Categories

Lesson 6

Blog Archive

Follower

Statistik

Get Gifs at CodemySpace.com

Manajemen Pendidikan Pondok Pesantren Tradisional Dalam perspektif Pendidikan Islam Indonesia


Dalam prinsip ajaran Islam, segala sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan melainkan harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur dan proses-prosesnya juga harus diikuti dengan tertib.
Dalam sebuah riwayat Rasulullah saw bersabda : yang artinya : “Sesungguhnya Allah sangat mencintati orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakukan secara Itqan (tepat, terarah, jelas dan tuntas)”. (HR Thabrani)
Sebenarnya, manajemen dalam arti mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan baik, tepat
dan tuntas merupakan hal yang disyariatkan dalam ajaran Islam, sebab dalam islam arah gayah (tujuan) yang jelas, landasan yang kokoh, dan kaifiyah yang benar merupakan amal perbuatan yang dicintai Allah swt.
Setiap organisasi, termasuk pendidikan pondok pesantren memiliki aktivitas-aktivitas pekerjaan tertentu dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Salah satu aktivitas tersebut adalah manajemen. Dengan pengetahuan manajemen, pengelola pondok pesantren bisa mengangkat dan menerapkan prinsip-prinsip dasar serta ilmu yang ada di dalam Al-Qur’an dan Hadis ke dalam kembaganya tersebut.
Manajemen sebagai ilmu yang baru dikenal pada pertengahan abad ke-19, dewasa ini sangat populer, bahkan dianggap sebagai kunci keberhasilan pengelola perusahaan atau lembaga pendidikan, tak terkecuali lembaga pendidikan Islam seperti pondok pesantren, maka hanya dengan manajemen lembaga pendidikan pesantren diharapkan dapat berkembang sesuai harapan, karena itu manajemen merupakan sebuah niscaya bagi lembaga pendidikan Islam atau pesantren untuk mengembangkan lembaganya ke arah yang lebih baik.
Abudin Nata (2003 : 43) menyebutkan dewasa ini pendidikan islam terus dihadapkan pada berbagai problema yang kian kompleks, karena itu upaya berbenah diri melalui penataan SDM, peningkatan kompetensi dan penguatan institusi mutlak harus dilakukan, dan semua itu mustahil tanpa manajemen yang profesional.
Seperti diketahui bahwa sebagai sebuah sistem pendidikan Islam mengandung berbagai komponen yang saling berkaitan satu sama lainnya, komponen tersebut meliputi landasan, tujuan, kurikulum, kompetensi dan profesionalisme guru, pola hubungan guru dan murid, metodologi pembelajaran, sarana prasarana, evaluasi pembiayaan dan lain sebagainya. Berbagai komponen ini -- karena dilakukan tanpa perencanaan konsep yang matang -- seringkali berjalan apa adanya, alami dan tradisional, akibatnya mutu pendidikan Islam acapkali menunjukkan keadaan yang kurang membanggakan.
Al-Qur’an dan Hadits yang notabene merupakan landasan dan dasar pendidikan Islam saat ini belum benar-benar digunakan sebagaimana mestinya. Hal ini diakibatkan oleh minimnya pakar --di Indonesia-- yang secara khusus mendalami pemahaman kedua sumber tersebut dalam perspektif pendidikan Islam. Ummat Islam belum banyak mengetahui tentang isi kandungan Al-Quran dan Al-Sunnah yang berhubungan dengan pendidikan secara baik. Akibatnya proses pendidikan Islam belum berjalan diatas landasan dan dasar ajaran Islam itu sendiri.
Sebagai konsekwensinya, visi dan misi pendidikan Islam juga masih belum berhasil dirumuskan secara baik dan universal. Tujuan pendidikan Islam juga seringkali diorientasikan untuk menghasilkan manusia – manusia siap pakai bukan siap hidup, menguasai ilmu Islam saja bukan berkarekter islami, dan visinya diarahkan untuk mewujudkan manusia yang shalih dalam arti ritual ukhrowi belum sosial dunia, Akibatnya lulusan pendidikan Islam hanya memiliki kesempatan dan peluang yang terbatas, mereka kurang mampu bersaing dan tidak mampu berebut peluang dan kesempatan dalam ruang yang lebih kompleks.
Konsekwensi lebih lanjut lulusan pendidikan Islam semakin terpinggirkan dan tak berdaya, ini merupakan masalah besar yang perlu segera diatasi, lebih lebih dalam dunia persaingan yang kian kompetieif dan mengglobal. Problema ini kian diperparah oleh tidak tersedianya tenaga pendidik Islam yang profesional, yaitu tenaga pendidik yang selain menguasai materi ilmu yang diajarkannya secara baik dan benar, juga harus mampu mengajarkannya secara efektif dan efisien kepada para siswa, serta harus pula memiliki idealisme.
Manajemen yang dimaksud disini adalah kegiatan seseorang dalam mengatur organisasi, lembaga atau perusahaan yang bersifat manusia maupun non manusia, sehingga tujuan organisasi, lembaga atau perusahaan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Bertolak dari rumusan ini , terdapat beberapa unsur yang inheren dalam manajemen, antara lain :
1.    Unsur proses, artinya seorang manejer dalam menjalankan tugas manajerial harus mengikuti prinsip graduasi yang berkelanjutan.
2.    Unsur penataan, artinya dalam proses manajemen prinsip utamanya adalah semangat mengelola, mengatur dan menata.
3.    Unsur implementasi, artinya, setelah diatur dan ditata dengan baik perlu dilaksanakan secara profesional.
4.    Unsur kompetensi. Artinya sumber-sumber potensial yang dilibatkan baik yang bersifat manusia maupun non manusia mesti berdasarkan kompetensi, profesionalitas dan kualitasnya.
5.    Unsur tujuan yang harus dicapai, tujuan yang ada harus disepakati oleh keseluruhan anggota organisasi. Hal ini agar semua sumber daya manusia mempunyai tujuan yang sama dan selalu berusaha untuk mensukseskannya. Dengan demikian tujuan yang ada dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan aktivitas dalam organisasi.
6.    Unsur efektifitas dan efisiensi. Artinya, tujuan yang ditetapkan diusahakan tercapai secara efektif dan efisien.
Relevan dengan hal diatas, Hamzah (1994 : 32) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Manajemen Pendidikan Pesantren adalah aktivitas memadukan sumber-sumber Pendidikan Pesantren agar terpusat dalam usaha untuk mencapai tujuan Pendidikan Pesantren yang telah ditentukan sebelumnya, dengan kata lain manajemen Pendidikan merupakan mobilisasi segala sumberdaya Pendidikan Pesantren untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Maka manajemen Pendidikan Pesantren hakekatnya adalah suatu proses penataan dan pengelolaan lembaga Pendidikan Pesantren yang melibatkan sumber daya manusia dan non manusia dalam menggerakkannya mencapai tujuan Pendidikan Pesantren secara efektif dan efisien.”.
Yang disebut “efektif dan efisien” adalah pengelolaan yang berhasil mencapai sasarannya dengan sempurna, cepat, tepat dan selamat. Sedangkan yang “tidak efektif” adalah pengelolaan yang tidak berhasil memenuhi tujuan karena adanya mis-manajemen, maka manajemen yang tidak efisien adalah manajemen yang berhasil mencapai tujuannya tetapi melalui penghamburan atau pemborosan baik tenaga, waktu maupun biaya.
Reddin (1970 : 135) memberikan beberapa gambaran tentang perilaku manajer yang efektif, antara lain : pertama, mengembangkan potensi para bawahan, kedua, memahami dan tahu tentang apa yang diinginkan dan giat mengejarnya, memiliki motivasi yang tinggi, ketiga, memperlakukan bawahan secara berbeda-beda sesuai dengan individunya, dan keempat, bertindak secara team manajer.
Seorang manajer tidak hanya memanfaatkan tenaga bawahannya yang sudah ahli atau trampil demi kelancaran organisasi yang dia pimpin saja, tetapi juga memberikan kesempatan pada bawahannya agar mereka dapat meningkatkan keahlian atau ketrampilannya.
Manajer Pendidikan Pesantren pada umumnya hanya tahu apa tugas mereka agar proses pendidikan dapat berlangsung konstan, tetapi acapkali mereka kurang mampu mengantisipasi secara akurat perubahan yang bakal terjadi di masyarakat pada umumnya dan dalam dunia pendidikan Islam khususnya. Akibatnya mereka hanya tenggelam dalam tugas-tugas rutin organisasi keseharian tetapi sangat sulit melakukan inovasi progresif nan memungkinkan dicapainya tujuan organisasi secara lebih improve dan membanggakan.
Dalam setiap perjalanan sebuah lembaga itu tidak terlepas yang namanya aktivitas managemen, karena setiap lembaga, organisasi dan termasuk pondok pesantren selalu berkaitan dengan usaha-usaha mengembangkan dan memimpin suatu tim kerja sama atau kelompok orang dalam satu kesatuan, dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Semuanya ini untuk mencapai suatu tujuan tertentu dalam organisasi yang ditetapkan sebelumnya. Maka dari pada itu, keterkaitan managemen dan memimpin tidaklah salah jika kemudian orang menyatakan bahwa managemen sangat berkait erat dengan persoalan kepemimpinan. Karena managemen dari segi etimologinya yang berasal dari sebuah kata manage atau manus (latin) yang berarti memimpin, menangani, mengatur, dan membimbing. Dengan demikian pengertian managemen dapat diartikan sebagai sebuah proses khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan; perencanaan, pengorganisasian, penggiatan, dan juga pengawasan. Ini semua juga dilakukan untuk menentukan atau juga untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia, serta sumber-sumber lainnya.
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa managemen adalah ilmu aplikatif, dimana jika dijabarkan menjadi sebuah proses tindakan meliputi beberapa hal : Pleaning, organizing, aktuating, controling. Berdasarkan empat hirarki tersebut managemen dapat bergerak, tentunya hal itu juga bergantung tingkat kepemimpinan seorang manager. Artinya adalah proses managerial sebuah organisasi akan bergerak apabila para managernya mengerti dan paham secara benar akan apa yang dilakukannya. (Suhartini, dkk,2005:70-72)
Maka berdasarkan dari definisi di atas, baik secara etimologi dan termenologi, berbicara managemen pendidikan pondok pesantren atau bisa disebut mengolah konsep apapun tentang pesantren sebenarnya bukanlah pekerjaan mudah. Terlebih dahulu adanya kenyataan bahwa tidak ada konsep yang mutlak rasional, dan paling afdhol diterapkan di pesantren. Baik sejarah pertumbuhannya yang unik maupun karena tertinggalnya pesantren dari lembaga-lembaga kemasyarakatan lain dalam melakukan kegiatan-kegiatan teknis, pesantren belum mampu mengolah, apalagi dalam soal melaksanakan konsep yang disusun berdasarkan pertimbangan rasional.
Kendati bersifat gradual, dalam beberapa tahun terakhir di lembaga pendidikan pesantren telah dilakukan berbagai pembaharuan di bidang manajemen sebagai jawaban atas tuntutan demokratisasi global, salah satu bentuknya adalah model manajemen demokratis yang berbasis kultural, dari, oleh dan untuk peserta didik (DOUP), dalam konteks ini terjadi rekonstruksi dari yang top down menjadi button up, dari yang doktrimal menjadi demokratik, dari yang menyeramkan menjadi menyenangkan.
Konsederasi yang dapat digunakan bagi model manajemen demokratis adalah bahwa setiap manusia dan masyarakat diciptakan dalam keadaan merdeka, karena itu kemerdekaan adalah hak setiap manusia, dan kemerdekaan sejati itu adalah terbebasnya rakyat dari berbagai bentuk ketidak berdayaan disegala bidang, termasuk pendidikan.
Karena itu agenda utama manajemen demokratis dalam pendidikan islam adalah semangat pembebasan kaum muslimin dari belenggu ideologi dan relasi kekuasaan yang menghambatnya mencapai perkembangan harkat dan martabat kemanusiaannya, maka manajemen demokratis dalam pendidikan islam sejatinya diarahkan pada proses aksi dimana kelompok sosial kelas bawah mengontrol ilmu pengetahuan dan membangun daya melalui pendidikan, penelitian dan tindakan sosial kritis.
Dari sisi managemen kelembagaan, di pesantren saat ini telah terjadi perubahan mendasar, yakni dari kepeminpinan yang sentralistik, hirarkis dan cenderung singgle fighter berubah menjadi model managemen kolektif seperti model yayasan.
Sejatinya manajemen berhubungan erat dengan usaha untuk tujuan tertentu dengan jalan menggunakan berbagai sumber daya yang tersedia dalam organisasi atau lembaga pendidikan Islam dengan cara yang sebaik mungkin. Manajemen bukan hanya mengatur tempat melainkan juga mengatur orang per orang, dalam mengatur orang, tentu diperlukan seni atau kiat agar setiap orang yang bekerja dapat menikmati pekerjaan mereka.
Dalam proses manajemen, fungsi-fungsi manajemen digambarkan secara umum dalam tampilan prangkat organisasi yang dikenal dengan sebutan teori manajemen klasik. Para pakar manajemen mempunyai perbedaan pendapat dalam merumuskan proses manajemen, Bagi Poul Mali (1981 : 54), fungsi manajemen meliputi : planning, organizing, staffing, directing and controlling. Sedangkan dalam pandangan Wayne (1988 : 32) fungsi manajemen meliputi : planning, organizing, leading and controlling. Sementara menurut Peter Drukcer (1954 : 87) proses manajemen dimulai dari planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, dan budgeting. Dan menurut Made Pidarta (1988 : 85) manajemen meliputi : planning, organizing, comanding, coordinating, controlling
Berdasarkan uraian diatas, yang wajib ada dalam proses manajemen minimal empat hal, yakni : planning, organizing, actuating, controlling, (POAC). Empat hal ini prosesnya digambarkan dalam bentuk siklus karena adanya saling keterikatan antara proses yang pertama dengan proses berikunya, begitu juga setelah pelaksanaan controlling lazimnya dilanjutkan dengan membuat planning baru.
Dalam hal ini para pakar manajemen pendidikan Islam merumuskan siklus proses manajemen pendidikan Islam diawali oleh adanya sasaran yang telah ditetapkan terlebih dahulu, lalu disusunlah rencana untuk mencapai sasaran tersebut dengan mengorganisir berbagai sumber daya yang ada baik materiil maupun non materiil lalu berbagai sumberdaya tersebut digerakkan sesuai jobnya masing masing, dan dalam aktuating tersebut dilakukan pengawasan agar proses tersebut tetap sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Perencanaan pendidikan islam adalah proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan kegiatan yang akan dikerjakan pada waktu yang akan datang untuk mencapai sasaran atau tujuan pendidikan islam yang telah dirumuskan dan ditetapkan sebelumnya.
Dalam islam keharusan membuat perencanaan yang teliti sebelum melakukan tindakan banyak disinyalir dalam teks suci, baik secara langsung maupun secara sindiran (kinayah), misalnya dalam islam diajarkan bahwa upaya penegakan yang ma’ruf dan pencegahan yang munkar membutuhkan sebuah perencanaan dan strategi yang baik, sebab bisa jadi kebenaran yang tidak terorganisir dan terencana akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir dan terencana.
Meskipun Alqur’an menyatakan yang benar pasti mengalahkan yang bathil (al Isra’ : 81), namun Allah lebih mencintai dan meridhoi kebenaran yang diperjuangkan dalam sebuah barisan yang rapi, terencana dan teratur ( as shaff : 4)
Setelah perencanaan, dilanjutkan dengan pengorganisasian, yakni proses penataan, pengelompokan dan pendistribusian tugas, tanggung jawab dan wewenang kepada semua perangkat yang dimiliki menjadi kolektifitas yang dapat digerakkan sebagai satu kesatuan team work dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan secara efektif dan efesien. Dalam Qs. 6 : 132 ditegaskan bahwa “Setiap orang mempunyai tingkatan menurut pekerjaannya masing-masing.
Sewaktu Rasulullah membentuk atribut-aribut negara dalam kedudukan beliau sebagai pemegang kekuasaan tetinggi, beliau membentuk organisasi yang didalamnya terlibat para sahabat beliau yang beliau tempatkan pada kedudukan menurut kecakapan dan ilmu masing-masing. Tidak dapat dipungkiri bahwa Rasulullah adalah seorang organisatoris ulung, administrator yang jenius, dan pendidik yang baik yang menjadi panutan, karena itu beliau disebut sebagai panutan yang baik (uswatun hasanah).
Setelah planning dan organizing, dalam siklus manajemen pendidikan islam dilanjutkan dengan actuating, yakni proses menggerakkan atau merangsang anggota anggota kelompok untuk melaksanakan tugas mereka masing masing dengan kemauan baik dan antusias.
Fungsi Actuating berhubungan erat dengan sumber daya manusia, oleh karena itu seorang pemimpin pendidikan Islam dalam membina kerjasama, mengarahkan dan mendorong kegairahan kerja para bawahannya perlu memahami seperangkat faktor-faktor manusia tersebut, karena itu actuating bukan hanya kata-kata manis dan basa-basi, tetapi merupakan pemahaman radik akan berbagai kemampuan, kesanggupan, keadaan, motivasi, dan kebutuhan orang lain, yang dengan itu dijadikan sebagai sarana penggerak mereka dalam bekerja secara bersama-sama sebagai taem work.
Siklus terakhir adalah controlling, yakni proses pengawasan dan pemantauan terhadap tugas yang dilaksanakan, sekaligus memberikan penilaian, evaluasi dan perbaikan sehingga pelaksanaan tugas kembali sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Menurut Siagian (1983 : 21) fungsi pengawasan merupakan upaya penyesuaian antara rencana yang telah disusun dengan pelaksanaan dilapangan, untuk mengetahui hasil yang dicapai benar-benar sesuai dengan rencana yang telah disusun diperlukan informasi tentang tingkat pencapaian hasil. Informasi ini dapat diperoleh melalui komunikasi dengan bawahan, khususnya laporan dari bawahan atau observasi langsung. Apabila hasil tidak sesuai dengan standar yang ditentukan, pimpinan dapat meminta informasi tentang masalah yang dihadapi.
Dengan demikian tindakan perbaikan dapat disesuaikan dengan sumber masalah. Di samping itu, untuk menghindari kesalahpahaman tentang arti, maksud dan tujuan pengawasan antara pengawas dengan yang diawasi perlu dipelihara jalur komunikasi yang efektif dan bermakna dalam arti bebas dari prasangka nigatif dan dilakukan secara berdayaguna dan berhasilguna, al hasil, tujuan pengawasan pendidikan Islam haruslah konstruktif, yakni benar benar untuk memperbaiki, meningkatkan efektifitas dan efisiensi. 
Category: 0 komentar

0 komentar:

Posting Komentar