Berbicara
tentang kebenaran ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu
sendiri sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Di samping
itu proses untuk mendapatkannya haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah.
Kriteria
ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat menjelaskan fakta dan realitas yang
ada. Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang berada dalam lingkup religi
ataupun yang metafisika dan mistik, ataupun yang non ilmiah lainnya. Di sinilah
perlunya pengembangan sikap dan kepribadian yang mampu meletakkan manusia dalam
dunianya.
Penegasan
di atas dapat kita pahami karena apa yang disebut ilmu pengetahuan diletakkan
dengan ukuran, pertama, pada dimensi fenomenalnya yaitu bahwa ilmu pengetahuan
menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk. Kedua,
pada dimensi strukturalnya, yaitu bahwa ilmu pengetahuan harus terstruktur atas
komponen-komponen, obyek sasaran yang hendak diteliti (begenstand), yang
diteliti atau dipertanyakan tanpa mengenal titik henti atas dasar motif dan
tata cara tertentu, sedang hasil-hasil temuannya diletakkan dalam satu kesatuan
sistem (Wibisono, 1982). Tampaknya anggapan yang kurang tepat mengenai apa yang
disebut ilmiah telah mengakibatkan pandangan yang salah terhadap kebenaran
ilmiah dan fungsinya bagi kehidupan manusia. Ilmiah atau tidak ilmiah kemudian
dipergunakan orang untuk menolak atau menerima suatu produk pemikiran manusia.
a.
Hakekat Kebenaran
Mencari
hakekat kebenaran mungkin sering kita ucapkan, tapi susah dilaksanakan. Yang
pasti bahwa benar” itu pasti “tidak salah”. Pertanyaan-pertanyaan kritis kita
di masa kecil, misalnya mengapa gajah berkaki empat, mengapa burung bisa
terbang, dsb kadang tidak terjawab secara baik oleh orang tua kita. Sehingga
akhirnya kita sering menganggap sesuatu sebagai yang memang sudah
demikian wajarnya. Banyak para ahli yang memaparkan ide tentang sudut pandang
kebenaran termasuk bagaimana membuktikannya. Masalah hakekat kebenaran ini bisa
diulas dari tiga sudut pandang yaitu: kebenaran ilmiah, kebenaran non-ilmiah
dan kebenaran filsafat.
Harus kita
pahami lebih dahulu bahwa meskipun kebenaran ilmiah sifatnya lebih sahih,
logis, terbukti, terukur dengan parameter yang jelas, bukan berarti bahwa
kebenaran non-ilmiah atau filsafat selalu salah. Malah bisa saja kebenaran
non-ilmiah dan kebenaran filsafat terbukti lebih “benar” daripada
kebenaran ilmiah yang disusun dengan logika, penelitian dan analisa ilmu
yang matang. Contoh menarik adalah kasus patung Kouros yang telah diteliti dan
dibuktikan keasliannya oleh puluhan pakar selama lebih dari 1,5 tahun di tahun
1983, bahkan juga dianalisa dengan berbagai alat canggih seperti mikroskop
elektron, mass spectrometry, x-ray
diffraction, dsb. Namun beberapa pakar lain (George Despinis, Angelos
Delivorrias) menggunakan pendekatan intuitif sebagai ahli geologi dan
mengatakan bahwa patung tersebut palsu karenaterlalu fresh, seolah tidak pernah
terkubur, kelihatan janggal. Akhirnya patung itu dibeli dengan harga tinggi
oleh museum J. Paul Getty di California dengan asumsi kebenaran ilmiah lebih
bisa dipertanggungjawabkan. Kenyataan kemudian membuktikan bahwa semua dokumen
tentang surat tersebut palsu, dan patung itu dipahat disebuah bengkel tempa di
Roma tahun 1980. Cerita ini menjadi pengantar buku bestseller berjudul Blink
karya Malcolm Gladwell.
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki tentang asal, sifat,
metode dan batasan pengetahuan manusia. Epistemologi berkaitan dengan
penguasaan pengetahuan dan lebih fundamental lagi bersangkutan dengan kriteria
bagi penilaian terhadap kebenaran dan kepalsuan, sehingga tepat apabila
dihubung-hubungkankan dengan metodologi.
Metode; adalah tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan yang
matang dan mapan, sistematis dan logis. Pada dasarnya metode ilmiah
dilandasi:
·
Kerangka pemikiran yang logis.
·
Penjabaran hipotesis yang merupakan deduksi dan kerangka pemikiran.
·
Verifikasi terhadap hipotesis untuk menguji kebenarannya secara faktual.
Jujun S Suriasumantri, mengemukakan akronim metode ilmiah yang dikenal
sebagai logicohypotetico verifikasi,
kerangka pemikiran yang logis mengandung argumentasi yang dalam menjabarkan
penjelasannya mengenai suatu gejala bersifat rasional. Lanigan, mengatakan bahwa dalam
prosesnya yang progresif dari kognisi menuju afeksi yang selanjutnya menuju
konasi, epistemology berpijak pada salah
satu atau lebih teori kebenaran.
b.
Teori Kebenaran
Tidak semua manusia mempunyai
persyaratan yang sama terhadap apa yang dianggapnya benar. Oleh sebab itu ada beberapa teori yang
dicetuskan dalam melihat kriteria kebenaran. Yang pertama adalah teori koherensi. Teori ini merupakan
menyatakan bahwa pernyataan dan kesimpulan yang ditarik harus konsinten dengan
pernyataan dan kesimpulan terdahulu yang dianggap benar. Secara sederhana dapat
disimpulkan bahwa berdsarkan teori koherensi suatu pernyatan dianggap benar
bila pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar. Matematika adalah bentuk pengetahuan yang
penyusunannya dilakukan pembuktian berdsarkan teori koheren
Paham lain
adalah kebenaran yang didasarkan pada teori
korespondensi. Bagi penganut teori korespondensi, suatu pernyataan adalah
benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi
(berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Maksudnya jika
seseorang menyatakan bahwa “ ibukota republik Indonesia adalah Jakarta” maka
pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat
factual yakni Jakarta memang ibukota republik Indonesia.
Teori Pragmatis dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1924) dalam sebuah makalah
yang terbit tahun 1878 yang berjudul “How to make Our Ideas Clear.” Teori
ini kemudian dikembangkan oleh para filsuf Amerika. Bagi seorang pragmatis,
kebenaran suatau pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut
bersifat fungisional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah
benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai
kegunaan praktis dalam kehidupan umat manusia. Kaum pragmatis berpaling kepada
metode ilmiah sebagai metode untuk mencari pengetahuan tentang alam ini yang
dianggapnya fungisional dan berguna dalam menafsirkan gejala-gejala alamiah. Kriteria pragmatisme ini juga dipergunakan
oleh ilmuwan dalam menentukan kebenaran dilihat dari perspektif waktu.
c.
Kebenaran Ilmiah
Kebenaran
yang diperoleh secara mendalam berdasarkan proses penelitian dan penalaran
logika ilmiah. Kebenaran ilmiah ini dapat ditemukan dan diuji dengan pendekatan
pragmatis, koresponden, koheren.
§ Kebenaran Pragmatis: Sesuatu (pernyataan) dianggap benar
apabila memiliki kegunaan/manfaat praktis dan bersifat fungsional dalam
kehidupan sehari-hari. Contohnya, Yadi mau bekerja di sebuah perusahaan minyak
karena diberi gaji tinggi. Yadi bersifat pragmatis, artinya mau bekerja di
perusahaan tersebut karena ada manfaatnya bagi dirinya, yaitu mendapatkan gaji
tinggi.
§ Kebenaran Koresponden: Sesuatu (pernyataan) dianggap benar
apabila materi pengetahuan yang terkandung didalamnya
berhubungan atau memiliki korespondensi dengan obyek yang dituju oleh
pernyataan tersebut. Teori koresponden menggunakan logika induktif, artinya
metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke
umum. Dengan kata lain kesimpulan akhir ditarik karena ada fakta-fakta
mendukung yang telah diteliti dan dianalisa sebelumnya. Contohnya, Jurusan
teknik elektro, teknik mesin, dan teknik sipil Undip ada di Tembalang. Jadi Fakultas Teknik Undip ada di Tembalang.
§ Kebenaran Koheren: Sesuatu (pernyataan) dianggap
benar apabila konsisten dan memiliki koherensi dengan pernyataan sebelumnya
yang dianggap benar. Teori
koheren menggunakan logika deduktif, artinya metode yang digunakan dalam
berpikir dengan bertolak dari hal-hal umum ke khusus. Contohnya, seluruh
mahasiswa Undip harus mengikuti kegiatan Ospek. Luri adalah mahasiswa Undip,
jadi harus mengikuti kegiatan Ospek.
d.
Kebenaran non-Ilmiah
Berbeda dengan kebenaran
ilmiah yang diperoleh berdasarkan penalaran logika ilmiah, ada juga kebenaran
karena faktor-faktor non-ilmiah. Beberapa diantaranya adalah:
·
Kebenaran
Karena Kebetulan: Kebenaran yang didapat dari kebetulan dan tidak ditemukan secara ilmiah.
Tidak dapat diandalkan karena kadang kita sering tertipu dengan kebetulan yang
tidak bisa dibuktikan. Namun satu atau dua kebetulan bisa juga menjadi
perantara kebenaran ilmiah, misalnya penemuan kristal Urease oleh Dr. J.S.
Summers.
·
Kebenaran karena Akal Sehat (Common Sense): Akal sehat adalah
serangkaian konsep yang dipercayai dapat memecahkan masalah secara praktis. Kepercayaan
bahwa hukuman fisik merupakan alat utama untuk pendidikan adalah termasuk
kebenaran akal sehat ini. Penelitian psikologi kemudian
membuktikan hal itu tidak benar.Â
·
Kebenaran Agama dan Wahyu: Kebenaran mutlak dan asasi dari Allah dan Rasulnya. Beberapa hal masih
bisa dinalar dengan panca indra manusia, tapi sebagian hal lain tidak.
·
Kebenaran
Intuitif: Kebenaran yang didapat dari proses luar sadar tanpa
menggunakan penalaran dan proses berpikir. Kebenaran intuitif sukar dipercaya
dan tidak bisa dibuktikan, hanya sering dimiliki oleh orang yang berpengalaman
lama dan mendarah daging di suatu bidang. Contohnya adalah kasus patung Kouros
dan museum Getty diatas.
·
Kebenaran
Karena Trial dan Error: Kebenaran yang diperoleh karena mengulang-ulang
pekerjaan, baik metode, teknik, materi dan paramater-parameter sampai akhirnya
menemukan sesuatu. Memerlukan waktu lama dan biaya tinggi.
·
Kebenaran
Spekulasi: Kebenaran karena adanya pertimbangan meskipun kurang
dipikirkan secara matang. Dikerjakan dengan penuh resiko, relatif lebih cepat
dan biaya lebih rendah daripada trial-error.
·
Kebenaran
Karena Kewibawaan: Kebenaran yang diterima karena pengaruh kewibawaan
seseorang. Seorang tersebut bisa ilmuwan, pakar atau ahli yang memiliki
kompetensi dan otoritas dalam suatu bidang ilmu. Kadang kebenaran yang keluar
darinya diterima begitu saja tanpa perlu diuji. Kebenaran ini bisa benar
tapi juga bisa salah karena tanpa prosedur ilmiah.
e.
Kebenaran Filsafat
Kebenaran yang diperoleh dengan cara
merenungkan atau memikirkan sesuatu sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, baik
sesuatu itu ada atau mungkin ada. Kebenaran filsafat ini memiliki proses
penemuan dan pengujian kebenaran yang unik dan dibagi dalam beberapa kelompok
(madzab). Bagi yang tidak terbiasa (termasuk saya) mungkin terminologi yang digunakan
cukup membingungkan. Juga banyak yang oportunis alias menganut madzab dualisme
kelompok, misal mengakui kebenaran realisme dan naturalisme sekaligus.
·
Realisme: Mempercayai sesuatu yang ada di dalam
dirinya sendiri dan sesuatu yang pada hakekatnya tidak terpengaruh oleh
seseorang.
·
Naturalisme: Sesuatu yang bersifat alami memiliki
makna, yaitu bukti berlakunya hukum alam dan terjadi menurut kodratnya sendiri.
·
Positivisme: Menolak segala sesuatu yang di luar
fakta, dan menerima sesuatu yang dapat ditangkap oleh pancaindra. Tolok ukurnya
adalah nyata, bermanfaat, pasti, tepat dan memiliki keseimbangan logika.
·
Materialisme
Dialektik: Orientasi berpikir adalah
materi, karena materi merupakan satu-satunya hal yang nyata, yang terdalam dan
berada diatas kekuatannya sendiri. Filosofi resmi dari ajaran komunisme.
·
Idealisme: Idealisme menjelaskan semua obyek dalam alam dan pengalaman sebagai pernyataan
pikiran.
·
Pragmatisme: Hidup manusia adalah perjuangan hidup terus menerus, yang sarat dengan konsekuensi
praktis. Orientasi berpikir adalah sifat praktis, karena praktis berhubungan
erat dengan makna dan kebenaran.
2. Mencari Kebenaran
Penalaran merupakan suatu proses
penemuan kebenaran di mana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria
kebenaran masing-masing.
a)
Definisi Penalaran
Kemampuan menalar menyebabkan manusia mampu mengembangkan
pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Secara simbolik
manusia memakan buah pengetahuan lewat Adam dan Hawa, dan setelah itu manusia
harus hidup berbekal pengetahuannya itu. Dia mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, mana yang baik dan mana
yang buruk, serta mana yang indah dan mana yang jelek. Secara terus menerus dia
selalu hidup dalam pilihan.
Manusia adalah satu-satunya mahluk yang
mengembangkan pengetahuan ini sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai
pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya. Manusia mengembangkan pengetahuannya
mengatasi kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidup ini. Dan memikirkan hal-hal
baru, menjelajah ufuk baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan
hidupnya, namun lebih dari pada itu. Manusia mengembangkan kebudayaan; memberi
makna bagi kehidupan; manusia ‘memanusiakan” diri dalam dalam hidupnya. Intinya
adalah manusia di dalam hidupnya mempunyai tujuan tertentu yang lebih tinggi
dari sekedar kelangsungan hidupnya. Inilah yang membuat manusia mengembangkan
pengetahuannya dan pengetahuan ini mendorong manusia menjadi makhluk yang
bersifat khas.
Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia disebabkan oleh dua
hal utama;
·
Bahasa;
manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan
pikiran yang melatar belakangi informasi tersebut.
·
Kemampuan
berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara
berpikir seperti ini disebut penalaran.
Dua kelebihan inilah yang memungkinkan manusia mengembangkan pengetahuannya
yakni bahasa yang bersifat komunikatif dan pikiran yang mampu menalar.
b) Hakekat Penalaran
Penalaran merupakan suatu proses berpikir
dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada
hakikatnya merupakan mahluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak.
Sikap dan tindakan yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat
kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang
dikaitkan dengan kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan
yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk
menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah
tidak sama oleh sebab itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan
pengetahuan yang benar itupun berbeda-beda dapat dikatakan bahwa tiap jalan
pikiran mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran, dan kriteria
kebenaran ini merupakan landasan bagi proses kebenaran tersebut. Penalaran
merupakan suatu proses penemuan kebenaran di mana tiap-tiap jenis penalaran
mempunyai kriteria kebenaran masing-masing.
Sebagai suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai
ciri-ciri tertentu
·
Ciri yang pertama ialah adanya
suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika, dan tiap
penalaran mempunyai logika tersendiri atau dapat juga disimpulkan bahwa
kegiatan penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir logis, dimana berpikir
logis di sini harus diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola
tertentu atau logika tertentu.
·
Ciri
yang kedua dari penalaran adalah sifat analitik dari proses berpikirnya.
Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu
analisis dan kerangka berpikir yang digunakan untuk analisis tersebut adalah
logika penalaran yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan kegiatan
analisis yang mempergunakan logika ilmiah, dan demikian juga penalaran lainnya
yang mempergunakan logikanya tersendiri. Sifat analitik ini merupakan
konsekuensi dari suatu pola berpikir tertentu.
c)
Logika
Penalaran merupakan suatu proses berpikir
yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu
mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir ituharus dilakukan cara
tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses
penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara. Cara penarikan
kesimpulan ini disebut logika, di mana logika secara luas dapat didefenisikan
sebagai “pengkajian untuk berpikir secara sahih.” Terdapat bermacam-macam
cara penarikan kesimpulan, namun untuk sesuai dengan dengan tujuan studi yang
memusatkan diri kepada penalaran maka hanya difokuskan kepada dua jenis
penarikan kesimpulan, yakni logika induktif dan logika deduktif. Logika
induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus
individual nyata menjadi kesimpulan bersifat umum. Sedangkan logika deduktif,
menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat
individual (khusus).
d) Induksi
Induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik dari suatau
kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individu.
Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan
yang bersifat khas dan dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri
dengan pernyataan yang bersifat umum. Kesimpulan yang bersifat umum ini penting artinya karena mempunyai dua
keuntungan.
a)
Bersifat ekonomis.
b)
Dimungkinkannya proses
penalaran selanjutnya.
e)
Deduksi
Penalaran deduktif adalah kegiatan
berpikir yang sebalikny dari penalaran induktif. Deduksi adalah cara berpikir
dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat
khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir
yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pertanyaan dan satu
kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus ini disebut premis yang
kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan
merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua
premis tersebut. Jadi ketepatan penarikan kesimpulan tergantung pada tiga hal
yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor, dan keabsahan penarikan
kesimpulan. Sekiranya salah satu dari ketiga unsur tersebut persyaratannya
tidak dipenuhi maka kesimpulan yang akan ditariknya akan salah. Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif.
f)
Mendapatkan Pengetahuan yang Benar
Kebenaran adalah pernyataan tanpa ragu, baik logika deduktif maupun logika
induktif, dalam proses penalarannya, mempergunakan premis-premis yang
berupa pengetahuan yang dianggapnya benar. Kenyataan ini membawa kita kepada
pertanyaan; bagaimana kita mendapatkan pengetahuan yang benar tersebut. Pada
dasarnya terdapat dua cara pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan
yang benar. Yang pertama
adalah mendasarkan diri kepada rasio dan yang kedua mendasarkan diri kepada
pengalaman. Kaum rasionalis mendasarkan
diri kepada rasio dan kaum empirisme mendasarkan diri kepada pengalaman.
Kaum rasionalis mempergunakan metode
deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis yang
dipakai dalam penalarannya didapatkan dari ide yang dianggapnya jelas dan dapat
diterima. Ide ini menurut mereka bukanlah ciptaan pikiran manusia. Prinsip itu
sendiri sudah ada jauh sebelum manusia memikirkannya. Paham ini dikenal dengan
nama idealisme. Fungsi pikiran manusia hanyalah mengenali prinsip tersebut yang
lalu menjadi pengetahuannya. Prinsip itu sendiri sudah ada dan bersifat apriori
dan dapat diketahui manusia lewat kemampuan berpikir rasionalnya. Pengalaman
tidaklah membuahkan prinsip justru sebaliknya, hanya dengan mengetahui prinsip
yang didapat lewat penalaran rasionil itulah maka kita dapat mengerti
kejadian-kejadian yang berlaku dalam alam sekitar kita. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ide bagi kaum
rasionalis adalah bersifat apriori dan pengalaman yang didapatkan manusia lewat
penalaran rasional.
Berlainan dengan kaum rasionalis maka kaum
empiris berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu bukan didapatkan lewat
penalaran yang abstrak namun lewat penalaran yang konkret dan dapat dinyatakan
lewat tangkapan panca indra.
Disamping rasionalisme dan empirisme masih
terdapat cara untuk mendapatkan pengetahuan yang lain. Yang
penting untuk kita ketahui adalah intuisi
dan wahyu. Sampai sejauh ini,
pengetahuan yang didapatkan secara rasional dan empiris, kedua-duanya merupakan
induk produk dari sebauh rangkaian penalaran.
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa
melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya
pada suatu masalah tiba-tiba mendapat jawaban atas permasalah tersebut. Tanpa
melaui proses berliku-liku dia sudah mendapatkan jawabannya.. intuisi juga bisa
bekerja dalam keadaan tidak sepenuhnya sadar, artinya jawaban atas suatu
permasalahan ditemukan jawabannya tidak pada saat sesorang itu secara sadar
sedang menggelutinya. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan.
Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur maka intuisi ini tidak
dapat diandalkan. Pengetahuan inuitif dapat digunakan sebagai hipotesa bagi
analisis selanjutnya dalam menentukan benar atau tidaknya suatu penalaran.
Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh
Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat nabi-nabi yang diutusnya
sepanjang zaman. Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan
sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah yang bersifat
transedental kepercayaan kepada Tuhan yang merupakan sumber pengetahuan,
kepercayaan kepada nabi sebagai suatu pengantara dan kepercayaan terhadap suatu
wahyu sebagai cara penyampaian merupakan titik dasar dari penyusunan
pengetahuan ini.. kepercayaan merupakan titik tolak dalam agama. Suatau
pernyataan harus dipercaya dulu baru bisa diterima. Dan pernyataan ini bisa
saja dikaji lewat metode lain. Secara rasional bisa dikaji umpamanya apakah
pernyataan-pernyataan yang terkandung didalamnya konsisten atau tidak.di pihak
lain secara empiris bisa dikumpulkan fakta-fakta yang mendukung pernyataan
tersebut.
Dalam memulai mencari kebenaran, pada tahap ini kita akan menghadapi
pertanyaan ”what” dan ”when” (apa dan kapan). Kemudian jalan pembuktiannya kita
lakukan. Dalam pembuktian ini kita memasuki tahap ”why” dan ”how” (mengapa dan
bagaimana). Karena pencarian kebenaran sampai pada tahap ini maka dalam mencari
kebenaran kita harus menggunakan alur rasio kita (thinking), dengan melibatkan
seluruh panca indera kita (feeling), disertai dengan mengerahkan kemampuan
untuk merasakan sesuatu (sensing) sampai batas menemukan suatu kebenaran dan
pembenaran yang hakiki (believing). Dan pada akhirnya akhir ataupun ujung dari
proses pencarian/menemukan suatu kebenaran ini sangat bersifat relatif
bergantung masing-masing individu sesuai dengan kapasitas ilmu pengetahuan yang
dimilikinya, karena setiap orang memiliki persepsi yang sangat berbeda tentang
kebenaran.
0 komentar:
Posting Komentar