang memisahkan diri dari iman Katolik. Di
Inggris, Bala Keselamatan berkembang sebagai suatu kekuatan
besar, bukan saja karena ketaatan beragamanya, tetapi juga
karena reformasi dan bantuan sosialnya. Di bawah
kepemimpinan William Booth (1829-1912), Bala Keselamatan
tersebut memisahkan diri dari gereja Metodis dalam tahun
1865 dan membentuk sendiri suatu organisasi yang bergaya
militer karena kelompok tersebut menganggap dirinya sebagai
laskar perang Tuhan dan memerangi ketidakadilan sosial.
Dibandingkan dengan kebanyakan sekte Gereja, mereka sangat
sedikit memperhatikan sakramen, walaupun mereka menerima
bahwa beberapa orang Kristen mungkin melihat sakramen itu
merupakan pertolongan dan bantuan.
Di Amerika juga terjadi suatu gejolak keagamaan yang
demikian. Pada tahun 1830, Mormon, atau Gereja Yesus Kristus
dari Orang-orang Suci Hari Terakhir, dibentuk oleh Joseph
Smith (1805-1844) yang mengklaim telah mengalami suatu wahyu
Tuhan, menemukan tablet-tablet emas yang tertulis dalam Buku
Mormon, yakni yang merupakan kitab suci penganut Mormon.
Pada mulanya ajaran Mormon ini terlarang karena
pandangan-pandangan mereka yang menyimpang dari ajaran
Kristen dan praktek poligami mereka, tetapi Mormon ini
merayap ke seluruh Amerika dan akhirnya menetap di Salt Lake
City, tempat markas mereka terletak hingga kini.
Aliran spiritual mulai ada tahun 1848 ketika dua orang
perempuan, yakni saudara perempuan Fox yang berumur dua
belas dan lima belas tahun, menyebabkan suatu kegemparan di
antara, penduduk kota mereka, Arcadia, New York State,
dengan mengklaim bahwa mereka telah dapat berkomunikasi
dengan roh-roh. Walaupun ada yang menyatakan bahwa
suara-suara gaduh tersebut adalah suara gabungan dari suara
kedua anak perempuan tersebut, tetapi mereka (penduduk kota
tersebut) berkumpul sedemikian banyak mendukung supaya
Gereja Spiritual didirikan. Penganut aliran Spiritual yakin,
selain pada pandangan-pandangan Kristen biasa, bahwa,
melalui mereka, nasihat dan tuntunan dapat diperoleh.
Advent Hari Ketujuh juga mulai ada di Amerika, yang
membangun reputasinya dalam tahun 1860, dan setelah itu
sekte ini cepat menyebar ke seluruh dunia. Berbeda dengan
sekte-sekte Kristen lainnya, mereka membuat hari ketujuh
sebagai Sabat (yaitu, mereka menjalankannya seperti yang
dilakukan oleh orang Yahudi, dimulai dari saat matahari
terbenam pada hari Jumat sampai matahari terbenam hari
Sabtu). Sama seperti Gereja Baptis, mereka hanya membaptis
orang-orang dewasa, dan juga membuat pembatasan-pembatasan
mengenai apa yang dapat dimakan dan diminum oleh jemaatnya.
Misalnya, mereka tidak boleh minum alkohol dan memakan
makanan kerang-kerangan.
Sebelum mengakhiri ulasan ini, tiga kelompok Kristen lainnya
harus disebut yakni: Christian Science, Saksi Jehova, dan
gerakan Pantekosta.
Christian Science didirikan oleh Mrs. Mary Baker Eddy pada
tahun 1879, yang mempertahankan bahwa satu-satunya realitas
hanyalah pikiran dan semua yang lainnya adalah illusi.
Oleh karena itu penyakit jangan dirawat dengan obat, tetapi
harus disembuhkan dengan mempraktekkan pemikiran yang benar.
Saksi Jehova, yang didirikan oleh C.T. Russell, yakin bahwa
kedatangan kedua kalinya Yesus serta akhir dunia ini akan
terjadi dalam waktu yang tidak lama lagi, dan bila hal itu
terjadi maka hanya suatu kelompok elit saja yang selamat,
yaitu kelompok Saksi Jehova itu sendiri. Mereka mempunyai
Al-Kitab dengan terjemahan mereka sendiri dan mereka
menyisihkan banyak waktu, usaha, dan uang untuk
kegiatan-kegiatan missionaris.
Yang terakhir, yakni gerakan Pantekosta, yang bermula dari
suatu missi di Los Angeles dalam tahun 1906 yang dilakukan
oleh W.J. Seymour, mengajarkan bahwa setiap orang Kristen
dapat mengalami kehadiran Rohul Kudus dalam diri mereka
sendiri dan menerima hadiah-hadiah roh. Oleh karena itu
kebaktian Pantekosta adalah merupakan upacara yang sangat
emosional, di mana jemaatnya menjadi dirasuki oleh Rohul
Kudus dan tampak berbicara dalam lidah (berbahasa roh),
sebagaimana yang dilakukan oleh murid-murid Yesus yang
pertama. Walaupun gerakan Pantekosta telah mempunyai gereja
sendiri, tetapi gerakan ini telah juga mempengaruhi
aspek-aspek lain dari Gereja (Kristen), dan dalam GereJa
Katolik gerakan tersebut juga berpengaruh dengan munculnya
apa yang disebut gerakan Karismatik, orang-orang Katolik
bermaksud menerima Rohul Kudus dalam diri mereka sendiri.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengulas secara mendalam
sekte-sekte Kristen, bahkan tulisan ini tidak menyebut semua
sekte yang ada, karena ada banyak gerakan-gerakan dan
aliran-aliran pemikiran yang berbeda dalam Gereja Kristen.
Penulis hanya mencoba untuk menempatkan dalam latar belakang
historis dan teologis sekte yang paling menyebar.
POKOK-POKOK AJARAN KRISTEN
Kristen, putri Sion, banyak menyerap tradisi Yahudi dan
menerõma sepenuhnya Kitab Perjanjian Lama. Pendiri Agama
Kristen, Yesus Kristus, adalah seorang Yahudi dan tidak
pernah mengingkari Iman dan ajaran Yahudinya, bahkan dia
selalu mematuhi upacara-upacara keagamaan dan pesta-pesta
Yahudi dengan tekun. Dia juga pergi ke Yerusalem untuk
menghadiri. pesta-pesta besar sebagaimana yang disyaratkan
sebagai seorang Yahudi Ortodoks. Tetapi orang-orang Yahudi
dan orang Kristen berbeda pendapat mengenai sifat (hakikat)
Yesus; orang-orang Yahudi yakin bahwa dia adalah seorang
manusia yang baik, atau barangkali seorang nabi dengan suatu
pesan dari Tuhan, tetapi tidak lebih dari itu; sebaliknya,
orang Kristen menganggap bahwa Yesus adalan Kristus (orang
yang diurapi), Mesias Tuhan sebagaimana dijanjikan dalam
Kitab Perjanjian Lama. Bukan saja dia merupakan utusan
Tuhan, tetapi dia adalah anak Tuhan, dan oleh karena itu
menempati suatu hubungan yang unik dengan Tuhan. Dia
mempunyai hakikat yang sama dengan Tuhan, dari sejak
permulaan waktu telah ada bersama-sama dengan Tuhan, dan
diutus ke bumi oleh Tuhan; lihat Injil yang ditulis oleh
Santo Yahya dalam Yahya 1:1-2, 14:
"Pada mulanya, Firman itu (Kristus) telah ada. Firman itu
bersama-sama dengan Tuhan, dan Tuhan itu sendirilah Firman
itu. Maka Firman itu telah sejak semula bersama-sama dengan
Tuhan ... Maka Firman itu telah menjadi daging (manusia);
Dia datang untuk tinggal bersama-sama dengan kita, dan kita
melihat kemuliaannya, seperti kemuliaan yang diperoleh
sebagai anak tunggal bapak, penuh dengan anugerah dan
kebenaran."
Dia dianggap dikandung dari seorang dara (perawan), yakni
Perawan Maria, melalui kekuasaan Tuhan, dan oleh karena itu
Dia sekaligus sebagai manusia dan sebagai Tuhan, suatu
keberadaan yang menurut keyakinan orang Kristen tidak dapat
dipahami secara logika, tetapi merupakan sesuatu yang harus
diterima dengan iman dan dengan menyadari bahwa bagi Tuhan
segala sesuatunya adalah mungkin, walaupun di luar jangkauan
pengertian manusia.
Iman Kristen menerima bahwa melalui kematiannya di kayu
salib, Yesus mati untuk semua orang, dan bahwa semua orang
dapat mencapai keselamatan melalui dia, suatu doktrin yang
dijelaskan untuk pertama kalinya dan selengkapnya oleh Santo
Paulus. Bagaimana ini dapat dimengerti? Pertama-tama kita
harus menelusuri kembali iman Yahudi, karena tanpa memahami
pemikiran orang atau bangsa Yahudi, maka argumen Kristen
tidak akan dapat dimengerti. Menurut ajaran Yahudi, jalan
satu-satunya untuk berdamai dengan Tuhan dan untuk mencapai
keselamatan dari Tuhan adalah dengan menaati semua
aturan-aturan hukum (hukum Tuhan), selain juga mematuhi
tafsiran dan penjelasan dari hukum tersebut yang telah
dikembangkan secara lisan selama berabad-abad. Jika
seseorang tidak mematuhi semua ketentuan hukum (Taurat)
tersebut, maka dia dihukum -lihat ulangan (Musa 5) 27:26-
"Suatu kutukan bagi orang yang tidak memenuhi hukum dengan
melakukan semua yang telah ditentukan dalam hukum itu."
Tetapi Paulus menyadari bahwa hal tersebut tidaklah mungkin,
karena tidaklah ada manusia yang mampu memelihara semua
kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut, dan
akibatnya semua orang menjadi akan dihukum. Adakah jalan
keluarnya? Ya. Yesus diutus oleh Tuhan, yang suci dan tidak
berdosa, merupakan satu-satunya orang yang dapat bersatu
dengan Tuhan melalui kesempurnaan hidupnya. Namun, walaupun
tidak ada kesalahan dalam dirinya (ketidakbersalahan Yesus
dinyatakan berulang-ulang oleh penulis-penulis Injil),
tetapi dia disalibkan, yang berarti bahwa dia seperti semua
orang, dihukum sesuai (menurut) hukum. Hal ini dijelaskan
berdasarkan Kitab Ulangan 21:22-23:
"Bila seseorang didakwa melakukan kejahatan besar dan
dijatuhi hukuman mati, maka kamu harus menggantung dia pada
sebuah kayu; tetapi tubuhnya jangan dibiarkan tergantung
sampai bermalam; kamu harus menguburnya pada hari itu juga,
karena seorang manusia yang digantung adalah terkutuk di
hadapan Tuhan ..."
Namun demikian, Yesus berdamai dengan Tuhan, dia telah
mematahkan rintangan hukum melalui kebangkitannya. Jadi bila
seorang manusia, walaupun dikutuk berdasarkan hukum, akan
dapat didamaikan dengan Tuhan, maka semua orang melalui iman
dan melalui pengidentifikasian (peniruan) orang yang satu
tersebut (Yesus) dapat didamaikan dengan Tuhan sebagaimana
Yesus adanya. Oleh karena itu apa yang penting bagi
keselamatan bukanlah sepenuhnya terletak pada ketaatan pada
hukum secara kaku dan mutlak (walaupun Paulus menegaskan
bahwa hukum atau Taurat itu baik, yang telah diturunkan oleh
Tuhan, dan harus ditaati sebisa mungkin -Roma 7:12) tetapi
lebih dari itu adalah iman terhadap Kristus yang menjadi
intinya, karena melalui iman dalam Yesus, orang Kristen
yakin bahwa mereka akan diarahkan pada Tuhan sebagaimana
Yesus Kristus itu sendiri.
Dengan demikian maka kiranya jelaslah apa yang menjadi
perbedaan antara agama Yahudi dan agama Kristen. Agama
Kristen, sebagaimana juga agama Yahudi, adalah merupakan
suatu kepercayaan monoteis, yang menganggap bahwa Tuhan
adalah Maha Pencipta dan Penopang dunia, yang memelihara,
mencintai, dan melindungi umat manusia. Tetapi kepercayaan
Kristen ini adalah suatu bentuk monoteisme yang berbeda:
Kristen menerima suatu "Trinitas," di mana bersama Tuhan dan
Yesus Kristus ada suatu pihak ketiga yang seperti Kristus
yang inti (esensi)nya sama dengan Tuhan tetapi terpisah,
yakni Rohul Kudus. Roh Kudus inilah yang bekerja, dan demi
kebaikan manusia. Dalam kamus Kecil Oxford mengenai Gereja
Kristen (ed. E.A. Livingstone) Rohul Kudus didefinisikan
sebagai berikut:
"Rohul Kudus. Dalam Teologi Kristen, pribadi ketiga dalam
Trinitas, berbeda dari bapak dan anak, tetapi merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dan mempunyai sifat yang sama
dan merupakan pelengkap dari sifat keilahian."
Dengan demikian, maka Rohul Kudus itulah yang menuntun
nabi-nabi, rasul, dan para penyebar ajaran Tuhan dalam
melaksanakan missinya.
Walaupun bukan termasuk bagian dari Trinitas, tetapi Perawan
Maria menempati suatu kedudukan yang sangat penting dalam
iman banyak orang Kristen, khususnya yang beragama Katolik.
Dia dipandang sebagai seorang perantara antara umat dengan
Kristus.
Orang Kristen menganggap atau menerima Perjanjian Baru
sebagai sumber pengetahuan mereka mengenai kehidupan dan
pengajaran Kristus. Ada empat Injil. Masing-masing dari
keempat Injil ini menyoroti kehidupan Yesus dari sudut
pandang yang berbeda-beda. Hal inilah yang menjadi salah
satu sebab kenapa sepertinya ada ketidakcocokan di antara
keempat uraian Injil tersebut. Perjanjian Baru adalah
merupakan bagian kedua dari Alkitab, dan bagian ini tidak
diterima oleh agama Yahudi. Selain keempat Injil tersebut,
Perjanjian Baru juga memuat Kitab Kisah Rasul-Rasul,
Surat-surat Apostel Paulus, dll., serta diakhiri dengan
wahyu, yakni suatu cerita yang bersifat visi mengenai Hari
Penghakiman dan Kedatangan Kedua Kristus.
Ide kedatangan kedua (Parousia) ini sangat penting dalam
Gereja yang pertama, karena jemaat (pengikut Kristus) pada
saat itu menganggap bahwa Kristus akan segera kembali lagi
dalam bentuk jasmaniah dan waktunya tidak akan lama, yakni
semasa pengikut-pengikut awalnya masih hidup. Ketika dia
kembali lagi, pikir mereka, dia akan mengumandangkan akhir
zaman dan Hari Kiamat, dimana semua akan
mempertanggungjawabkan perbuatannya masing-masing. Yang baik
ke surga, yang jahat ke neraka.

0 komentar:

Posting Komentar