BAB I
1. Pengertian, Dasar Hukum, Sejarah dan
Tujuan Berdiri
Istilah
asuransi di Indonesia berasal dari kata Belanda assurantie yang kemudian
menjadi “asuransi” dalam bahasa Indonesia. Sebenarnya bukanlah istilah asli
bahasa Belanda akan tetapi berasal dari bahasa latin, yaitu assecurare
yang berarti “meyakinkan orang”. Menurut etimologi bahasa Arab istilah Asuransi
Syariah atau Takaful berasal dari akar kata kafala. Dalam ilmu tashrif
atau sharaf, tafakul termasuk dalam barisan bina muta’aadi. Yaitu tafaa’ala,
artinya saling menanggung. Dan ada juga yang meterjemahkannya dengan makna
saling menjamin. Asuransi Syariah atau takaful menurut Juhaya S. Praja adalah
“Saling memikul risiko di antara sesama orang sehingga antara satu dengan
lainnya menjadi penanggung atas risiko yang lainnya. Saling pikul risiko itu
dilakukan atas dasar saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan cara masingmasing
mengeluarkan dana ibadah (tabarru) yang ditunjukkan untuk menanggung
risiko tersebut.”
Secara
kelembagaan, perkembangan asuransi syariah global ditandai dengan
kehadiran
perusahaan asuransi syariah di berbagai belahan dunia, antara lain Sudanese Islamic
Insurance (1979), Islamic Arab Insurance Co. (1979), Dar Al-Maal Al-Islami,
Geneva (1981), Islamic Takafol Company (I.T.C), S.A. Luxembourg (1983), Islamic
Takafol and Re-Takafol Company, Bahamas (1983), Syarikat Al-takafol Al-Islamiah
Bahrain, E.C. (1983),Takaful Malaysia (1985).
Sedangkan di
Indonesia, asuransi syariah merupakan sebuah cita-cita yang telah dibangun
sejak lama, dan telah menjadi sebuah lembaga asuransi modern yang siap melayani
umat Islam Indonesia dan bersaing denngan lembaga asuransi konvensional. Adapun
perkembangan asuransi syariah di Indonesia baru ada pada akhir tahun 1994,
yaitu berdirinya Asuransi Takaful Indonesia pada tanggal 25 Agustus 1994,
dengan diresmikannya PT Asuransi Takaful Keluarga melalui SK
Menkeu No.
Kep-385/KMK.017/1994. Melalui berbagai seminar nasional dan setelah mengadakan
studi banding dengan Takaful Malaysia, akhirnya berdirilah PT Syarikat Takaful
Indonesia (PT STI) sebagai Holding Company pada tanggal 24 Februari 1994.
Kemudian PT STI mendirikan 2 anak perusahaan, yakni PT Asuransi Takaful
Keluarga (Life Insurance) dan PT Asuransi Takaful Umum (General
Insurance). PT Asuransi Takaful Keluarga diresmikan lebih awal pada tanggal
25 Agustus 1994 oleh Bapak Mar’ie Muhammad selaku Menteri Keuangan saat itu. Setelah
keluarnya izin operasional perusahaan pada tanggal 4 Agustus 1994.
Setelah itu,
beberapa perusahaan asuransi syariah yang lain lahir, seperti PT asuransi
syariah “Mubarakah”(1997) dan beberapa unit asuransi syariah dari asuransi
konvensioanal seperti MAA Assurance (2000), Asuransi Great Eastern (2001),
Asuransi Bumi Putra (2003), Asuransi Sinar Mas Syariah (2004), Asuransi Tokio
Marine Syariah (2004). Sampai dengan Mei 29008, sudah terlahir 41 Perusahaan
asuransi syariah di Indonesia.
Dasar hukum
yang terkait dengan asuransi syariah, yaitu QS. al-Maidah (5):2 Allah
berfirman “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
Dalam sebuah
hadis shahih rasulullah juga menyabdakan: “Perumpamaan orang-orang yang
mukmin dalam saling berempati, mengasihi, dan bersimpati diantara mereka sama
seperti satu tubuh yang jika salah satu anggota tubuh lainnya akan meresponnya
dengan begadang (tidak bisa tidur) dan demam.”( HR. Muslim).
1. Perbedaan
Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensiol
No.
|
Dari Segi
|
Konvensional
|
Syariah
|
1.
|
Konsep
|
Perjanjian antara dua pihak atau lebih, pihak penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
pergantian kepada tertanggung.
|
Sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin, dan bekerja sama,
dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’.
|
2.
|
DPS (Dewan Pengawas Syariah)
|
Tidak ada, sehingga dalam prakteknya bertentangan dengan kaidah-kaidah syara’
|
Ada, yang berfungsi mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan agar
terbebas dari praktek-praktek muamalah yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah.
|
3.
|
Akad
|
Akad jual beli (akad gharar)
|
Akad tabarru’ dan akad tijarah (mudharabah, wakalah, wadiah,
syirkah)
|
4.
|
Jaminan/Risk (Resiko)
|
Transfer of risk, dimana terjadi transfer dari tertanggung kepada
penanggung
|
Sharing of risk, dimana terjadi proses saling menanggu antara satu
peserta dan peserta lainnya (ta’awun)
|
5.
|
Pengelolaan Dana
|
Tidak ada pemisahan dana, yang berakibat pada terjadinya dana hangus
(untuk produk saving life)
|
Pada produk-produk saving (life) terjadi pemisahan dana, yaitu dana
tabarru’ , sehingga tidak mengenal dana hangus. Sedangkan untuk term
insurance (life) dan general insurance semuanya bersifat tabarru’.
|
6.
|
Kemilikan Dana
|
Dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya menjadi milik
perusahaan. Perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan kemna saja.
|
Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi.
Merupakan milik peserta atau (shahibul maal), asuransi syariah hanya sebagai
pemegang amanah (mudarib) dalam mengelola dana tersebut.
|
7.
|
Sumber pembayaran Klaim
|
Sumber biaya klaim adalah dari rekening perusahaan, sebagai konsekuensi
penangung terhadap tertanggung. Murni bisnis dan tidak ada nuansa syariah.
|
Sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru’ dimana peserta
saling menanggung. Jika salah satu peserta mendapat musibah maka peserta
lainnya ikut menanggung bersama resiko tersebut.
|
8.
|
Keuntungan (profit Share)
|
Keuntungan diperoleh surplus underwrinting, komisi reasuransi, dan hasil
investasi seluruhnya adalah keuntungan perusahaan.
|
Profit yang diperoleh dari surplus underwrinting,komisi re asuransi, dan
hasil investasi bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan tetapi dilakukan
bagi hasil (mudharabah)
|
2. Produk dan
Mekanisme Operasional Asuransi Syariah
Produk – produk Asuransi Syariah:
A. Asuransi
Kerugian (General Insurance)
Adalah usaha yang memberikan
jasa-jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga timbul dari peristiwa yang tidak
pasti. Usaha Asuransi kerugian di Indonesia antara lain:
- Asuransi Kebakaran
- Asuransi Kendaraan Bermotor
- Asuransi Kecelakaan
- Asuransi Laut dan Udara
- Asuransi Rekayasa
- Asuransi Jiwa (Life Insurance)
Adalah suatu jasa yang diberikan
oleh perusahaan dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan jiwa atau
meninggalnya seseorang yang diasuransikan. Asuransi Jiwa terbagi menjadi:
- Asuransi Jiwa Biasa
- Asuransi Rakyat
- Asuransi Kumpulan
- Asuransi Dunia Usaha
- Asuransi Orang Muda
- Asuransi Keluarga
- Asuransi Kecelakaan
- Asuransi Pendidikan
Di dalam operasioanal Asuransi
Syariah yang sebenarny terjadi saling bertanggung jawab, membantu dan
melindungi di antara para peserta sendiri. Perusahaan asuransi diberi
kepercayaan (amanah) oleh para peserta untuk mengelola premi, mengembangkan
dengan jalan yang halal, memberikan santunan kepada yang mengalami musibah
sesuai isi akta perjanjian.
B. Peraturan
Hukum yang Terkait dengan Asuransi Syariah
Peraturan perundang-undangan tentang
perasuransian syariah di Indonesia masih terbatas dan belum diatur secara
khusus dalam undang-undang. Secara lebih teknis operasional perusahaan asuransi
berdasarkan prinsip syariah mengacu kepada SK Dirjen Lembaga Keuangan. Di
samping itu, perasuransian syariah di Indonesia juga diatur di dalam beberapa
fatwa DSN-MUI antara lain Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman
Umum Asuransi Syariah. Fatwa DSN-MUI No. 51/DSM-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah
Musyarakah pada asuransi syariah, Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006
tentang akad wakalah bil ujrah pada asuransi dan reasuransi syariah,
Fatwa DSN MUI No.53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada asuransi
dan reasuransi.
C. Perkembangan
dan Pertumbuhan Asuransi Syariah di Indonesia
Pada saat ini perkembangan ekonomi
yang berbasis syariah sedang diminati oleh masyarakat karena banyak keuntungan
yang didapat, maka dari itu didirikanlah asuransi-asuransi syariah sebagai
bentuk partisipasi dalam membangun perkembangan ekonomi syariah.
Sampai saat ini asuransi syariah
berkembang sangat pesat. Banyak asuransi konvensioanal yang melahirkan unit
atau cabang yang berbasis syariah dan beberapa perusahaan yan sedang dalam
persiapan untuk mendirikan asuransi islam baru.
Beriringan dengan perkembangan
tersebut, perusahaan syariah yang telah ada saat ini pada tanggal 14 Agustus
2003 yang lalu kemudian membentuk suatu wadah perkumpulan atau asosiasi yaitu
Asosiasi Asuransi Islam Indonesia ( AASI). AASi dibentuk selain sebagai media
komunikasi sesama anggota, juga secara eksternal sebagai wadah resmi untuk
mewakili asuransi islam baik kepada pemerintah, legislatif, maupun keluar
negeri.
D. Dampak
Perkembangan Asuransi Syariah
Menurut sebagian pengamat ekonomi,
khususnya ekonomi muslim saat ini masyarakat dunia telah mengalami kejenuhan
dengan sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis . Selain itu,
dengan mengembangkan kedua sistem itu dunia semakin hari semakin tidak teratur
yang pada gilirannya melahirkan negara – negara yang semakin hari semakin kaya
disisi lain melahirkan negara – negara yang semakin miskin. Dengan kata lain
dengan menjalankan kedua sistem ekonomi tersebut akan melahirkan ketidak
seimbangan dalam perkembangan ekonomi.
Asuransi syariah dan lembaga-lembaga
ekonomi syariah lainnya muncul sebagai bukan hanya untuk meningkatkan ekonomi
umatnya saja. Tetapi sekaligus menjadi solusi bagi bangsa yang sedang terpuruk
ini untuk bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang bermartabat, tidak
diperhamba bangsa-bangsa lain.
Berdirinya Asuransi Syariah jelas
akan meningkatkan kesadaran berasuransi, sehingga disamping ikut membangun
untuk memperkuat sumber daya keuangan dalam negeri, juga akan memberikan dampak
kontraksi moneter untuk menahan laju inflasi. Dengan optimalnya investasi yang
dilakukan sesuai dengan prinsip syariah islam, maka akan dapat membantu
pertumbuhan ekonomi secara maksimal.
3.Kendala dan Strategi Perkembangan
Asuransi Syariah
Dalam perkembangannya, asuransi
syariah menghadpi beberpa kendala, diantaranya :
1) Rendahnya tingkat
perhatian masyarakat terhadap keberadaan asuransi syariah yang relative baru
dibandingkan dengan asuransi konvebsional yang telah lama mereka kenal, baik
nama dan operasinya.
2)
Asuransi bukanlah bank yang banyak berpeluang untuk bisa berhubungan dengan
masyarakat dalam hal pendanaan atau pembiayaan. Artinya, dengan produknya bank
lebih lebih banyak berpeluang untuk bisa selalu berhubungan dengan masyarakat.
3)
Asuransi syariah, sebagaimana bank dan lembaga keuangan syariah lain, masih
dalam proses mencari bentuk. Oleh karenanya, diperlukan langkah – langkah
sosialisasi, baik untuk mendapatkan perhatian masyarakat maupun sebagai upaya
mencari masukan demi perbaikan system yang ada
4)
Rendahnya profesialisme sumber daya manusia ( SDM) menghambat laju pertumbnuhan
asuransi syariah. Penyediaan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan
kerjasama dengan berbagai pihak terutama lembaga – lembaga pendidikan untuk
membuka atau memperkenalkan pendidikan asuransi syariah
Adapun strategi yang diperlukan
untuk pengembangan asuransi syariah diantaranya sebagai berikut :
1)
Perlu strategi pemasaran yang lebih terfokus kepada upaya untuk memenuhi
pemahaman masyarakat tentang asuransi syariah. Maka asuransi syariah perlu
meningkatkan kualitas pelayanan kepada pemenuhan pemahaman masyarakat ini,
misalnya mengenai apa asuransi syariah, bagaimana operasi asuransi syariah,
keuntungan apa yang di dapat dari asuransi syariah, dan sebagainya
2)
Sebagai lembaga keuangan yang menggunakan system syariah tentunya aspek syiar
islam merupakan bagian dari operasi asuransi tersebut. Syiar islam tidak hanya
dalam bentuk normative kajian kitab misalnya, tetapi juga hubungan antara
perusahaan asuransi dengan masyarakat. Dalam hal ini asuransi syariah sebagai
perusahaan yang berhubungan denganm masalah kemanusiaan (kematian, kecelakaan,
kerusakan dll), setidaknya dalam masalah yang berhubungan dengan klaim nasabah
asuransi syariah bias memberikan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan
asuransi konvensional
3)
Dukungan dari berbagai pihak teruitama pemerinyah, ulama, akademis, dan
masyarakat diperlukan untuk memberikan masukan dalam penyelenggaraan operasi
asuransi syariah. Hal ini diperlukan selain memberikan control bagi asuransi
syariah untuk berjalan pada system yang berlaku, juga meningkatkan kemampuan
asuransi syariah dalam menangkapa kebutuhan dan keinginan masyarakat
0 komentar:
Posting Komentar