Farid Wadjdi
Akankah pemilu 2004 bermanfaat untuk rakyat ? Jawabannya
jelas beragam. Satu pihak pemilu 2004 akan banyak memberikan pengaruh kepada
rakyat. Alasannya, dalam pemilu ini rakyat memilih langsung presidennya.
Pastilah rakyat tidak akan memilih presiden yang mereka anggap akan merugikan
mereka.
Pemilu 2004 juga akan memunculkan pemimpin yang kuat sebab
dipilih langsung oleh rakyat. Berbeda dengan sebelumnya, dimana pemimpin muncul
hasil tawar menawar partai politik yang besar. Setelah itu semuanya minta
jatah, dan mendikan kompromi ini menjadi senjata untuk memelihara kepentingan
partai.
Namun tidak sedikit pula yang pesimis terhadap pemilu 2004.
Tidak ada banyak perubahan dari pemilu
2004, baik dari segi orang ataupun
program.
Artinya, partai-partai besar sekarang seperti PDI-P ,
Golkar, PPP , PKB, PAN dan PBB diduga tetap mendominasi. Sebab , dilihat dari
kesiapan dana, sumberdaya, pengalaman, partai-partai besar ini masihlah tetap
unggul. Hingga saat ini, belum ada partai lain yang diduga bisa merubah
konstilasi diatas.
Kalau tidak jauh beda hasilnya, tentu saja orang-orangnya
pun tidak jauh beda. Bahkan, politisi orde baru diperkirakan akan muncul
kembaliKalau orang-orangnya tidak jauh beda, tentusaja keperdulian mereka ke rakyat juga tidak jauh beda, seperti yang
mereka praktekkan selama ini.
Benar bahwa pemilu ini akan menghasilkan pemimpin yang kuat
sebab dipilih langsung oleh rakyat. Tapi
melihat calon presiden yang kuat, jelas tetap orang-orang dari partai lama
seperti Megawati, Amin Rais , Hamzah Haz. Atau politisi yang selama ini dikenal
seperti Susilo Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla, Akbar Tanjung, Wiranto. Paling
tidak ini tercermin dari hasil polling Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) yang menyimpulkan
pemilu 2004 ini diramalkan akan menjadi
pertarungan antara Megawati dan Amin Rais. (Republika, 4/12/2003) Track
record politisi ini pun sudah
diketahui umum. Dalam arti mereka bukanlah orang istimewa yang diharapkan bisa
membawa perubahan besar untuk memperhatikan rakyat.
Apalagi kalau melihat realita kesadaran politik rakyat
Indonesia. Tidak ada perkembangan berarti. Sebab, memang selama ini
partai-partai yang ada jarang sekali mencerdaskan rakyatnya. Sehingga
diperkirakan rakyat akan memilih dengan didominasi oleh sikap emosional dan
pragmatis. Dalam kondisi begini,money politics seperti sering terjadi dalam
pemilihan lurah secara langsung , bukan
mustahil terjadi saat pemilihan presiden
secara langsung.
Demikianjuga kalau melihat tawaran program atau konsep yang
diajukan oleh partai-partai yang akan mengikuti pemilu 2004. Hampir tidak ada
bedanya dengan yang sebelumnya, untuk tidak dikatakan memang tidak punya
konsep. Paling-paling mengusung isu-isu lama yang lebih banyak retorikanya, seperti
isu KKN,Korupsi, reformasi, demokrasi dan lain-lain. Isu yang tidak pernah
mereka wujudkan , saat mereka memerintah.
Apalagi siapapun yang
memimpin akan tetap berjalan dengan sistem yang ada, selama belum terjadi
perubahan sistem yang mendasar. Yakni sistem kapitalis yang dikenal korup dan
menjadi sumber penderitaan rakyat. Sebab mereka pastilah tetap akan bergantung
pada program ekonomi IMF, hutang luar negeri, investasi asing, yang justru
selama ini merupakan pangkal penderitaan rakyat dibidang ekonomi. Sikap politik
mereka , terutama terhadap AS misalnya, dipastikan juga tidak banyak berbeda.
Mereka akan tetap tunduk, untuk mempertahankan kekuasaannya. Bagaimana dengan
posisi umat Islam, adakah manfaat pemilu ini ?
Kepentingan Jangka
Pendek
Ada beberapa kepentingan jangka pendek yang sering diungkap
kenapa pemilu ini penting bagi umat Islam untuk diikuti, antara lain :(1)
mencegah naiknya pemimpin sekuler; (2) mencegah munculnya hukum-hukum yang
merugikan umat (3) Melatih politisi Islam dan Memberikan Teladan
Alasan pertama, lebih kepada kekhawatiran mengingat
pengalaman umat Islam selama ini, saat dipimpin oleh pemimpin dari kelompok
sekuler. Umat islam menjadi kelompok mayoritas yang dipinggirkan. Tidak hanya
itu, seperti pengalaman saat dipimpin oleh Sukarno atau pada masa orde baru
dibawah pimpinan Suharto, tekanan kepada kelompok-kelompok Islam tidak sebatas
dipinggirkan , tapi banyak tokoh-tokoh Islam yang dipenjara, disiksa, dan
diintimidasi. Sebagian pihak menganggap, Megawati saat inipun memperlakukan hal
yang sama. Karenanya, dengan kemenangan partai Islam, akan mencegah munculnya
pemimpin sekuler yang selama ini menindas umat Islam .
Alasan yang kedua, kalau umat Islam tidak ikut pemilu,
artinya parlemen dan pemerintahan akan diisi oleh orang-orang sekuler.
Kebijakan yang dihasilkan , diduga keras akan merugikan umat Islam. Kondisi
seperti ini terjadi di masa orde Baru, disaat parlemen dan pemerintahan
dikuasai oleh kelompok sekuler.
Melihat dua alasan tadi, tampak jelas , bahwa alasan yang
digunakan adalah kemashlahatan (kemanfaatan) yang didominasi pertimbangan akal.
Padahal dalam Islam, kemashlahatan seperti itu
tidaklah bisa dijadikan dalil untuk mengharamkan atau menghalalkan
sesuatu. Artinya, hukum syaralah yang
seharusnya dijadikan argumentasi. Dan dimana ada dalil syara disitu pasti ada
kemashlahatan. Bukan sebaliknya.
Tidaklah kemudian kelompok Islam atau parpol Islam dihalalkan melakukan kemaksiatan dengan
alasan kekhawatiran ditindas atau ditekan, atau khawatir muncul kebijakan yang
merugikan umat. Sikap seperti ini akan membuat parpol Islam bersikap kompromi
terhadap penguasa yang ada, dan tidak berani bersikap terbuka terhadap
kedzoliman penguasa yang ada.
Apa yang dicontohkan oleh Rosulullah adalah perkara yang jelas.
Berbagai ancaman, intimidasi, bahkan pembunuhan yang menimpa terhadap pengikut
Rosulullah dan Rosul sendiri, tidaklah membuat Rosulullah kemudian berkompromi
dengan sistem yang ada dengan imbalan penguasa itu akan bersikap lunak.
Rosullah dengan konsisten bersikap istiqomah
dalam memegang teguh kebenaran Islam dan tidak menyimpang sedikitpun
dalam garis perjuangannya.
Padahal, kalau menggunakan logika yang digunakan oleh
sebagian kelompok Islam sekarang, Rosulullah saw pastilah memilih tawaran kekuasaan
yang disampaikan oleh orang-orang kafir Quraisy, berkompromi demi menyelamatkan
pengikutnya yang disiksa. Tapi Rosul tidak melakukan itu.
Secara fakta juga , dua argumentasi ini bisa diperdebatkan
kebenarannya. Tidak ada jaminan duduknya para anggota parpol Islam di parlemen
atau dipemerintahan menjamin tidak adanya tekanan terhadap perjuangan Islam
yang ingin menegakkan syariat Islam secara kaffah. Di Turki, misalnya, Partai Keadilan dan Pembangunan yang
disebut-sebut partai Islam sebagai ganti dari partai Raffah, malah menangkapi
pejuang-pejuang Islam yang ingin menegakkan syariat Islam dengan menegakkan Daulah Khilafah. Demikian
juga untuk kasus Indonesia, adanya anggota parpol Islam yang duduk diparlemen atau pemerintahan tidak
bisa berbuat banyak, saat beberapa pejuang yang ingin menegakkan syariat Islam,
ditahan dan ditangkapi, bahkan ada yang diculik.
Bisa dipahami, sebab parpol Islam itu , meskipun menguasai
parlemen dan pemerintahan seperti di Turki , tidak memiliki kekuasaan yang
sesungguhnya. Tetap saja yang memiliki kekuasaan adalah pihak militer yang
menjadi pembela sekulerisme di Turki. Dalam kondisi seperti ini, parpol Islam
akan dihadapkan pada dua pilihan, secara terbuka menentang sekulerisme yang
berakibat mereka akan diturunkan secara paksa oleh kekuatan sekuler yang belum
sadar. Atau mengikuti permainan dalam sistem sekuler untuk mengamankan
posisinya. Meskipun harus mengeluarkan kebijakan yang merugikan umat Islam dan
bertentangan dengan Islam.
Ditambah tidak adanya dukungan yang nyata dari rakyat secara
keseluruhan yang memiliki kesadaran politik untuk memperjuangkan syariah Islam.
Akan membuat posisi parpol Islam tetap lemah meskipun mereka mayoritas duduk
diparlemen atau pemerintahan.
Dengan demikian , hal sesungguhnya yang bisa mencegah adanya
peminggiran dan penindasan terhadap pejuang Islam adalah tegaknya sistem Islam
itu sendiri yang didukung oleh pemilik kekuasaan yang sesungguhnya seperti
militer dan dukungan rakyat. Bukan mayoritas atau tidak diparlemen atau pemerintahan.
Selama tidak dalam sistem Islam yang didukung oleh rakyat dan pemilik kekuasaan
yang nyata di tengah masyarakat, akan selalu muncul penindasan terhadap pejuang
Islam .
Demikian juga munculnya hukum atau kebijakan yang merugikan
umat Islam dan bertentang dengan hukum syara’ adalah buah dari sistem sekuler
yang dipraktekkan. Artinya, selama dasar pengambilan keputusan bukan hukum
syara’, pastilah selalu akan muncul kebijakan yang merugikan umat Islam atau
hukum yang bertentangan dengan syariat Islam.
Memang benar, dalam beberapa hal, terkesan sistem sekuler
yang ada menampung aspirasi umat Islam. Seperti yang terjadi dalam RUU
sisdiknas , dimana beberapa pasal yang sejalan dengan aspirasi umat Islam
berhasil digolkan. Namun perlu dicatat, hukum yang digolkan itu pastilah dalam
perkara yang parsial atau yang dianggap tidak banyak mempengaruhi
keberlangsungan sistem sekuler yang ada. Dalam perkara-perkara yang urgen dan
mengancam sistem sekuler yang ada, pastilah tidak akan diterima. Tidak
mengherankan kalau uu yang dikatakan merupakan aspirasi umat Islam tersebut
baru sebatas penggunaan kata taqwa dalam UU sisdiknas atau masalah pernikahan.
Yang jelas tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap perubahan sistem kufur
yang ada.
Dan perlu dicatat, kalaupun parlemen atau pemerintahan
menampung aspirasi umat Islam, bukanlah menjadi alasan untuk menghalalkan duduk
diparlemen atau pemerintahan yang
bertentangan dengan Islam. Sesuatu yang diharamkan oleh Allah SWT tidak akan
pernah berubah meskipun kelihatan hal itu memberikan manfaat yang parsial
terhadap umat Islam. Seperti tidaklah kemudian sistem demokrasi yang
berdasarkan kedaulatan ditangan rakyat menjadi halal, karena sampai batas
tertentu, demokrasi memberikan kebebasan untuk berdakwah.
Sementara alasan ketiga juga patut dipertanyakan
argumentasinya secara syari’I maupun fakta. Memang umat Islam harus bisa
membuktikan dan memberikan teladan bahwa mereka mampu mengelola negara, tapi
bukan berarti mereka harus terlibat dalam sistem kufur yang ada. Rosulullah
adalah contoh yang jelas, menolak tawaran kekuasaan orang-orang kafir Quraish,
sebab kekuasaan itu masih tunduk kepada sistem jahiliyah yang ada. Bukankah
kalau logikanya ingin memberikan contoh, melatih dan sebagainya, Rosululloh akan meneriwa posisi jabatan itu.
Sebab adalah sangat jelas anggota parpol Islam, tidak akan
pernah bisa memberikan teladan kepada umat saat mereka bermain dalam sistem
kufur. Masuknya mereka kepada sistem kufur saja , menunjukkan mereka telah
tidak memberikan tauladan yang baik kepada umat dengan melanggar syariat Allah.
Apalagi, sudah diketahui umum, anggota
parpol yang masuk ke dalam sistem justru sering terjebak dalam sistem tersebut.
Seperti terlibat dalam money politic.
Merekapun sering bungkam terhadap kezoliman penguasa dengan alasan koalisi
dengan partai penguasa atau untuk kepentingan kompromi. Merekapun kemudian
sering membuat pernyataan yang berubah-ubah dan membingungkan umat , mengingat
kompromi yang sudah dilakukan dengan partai-partai sekuler. Teladan itu hanya
bisa diberikan oleh umat Islam kalau mereka berhukum pada hukum Islam dalam
sistem Islam tentunya.
Kepentingan Jangka
Panjang
Alasan lain, kenapa pemilu dianggap bermanfaat bagi umat
adalah untuk kepentingan jangka panjang, yakni menegakkan syariah Islam dengan
mengganti negara menjadi Daulah Islam (Negara Islam). Logika yang dipakai
memang cukup sederhana. Ikut pemilu, raih suara terbanyak untuk meraih kursi
terbanyak, berikutnya ubah hukum dan negara menjadi Islam. Namun benarkah
realitanya seperti itu ? Tentu saja tidak. Ada beberapa persoalan yang dihadapi
untuk itu.
Pertama, meraih
suara terbanyak. Ini kendala pertama yang menimpa parpol Islam. Pengalama
pemilu di Indonesia selama ini, parpol Islam tidak pernah meraih suara
terbanyak . Bahkan dimasa Islam ideologis masih kental (pemilu tahun 1955),
partai-partai Islam masih kalah dibanding dengan partai nasionalis sekuler.
Pada pemilu 1999 yang lalu, partai Islam kembali gagal meraih suara signifikan,
tertinggal dibanding dengan partai nasionalis sekuler.
Meskipun baru sebatas polling, dalam pemilu 2004 nanti,
hasilnya didugi tidak terlampau jauh beda. Berdasarkan polling yang dilakukan
oleh Soegeng Sarjadi Syndicate
dilihat dari pertarungan ideologi, hasil pemilu 2004 tidak akan berbeda jauh
dengan pemilu 1955 dan 1999, dimana partai yang berideologi nasional dan
sekuler akan menang. Penyebabnya juga sama,partai Islam sulit melakukan
koalisi(Republika, 4/12/2003)
Hasil ini tidak jauh beda dengan polling yang dilakukan oleh
LSI .Lepas setuju atau tidak dengan polling ini
Karena hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) terhadap 1976 orang
di seluruh provinsi di Indonesia -Nanggroe Aceh Darulsallam, menunjukkan
penurunan dukungan terhadap partai berlabel Islam. "Partai-partai berlabel
Islam tidak memperoleh dukungan berarti," kata Denny J.A, Direktur LSI di
Jakarta, Selasa (18/11). (Tempo Interaktif, 18/11/2003)
Perlu dicatat, fenomena marginalisasi partai-partai
Islam ini bukan hanya terjadi di
Indonesia tapi hampir seluruh negeri-negeri Islam Pengecualian tentang ini
adalah kemenangan FIS di Aljazair dan Partai Raffah di Turki. Namun, kemenangan
itu sama-sama berakhir teragis, dengan alasan demokrasi kemenangan itu
dikebiri.
Kedua, benturan
dengan sistem sekuler. Ikutnya parpol Islam dalam pemilu selama ini, tentu
merupakan ‘kebaikan’ yang diberikan sistem demokrasi. Kebaikan itu bukannya
tanpa syarat. Parpol Islam tetap harus bermain dalam kerangka sistem demokrasi
yang sekuler. Hal ini bisa dilihat dari syarat tetap menjadikan ideologi
sekulersekuler menjadi asas negara yang tidak boleh diubah.
Konsekuensinya , parpol Islam itu tidak bisa merubah asas
dan sistem demokrasi yang sekuler, meskipun suara mereka mayoritas. Hal ini
adalah sangat wajar, sebab sistem ideologi apapun, pasti memiliki sistem
pencegahan terhadap berbagai pihak yang ingin merubah sistem tersebut. Sistem
ideologi apapun pasti memiliki fungsi mempertahankan sistem yang ada. Sehingga
‘kebaikan’ sistem demokrasi ini berlaku, selama parpol atau kelompok yang ada
bermain dalam sistem demokrasi dan bukan untuk merubah sistem ini. Dan penjaga-penjaga sistem demokrasi ini ,
tidak akan membiarkan perubahan tersebut mengancam kepentingannya. Untuk itu
alasan yang sering diberikan : bertentangan dengan ideologi negara atau
mengancam kepentingan nasional dan keamanan nasional.
Contoh yang jelas adalah yang pernah terjadi saat pemilu di
Aljazair, yang hampir saja dimenangkan oleh FIS dengan suara mayoritas.
Kekhawatiran munculnya sistem Islam lewat kemenangan itu, mendorong penguasa
sekuler dan militer memberangus dan membatalkan kemenangan itu. Sebuah tindakan
yang jelas-jelas tidak demokratis. Namun , negara-negara demokrasi seperti
Perancis, Inggris dan AS diam terhadap persoalan ini..
Media massa Inggris menunjukkan hal yang sama. Salah satu
surat kabar berkomentar bahwa militer
mempunyai hak untuk melakukan intervensi. Sebab FIS meskipun menang secara
demokratis, dituduh akan meurbah kerangka sekuler menjadi Islam. Surat kabar
terkemuka Inggris seperti indipendent berkemontar tentang hal ini :
Kadang-kadang dibutuhkan tindakan yang tidak demokratis untuk melindung
demokrasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan presiden Aljazair pada waktu itu :
“penghargaan demokrasi tidak berarti membiarkan penghancuran diri demokrasi”
(lihat Khilafah Magazina volume 9 Issue 8
April 1999)
Hal yang sama terjadi di Turki. Partai Raffah, yang
sebenarnya sudah mengakui sekulerisme Turki saja terus ditekan bahkan
dibubarkan. Sebab , Partai ini dianggap membahayakan sekulerime Turki. Dan hal
ini didukung oleh AS, seperti tampak dari pernyataan menlu AS Madeline Albrigt
(saat pemerintahan Clinton) : “ Kami menegakan adalah sangat penting bagi Turki
untuk melanjutkan sekulerisme, jalan demokrasi. Dan kita menghargai Tukri yang
secara fakta merupakan negara demokrasi yang sekuler” (Lihat Khilafah Magazine volume 7 June/July 1997)
Ketiga, benturan
dengan masyarakat yang tidak mendukung. Secara realita, tidaklah otomatis
ketika parpol Islam meraih suara mayoritas diparlemen , berarti rakyat akan
mendukung saat mereka ingin merubah dasar dan aturan negara menjadi Islam.
Kondisi ini bisa terjadi, kalau parpol Islam menang
mayoritas bukan karena mereka menawarkan negara dan aturan Islam dalam kampanye
mereka. Artinya, rakyat memilih mereka bukan karena rakyat sadar bahwa parpol
Islam itu bertujuan mengganti sistem sekuler yang ada menjadi sistem Islam atau
parpol Islam ini menjelaskan keburukan
dari sistem sekuler yang ada. , tapi karena karena isu-isu lain yang menarik
hati masyarakat seperti moralitas, isu korupsi, kkn, yang tidak dikaitkan
dengan syariat Islam.
Selama kesadaran ditengah masyarakat tetap menganggap sistem
sekuler sebagai sistem yang ideal yang harus dipertahankan, keinginan parpol
Islam untuk merubah sistem sekuler itu menjadi sistem Islam akan mendapat
tantangan dari rakyat sendiri yang belum sadar. Bisa-bisa mereka menganggap
wakil rakyat itu telah berkhianat kepada mereka, sebab telah menyalahgunakan
suara yang mereka berikan untuk perkara lain.
Sebab, berubah atau tidaknya sebuah sistem sangat ditentukan
oleh kesadaran masyarakat tentang buruknya sistem yang ada dan kesadaran mereka
untuk mengganti sistem yang rusak itu menjadi sistem yang baru. Oleh karena
itu, kalaupun parpol Islam ingin menjadikan pemilu ini sebagai sarana perubahan
menuju tegaknya negara Islam , mereka seharusnya secara terbuka menyerang
sistem kufur yang ada dan menjelaskan secara gamblang kewajiban mendirikan
negara dan aturan Islam. Sehingga muncul kesadaran umum ditengah masyarakat.
Namun, sayang parpol Islam yang sekarang tidak memilih jalan itu. Ditambah lagi
sistem demokrasi tidak akan memberikan peluang untuk itu.
Lantas, siapa yang paling diuntungkan dengan pemilu ini ?
Menarik kalau kita lihat besarnya bantuan Barat terutama AS untuk mensukseskan
pemilu yang ada di negeri-negeri Islam. .Ini bisa menjelaskan, bahwa Barat
memiliki kepentingan yang besar terhadap pemilu di negeri-negeri Islam. Paling
tidak ada beberapa kepentingan Barat :
1)
mengokohkan demokratisasi : memperpanjang sistem yang batil,
memberikan citra positif
2)
memperkuat intervensi
mereka lewat tokoh dan parpol yang didukung oleh Barat
3)
menimbulkan suasana konflik; masyarakat, internal
parpol, antar parpol;
4)
menjauhkan umat dari perjuangan yang sebenarnya yakni
kewajiban menegakkan Daulah Khilafah Islam yang akan menerapkan hukum-hukum
syara secara Kaffah. Ummat akhirnya disibukkan oleh perjuangan yang parsial seperti semata-mata
perebutan kursi
Bukan Berarti
Apatis
Jelaslah bagi kita, bahwa pemilu 2004 ini tidak akan
memberikan banyak kemanfaatan untuk rakyat dan tentu saja umat Islam. Kecuali
pemilu ini memang dimanfaatkan untuk merubah sistem kufur yang ada menjadi
sistem Islam. Masalahnya, sulit berharap
parpol yang ada memperjuangkan itu. Sulit pula berharap sistem demokrasi
memberikan peluang untuk itu. Namun bukan berarti kemudian kaum muslim menjadi
apatis dalam masalah politik. Sebab, aktivitas politik adalah wajib bagi kaum
muslim, kapanpun dan dimanapun dia berada.
Terjun dalam aktivitas politik, bukan berarti dengan cara
menghalalkan secara. Sebab, dia juga harus melihat aktivitas politik
berdasarkan sudut pandang yang khas , yakni Islam. Karena aktivitas politiknya
juga berdasarkan Islam. Sebagai contoh, tidak dikatakan melakukan aktivitas
politik Islam yang benar kalau seseorang melakukannya lewat parlemen yang
jelas-jelas tidak menjadikan Islam sebagai standar baik dan buruk. Tidak pula
dikatakan memiliki kesadaran politik Islam, kalau dalam perjuangannya dia tidak
menyerukan penegakan hukum-hukum Allah dan tidak secara terbuka mengungkapkan
ketidaksetujuannya terhadap hukum-hukum kufur yang anda dan bertekad untuk
mengubahnya menjadi hukum-hukum Islam.
Karena itu, hanya aktivitas politik yang dilakukan oleh
Rosulullah yang harus dijadikan pedoman yang ingin terjun dalam aktivitas
politik. Dimana metode yang menonjol adala selalu mengkaitkan pengaturan
urusan-urusan umat dengan hukum-hukum Islam . Beberapa aktivis politik Rosullah
antara lain :
1. Membina
umat dengan pemikiran dan hukum-hukum Islam sehingga terjadi perubahan
pemikiran di tubuh umat
2. Menyerang
ide-ide, pemikiran, dan hukum-hukum yang rusak di tengah masyarakat, membongkar
kepalsuaannya dan pertentangannya dengan Islam . Dengah demikian umat akan
menolak hukum-hukum tersebut dan mengantikannya dengan sistem Islam
3. Membongkar
kedzoliman dan kebejatan penguasa-penguasa yang ada ditengah-tengah umat .
Rosullah saw menyerang Abu Jahal dan Abu Lahab dengan mengungkap kedzoliman dan
penghianatannya terhadap umat
4. Mendatangi
elit-elit politik dari berbagai kabilah yang berpengaruh , mengajak mereka
masuk Islam dan agar mereka menyerahkan kekuasaan kepada Islam . Dengan
demikian hukum-hukum Islam bisa ditegakkan lewat kekuasaan.
Kesimpulan
Aktivitas politik muslim haruslah bermuara pada tiga perkara
penting yang menjadi kunci perubahan : pembentukan kader yang ideologis,
membangun kesadaran masyarakat, dan dukungan kelompok dan tokoh-tokoh terkemuka yang memiliki kekuatan
di masyarakat. Inilah yang paling penting untuk dilakukan. Jadi tidak ada
hubungan yang signifikan dengan ikut pemilu atau tidak. Inilah kunci
keberhasilan tegaknya Daulah Islam yang akan menerapkan hukum-hukum syara’
secara kaffah dan menyeluruh. Sekaligus,
hal ini akan memberikan perlindungan yang nyata bagi umat Islam terhadap
kebijakan yang merugikan mereka.
0 komentar:
Posting Komentar