1. Menjalankan
Tirakat. Tirakat adalah bentuk olah rohani khas jawa yang tujuannya untuk
memperoleh energi supranatural atau tercapainya suatu keinginan. Tirakat
tersebut bisa berupa bacaan doa, mantra, pantangan, puasa atau gabungan dari
kelima unsur tersebut. Inilah yang disebut belajar ilmu gaib sesungguhnya,
karena berhasi atau tidaknya murid menjalankan tirakat hingga menguasai ilmu,
tergantung sepenuhnya pada dirinya sendiri. Dalam hal ini guru hanya memberi
bimbingan.
2. Pengisian.
Seseorang yang tidak mau susah payah juga bisa mempunyai kemampuan
supranatural, yaitu dengan cara pengisian. Pengisian adalah pemindahan energi
supranatural dari Guru kepada Murid. Dengan begitu murid langsung memiliki
kemampuan sama seperti gurunya. Pengisian (transfer ilmu) hanya bisa dilakukan
oleh Guru yang sudah mencapai tingkatan spiritual yang tinggi.
3. Warisan
Keturunan. Seseorang bisa mewarisi ilmu kakek-buyutnya yang tidak ia kenal atau
ilmu orang yang tidak dikenal secara otomatis tanpa belajar dan tanpa
sepengetahuannya. Maka ada yang menyebutnya “ilmu tiban” yang artinya datang
tanpa disangka-sangka.
Mitos Tentang Efek Samping
Beberapa orang masih
menyakini bahwa pemilik Ilmu Gaib akan mengalami kesulitan hidup dan mati,
susah dapat rezeki, bisa sakit jiwa (gila), menderita saat akan mati dll. Saya
membantah mentah-mentah argument tersebut. Bukankah masalah rizqi dan nasib
adalah Allah SWT yang menentukan. Memang ada banyak pemilik ilmu gaib adalah orang yang tak punya
uang alias miskin, tapi saya yakin itu bukan disebabkan oleh ilmunya, melainkan
karena dia malas bekerja dan bodoh. Kebanyakan orang yang memiliki ilmu gaib
menjadi sombong dan malas bekerja, hanya mengharapkan orang datang meminta
pertolongannya lalu menyelipkan beberapa lembar rupiah ketika bersalaman. Jadi
bukan karena Ilmunya. Sebetulnya baik buruk efek
Ilmu Gaib tergantung pemiliknya. Bisa saja Allah menghukum dengan cara
menyulitkan rezeki, menyiksa saat datangnya ajal atau hukuman lain karena orang
tersebut sombong dan suka menindas orang lain dengan ilmunya, bukankah kita
selalu dalam kekuasaan Allah.
Sunan Kalijaga adalah ulama yang namanya paling banyak
disebut masyarakat Jawa. Beliau adalah legenda nyata dari tumbuh dan
berkembangnya Islam di Pulau Jawa. Sayangnya, namanya sering dikaitkan dengan
mistisme Jawa alias Kejawen. Benarkan ‘Kejawenisme’ merupakan buah pemikiran
Sunan Kalijaga? Siapakah Sunan Kalijaga? Dari mana nama ‘Kalijaga’ berasal?
Mari kita bangun perspektif yang benar tentang sosok ini.Ada beragam versi
tenta ng nama asli Kalijaga. Sejumlah sumber mengatakan bahwa nama asli Sunan
Kalijaga ialah ‘Lokajaya’. Sumber lain ada yang menyebut bahwa nama aslinya
‘Raden Abdurrahman’ atau ada juga yang mengatakan bahwa namanya ialah ‘Raden
Joko Said’ atau ‘Raden Jaka Syahid’. Pendapat yang terakhir merupakan riwayat
yang paling mashyur. Nama Raden Joko Said ialah nama yang dikenal secara turun-temurun
oleh para penduduk Tuban hingga masa kini.
Joko Said dilahirkan sekitar tahun 1450 M. Ayahnya
adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban. Arya Wilatikta ini adalah keturunan dari
pemberontak legendaris Majapahit, Ronggolawe. Riwayat masyhur mengatakan bahwa
Adipati Arya Wilatikta sudah memeluk Islam sejak sebelum lahirnya Joko Said. Namun sebagai Muslim, ia dikenal kejam dan
sangat taklid kepada pemerintahan pusat Majapahit yang menganut Agama Hindu. Ia
menetapkan pajak tinggi kepada rakyat. Joko Said muda yang tidak setuju pada
segala kebijakan Ayahnya sebagai Adipati sering membangkang pada
kebijakan-kebijakan ayahnya. Pembangkangan Joko Said kepada ayahnya mencapai
puncaknya saat ia membongkar lumbung kadipaten dan membagi-bagikan padi dari
dalam lumbung kepada rakyat Tuban yang saat itu dalam keadaan kelaparan akibat
kemarau panjang. Karena tindakannya itu, Ayahnya kemudian ‘menggelar sidang’
untuk mengadili Joko Said dan menanyakan alasan perbuatannya. Kesempatan itu
tidak disia-siakan oleh Joko Said untuk mengatakan pada ayahnya bahwa, karena
alasan ajaran agama, ia sangat menentang kebijakan ayahnya untuk menumpuk
makanan di dalam lumbung sementara rakyatnya hidup dalam kemiskinan dan
kelaparan. Ayahnya tidak dapat menerima alasannya ini karena menganggap Joko
Said ingin mengguruinya dalam masalah agama. Karena itu, Ayahnya kemudian
mengusirnya keluar dari istana kadipaten seraya mengatakan bahwa ia baru boleh
pulang jika sudah mampu menggetarkan seisi Tuban dengan bacaan ayat-ayat suci
Al Qur’an. Maksud dari ‘menggetarkan seisi Tuban’ di sini ialah bilamana ia
sudah memiliki banyak ilmu agama dan dikenal luas masyarakat karena ilmunya.
Riwayat masyhur kemudian
menceritakan bahwa setelah diusir dari istana kadipaten, Joko Said berubah
menjadi seorang perampok yang terkenal dan ditakuti di kawasan Jawa Timur.
Sebagai Perampok, Joko Said selalu ‘memilih’ korbannya dengan seksama. Ia hanya
merampok orang kaya yang tak mau mengeluarkan zakat dan sedekah. Dari hasil
rampokannya itu, sebagian besarnya selalu ia bagi-bagikan kepada orang miskin. Kisah ini mungkin mirip dengan cerita
Robin Hood di Inggris. Namun itulah riwayat masyhur tentang beliau.
Diperkirakan saat menjadi perampok inilah, ia diberi gelar ‘Lokajaya’ artinya
kurang lebih ‘Perampok Budiman’.
Semuanya berubah saat Lokajaya
alias Joko Said bertemu dengan seorang ulama beken, Syekh Maulana Makhdum
Ibrahim alias Sunan Bonang. Sunan Bonang inilah yang kemudian mernyadarkannya
bahwa perbuatan baik tak dapat diawali dengan perbuatan buruk –sesuatu yang haq
tak dapat dicampuradukkan dengan sesuatu yang batil- sehingga Joko Said alias
Lokajaya bertobat dan berhenti menjadi perampok. Joko Said kemudian berguru
kepada Sunan Bonang hingga akhirnya dikenal sebagai ulama dengan gelar ‘Sunan
Kalijaga’.
0 komentar:
Posting Komentar